"Kelarin dulu kerjaan lo, baru kesini lagi."
Kirana mendengus. Andai kartu ATMnya masih ada, dia akan bisa melempar uang sepuluh juta dengan mudah ke wajah songong pria itu.
Namun Kirana bisa bernapas dengan lega. Ketika kemarin Rian, kakak tertua Adjie berkunjung, dan melihat Adam yang seharusnya bersekolah, berinisiatif mengajaknya ikut homeschooling yang diikuti oleh adik bungsu mereka, Anyelir yang sekarang duduk di bangku kelas sembilan. Sama halnya dengan Adam.
Anyelir terpaksa ikut homeschooling karena krisis kepercayaan diri. Beberapa kali ikut sekolah umum selalu berakhir dengan kasus bully secara verbal, membuatnya trauma pergi ke sekolah. Homeschooling adalah solusi mereka yang terakhir dan untungnya berjalan dengan baik hingga sekarang telah menginjak tahun kedua. Dengan hadirnya Adam, Rian berharap rasa takut Anyelir pada orang asing akan berkurang, bahkan bisa sembuh.
"Lo ngapa masih panggil gue bapak?" Kata Adjie yang menikmati sinar mentari pagi sambil mengunyah anggur yang sengaja ia letakkan di sebuah meja kecil dekat bangkunya. Kirana yang melihatnya mendengus. Asli geli memandangi kelakuan Adjie yang makin mirip tingkah homo.
Sebenarnya dia tidak tahu jelas seperti apa homo itu. Selain lewat laman internet yang pernah dibacanya secara sekilas.
"Saya panggil apa, jadi?"
"Biasain panggil gue sayang. Biar emak gue nggak curiga."
Kirana berlagak mau muntah, tepat pada saat itu bik Hasna muncul membawa segelas sirup warna orange.
"Den, kenapa calon nyonya disuruh-suruh kayak pembantu, sih? Saya kepo."
Kirana tertawa tertahan. Bahkan bik Hasna tau istilah kepo.
Adjie dengan santai menjawab sebelum ia meneguk sirup yang barusan ia terima.
"Calon nyonya harus terbiasa nanti ngelayani calon suaminya, bik."
Polosnya bik Hasna malah percaya, sedang Kirana yang geram langsung membanting kaos milik Adjie kedalam ember.
"Hei, baby. Yang sayang sama baju gue. Sama orangnya disayang, bajunya juga." Adjie tersenyum menyeringai membuat Kirana makin ingin menendang ember di bawah kakinya ke arah pria itu.
Gondok.
Saat matanya melirik Adjie penuh kebencian, tidak sengaja tangannya menarik satu lembar pakaian milik Adjie yang membuat dirinya menjerit. Segitiga keramat yang tanpa sadar ikut masuk dalam rombongan cucian. Padahal ia ingat sudah memasukkan benda itu dalam mesin cuci yang menjadi tugas bik Hasna.
Melihat Kirana panik bukan main, Adjie langsung menegakkan tubuhnya.
"Lo kenapa, sih?" Tanyanya bingung.
Kirana yang masih bergidik menatapnya dengan sebal. Walau jarak mereka berjauhan, namun kebencian karena dijadikan pembantu membuatnya ingin mencincang pria itu.
Wishaka sialan.
Bik Hasna yang mengenali bahwa Kirana tadi memegang celana dalam milik Adjie langsung mendekat sambil tertawa-tawa.
"Calon nyonya kok geli pegang sempak laki? Nanti nggak cuma sempaknya yang dipegang. Isinya juga."
"Jijik banget aku, bik." Kirana merutuk kesal. Ngapain coba pegang-pegang isi dalam sempak? Iyyuuuuh.
Kerlingan mata jahil milik bik Hasna kemudian membuat Kirana ingin terjun ke kolam renang.
"Ih, jangan gitu dong. Bilangnya aja gak doyan, ntar nagih. Calon nyonya suka gitu, deh."
"Baby, jangan lupa, daun di kolam renang. Sayangnya lo mau swimming nih."
Kirana menahan gemeretuk di giginya. Ingatkan dia besok pagi menuang air comberan di gelas kopi pria itu biar dia mencret.
***