Scent of Petrichor 1a

1045 Words
Rocky berjalan memasuki sebuah kelab malam kecil yang terlihat jauh dari kata berkelas. Tempatnya tidak terlalu luas, suasananya jauh dari kata nyaman, namun cukup dipenuhi pengunjung. Sesak rasanya d**a Rocky begitu kepulan asap rokok menyergap penciumannya, ditambah ingar-bingar entakan musik yang memekakkan telinga. Matanya dengan cepat menelusuri seluruh sudut ruangan, mencari sosok gadis yang selalu berhasil membuatnya sakit kepala. Ivy! Rocky begitu jengkel ketika lagi-lagi mendapat informasi bahwa gadis itu tengah berada di salah satu kelab malam untuk kesekian kalinya. Entah sudah berapa ratus kali Rocky melarang, namun Ivy terus kembali ke tempat-tempat semacam itu. Seolah tidak ada lagi tempat yang lebih baik untuk dikunjungi. Didekatinya Ivy yang tengah mengobrol di meja bar dengan sang bartender. Rocky mengambil kursi di sebelah gadis itu, duduk dengan santai, kemudian mengulurkan tangannya melingkari bahu Ivy. Belum cukup dengan itu, Rocky juga mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinga Ivy, “ternyata benar kau di sini.” Ketika merasakan sosok asing memeluknya tiba-tiba, Ivy sudah bersiap memelintir tangan itu untuk memberinya pelajaran. Namun begitu mengenali suaranya, Ivy hanya menoleh dan melotot tajam.  "Kau lagi?!" sentaknya sambil mendorong tubuh Rocky menjauh. Rocky tersenyum sinis lalu kembali mendekatkan tubuhnya ke arah Ivy. Ditatapnya gadis itu dengan tajam. "Sudah berapa kali aku peringatkan padamu untuk menjauhi tempat-tempat semacam ini, hm?" Ivy membalas dengan berani, sama sekali tidak gentar dengan nada mengancam dalam suara Rocky. "Dan sudah berapa kali juga selalu kujawab dengan hal yang sama? Aku bukan anak kecil lagi. Berhenti mengganggu hidupku. Dan berhenti mencampuri urusanku." Rocky terkekeh dengan nada meremehkan. "Sampai salah satu di antara kita mati, hal itu tidak akan terjadi. Aku akan berhenti mengurusi hidupmu kalau aku sudah mati, atau kalau kau sudah tidak ada lagi." "b******k!” umpat Ivy jengkel. “Kenapa kau tidak bisa biarkan aku hidup tenang, hah?!" Belasan tahun ia hidup dalam bayang-bayang Rocky, tanpa kebebasan untuk melakukan apa saja sesuai kehendaknya, dan Ivy jengah dengan itu. Rocky berbicara sambil melarikan jemarinya di sepanjang tulang pipi Ivy. "Kalau tenang dalam definisimu adalah menghabiskan waktu merusak diri di tempat b***t bersama para b*****t, aku jelas tidak akan tinggal diam." Ivy menggertakkan gigi dan menatap Rocky penuh kebencian. Ingin rasanya membalas ucapan Rocky, namun ia kehabisan kata-kata. Rocky beralih melihat sang bartender yang sejak tadi mengamati mereka dengan curiga. Sedikit kesal sebenarnya karena keasikan mengobrol dengan Ivy terganggu akibat kedatangan Rocky yang tiba-tiba. "Di mana pemilik tempat ini?" tanya Rocky pada sang bartender. "Ada apa?" balas pria itu datar. "Tolong panggilkan. Aku perlu bicara," sahut Rocky santai. Ivy memutar mata dengan perasaan jengkel yang memenuhi dadanya. Ia bangkit berdiri dengan kasar, ingin secepatnya meninggalkan Rocky. Ivy sudah tahu apa yang akan pria ini lakukan. Ia sudah sangat hafal. “Jangan pergi dulu!” Cepat-cepat Rocky menahan tangan Ivy dan menariknya untuk duduk kembali. Ia sama sekali tidak peduli dengan pelototan ganas Ivy. Kekesalan gadis itu malah membuat Rocky senang dan semakin bersemangat memancingnya agar lebih jengkel lagi. Dilingkarkannya kembali tangannya di bahu gadis itu. “Duduklah dulu bersamaku.” Belum sempat Ivy menyahuti perkataan Rocky, sang bartender kembali bersama pemilik kelab malam. "Siapa yang mencariku?" tanya pria itu angkuh. Rocky membalas keangkuhan pria itu dengan senyum ramah. “Aku yang mencarimu.” “Ada urusan apa mencariku?” Lagi pria itu bertanya dengan nada angkuh yang sama. "Kau kenal Black Dragon?" tanya Rocky santai. Pria itu memicingkan matanya. Curiga dengan arah pembicaraan ini. "Aku belum pernah bertemu dengannya." "Pernah mendengar tentang dia?" tanya Rocky lagi. "Tentu. Siapa yang tidak tahu tentang Black Dragon?" balasnya sok tahu.  Sebenarnya ini bukanlah pertanyaan yang perlu Rocky ajukan. Ia tahu dengan pasti kalau pria ini jelas pernah mendengar tentang Eldo. Tidak ada satu orang pun di Qruinz yang bergelut di industri hiburan malam, yang tidak mengenal siapa Black Dragon. Meski dunia mereka sudah berubah, kehebatan Black Dragon yang melegenda tetap diketahui semua orang. Terutama mereka yang bergelut di bisnis semacam ini. Tidak dapat dipungkiri, mustahil menghapuskan semua bisnis kotor, hiburan malam, dan sejenisnya. Eldo hanya bisa mengontrolnya agar keadaan tetap aman terkendali dan menjaga semua tetap dalam batas yang seharusnya.  Rocky tersenyum kecil sebelum melanjutkan pertanyaan. Lawan bicaranya sudah masuk dalam perangkap yang ia susun. "Kau membangun bisnismu ini, apakah sudah melewati prosedur yang seharusnya?" "Maksudmu?" Pria itu mulai terlihat waspada. "Sudah mendaftarkan pendiriannya? Sudah melaporkan pengelolaannya?" tanya Rocky sambil tersenyum geli. Jujur saja ini bukan ranahnya. Bagian Rocky adalah mengurusi bisnis yang berkaitan dengan industri fashion dan entertainment, soal industri hiburan malam adalah bagian Javier, sementara urusan sistem keamanan di Qruinz berada di bawah kekuasaan Aaron. Tapi bagaimanapun juga, Rocky paham prosedur kerja Javier. "Kau siapa?" Wajah pria itu mulai terlihat gentar. "Aku satu dari tiga orang kepercayaannya," jawab Rocky santai. Tidak perlulah ia menyebutkan identitasnya secara detil. "Apa kau datang ke sini untuk menangkapku karena hal ini?"  "Bukan. Aku datang ke sini, karena gadis ini." Rocky meremas bahu Ivy yang sejak tadi berada dalam pelukannya. Perlahan ia mengangkat tangannya dari bahu Ivy, memajukan duduknya dan menumpukan tangan di meja bar. Meski sikapnya berubah serius, wajahnya tetap santai dan penuh senyum. Sangat khas Rocky. "Dengar aku baik-baik. Rekam wajah gadis ini dalam ingatanmu. Kalau perlu ambil fotonya dan simpan. Perlihatkan pada semua penjaga keamanan di sini. Jangan pernah biarkan gadis ini menginjakkan kakinya lagi di tempatmu, jika kau tidak ingin terkena masalah." Sang pemilik kelab malam dan bartendernya terlihat gentar. Meski wajah Rocky sama sekali tidak garang, sikapnya pun tidak mengancam, namun auranya terasa mengintimidasi. "Kalau kau berjanji akan melakukannya, aku akan meloloskanmu kali ini." Rocky mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum lebar. "Akan aku lakukan," sambut pria itu cepat. Rocky mengangguk senang. "Kalau sampai aku mendapati kau mengizinkan gadis ini kembali kemari, kau akan berada dalam masalah besar. Kau bisa mengerti kata-kataku?" "Aku mengerti," sahut pria itu sambil mengangguk beberapa kali. "Bagus.” Rocky tersenyum senang. Ia segera melompat turun dari kursi bar, kemudian menarik Ivy bersamanya. “Sekarang, tidak ada lagi yang bisa kau lakukan di sini. Cepat ikut denganku!" "Lagi-lagi kau melakukannya!" dengus Ivy kesal ketika mengikuti Rocky berjalan keluar meninggalkan kelab malam. Padahal ia sudah sangat berhati-hati. Ivy mengira Rocky tidak akan menemukannya di pinggiran kota yang berjarak hampir dua jam dari Verz. Namun perkiraannya salah. Ke mana pun ia melangkah, begitu Ivy menginjak tempat hiburan malam, maka Rocky akan selalu ada di sana untuk menyeretnya keluar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD