"Assalamu'alaikum Bos," sapa Okta menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan Dhika
"Ngapain lu ke sini?" tanya Dhika dengan ekspresi merengut.
"Jawab salam gue dulu, dong. Sayang kan doa gue jadi mubazir," ujar Okta berjalan masuk ke dalam ruangan, mendekati Dhika yang tengah duduk di kursi kebesarannya.
"Wa'alaikumsalam," ujar Dhika seraya menghembuskan nafasnya berat.
"Kenapa tuh muka kelihatan mengerikan. Kadar ketampanan lu menurun jadi 30 derajat celcius," ucap Okta yang kini sudah duduk di hadapan Dhika.
"Apa lu udah ketemu dia?" tanya Dhika.
Okta paham siapa yang Dhika maksud.
"Iya. Tapi gue hanya melihatnya dari kejauhan. Sejak kapan dia kembali?" tanya Okta.
"Sudah sebulan kira-kira dia bekerja di sini," ujar Dhika.
"Terus kenapa wajah lu muram gitu. Harusnya kan lu seneng, penantian lu selama 10 tahun ini membuahkan hasil," ujar Okta.
"Justru 10 tahun yang gue alami selama ini, belum apa-apa. Ujiannya baru saja di mulai," ujar Dhika memijit pangkal hidungnya. Okta hanya memperhatikan tingkah Dhika.
"Sekarang dia membenci gue, bahkan menatap wajah gue saja dia ogah," keluh Dhika.
"Seperti yang sudah gue prediksi," gumam Okta menyimpan telunjuk dan jempolnya di dagunya sambil memangut-mangut. "Lu bodoh sih, kenapa dulu lu harus jadi pahlawan tersembunyi. Kalau Lita tau kan, dia tidak akan benci sama lu tapi yang ada makin kelepek-kelepek sama lu" ujar Okta.
"Perasaan nama-nama dari superhero nggak ada yang namanya pahlawan tersembunyi," keluh Dhika.
"Ya makanya, kalau mau di bilang superhero itu harus terang-terang dong. Lebih bagus kan kalau di sebut pahlawan bertopeng, idolanya Shinchan," ujar Okta mulai melantur.
"Ck, lu buat gue jadi ngomong ngelantur. Gue nggak perduli itu semua, mau idola siapapun juga," ujar Dhika kesal. "Yang gue pikirin sekarang gimana caranya buat Lita jatuh cinta lagi sama gue.”
"Agak sulit sih, nggak akan semudah saat lu pedekate-an sama dia dulu. Tapi ya jangan putus asa. Pasti ada jalan kok," ujar Okta.
"Gue akan pikirkan cara untuk meluluhkan hatinya lagi," gumam Dhika menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi.
“Lagian kehidupan cinta lu ujian mulu dari 10 tahun lalu. Kapan lulusnya coba,” seru Okta.
“Gue juga nggak pengen kayak gini,” seru Dhika. “Ngomong-ngomong lu jadi pindah kantor pusat?”
“Jadi. Semuanya udah selesai. Tinggal syukuran openingnya. Lu datang yah.”
“Iya.”
"Eh Dhik, si Nela sekarang kerja di sini?" tanya Okta.
"Nela? Nela mana maksud lu?" tanya Dhika mengernyitkan dahinya.
"Itu loh si Penyihir Jahat, si biang rusuh di kampus yang ambil Fakultas Kedokteran," ujar Okta.
"Oh maksud lu Clarisa atau biasa di panggil Chachaa?" ujar Dhika.
"Iya dia. Si Nela yang cerewet dan nyebelin titisan sang Penyihir Jahat.”
“Astaga nama panggilannya panjang banget,” seru Dhika.
“Emang bener kan. Dia dzolimin Lita dulu. Eh tapi sekarang dia kok jadi cantik banget yah," ujar Okta.
"Ck, awalnya ngehina, ujungnya muji. Dasar Gator, nggak bisa liat cewek bening dikit," keluh Dhika.
"It’s normal, Oke. Lagian gue itu bukan buaya biasa, gue itu sang penakluk wanita," ujar Okta dengan bangganya.
"Penakluk pala lu. Pergi deh gih, gue lagi galau dan nggak mau di ganggu," ujar Dhika.
"Yaelah, umur udah bangkotan aja sok galau-galau-an, kayak ABG tua labil," ejek Okta membuat Dhika mencibir.
"Terserah apa kata lu. Mending gue periksa pasien daripada ladenin buaya muara kayak lu, bikin kepala makin pusing."
Dhika beranjak dari duduknya kemudian memakai jas Dokter miliknya dan pergi meninggalkan Okta sendiri.
“Ck, bener-bener payah.” Okta menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan bayangan wajah Chacha muncul begitu saja di dalam benaknya.
“Perbedaannya cukup jauh. Sekarang dia makin cantik dan dewasa. Tapi pipi chubby nya masih melekat,” gumam Okta tersenyum membayangkan sosok Chacha.
◄►
Chachaa memasuki sebuah lift. Ia sedikit kaget saat melihat sosok Okta di dalam lift sendirian dengan senyuman mautnya. Chachaa langsung memalingkan wajahnya dengan sangat jutek dan segera menekan tombol lift.
"Hai Nel," sapa Okta dengan senyuman manisnya.
Chachaa masih tak bergeming. "Yaelah jutek amat sih," goda Okta,
Ia berjalan mendekati Chachaa yang terlihat risih sekali. Chachaa terus menatap tombol lift yang terlihat lama sekali sampai. "Kan kita lagi reunion. Jangan manyun-manyun gitu dong bibirnya. Di cium orang tau rasa loh," goda Okta membuat Chachaa menengok ke arahnya dengan tatapan membunuh.
"Eh tunggu! Itu di mata kamu ada apaan?" tanya Okta membuat Chachaa kebingungan dan mencoba membersihkan setiap sudut matanya takut ada kotoran yang menempel.
"Tunggu!"
Okta menarik tangan Chacha menjauhi matanya. Okta bergerak semakin mendekati Chacha, menghapus jarak di antara mereka berdua. Semakin lama, ia semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Chacha. Chachaa terus berjalan mundur hingga punggungnya menabrak dinding lift.
Keduanya masih bertatapan satu sama lain dengan Okta yang terus menyudutkan Chacha dan menghapus jarak di antara mereka berdua.
"Apa selama ini tidak pernah ada yang bilang kalau mata kamu itu sangat indah," bisik Okta membuat Chacha meremang karena hembusan nafas mint dari Oktavio.
"Kamu tau siang ini kenapa mendung?" tanya Okta membuat Chachaa mengernyitkan dahinya. "Karena mataharinya ada di mata kamu, sangat bersinar dan indah," bisik Okta membuat Chacha mulai terbuai hingga ia menelan salivanya sendiri.
Tangan Okta terangkat menyentuh kedua pipi Chachaa membuat keduanya semakin dekat, hingga hidung mancung mereka hampir bersentuhan.
Chachaa yang sadar dengan apa yang tengah terjadi, langsung mendorong d**a Okta dengan keras. Okta yang kaget, tidak mampu menahan keseimbangan tubuhnya dan membuatnya terhuyung ke belakang. Spontan ia berpegangan pada lengan Chacha hingga membuat mereka berdua jatuh bersama membentur lantai lift. Posisi Okta di bawah dengan Chacha yang berada tepat di atas tubuh Oktavio.
Bersamaan dengan itu, pintu lift terbuka lebar sehingga orang-orang yang berdiri di luar pintu lift mampu melihat semua pemandangan itu.
Chachaa meringis dan mengusap keningnya yang menabrak d**a Okta yang terekspos jelas di hadapannya. Chachaa terpaku dan bulshing saat menatap d**a bidang milik Okta yang terbuka. Posisi mereka sangat intim, Chachaa berada tepat di atas tubuh Okta.
Semua orang yang berada di luar lift dibuat kaget dan melongo memandang pemandangan di hadapan mereka.
"Khem!"
Deheman seseorang menyadarkan Chachaa dan Okta. Keduanya sama-sama menoleh ke sumber suara dan langsung membelalak kaget melihat orang-orang yang tengah menonton adegan mereka berdua.
Chachaa kembali menatap posisinya dengan Okta dan kembali melotot sempurna. Sadar dengan posisi mereka, ia bergegas berdiri dan merapikan jas Dokternya dan rok yang ia gunakan. Setelah menstabilkan detak jantungnya, Chachaa berjalan keluar lift dengan angkuh tanpa memperdulikan tatapan mengerikan dan mencemooh dari beberapa orang. Sedangkan sang Aligator yang memang sudah berdiri tegak hanya bisa tersenyum manis, bahkan sempat mengedipkan sebelah matanya ke salah satu Suster muda yang ada di luar lift sebelum pintu lift kembali tertutup.
◄►