PANEN JAGUNG

1455 Words
Hari dan musim pun berganti. Puji syukur kepada Tuhan, karena  kemarau akhirnya berlalu. Kami tidak perlu lagi ke hutan untuk mencari umbi – umbian liar, karena saat ini ladang kami telah dapat menghasilkan jagung, singkong, dan ubi jalar, setelah hujan yang telah dinantikan akhirnya datang juga. Aku sangat gembira karena makanan kami juga ikut berubah. Jika saat kemarau kami hanya bisa makan umbi – umbian dari hutan dengan porsi yang sedikit karena jumlahnya terbatas dan harus berhemat, kini kami bisa makan singkong, ubi jalar, pisang, dan jagung rebus sepuasnya. Walaupun demikian, makan tetap tidak boleh berlebihan. Apa lagi sampai membuang makanan. Itu tidak baik kata bapak dan ibu. Bapak telah membuat sebuah lumbung untuk menyimpan semua hasil panen. Sama seperti pondok, bentuk lumbung ini pun berbentuk seperti rumah panggung, hanya ukurannya lebih kecil. “Kaju, Niku, tolong susul  Bapakmu ke ladang. Sekarang saatnya makan.” Kata ibu kepadaku dan Niku. “Bapakmu dari tadi terus saja bekerja, sampai lupa waktu.” Lanjutnya lagi. “Baik Ma. Akan kami panggilkan.” “Ayo Niku, kita susul Bapak ke ladang!” ajakku pada adikku. Kami pun berjalan beriringan keluar dari pondok. Ladang kami berada di sekitaran pondok. Tetapi karena saat ini,  sedang dipenuhi rumpun – rumpun padi dan  jagung yang tinggi, kami tidak bisa melihat lokasi bapak berada saat ini. “Paaak, Bapaaaak, Bapak di mana ? panggilku dari depan pondok. Namun kami tidak mendengar suara jawaban bapak.  Aku berteriak lebih keras lagi. Tetapi tetap sama. Tidak  terdengar jawaban bapak. “Aduh e, kalian berdua ini, disuruh panggil Bapak, kok malah masih di sini. Teriak – teriak pula.” omel ibuku sambil menghampiri aku dan Niku. “ Mama sayang e, coba mama lihat, itu pohon jagung tinggi sekali, lebih tinggi dari kami berdua, jadi kami tidak bisa lihat Bapak ada di mana. Lagi pula ladang kita kan luas Ma.” Jawab Niku memberi alasan. “Iya. Mama tahu. Harusnya kalian itu masuk ke ladang, baru panggil Bapak.” Kata ibu. “Maaf Ma.” Ucapku sambil menundukkan kepala. Ibu menganggukan kepala sambil mengelus kepala kami berdua lalu masuk kembali ke dalam pondok. “Kak, coba kita ke belakang pondok, mungkin Bapak berada di sana, karena jika Bapak ada di depan pasti suara kita kedengaran.” Ajak Niku. Aku  mengikuti saran Niku ke belakang pondok. Kali ini Niku ikut berteriak memanggil bapak. “Bapak di sini Nak.” Sayup – sayup terdengar suara bapak dari kejauhan. Ternyata benar dugaan Niku, bapak berada di ladang di belakang pondok. Kami  pergi  ke arah suara bapak terdengar. Aku berjalan di depan Niku adikku. Sesekali aku mengingatkan dia  untuk berhati – hati saat melewati rumpun – rumpun padi dan jagung, karena tubuh bisa gatal – gatal bahkan terluka jika terkena daun –daunnya  yang sedikit tajam. Di bawah rumpun pisang di sudut ladang, kami melihat bapak dengan tumpukan jagung. Rupanya bapak sedang memanen. Bapak tersenyum melambaikan tangannya memanggil kami. Kami pun menghampirinya. “Bapak, kami panggil kok tidak menjawab, kenapa?” tanya Niku. “Maaf, Bapak tidak dengar.” Jawabnya, lalu bertanya : “Ada apa kalian memanggil Bapak ?” “Kata Mama, Bapak istirahat dulu. Sekarang waktunya makan siang.” Jawabku “Oh iya ya… sudah siang.” Kata bapak sambil menepuk dahinya. “ Pantasan panas sekali.” Lanjutnya lagi. “Sepertinya Bapak senang sekali bekerja sampai lupa waktu.” Kata Niku. “Bapak kita kan memang rajin dik.” sambungku Bapak tertawa  mendengar perkataan kami.  “Coba perhatikan sekeliling kalian, apa yang kamu lihat?” tanya bapak. “Ada tanaman Pak.” Jawab Niku “Berapa banyak?” tanya bapak lagi “Banyak sekali. Tidak terhitung Pak. Kan ladang kita luas.” jawabku “Betul sekali. Semua tanaman di ladang yang luas  ini milik kita. Sudah seharusnya kita bekerja dengan rajin dan hati yang senang, merawatnya dengan baik, supaya tanaman kita tumbuh subur dan menghasilkan panen yang banyak. Pekerjaan seberat apa pun, jika kita lakukan dengan ikhlas dan gembira, pasti akan terasa ringan dan cepat selesai.”   “Nah, lihat jagung ini.” Kata bapak sambil menunjukkan tumpukan jagung yang sudah dipetik. “Dulunya jagung ini hanya berupa biji saja. Karena ditanam dan dirawat dengan baik,  kalian bisa menikmati enaknya jagung rebus. Coba kalau dibiarkan saja tidak terawat, kemungkinan jagungnya akan mati dan saat ini kita tidak bisa panen.” Jelas bapak Variasi kebutuhan waktu panen jagung bermacam – macam, bergantung pada penggunaannya. Misalnya jagung semi ( baby corn )  yang biasa digunakan untuk campuran capcay, dipanen pada saat umur jagung 40 – 50 hari setelah tanam atau 5 – 6 hari setelah bunga muncul. Jagung untuk direbus ( jagung muda ) dipanen saat jagung berumur 60 – 70 hari. Tekstur biji jagung masih lunak. Jagung yang dipanen seperti ini biasanya merupakan jenis jagung manis. Panen jagung kering, dilakukan saat umur jagung 80 – 110 hari. Biasanya ditandai dengan daunnya yang menguning bahkan mengering berwarna coklat atau putih kekuningan. Kulit jagungnya berwarna krem kecoklatan.Tekstur bijinya keras. Jika ditekan dengan kuku tidak akan menimbulkan bekas ( sumber : pertanianku ). Musim jagung muda sudah lewat. Saat ini daun jagung di ladang sebagian besar sudah menguning dan kering. Saatnya untuk dipanen. Jagung hasil panen biasanya disimpan dengan cara digantung pada batang bambu yang ditanamkan ke dalam tanah kira – kira satu meter, agar kuat dan tidak jatuh diterpa angin.  Istilahnya udo hae. Udo dibuat dari bambu. Banyaknya bambu tergantung pada hasil panen. Jika hasil  banyak, bambu yang dibutuhkan juga banyak. Jika tidak, satu bambu saja sudah cukup. Jagung yang digantung di udo adalah jagung kering yang masih berkulit. Cara pembuatan udo hae cukup mudah. Bambu bulat dengan ukuran panjang kira – kira 5 – 6 meter dilubangi sisinya, lalu dimasukkan batang bambu seukuran lubang tersebut. Di atas bambu itu jagung – jagung digantung. Agar dapat digantung, jagung -  jagung tersebut disatukan dengan cara mengikat kulit jagung yang satu dengan kulit jagung yang lain. Sebagai penahan agar tidak jatuh, di sisi kiri kanan dan di atasnya diberi bilah bambu yang diikat dengan kuat menggunakan tali yang dibuat dari enau. Jagung yang disimpan di udo, akan bertahan lama bahkan awet sampai beberapa tahun, dan bisa digunakan lagi sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya karena bebas dari kutu. Untuk konsumsi sehari hari, jagung biasanya akan dipipil terlebih dahulu,  dijemur sampai  kering, lalu dimasukkan  ke dalam tuku  (bambu) agar tidak mudah rusak dan  tahan lama.  “Kita tidak bisa lagi makan jagung muda ya Pak.” kata adikku sambil menatap bapak dengan sedih. Musim jagung muda adalah saat yang menyenangkan. Kami bisa menikmati jagung muda yang direbus atau dibakar sambil berdiang di tungku api. Mungkin hal itu yang membuat Niku sedih. “Betul Niku. Sekarang jagung sudah tua. Masa jagung muda sudah lewat. Tapi kamu jangan sedih, nanti kita bisa makan lagi di musim mendatang.” kata bapak sambil mengelus kepala adikku. “Lagi pula, kita masih bisa makan makanan yang lain seperti pisang, singkong, atau ubi jalar.” hiburnya Ladang kami ini, bisa disebut sebagai ladang serba ada. Segala tanaman pangan ada di sini, seperti pisang, singkong, padi, jagung, ubi jalar, Ghedho dan Wete ( sejenis jewawut ), Uze ( sejenis kacang – kacangan )  juga tomat dan cabai. Pisang ditanam di sudut ladang. Singkong, ghedho, wete, dan uze di antara petak – petak ladang sebagai pembatas.  Di tengah ladang ditanam padi dan jagung juga ubi jalar  yang merambat di bawahnya. Tomat dan cabai ditanam di dekat pondok supaya lebih mudah jika dibutuhkan. Masa panen setiap tanaman berbeda – beda. Yang biasa dipanen pertama kali adalah ghedho dan wete, karena umur tanam sampai panen dua bulan saja, selanjutnya jagung, menyusul kemudian padi masa panennya 5 – 6  bulan, singkong   masa panen 6 – 10 bulan dan ubi jalar, yang paling terakhir panen adalah  uze dan ke’o. Pola makanan kami pun bergantung pada masa panen. Ada waktunya kami makan ghedho, jagung, nasi, kacang – kacangan juga singkong dan ubi jalar. Sebenarnya masa panen ubi jalar lebih cepat dari pada singkong, tetapi karena ubi jalar baru bisa ditanam setelah padi dan jagung sudah tinggi, maka saat panennya bisa bersamaan dengan singkong. “Ayo kita kembali ke pondok. Sekalian kalian berdua bantu Bapak bawa jagung – jagung ini.” kata bapak sambil memberikan ba’o ( penutup bakal buah pinang yang digunakan sebagai wadah karena bentuknya yang cekung,  ukurannya  besar, dan kuat )  berisi jagung. Kami kembali ke pondok sambil membawa ba’o berisi jagung Ba’o  sangat banyak manfaatnya. Selain digunakan sebagai wadah untuk mengangkat hasil panen. Ba’o juga bisa dibentuk seperti baskom atau mangkok yang digunakan sebagai wadah untuk menyajikan sayur atau daging, juga makanan berkuah. Selain itu juga ba’o dapat dibuat menjadi tas selempang. Tas ini biasanya digunakan khusus untuk kaum lelaki.. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD