Chapter 3

1195 Words
"Tapi ... di sekolah, kamu ...." Ges tersenyum. Dia membantu Mizuki berdiri, juga merapikan belanjaannya yang berantakan. "Ohayashi-kun, kamu bisa bela diri, tapi kenapa diam aja pas di-bully?" "Kayaknya sebagian belanjaan kamu rusak. Mau kutemani belanja lagi?" "Jawab pertanyaanku dulu!" Mizuki mengerucutkan bibir. "Kenapa kamu kelihatan beda pas di sekolah?" "Aku nggak ngerasa beda, kok." "Tapi di sekolah kamu pakai kacamata! Terus model rambutmu terkesan cupu! Kamu juga pendiam!" "Aku emang pendiam." "Jangan bikin aku kesal–!" "Maaf, aku cuma nggak mau bikin masalah di sekolah. Kalau aku berantem sama kakak kelas, 'kan, urusannya bisa panjang." "Tapi, 'kan, cuma buat–" "Udahlah, kamu mau pulang, atau belanja lagi?" Mizuki menyerah. Sepertinya sulit membuat Ges menjelaskan segalanya. "Aku mau pulang aja." "Kalau gitu, ayo, aku antar sampai rumah." "Ng–nggak perlu, aku nggak mau ngerepotin kamu." "Nggak apa-apa, aku malah nggak mau kamu kena masalah lagi di jalan." "Mmm ... makasih, ya? Kamu udah nolong aku, terus mau ngantar aku sampai rumah juga." "Sama-sama. Aku juga makasih, kamu udah mau nyapa aku di sekolah tadi." "Oh ... iya, aku khawatir aja karena kamu dibawa sama Kodou-san." "Khawatir ...?" Mizuki sadar, dia kelepasan mengatakannya. Ges pun mengerti kalau Mizuki merasa malu, karena itu, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka berdua langsung berjalan beriringan, menuju ke rumah Mizuki. Jalanan yang sepi tidak terasa menyeramkan seperti sebelumnya. Dengan adanya Ges, Mizuki merasa lebih aman dan tenang. Angkasa yang kelam ternyata terlihat indah dengan ribuan gugusan bintang. "Eee ... Ohayashi-kun, kacamata yang kamu pakai cuma buat hiasan, ya?" "Heh?" "Matamu baik-baik aja, 'kan?" Ges menjawab dengan anggukan. Usai percakapan singkat itu, mereka kembali saling diam. Hingga tidak terasa, mereka sudah sampai di rumah Mizuki. "Ini rumahmu?" "Iya, mau masuk dulu?" "Lain kali aja." "Oh oke, hati-hati di jalan, ya? Sekali lagi makasih." "Sama-sama." Sembari berlalu dari sana, Ges memikirkan sesuatu. Air mukanya perlahan berubah serius. Aku harus tahu, kenapa detak jantungku bertambah cepat setiap kali dekat sama dia. Padahal selama ini, cuma Nisshoku yang bisa bikin jantungku terpengaruh. Mizuki masuk ke dalam rumah. Di kamar, dia merebahkan diri di atas tempat tidur. Tanpa diminta, wajah Ges terbayang di benaknya. Dia masih tidak menyangka, Ges yang baru saja menolongnya adalah orang yang sama dengan Ges yang dia temui di sekolah. Emang dia tetap pendiam, sih, tapi penampilannya itu, loh! Beda banget! ~《《+》》~ Pagi-pagi, Mizuki dan Izumi sudah mendengar berita heboh mengenai kematian Kodou dan teman-temannya. Mereka pun segera memeriksa update berita di ponsel masing-masing. Benar saja, Kodou dan teman-temannya meninggal dengan kondisi mengenaskan dan jantung yang telah diambil. Kasusnya tidak jauh berbeda dari kasus kematian Ueda dan teman-temannya. Mereka meninggal di kamar masing-masing, sekitar pukul dua dini hari. Bekas cakaran dan cara pengambilan jantung sangat mirip. Tidak ditemukan sidik jari pelaku, adanya DNA aneh di tubuh korban, dan beberapa kesamaan lainnya, membuat polisi menyimpulkan bahwa pelakunya sama. Selain mereka, empat orang pria di kota yang sama juga meninggal dengan cara serupa. Mereka meninggal sekitar pukul sepuluh malam, di tepi jalan yang sepi. Namun, tidak hanya jantung, tangan kanan dari dua di antara mereka juga hilang. Mereka?! Mereka ... orang-orang yang gangguin aku kemarin! "Mizuki, empat orang itu meninggal di jalan yang sering kamu lewati, loh." Izumi memperhatikan wajah Mizuki yang memucat. "Aku tahu, Izumi." "Aku jadi makin khawatir sama kamu!" Aku lebih khawatir lagi sama sama prasangkaku yang kelewat ngawur ini! "Mizuki, kalau kamu pulang kemalaman, nginap di rumahku aja, ya? Aku benar-benar nggak mau kamu kenapa-napa!" "Kamu nggak usah terlalu khawatir, aku nggak apa-apa, kok. Buktinya aku masih di sini." "Iya, kemarin kamu emang nggak kenapa-napa, tapi nanti? Besok? Siapa yang tahu?" "Izumi ... udah, ya? Kamu nggak perlu mikirin aku. Berdo'a aja, oke?" Izumi berdecak, sahabatnya itu seakan menyepelekan semua yang sudah terjadi. Aku nggak bisa bilang ke Izumi soal kemarin, entar dia tambah khawatir. Aku harus ngomong sama Ges. Takeda-sensei datang dan pelajaran pun dimulai, tapi Mizuki tidak melihat Ges ada di tempat duduknya. Di mana dia? Masa hari ini nggak masuk? ~《《+》》~ Seperti biasa, Ges melewati koridor sekolah sendirian. Pandangannya selalu mengarah ke bawah, jadi dia tidak mengetahui bagaimana ekspresi orang-orang yang ada di sekitarnya. "Ohayashi-kun!" Mizuki menghampiri laki-laki itu. "Eh? Mizuki!" Izumi mengekori Mizuki. "Ada apa?" sahut Ges. "Kemarin kamu ke mana? Kok, nggak masuk sekolah?" "Aku punya urusan." "Urusan?" "Iya, aku permisi dulu." Berbicara dengan Mizuki yang cukup populer, kelihatannya sangat tidak nyaman bagi Ges, karena menjadikannya pusat perhatian dadakan. Mizuki hanya bisa membiarkannya pergi begitu saja, tidak mencoba untuk menghentikannya. "Mizuki, kamu manggil Ohayashi-kun cuma buat nanyain kemarin dia ke mana?" "Iya." "Hah? Nggak salah?" "Nggak." "Kok, kalian agak dekat kayaknya? Sejak kapan kamu ngomong sama dia?" "Aku mau masuk kelas." "Heh?! Jawab pertanyaanku, dong!" ~《《+》》~ Pulang sekolah, Mizuki mengejar Ges yang sudah keluar dari kelas lebih dulu. Izumi tidak bersamanya, karena dia sedang mengikuti kegiatan klub sastra Jepang. "Ohayashi-kun!" Mizuki kembali menghentikannya di koridor. "Ada apa lagi?" "Boleh aku pulang bareng kamu?" "Pulang bareng?" "Ada yang pengen aku omongin sama kamu." "Soal apa?" "Kita jalan dulu aja, nanti kalau udah di luar sekolah baru ngomong." Meskipun enggan, Ges memilih untuk menuruti Mizuki. Mereka yang berjalan bersama, dengan mudah menjadi buah bibir orang-orang yang melihatnya. Ges terus bertahan sampai akhirnya melalui jalan yang cukup sepi dari siswa SMA Nanatsuki. Dia bernapas lega, karena setidaknya orang-orang yang membicarakannya banyak berkurang. "Langsung aja, aku mau nanya," Mizuki menegaskan nada bicaranya. "Kemarin habis ngantar aku pulang, kamu pergi ke mana?" Ges merasa sedang diinterogasi oleh aparat hukum. "Aku juga pulang." "Kamu tahu soal empat orang yang ganggu aku kemarin?" "Tahu." "Kamu tahu siapa pelaku pembunuhan mereka? Juga pelaku pembunuhan Kodou-san sama teman-temannya?" "Nggak." "Terus, kemarin kamu kenapa nggak masuk sekolah?" Ges diam. Dia menghiraukan mata Mizuki yang menatapnya tajam. "Ohayashi-kun?" "Kamu juga curiga sama aku, ya?" Ges tersenyum tipis. "Juga?" "Kemarin, polisi datang ke rumahku." "Po–polisi?" Ges menjelaskan, kalau dia dicurigai oleh polisi, karena pernah menjadi target penindasan oleh Ueda dan Kodou, beserta teman-temannya. Penindasannya pun terjadi sehari sebelum kematian mereka. "Mereka juga nanya soal empat orang yang meninggal itu." Mizuki terbelalak. "Kamu bilang apa?" "Aku bilang, aku emang sempat berantem sama mereka, buat nolong orang." "Terus, kenapa polisi nggak datangin aku juga?" "Aku nggak ngasih tahu mereka kalau orangnya itu kamu. Aku bilang, aku nggak kenal sama orang yang aku tolong." "Kenapa? Kenapa kamu nggak jujur ke polisi?" "Karena nggak ada gunanya. Kalaupun aku jujur, dan mereka manggil kamu buat diinterogasi, kamu nggak tahu apa-apa, 'kan?" "Tapi–" "Kamu nggak perlu mikirin masalah itu lagi. Anggap aja semuanya udah selesai." "Terus soal kamu gimana? Kamu terbukti nggak bersalah?" "Iya. Mereka ngelakuin penyelidikan lebih lanjut, dan nggak nemu bukti kuat yang ngarah ke aku." Pihak kepolisian juga melakukan tes DNA dan pemeriksaan psikologis terhadap Ges. Hasilnya, DNA-nya tidak ada kecocokan dengan DNA aneh si pelaku. Kondidi psikologisnya pun baik-baik saja. "Syukur, deh, kalau kamu terbukti nggak bersalah. Maaf, ya? Udah curiga sama kamu." Mizuki menyesal sudah berprasangka buruk kepada Ges. "Nggak apa-apa, itu wajar." Kali ini Ges mengukir senyum manis. Mizuki membalas dengan senyum yang sama. Senyumnya manis banget.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD