2. HALO, MISTER KULKAS

1769 Words
Zevanya menghela napas berkali-kali. Ia sudah terlalu lama berjemur di depan teras rumahnya berharap ada orang yang lewat memberinya brosur untuk lowongan pekerjaan. Sejak ia memutuskan hengkang dari perusahaan milik Atheo yang ia yakini akan segera bangkrut itu, ia menjadi pengangguran besar-besaran. Terus saja menguras tabungannya tanpa ada dana yang masuk. Meskipun ia tidak memiliki pekerjaan saat ini bukan berarti kebiasaannya berbelanja online hilang begitu saja. Tidak sama sekali! Bagi Zevanya, berbelanja itu adalah kebutuhan setiap perempuan untuk tampil maksimal dan cantik. Terserah tabungan habis, terserah besok makan atau enggak, yang penting harus berbelanja baju, tas, dan sepatu. Prinsip yang menyesatkan! Setelah mencari berbagai pakaian via online dan memesannya walau tidak sebanyak biasanya lantaran masih memikirkan keuangan, Zevanya mencoba masuk ke dunia biro jodoh. Bukan apa-apa, sih. Ia hanya ingin segera mendapatkan pendamping hidup lantaran ia iri dengan Naina yang sudah menikah bahkan memiliki suami yang masih muda dan sayang sekali pada perempuan itu. Satu lagi, keluarga besarnya, papa dan mamanya Orion terus saja mendesak agar dirinya segera mendapatkan calon suami atau ia akan menjadi perawan tua selamanya. Dasar keluarga tidak peka. Halo! Siapa yang mau jadi perawan tua, ha? Zevanya juga ingin merasakan tidur dalam pelukan lelaki yang ia cintai dan memanjakannya. Sayangnya, hingga kini ia belum menemukan lelaki yang tepat untuk menemaninya merajut kasih sayang dalam pernikahan. Bahkan papanya Orion sudah mengeluarkan titah, jika Zevanya tidak menikah di usia tiga puluh satu tahun ini, maka Zevanya akan dijodohkan dengan lelaki yang menjadi pilihan keluarga. Buset, dah! Emang ini zaman Siti Nurbaya di mana perempuan main jodoh-jodohkan. Ia akan membuktikan pada keluarganya kalau ia bisa mendapatkan pangeran kuda putihnya. “Ah, ini dia.” Zevanya tersenyum saat mendapatkan sebuah web biro jodoh yang di mana ulasan mengatakan kalau biro jodoh itu sudah membuktikan kemampuannya mempertemukan pasangan-pasangan jomblo. Baiklah, Zevanya akan memasuki dunia web itu. Saat ia meng-klik link yang ada, tidak ada respons sama sekali. Alis Zevanya naik sebelah. “Kenapa gak bisa?” Ia menggoyang-goyangkan ponselnya seolah mencari sinyal padahal jika dipikir-pikir sinyal di ponsel mahalnya itu sudah 4G dan tentu penuh. Zevanya menggaruk kepalanya. “Apa harus lewat laptop?” Lalu bangkit dari tempat duduknya yang berada di halaman depan menuju ke dalam rumah. Ia masuk ke kamar untuk menemukan laptopnya. “Di mana lo wahai laptop?” Zevanya bersedekap tangan saat tidak menemukan laptopnya di atas meja kerja. Ya, sejak tidak bekerja, ia tidak lagi menyentuh benda itu. Kapan terakhir ia menyentuhnya? Seminggu yang lalu. Lantas ke mana laptopnya pergi? Tidak mungkin ia menjualnya? Ia masih ada tabungan untuk biaya hidupnya. Jika memang tidak ada lagi, ia akan pulang ke rumah orang tua Orion dan mengemis cinta kasih pada kakak tirinya yang sangat menyayanginya itu. Zevanya membuka lemari pakaiannya, mencari di dalam sana, tetap saja tidak ada hasil. Ia menyingkap selimut yang berantakan di atas ranjang dan lagi hasilnya nihil. Astaga, ke mana laptopnya. Zevanya menggaruk kepalanya yang mulai gatal karena sudah tidak keramas selama tiga hari. Jangankan keramas, mandi saja ... sudah jarang Zevanya lakukan sejak tidak bekerja. “Sialan!” pekiknya saat menangkap bayangan benda mahal itu di dalam ting sampah dekat lemarinya. “Laptop gue!” Menghampiri tong sampah dan mengeluarkan laptopnya dari sana. “Ya Tuhan. Kenapa kau berada di dalam sana wahai laptop.” Zevanya mengusap laptopnya yang sudah dihiasi oleh berbagai warna mencolok di bagian depan belakang dan laptop. Kening Zevanya mengerut. Kenapa laptopnya menjadi berwarna begini? “Aish!” Zevanya sadar. Tadi malam, ia memakai cat kuku dan karena beberapa sudah habis, ia membuang di tong sampah tanpa menutup botol-botol kecil itu. Segera Zevanya mengambil pembersih cat kuku dan tisu. Lalu menuangkan di tisu pembersih itu dan mengelap laptopnya. Zevanya bernapas lega karena cat-cat kuku itu berhasil hilang. “Semoga saja lo nyala, ya laptop. Ini demi masa depan cerah gue.” Lalu duduk di atas tempat tidurnya yang berantakan dan memangku laptopnya. “Satu, dua, tiga.” Zevanya menyalakan laptopnya dan senyum mengembang saat laptopnya itu menyala. “Yes. Gue berhasil!” Lalu ia mencari link biro jodoh yang persis seperti link di ponselnya tadi. Menunggu beberapa detik hingga link itu terbuka. “Masukan email Anda.” Zevanya membaca kalimat yang tertera di layar komputer. “Email gue apa, ya? Kenapa gue lupa?” Mencari email di ponselnya. “Dapat. Oke, gue harus mengisi ini semua.” [Email : PrincessZevanyaAyudia@gmail.com Nama : Princess Zee Jenis : Perempuan Usia : 31 tahun Pekerjaan : Pengangguran] “Selesai.” Tersenyum manis kembali lalu mengirim datanya untuk dikonfirmasi. Zevanya menunggu hingga beberapa menit, tapi tidak ada balasan dari pendaftarannya barusan. Padahal di sana tertulis jelas jika ia harus menunggu selama sepuluh menit saja dan akan mendapatkan balasan yang dikirim ke emailnya . Namun, sudah lewat pada waktunya dan tidak ada balasan sama sekali. Zevanya bulak balik ke emailnya dan tidak mendapatkan apa pun. “Cih, penipuan!” Zevanya mematikan laptopnya dan kemudian berbaring di ranjang. “Dasar biro jodoh penipu. Gue udah berharap menemukan pangeran kuda putih gue di sana. Lo bikin gue jatuh ke dasar jurang.” Memukul-mukul ranjang dengan kedua tangannya. Pangeran kuda putih hanya menjadi bayangan semata di pikiran Zevanya. Gagal total! *** Zevanya memutuskan untuk keluar dari rumah untuk membeli cemilan di mini market tidak jauh dari rumahnya. Ia berpakaian seadanya bahkan hanya memakai sandal jepit karena menurutnya tidak jauh. Uang yang ia bawa juga hanya lima puluh ribu, cukup untuk cemilan saja. Ia bersiul sembari terus berjalan melewati pekat malam. Namun, Zevanya berteriak lantang saat sebuah mobil melaju ke arahnya dengan kecepatan yang tidak bisa Zevanya pikirkan. “Aaaa ...!” Meskipun tidak sempat menabrak tetap saja Zevanya jatuh terduduk di aspal lantaran kaget. Bayangkan jika ia ditabrak? Hidupnya apes dan langsung berakhir di rumah sakit atau di liang lahat. “Yak!” Zevanya berteriak kepada pemilik mobil yang masih belum keluar dari baja itu. Ia hendak berdiri, tapi tidak bisa. Pergelangan kakinya terasa sakit. Si tersangka keluar dari mobil lalu menghampiri Zevanya dengan menampakkan ekspresi datarnya. Zevanya melotot. “Elo! Mister Kulkas! Yak! Lo hampir membuat gue berakhir di rumah sakit.” Lelaki yang dipanggil oleh Zevanya sebagai Mister Kulkas itu adalah Aldan. Zevanya Melempar Aldan menggunakan sandal jepitnya. Aldan menghindar hingga sandal jepit itu terbang melayang entah ke mana. Zevanya mendelik tajam. “Lo harus ganti rugi. Pengobatan kaki gue dan ... dan sandal jepit gue yang mahal itu juga.” Merengek layaknya anak kecil. Sandal jepitnya itu terlihat biasa saja, tapi sebenarnya itu sandal jepit yang lumayan mahal. Aldan masih tidak merespons. “Mister Kulkas! Sialan lo! Ngomong, woi!” Zevanya berusaha berdiri, tapi terjatuh lagi. “Aw ...,” keluhnya sembari meneteskan air mata. Aldan memperkecil jarak dengan Zevanya, lalu kemudian ia menyelipkan tangan di paha Zevanya dan punggung. “Apa yang lo lakukan, ha?” tanya Zevanya takut. Takut jika Aldan akan membawanya ke jembatan terdekat lalu membuangnya di sana. Ia belum mau mati! Ia masih mau bertemu dengan pangeran kuda putihnya, tapi yang jelas bukan Aldan. Maafkan otaknya yang pernah terpesona pada lelaki itu saat di rumah Naina. “Diam!” Aldan menggendong Zevanya menuju mobilnya. “Duduk manis. Jangan bacot! Atau lo gue kubur hidup-hidup.” Deg Lelaki yang mengerikan! Pantas dan layak mendapatkan julukan sebagai Mister Kulkas. Zevanya menutup mulutnya. Kubur hidup-hidup? Tidak! Ia tidak mau! Siapa yang mau mati secara paksa? Ia bahkan belum menikah dan belum sempat merasakan indahnya menyatu dalam kenikmatan dunia. “Gue bakalan ganti rugi soal luka dan sandal jepit lo itu. Gue bawa lo ke klinik sekarang juga dan ke toko terdekat untuk mengganti sandal lo yang tidak seberapa itu.” Aldan menatap sekilas pada kaki Zevanya yang tinggal memakai sandal sebelah tepat di kaki kiri. Zevanya tidak terima. “Sandal gue itu mahal, woi! Bukan kawe-kawe yang kayak di pikiran lo.” “Lo ngebacot lagi, gue kubur lo!” Zevanya membungkam mulutnya. Sepanjang perjalanan menuju klinik, Zevanya hanya diam. Bahkan ketika kakinya di perban, ia masih diam. Hanya Aldan yang berbicara pada dokter yang menangani kaki Zevanya yang terkilir. Menebus obat di apotek yang masih satu atap dengan klinik. Lalu ketika mereka berakhir di toko sepatu yang sekaligus menjual sandal hanya untuk membeli sandal dengan merek yang sama seperti kepunyaan Zevanya, hanya sunyi yang mendekat pada keduanya. Zevanya yang terbiasa banyak omong terlalu bosan. Ia ingin berbicara panjang lebar, tapi ancaman Aldan terlalu berbahaya untuk jantungnya. Maka dari itu ia memilih diam walau lidahnya terlalu gatal untuk mengeja huruf satu dengan huruf yang lain. “Udah puas? Lo bisa pulang sekarang.” Aldan berkata pada Zevanya saat mereka keluar dari toko. Zevanya membulatkan mata sempurna. Aldan gila! Ia dibawa ke sini, jauh dari rumahnya dan sekarang di suruh pulang sendiri di mana ia hanya membawa uang lima puluh ribu doang. Itu pun karena ia ingin ke mini market tidak jauh dari rumahnya untuk membeli cemilan. Lelaki itu tidak punya hati! Bagaimana bisa memperlakukan perempuan seenak jidatnya? Zevanya tidak akan membiarkan Aldan mengabaikannya begitu saja. “Gue mau pulang bareng lo. Gue gak bawa duit sama sekali.” Aldan mengeluarkan dua lembar uang dengan nominal seratus ribu dikali dua jadi dua ratus ribu. Zevanya merasa dirinya di hina oleh Aldan hingga ia memikirkan ide untuk mempermalukan Aldan di depan banyak orang. Mumpung mereka masih di depan toko sepatu sekaligus toko sandal. Ia mengambil uang itu dan kemudian menyelipkan di kantong celana Aldan. “Lo kira gue perempuan apaan, ha! Lo membayar gue dengan uang segitu padahal gue ini calon istri lo!” Zevanya sengaja berteriak saat ada yang lewat di sekitar mereka. Niatnya sudah bulat untuk membuat Aldan malu dan dengan begitu ia akan menang menantang Aldan lalu Aldan akan mengantarnya pulang. Enak saja ia ditinggal di tempat yang jauh dari rumahnya. Gimana kalau ada yang jahatin dia di sekitar sini? Bagaimana kalau dia diculik dan dilecehkan? Oh, tidak! Padahal, kalau dipikir-pikir, Aldan juga bisa saja memperlakukannya lebih buruk dari apa yang terpikirkan olehnya sekarang. Mencincangnya mungkin? Menguburnya hidup-hidup? Ah, bisa jadi. “Lo tega amat sama calon lo sendiri! Lo udah gak sayang sama gue.” Zevanya kembali berteriak bersamaan dengan air mata palsunya. Akting yang luar biasa, bukan? Aldan mengembuskan napas pasrah. Ia tidak punya pilihan selain membawa Zevanya bersamanya mencari empek-empek dari pada ia ditatap penuh kebencian dan keanehan dari orang-orang yang lewat. Zevanya membuatnya dalam masalah! “Ya udah. Gue antar pulang, tapi nanti sebelum gue nyari pesanan bos gue.” Senyum Zevanya mengembang. “Oke. Gak masalah!” Lalu mengulurkan tangan pada Aldan. “Gendong,” rengeknya. Aldan menurut dan menggendong Zevanya ke mobil padahal jarak dengan mobil tinggal satu meter saja. Zevanya itu meresahkan! Jika tidak terpaksa, ia pasti sudah meninggalkan Zevanya sekarang juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD