1. SAVE ME FROM ARROGANT BOSS

1123 Words
Langkah kaki Zevanya terdengar memburu. Heels merah marun yang ia kenakan mengetuk lantai keramik seirama dengan alunan langkahnya yang terus mendayu. Di tangan sudah tersedia sebuah amplop berwarna cokelat tua yang hendak ia serahkan kepada atasannya. Helaan napas terdengar. Ia sudah memutuskan untuk mundur dari pekerjaan yang sudah membuatnya menjadi wanita karier, memiliki segala yang bisa ia beli dengan gajinya yang lumayan memuaskan pendengaran dan mata. Tidak ada pilihan lain lagi. Daripada ia menjadi babu di perusahaan itu? Mending ia menjadi pengangguran dan mengerjakan pekerjaan rumah di rumahnya saja, lebih berfaedah dari pada mengerjakan pekerjaan layaknya pembantu di ruangan atasannya. Ia itu seorang manajer! Ingat manajer! Bukan OB atau Cleaning Service. Namun, sejak sahabatnya Naina memundurkan diri dari perusahaan itu, semua berubah total. Selain manajer, ia merangkap jadi sekretaris atasannya itu bahkan juga merangkap jadi CS. Bayangkan saja, ia disuruh datang pagi sekali untuk mengepel lantai ruangan atasannya dan disuruh membuatkan kopi lalu menjemput cucian di laundry lantaran boss-nya itu menginap di kantor entah karena alasan apa. Atheo David Wirajaya. Menurut Zevanya, lelaki itu gila dan perlu dibawa ke rumah sakit jiwa! Kembali Zevanya menghela napas. Krek Membuka pintu perlahan dan mengintip ke dalam apakah atasannya itu yang sebentar lagi jadi mantan atasan ada di dalam ruangan. Dalam hati, Zevanya berharap tidak ada lelaki itu hingga ia bisa meletakkan surat pengunduran dirinya tanpa banyak pertanyaan lagi. Memang, untuk mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang terlalu sulit apalagi dengan usia yang sekarang ia miliki. Tiga puluh satu tahun. Bukan usia yang muda lagi. Bahkan teman seangkatan dengannya saat kuliah dulu sudah pada menikah dan memiliki anak. Sedangkan dirinya menjadi perawan tua. Hei, tenanglah. Bukan niat untuk menjadi perawan tua, hanya saja belum ada sosok pangeran yang membuatnya jatuh cinta. Pernah sekali ia berpikir untuk merebut Lay dari Naina saat dua insan beda usia itu belum menikah, tapi setelah ia pikir lagi, perasaannya pada Lay hanya sebatas kagum bukan cinta. Lagian, Lay si manusia usil itu hanya jatuh cinta pada Naina seorang tanpa bisa melihat perempuan lain. Zevanya berharap mendapatkan pangeran yang juga mencintainya setulus hati tanpa melirik sana sini. Zevanya menepiskan pikiran anehnya tentang pasangan. Ia harus fokus pada tujuannya yang sekarang. Setelah tahu di dalam ruangan itu tidak ada sang atasan, Zevanya segera masuk dan mempercepat langkah lalu meletakkan surat pengunduran dirinya di atas meja. Ia sudah sangat puas! Terbebas dari tekanan dan kekangan. Ia tidak lagi menjadi babu seorang Atheo yang gila karena salah sendiri tidak datang saat ijab kabul di malam pernikahan yang seharusnya hikmah. Oke, lupakan soal Naina, Lay dan Atheo. Karena Zevanya mendapatkan kabar angin, lelaki itu gila itu adalah dalang dari penusukan Lay sebulan lalu! Astaga. Lupakan! “Oke, Zevanya, lo udah bebas!” Zevanya menyemangati dirinya sendiri. “Untuk sementara lo habiskan waktu buat liburan aja. Setidaknya dua minggu, baru deh lo mikir nyari kerja di mana.” Zevanya masih setia bermonolog. Ia berjalan keluar dari ruangan Atheo dengan lenggak-lenggok gemulai aduhai. Namun, suara bariton dan rendah memanggil dirinya dari belakang membuat Zevanya menjerit dalam hati. “Zevanya.” Sial! Entah mimpi apa yang membuatnya selalu saja terjebak pada situasi tidak mengenakkan itu. Zevanya menoleh. “Ya?” tanya Zevanya dengan wajah angkuhnya. Ia sudah memutuskan untuk tidak lagi menuruti apa yang diperintah oleh Atheo padanya. Si kriminal itu harus diabaikan dan lagian ia yakin sebentar lagi akan mendekam dalam penjara. “Ambilkan pakaian gue di laundry dan juga lo harus ngepel lantai ruangan gue sampai kamar. Lo lupa melakukannya pagi ini.” Zevanya tersenyum sinis. “Pak Atheo yang terhormat. Mulai sekarang, aku bukan lagi karyawan Anda, Pak. Saya ... Zevanya Ayudia telah menyerahkan surat pengunduran diri. Anda bisa melihat di atas meja Bapak.” Zevanya menunjuk surat pengunduran dirinya itu. Atheo melotot. “Sialan! Lo gak akan bisa bebas dari gue gitu aja, Zevanya. Lo adalah salah satu jaminan yang bisa gue gunakan buat mendapatkan Naina.” Zevanya melotot tajam. Lelaki itu tidak waras. Zevanya segera berlari keluar dari ruangan Atheo dan sialnya kini ia harus berlari lebih kencang lantaran Atheo mengejarnya. “Tangkap dia! Dia mencuri dokumen penting perusahaan!” teriak Atheo pada karyawan-karyawannya. Sebagian melongo, sebagian lagi ikut mengejar. Sial! Zevanya dalam situasi terancam. Ia segera berbelok dan masuk ke dalam lift. Tanpa peduli apa pun, ia segera menekan tombol ke lantai dasar. “Atheo, sialan! Dia butuh rumah sakit jiwa!” Zevanya terus menggerutu. Rasa ketakutan juga mendera lantaran ia yakin Theo akan melakukan apa pun untuk membuat keinginannya terwujud. Ting Pintu lift terbuka. Zevanya kembali berlari menuju pintu keluar perusahaan dan saat ia menoleh ke belakang ada beberapa orang berpakaian jas hitam mengejarnya dan ditambah dua satpam. “Tuhan, selamatkan aku!” Langkahnya terseok lalu tersandung hingga ia menubruk seseorang yang entah siapa. “Maaf!” Zevanya menunduk beberapa kali untuk meminta maaf dan kemudian berlari lagi. Namun, tangannya dicekal oleh orang yang ia tabrak tadi. Zevanya ketakutan bukan main. Ia mengira lelaki itu adalah bagian dari anak buah Atheo. “Lepaskan gue!” Ia mencoba memberontak. “Lo masuk ke mobil.” Suara itu sangat deep hingga membuat Zevanya menengadah. Ia baru menyadari siapa yang sedang ia tabrak dan mencekal lengannya. Aldan! Lelaki itu pangeran dari neraka yang sempat ia puji, tapi sekarang ia tidak sedang terpesona sama sekali. Lelaki kulkas! “Kalau lo ingin baik-baik aja. Masuk ke dalam mobil.” Zevanya mengangguk. Ia segera masuk ke dalam mobil yang ada di belakangannya. Lalu ia melihat Aldan yang berjalan mendekati beberapa orang berjas hitam itu. Berbicara sebentar lalu pergi dengan seringai mematikan. Entah apa yang dikatakan Aldan pada pria-pria berjas hitam itu, yang jelas sekarang ini, tubuh Zevanya merinding melihat seringai layaknya iblis itu. “Astaga! Dia itu iblis apa monster?” Zevanya menghela napas lalu mengembuskan dengan kasar saat Aldan masuk ke dalam mobil. “Terima kasih.” Bagaimanapun, Zevanya harus berterima kasih pada orang yang sudah menolongnya. Aldan menoleh sesaat. Tidak ada sahutan sama sekali hanya tatapan tajam yang menusuk tepat di hati seorang Zevanya. Oh, Tuhan! Kenapa bisa ada lelaki sedingin itu dan se mengerikan Aldan? “Ke mana?” Malah Zevanya mendapat pertanyaan. Zevanya menggaruk kepalanya. Ke mana? Ini bertanya karena ingin mau mengantar atau mau mengajak ke suatu tempat? “Ke mana aja gak apa-apa.” Aldan mengernyitkan keningnya. “Alamat lo!” Zevanya membungkam mulutnya. Astaga, ia malu. Aldan menanyakan ke mana arah rumahnya bukan ke mana ia ingin pergi bersama Aldan. Zevanya malu! Ayolah, Zevanya jangan kegeeran begitu! “Jika tidak ingin mengatakannya, mending lo turun!” Nah, kan! Zevanya salah berurusan dengan orang di sampingnya itu. “Jalan aja dulu. Nanti di depan ada simpang, belok kanan dan dari situ lurus saja.” Aldan tidak menyahut. Ia menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area perusahaan milik Atheo. Dasar lelaki kulkas!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD