Arsitek Muda
Penulis HS JORİ
"Tok...tok... brem..," Bunyi palu dan bor canggih pada zaman Millenium saat ini.
Mereka itu cukup tangguh bertenaga dalam mengerjakan pembangunan, dan perombakan gedung. Aku duduk santai sambil melihat skema Blueprint 103 C inti denah, yakni rancangan gedung baru yang akan aku kerjakan berikutnya. Kemudian aku perhatikan saja para pekerjaku bekerja dengan beringas.
Keringatnya mereka cukup deras dan bahkan seperti tidak adanya lelah, bahkan sampai membasahi badan, dan sampai terjatuh-jatuh memenuhi isi ruangan.
PARA PEKERJAKU
Waduh aku capek juga nih. Pembangunan kali ini cukup berat rasanya, lahannya luas banget, mungkin akan sedikit lama kita bekerjanya pada bulan ini, Mereka berkata dalam benaknya.
ZONİX
Pekerjaan menjadi seorang Arsitek memang sungguh berat, tidak hanya mengasah ketelitian, namun juga ke kompatibelan yang ada.
Para pekerjaku pun terkadang merasakan lemas, mungkin karena begitu lelahnya. Tentu gambaran utama selalu ada di meja kerjaku, namun aku lebih mementingkan mereka.
Tidak hanya kesuksesan dan keberhasilan saja yang dapat aku suguhkan, tapi juga kepuasan, terutamanya untuk atasanku serta klien-klienku.
"Wah-wah Zon..., bagus juga pembangunan pada kali ini, nanti beberapa bulan mendatang, kau rombak juga interior ruangan kantor ya,!, oke,!" Seruanya atasanku Sendi Garde, dan kami sedang melihat jalannya pembangunan gedung hotel mewah, berkelas dan megah.
"Pembangunan Hotel Sarius, Mewah Megah dan Berkelas."
"Permisi Pak Zon..., apakah dinding tembok ini boleh kita bor,? dan lalu kita buat sudut-sudutnya sesuai dengan skemanya,?" Para pekerjaku bertanya.
"Oke-oke silakan...,! tapi yang teliti,! dan tepat sesuai dengan rancangan ya,!" Seruanku pada mereka semuanya.
"Baik Pak, kami laksanakan...," Katanya mereka dan tampak berkeringat.
PARA PEKERJAKU
Wah..., enak banget ya kalau jadi Bos atau pimpinan gitu, tinggal menyuruh-nyuruh saja. Aku ingin juga jadi seperti merekalah, siapa tau nanti aku bisa naik pangkat, semoga saja tahun depan aku jadi mandornya, Katanya mereka dalam benaknya.
Seisi ruangan penuh dengan hiruk pikuk, lalu bunyi-bunyian suara bor, dan palu yang terkadang dapat memusingkan kepala. Para pekerjaku menggunakan safety helmet dan perlengkapan yang lengkap. Mereka berjalan dan bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.
Mereka jugalah puas, dan dapat kulihat dari senyum-senyumnya mereka di saat jam istirahat tiba. Memang cukup berat mengangkut, mengerjakan, merasa dan menggambarkan inti denah dengan harus tepat, lalu sesuai juga dengan yang di inginkan.
Kemudian harus cocok dan mampu menghadirkan suasana yang menyenangkan, jadinya kita merasa nyaman, tentunya para klientku pun juga bisa ikut senang.
"Permisi Pak..., Bagaimana ya Pak,? pembangunan gedung hotel mewah kita pada kali ini,?" Tanyaku pada atasanku Sendi Garde.
Atasanku bergaya sangatlah rapi, berjas mahal dan sangat trendi, bersepatu klimis dan bersih, tentu aku bisa mengimbanginya.
"Wow..., bagus juga sih Zon,! saya cukup puas dan senang, semoga saja bangunannya bisa kokoh dan bertahan lama nantinya,!" Katanya atasanku.
'Baik kalau begitu Pak..., bisa kita lihat perkembangannya nanti, mungkin beberapa tahun kedepannya,!" Kataku padanya.
"Baik..., terima kasih penjelasannya, kalau kamu cukup lelah Zon, kau bisa beristirahat di hari libur besok,! silakan kalau mau libur beberapa hari juga tidak mengapa,!" Katanya atasanku yang cukup pengertian.
SENDİ GARDE ATASANKU
Aku tidak enak saja sama dia, sebenarnya aku tidak ingin dia libur bekerja. Aku cukup terkesan dengan pekerjaannya, dan memang cukup berbeda dari arsitek yang lainnya. Dia begitu teliti dan sangat tepat waktu, Atasanku berkata dalam benaknya.
ZONİX
"Baik Pak..., terima kasih atas kompensasinya, sangat saya hargai,!" Kataku kepadanya atasanku dengan hormat.
"Ayo..., ayo kawan-kawan. Kita beristirahat sejenak ya,! sekarang sudah memasuki jam makan siang, ayo semuanya...,!" Kata para pekerjaku terdengarkan.
Mereka beristirahat, dan lalu aku duduk sambil melihat handphoneku. Ternyata ada nomornya Shiranui. Wanita yang begitu mirip wajahnya dengan Ina, kemudian aku membayangkannya.
Aku sampai hampir pangling ketika melihat Shiranui dan Ina melalui fotonya, seolah-olah aku pernah bertemu dengan mereka.
"Tapi dimana ya,? dan apakah Shiranui itu juga bisa memainkan biola?."
Aku baru saja mengenalnya. Aku memang tidak ingat lagi kepada apapun semenjak kejadian di restoran Super Bahagia tadinya, terasa semuanya seperti telah membuyarkan ingatanku.
"Restoran Super Bahagia, atau lebih dikenal dengan singkatan RSB."
Restoran RSB adalah restoran mewah dan berkelas, namun kami mengalami kejadian yang membuatku lupa ingatan.
Aku hilang kesadaran dan tak mengenali siapapun, bahkan hanya beberapa orang saja yang bisa kuingat, termasuk teman baik dan kedua orangtuaku.
Kekasihku Doviana hampir tidak kuingat lagi. Mereka mengatakan kalau aku ini Amnesia, atau lupa ingatan, namun aku tidak mengetahuinya secara jelas akan hal itu.
Aku melihat nomor telepon dan ada fotonya Shira, kemudian aku membayangkannya.
"Mengapa wanita ini wajahnya mirip sekali wajahnya dengannya Ina,?" Dan "Ataukah Ina yang mirip dengannya,?" Lalu "Apakah mereka itu kembar?."
Aku tak tahu pasti dan lalu ku termenung. Kemudian teleponku tiba-tiba berdering, ternyata itu pesan darinya Doviana.
DOVİANA
Aku kesal banget sama Kak Zon ini, kalau di telepon itu susah banget, di chat pun kadang jarang balas, padahal aku ini pacarnya loh, kenapa ya,? seperti ada sesuatu yang disembunyikannya, hmm..., Doviana berkata dalam benaknya.
"Halo Siang Kak Zon..., kok tidak diangkat teleponnya Kak, kenapa,?" Dovi bertanya padaku melalui pesan singkat.
Aku cukup terlena dalam memandang nomor Shira tadinya. Wanita yang kupikir mirip dengan Ina, dan jadinya aku termenung sejenak.
Aku bertanya-tanya kepada atasanku pada beberapa hari yang lalu. Kemudian aku baca pesan dari Dovi tadinya dan lalu ku membalasnya.
"Halo siang juga. Wah..., maaf ya Dek Dovi, tadi Kakak ada kerjaan nih, sekarang lagi sibuk banget,!" Aku menjelaskan kepadanya.
Namun ketika aku membalas pesannya, tapi ia malah marah-marah kepadaku, bahkan ia meneleponku langsung dengan cukup lantang dan mengomel-ngomel, tentunya aku heran dan terkejut.
"Tiba-tiba marah dan mengomel."
"Kring..., halo...halo...halo..," Teleponnya Dovi namun tidak aku hiraukan.
Aku angkat telponnya, tapi ku diam saja mendengarkannya, karena ia marah dan seolah-olah aku tak tahu.
Mengapa ia tiba-tiba marah seperti itu, tentu tidak aku hiraukan. Aku telah takjub akan Shiranui. Gayanya wanita itu hampirlah sama dengannya İna. sepertinya penuh dengan misteri antara keduanya, sehingga dapat membuatku merinding ketika membayangkannya.
Aku merenung dan kemudian kulihat handphoneku, yakni membaca tulisan dari Dovi tadinya yang cukup intens.
"Halo..., kok ga ada suaranya sih Kak Zon,? kenapa ya,?" Tanyanya Dovi.
Aku diam saja karena aku sedang sibuk. Apalagi fokusku sekarang ini telah mengarah kepada Shira dan juga Ina.
"Apakah Shira dan Ina satu orang,?" Dan "Ataukah hanya kemiripan wajah saja?."
Tertanya di dalam pikiranku dan itu membuatku bingung. Setelahnya aku baca pesannya Dovi, lalu tiba-tiba ia menelepon dan bersuara dengan keras, sehingga kupingku sampai-sampai bergetar.
Suaranya cukup memekakkan telingaku, lalu membuatku menjadi tidak fokus lagi, kemudian ia berteriak.
"Kak Zon.., halo..., woy kamu ini,! kalau di telepon itu, angkatlah,! kayak apa aja sih,!" Katanya Dovi yang terdengar kesal di telingaku.
"Ya halo..., Lah... kok gitu. Kakak mana tau loh kalau kamu yang menelepon, jangan marah-marah gitu lah dek,!" Seruanku kepadanya.
"Ah kamu..., selalu saja begitu, sudah-sudah, aku capek nih, bosan banget kayak gitu terus,!" Katanya Dovi dan bersuara keras padaku.
Hal seperti inilah yang selalu membuatku menjadi bimbang dan ragu kepadanya. Padahal aku cukup menyenanginya, namun dengan caranya yang marah seperti itu, tentu saja telah membuatku menjadi risih.
"Aneh ya, kok marah tiba-tiba, ada apa ya?."
Bukannya aku tak perduli, tapi semenjak kejadian di restoran RSB tadinya, aku memang tak begitu memperhatikannya lagi, mungkin karena itu ia kesal dan sebal kepadaku.
Aku melihat, para pekerjaku masih saja bersantai sambil menikmati waktu istirahat makan siang. Aku juga paham dan betapa sulitnya pekerjaan ini, yakni mengangkut alat-alat berat, dan bahkan perasaan pun juga bisa menjadi sesak.
Terutamanya perasaan bingungku pada Shira dan Ina tadinya. Seakan-akan aku menemukan suatu misteri di hidupku. Sungguh aneh, sampai-sampai dapat membuatku merinding dan terbayang.
"Apa mungkin ada wanita yang wajahnya begitu mirip seperti itu?."
Kemudian Dovi malah semakin keras berteriak memarahiku. Kemarahannya cukup mengerikan, padahal aku menyukainya.