002. Menyebalkan

977 Words
Bagaimana dengan Chapter satunya?  "Biarkan Dia masuk!" Dea membalikkan badannya saat suara gerbang terbuka, Dea melihat siapa orang yang berada di belakang Ranita. Mata Dea melebar, Dia sangat mengenal orang itu, orang yang tidak lain adalah orang yang tanpa sengaja membuatnya terlambat datang ke sekolah pagi ini. Dea melangkah masuk ke dalam sekolahnya. "Kasih Aku alasan ke napa Kamu terlambat agar Aku tidak menyesal telah membiarkanmu masuk ke sekolah.". Dea memutar matanya malas. "Maaf Kak, tadi ada seseorang yang memang sengaja membuat Saya terlambat." Ranita bersidekap d**a menatap Dea. "Hanya itu?" tanya Ranita, Dea mengangguk. "Dav, Lo yakin mau biarin Dea masuk?" ya Dea lupa kalau Dava adalah mantan ke tua Osis dan sekarang mungkin adalah jadwalnya piket membantu anggota Osis baru. Kami memang kelas dua belas dan Dava baru turun dari jabatannya. "Ya, biar Gue yang hukum Dea." Ranita tersenyum meremehkan kearah Dea, banyak orang yang takut pada Dava karena kalau cowok itu menghukum siswa pasti tidak pandang bulu. Entah itu laki-laki ataupun perempuan. Sedangkan Dea hanya memutar mata malas. "Ikut Aku." Dea hanya pasrah ikuti ke mana langkah Dava membawanya. Dea memandang ruangan yang akan Ia masuki dengan heran, Ia kira Dava akan menghukumnya dengan membersihkan toilet ataupun lapangan. Ke napa Ia di bawa ke ruang Osis?. "Kamu mau masuk atau jadi patung di depan pintu De?" tanya Dava, Dea memutar matanya jengah namun tetap mengikuti intruksi Dava masuk ruang Osis. "Jadi apa hukuman yang Kamu berikan?" tanya Dea to the point saat Dava baru selesai menutup pintu, Dava terkekeh dengan ke ketusan Dea kali ini. "Kamu penasaran banget ya Sayang?" goda Dava, Dea mendengus. Dea menatap Dava jengah, tahu akan tingkah Dava yang ingin menggodanya entah yang ke berapa pagi ini. "Enggak juga, tapi Aku bisa ke tinggalan pelajaran pertama." Dava menaikkan satu alisnya atas ucapa Dea. "Memang sekarang Kamu enggak ke tinggalan?" Dava menggeret kursi lalu menarik Dea agar duduk. Dea menurut, lalu melihat Dava yang juga menggeret kursi yang sama tapi berhadapan dengan Dea lalu mendudukinya. "Ya tapi setidaknya Aku masih dapat sisa waktu pelajarannya." jelas Dea, benar bukan? Setidaknya Ia masih punya waktu untuk mendengarkan materi pelajaran pertama yang tersisa dari pada tidak sama sekali. "Kamu saja belum selesaikan hukuman Kamu, jangan ke pikiran buat kejar jam pertama." Dea mendengus mendengar jawaban santai dari Dava. Dava bersidekap d**a memandang wanita yang sudah mengisi harinya selama setahun itu, hal yang mampu membuatnya bahagia adalah saat Dea merajuk atau mencari perhatian padanya. Dava meneliti setiap lekuk face Dea yang begitu sempurna di matanya, senyum indah lalu perhatian yang wanita itu berikan padanya selama ini selalu membuatnya tidak ingin jauh dari wanitanya. "Ke napa lihat Aku kaya begitu?" Dava terkekeh. "Ke liatan banget ya Yang?" Dea berdecak tidak habis pikir dengan pertanyaan Dava, jelaskan pria itu tengah menatap ke arahnya. Bahkan mata Dava meneliti wajahnya dari ujung rambut hingga ke dagu, jangan pikir Dea tidak tahu itu. "Ke luarkan buku Kamu." pinta Dava. "Untuk?". "Menjalankan hukumanmu Yang." Dea mendengus mengeluarkan bukunya. Menuruti semua ucapan Dava adalah solusi terbaik Dea kali ini. "Sudah.". "Semua!" Dea menatap Dava sarkastis 'mau apa sih Dia?' batinnya menggerutu. Dava tersenyum puas melihat wajah di tekuk Dea entah yang ke berapa pagi ini karena ulahnya. Dava sendiri tidak tahu, ke napa Ia berubah menjadi Dava yang jahil pada Dea. "Hm.". "Kamu bawa bekal Aku kan Yang?" tanya Dava, Dea mengangguk. "Ke luarkan!" Dea menurut mengeluarkan kotak bekal, di mana itu menjadi terakhir yang ada di dalam tas Dea. "Hukuman Kamu!" Dava menunjuk kotak bekalnya dengan dagu. "Apa?" tanya Dea tidak paham dengan hukuman yang di berikan Dava padanya. "Hukuman Kamu nyuapi Aku!" Dea melotot, tidak terima akan hukumannya. Ini tidak sesuai dengan hukuman yang berlaku di sekolahnya. "Enggak, Kamu makan sendiri saja deh Yang. Jam pertama bisa enggak ke buru, terus buku Aku buat apa?" protes Dea tidak terima, pasalnya semua isi tas Dea sudah berantakan di atas meja. Padahal Dava hanya harus bilang untuk mengeluarkan bekalnyakan dan tidak malah membuat Dea mengeluarkan semua isi tasnya. "Yang buat surat izin Aku loh Sayang jika kamu lupa. Biar ke lihatan Aku hukum Kamu." tekan Dava pada setiap katanya dan juga senyum menyebalkan dari Dava, Dea hanya mampu pasrah. Tidak ingin berdebat lagi dengan Dava yang memang sengaja menguras ke sabarannya lagi ini. "Ok tapi Kamu harus cepat-cepat ya?" Dava hanya tersenyum sebagai tanggapan dari perkataan Dea. Dava membuka mulutnya saat suapan pertama di sodorkan Dea, hingga beberapa suapan Dea mendengus karena Dava seperti sengaja mengulur waktu dengan cara mengunyah makanannya dengan sangat lambat. Bahkan bibirnya bergerak dengan gaya slow motion, Dea memperhatikan tingkah Dava sedari tadi. "Yang, jangan lama-lama ngunyahnya!" protes Dea. "Hm." hanya deheman yang Dea terima, mata Dava tidak lepas dari wajah cantik Dea, pagi ini Ia kurang menikmati wajah itu. Di tambah Dava yang harus absen lebih pagi dari biasanya karena jadwalnya Ia membina anggota Osis yang baru yang kini menggantikan posisi Osis seangkatannya. Hanya wajah pagi yang tertekuk karena ulahnya yang dapat sedikit mengobati paginya ini. "Ck Aku benar-benar ke tinggalan kalau kaya begini." gumam Dea yang masih dapat di dengar oleh Dava. "Ke wajiban Kamu adalah layani suami." Dea menatap Dava tidak sependapat. "Iya, jika sekolah Aku sudah tuntas enggak apa Yang, Aku mau lulus. Jadi Kamu tahan Aku layani Kamu penuh selama Aku masih jadi pelajar." Dava mengangguk-angguk, Dia tahu sebenarnya. Diapun tahu bagaimana Deanya belajar tiap waktu untuk akhir sekolahnya ini, Dea ingin mendapatkan nilai sempurna. Walau mereka masih awal kelas 12, karena Dava sudah tahu track rekor Dea selama ini. Dava mengusap lembut pipi Dea, Dea mendadak diam. Meski hal ini sudah biasa tapi perhatian dan sentuhan Dava selalu berefect pada tubuhnya. "Aku paham Sayang, maaf.". Dea menggenggam tangan Dava. "Sudah terlanjur ke tinggalan, Aku suapin Kamu sampai habis ya?" Dava tidak bisa tidak tersenyum karena Dea selalu dapat menenangkan hatinya. Dava membalas genggaman tangan Dea, kali ini Dava mengunyah makannya dengan kunyahan biasa. Tidak ingin merusak moment sekaligus membuat mood Dea semakin berantakan pagi ini. Cukup Dava buat Dea jengkel di rumah tadi dan awal masuk sekolah. Tidak untuk setelah Dea ke luar dari ruang Osis. Karena Dava ingin memberikan yang terbaik untuk Dea, istrinya. Madiun, 19 Agustus 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD