Pesta Jebakan

1372 Words
Ariena tampak bergerak gelisah menurunkan rok mini pleated yang menggantung tinggi di atas lututnya. Ia baru saja keluar dari salon saat sang kekasih menjemputnya. Radit benar-benar menyiapkan semua seperti janjinya. Mulai dari treatment dari ujung rambut sampai ujung kaki, make up, sampai pemilihan outfit yang akan dikenakan Ariena malam itu. Ia dipaksa Radit untuk menerima semuanya. Hanya saja, Ariena tampak risih. White tank top crop dan black mini pleated skirt membalut tubuh semampainya. Ada jaket kulit hitam yang membuat penampilannya semakin sempurna. Sebenarnya Ariena tidak terbiasa memakai semua itu. Ia sehari-hari hanya memakai jeans dan hoodie atau sejenisnya asalkan tertutup jika tengah bersama radit. Penampilan malam ini ia rasa sedikit terbuka dan ... seksi. Apa begini selera fashion Radit? Ariena mendadak pusing. “Kak ...” Ariena menyapa Radit yang tengah bersandar nyaman pada mobil sport putih miliknya sambil memainkan kunci di tangan. “Hai, Sayang. Wah ... kamu cantik sekali malam ini, Arien. Berkali-kali lipat dari biasanya. Tetapi bagaimana pun kamu, aku selalu suka,” balas Radit yang malam itu tampil tampan paripurna dalam balutan celana hitam kulit ketat dan atasan T-shirt berwarna senada ditambah kemeja polos berwarna putih yang digulung ujung lengannya, membuat ia semakin terlihat gagah pun berkelas. Radit berjalan perlahan menghampiri Ariena yang terlihat ragu-ragu melangkahkan kakinya. “Ayo kita masuk ke mobil, Sayang. Pestanya akan dimulai.” “Kak, aku ganti baju ya. Aku ...” Ariena menggigit bibir bawahnya. Ia tidak berani melanjutkan kalimatnya. Takut mengecewakan Radit. “Kenapa? Kamu tidak suka dengan pilihanku? Padahal kamu terlihat seperti bintang malam ini, Sayang. Ya, kamu adalah bintang pesta. Pacar kesayangan Radit Aldynata.” Radit sudah menggenggam jemari Ariena. Rasa hangat yang menjalari seluruh tangan hingga hati Ariena, membuat ia akhirnya mengangguk pasrah. Keduanya pun bergegas masuk ke dalam mobil. Seperti biasa, Radit membukakan pintu mobilnya sampai Ariena duduk dengan nyaman di jok sebelah jok kemudi. Setelah memastikan Ariena duduk nyaman, barulah ia menutup pintu lanjut mengitari kap mobil, ikut masuk ke dalam dan duduk di jok kemudi. Sesaat ia menatap Ariena dengan tatapan yang sulit diartikan. Terlalu dalam sampai Ariena merasa terhipnotis. Ia sampai tidak menyadari kalau Radit kini telah mencondongkan wajahnya. Memangkas jarak. Ariena tercekat saat merasakan jemari Radit bermain-main di permukaan wajahnya hingga berhenti tepat di bibir mungil berisinya yang disapu liptint warna coral peach malam itu. “Kak ...” Ariena sampai tidak mampu mengerjap. Merasa berdebar dengan perlakuan lembut Radit. “Ssstt ... biarkan aku melakukannya sekali saja, Arien. Selama ini kamu selalu menolakku saat ingin mendekat. Sekarang kamu bukan anak SMA lagi. Kamu sudah dewasa. Jadi ... bolehkan?” Ariena bukannya tidak tahu apa maksud Radit. Ia sadar selama ini selalu menciptakan jarak dengan kekasihnya itu. Ariena memaku. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Seakan kinerja otaknya mendadak terhenti. Sekalut itu. Radit semakin memangkas jarak. Wajah tampan Radit kini tepat berada di depan wajah cantik Ariena. Tinggal beberapa centi lagi. “Kak, maaf. Bukannya kita sudah telat ke pestanya ya?!” Ariena memundurkan tubuhnya mendekat ke pintu. Membuat Radit sadar dan segera menarik tubuhnya. “Maaf, Sayang. Aku selalu terkesima melihatmu. Dekat denganmu seperti ini, membuat kewarasanku seakan hilang. Kamu benar-benar istimewa dan juga ... berbeda.” Radit tersenyum kikuk. Ariena hanya tersenyum simetris. Ia masih berdebar, dan juga takut tentu saja. Akan tetapi ia bersyukur Radit masih menghormatinya, tidak memaksakan kehendak. “Kita langsung ke sana ya. Semua sudah menunggu kita. Malam ini akan menjadi awal yang indah untuk hubungan kita, Ariena.” Radit masih sempat tersenyum saat menatap Ariena. Ia kemudian segera melajukan mobil sport-nya dengan kecepatan sedang pun hati-hati sampai ke tempat tujuan. Mengaspal selama lebih kurang lima belas menit, mobil sport putih itu tepat berhenti di depan sebuah gedung tiga lantai. Itulah salah satu kelab malam elit yang berada di pusat Kota Jakarta. Ariena dibantu Radit turun dari mobil. Begitu kaki berbalut white sneakers-nya mendarat sempurna pada paving block depan gedung, Ariena tercekat. Netranya menatap nanar papan nama kaca besar di depannya. Jantungnya berdetak kacau. “K-kak ... ini? Maksud Kakak pestanya di sini?” Ariena buru-buru menatap Radit yang masih menggenggam tangannya. Pemuda itu terkekeh. Lalu menguar tatapan lembut andalannya. “Iya, Arien. Pestanya di sini. Ayo, teman-teman kita sudah menunggu lama di dalam.” “Ta-tapi, Kak. Aku belum pernah ke kelab. Kalau ayah dan ibu tahu, pasti ...” Ariena menggeleng lemah. Ia meremas roknya kuat. Setakut itu. Tadi ia berpamitan pada kedua orang tuanya karena ada perayaan kelulusan bersama Radit dan teman-temannya yang lain. Ariena tidak berbohong. Karena ia memang tidak tahu kalau tempat pesta yang dimaksud Radit itu di kelab malam. Astaga. Ariena semakin tegang. Genggaman tangan hangat Radit dirasa semakin menyetrum jantungnya. “Tenang saja, Sayang. Di dalam sana aman. Aku akan menjagamu. Percaya padaku. Selama ini aku tidak meminta apa pun, kan? Jadi ... malam ini tolong percaya padaku, Arien. Aku akan menjagamu. Lagi pula, pesta itu adalah pesta untukmu. Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Ayolah, Sayang ...” Radit memelas. Ariena mendadak lemah. Semua perlakuan lembut Radit, tatapan dalamnya, membuat benteng Ariena mencair, luluh seketika. Ia akhirnya mengangguk lemah. Mengingat bagaimana kekasihnya itu memperlakukannya selama ini, tidak ada alasan bagi Ariena untuk tidak mempercayai Radit sekarang. Melihat anggukan Ariena, Radit menarik kedua sudut birainya. Bahagia. Ia pun segera menuntun Ariena menuju pintu masuk kelab. Di sana ada dua pria bertubuh kekar yang berjaga. Ariena menunggu beberapa saat, ia hanya memperhatikan Radit mengeluarkan card member dari dalam dompet kemudian memberikan pada penjaga kelab tersebut. Gadis itu sempat mengernyit saat melihat Radit berbisik dengan penjaga. Ia jadi bertanya-tanya. Namun hanya sebentar, karena tepat saat Radit kembali menggenggam tangannya, ia meredam semua rasa penasaran yang tengah mengganggu pikiran dan mengikuti langkah Radit masuk ke dalam tempat yang dirasa sangat asing baginya. Suara hentakan musik dari Disc Jockey dan kerlipan lampu bundar laksana bentuk lampion besar yang menyorot ke segala penjuru ruangan remang di dalam kelab itu menjadi pemandangan pertama yang dilihat Ariena. Jangan lupakan suara riuh sorak sorai dari penghuninya. Ariena merasa pusing seketika. Belum terbiasa. “Hei, Bro. Wow ... jadi ini pacarmu, hmm? Cantik. Sangat cantik.” Seorang pemuda berpostur lebih tinggi dari Radit tiba-tiba datang menyapa. Ariena merasa kembali risih saat pemuda itu memeta penampilannya dari atas hingga bawah. “Hei, Bro ... tolong matanya. Ini gadisku.” Radit langsung memeluk Ariena posesif. Tak ayal membuat Ariena kembali tercekat. Apalagi saat mendengar penekanan kata ‘gadisku’ dari Radit. Kenapa ia merasa ... aneh. “Okay-okay. Aku tidak akan mengganggu milikmu. Haha ... ya sudah, cepatlah bawa pacarmu ke spot biasa. Yang lain sudah menunggu. Selamat menikmati pestanya, Bro.” Radit terkekeh lanjut menepuk bahu pemuda yang Ariena yakini adalah teman dekat kekasihnya. Berjalan menelusuri beberapa sekat ruangan remang-remang, tibalah Ariena dan Radit pada sebuah ruangan yang tidak kalah gelap, sangat minim cahaya. Ariena bahkan sampai melebarkan netra untuk melihat sekelilingnya. Ia tidak mengenali siapa pun di dalam ruangan tersebut, kecuali .... “Hai, Arien!” Seorang gadis cantik dengan tatanan tambut wavy bob melambaikan tangan ke arahnya. Ariena semakin melebarkan netra. Ia tersenyum cerah. Itu sahabat dekatnya di sekolah. “Winona?! Kamu di sini juga??!” Ariena setengah berteriak karena suara musik di kelab seakan menelan suaranya. “Iya ... Kak Radit mengundangku juga. Ini kan pesta untuk merayakan first anniversary kalian, dan juga untuk nilai tertinggi kelulusanmu, Arien. Ayo duduk dulu,” tutur gadis berwajah bule pemilik nama Winona Felisya. “Iya, Sayang. Aku mengundang sahabat-sahabatmu juga, termasuk Gaisa. Sayangnya dia berhalangan hadir katanya. Jadi hanya Winona di sini, dan yang lainnya adalah teman kampusku. Kuharap kamu nyaman bersama mereka. Semuanya baik-baik, kok,” terang Radit lagi dengan senyuman manisnya. Ariena hanya mengangguk pelan. Ia ikut tersenyum. Hatinya mendadak tenang saat melihat Winona. Setidaknya ia tidak benar-benar merasa asing. Baru saja ia mendaratkan tubuhnya untuk duduk di atas sofa. Ariena kembali terkejut, saat tiba-tiba Radit memberikannya sebuah gelas sloki besar nan panjang dengan isi berwarna coklat pekat yang tidak sampai seperempat bagiannya. “K-kak ... ini apa?” Ariena mengernyit dalam saat bau aneh pun menyengat menguar dari dalam gelas dan menyentak indera penciumannya. “Minumlah sedikit saja, Sayang. Ini salah satu minuman favoritku. Kamu pasti juga akan suka. Setelah kamu meminum ini ... maka pestanya akan segera dimulai.” *** To be continued ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD