BAGIAN 2 ; TOLAKAN

1416 Words
Kana kembali beralasan tidak datang ke rumah karena kesibukan kantor. Dirinya sendiri enggan menatap Gina. Dia kecewa melihat Gina yang memeluk laki-laki lain. Ingin tidak membiarkan Gina, tetapi Kana masih menahan, menyadari status dirinya sebagai Suami Lita. Jika saja kedua orang tuanya tidak memiliki hubungan baik dengan orang tua Lita, mungkin Kana bisa meminang Gina. Tapi sayangnya semua rencana itu sia-sia. Rencananya gagal! Setelah keputusan perjodohan itu terjadi. Awalnya, Kana pikir saat pintu rumah keluarga Ibu Marti dibukakan oleh perempuan yang menyandang sahabatnya sekaligus pemilik hatinya memang sengaja untuk meminang Gina. Tapi perkiraan kebahagiaan Kana dangkal, Gina memiliki kakak perempuan, mereka menganut paham tidak boleh melangkahi sang kakak. Jadi memang, perjodohan itu tertera bagi dirinya dengan anak perempuan tertua dari keluarga Bu Marti dan Pak Marsan.  "Kenapa lagi?!" Malik sudah terlalu lelah melihat sahabat karibnya meracau. Malik menjadi saksi bagaimana perjalanan kisah hati masa SMA antara Kana dan Gina terjalin. Memang mulanya persahabatan, tapi Malik menyadarinya sejak awal. Malik datang atas panggilan Kana yang ingin ia datang ke kafe yang biasa mereka—Kana, Gina, Malik—datangi dulu. "Kenapa sih, lo? Coba dewasa sedikit, Na! Istri lo sekarang Lita. Jangan gila mikirin Gina yang punya hidup sendiri. Kasian tuh cewek...." ucap Malik yang langsung mengingatkan.  Kana menaruh gelas kopi yang sudah ia pesan. "Gue nggak bisa, Mal. Gue coba ikhlas, gue coba buat ngasih perasaan ini ke Lita. Tapi, nol! Yang ada di pikiran dan hati gue cuma Gina."  Malik kesal, tentu saja. Sahabatnya ini terlalu pengecut mengambil keputusan. Malik membuang tatapan dari Kana. Dia menghidupkan kesadaran terus-menerus pada Kana. "Terserah, Na. Yang jelas, pilih secepatnya siapa yang lo emang sreg dihati. Jangan bikin dua-duanya sakit." Malik sekarang sudah berumah tangga, maka dari itu dia mau mengambil konsekuensi dengan menasihati Kana. Sahabatnya memang terlalu bodoh.  "Udah, Kana. Gue harus balik, istri gue nyariin. Entar dikira yang iya iya gue," kata Malik yang menepuk bahu Kana karena lelaki itu belum mau beranjak juga. "Inget. Jangan nambahin sakit Lita atau Gina." Malik terus mengingatkan Kana. Seolah Kana adalah pihak yang paling patut disalahkan. Bahkan Kana adalah korban. Dia menyayangi keluarga, dengan patuh pada apa yang kedua orang tuanya inginkan. Dia mencintai sahabatnya hingga tak ingin Gina menangis hanya karena Kana egois membuat Lita sakit hati nantinya. Lalu dia—Kana—tidak ingin membohongi dirinya sendiri lebih lama.  * Kana memilih tetap di apartemennya. Dia tidak memiliki semangat ke rumah keluarga Lita. Bahkan alasan untuk melihat wajah Gina sekali pun. Gina memiliki kekasih. Itu menjadi perdebatan besar di batinnya. Kana membiarkan ponselnya sibuk berdering, sesaat. Lalu mencoba membangunkan dirinya sendiri. Beberapa panggilan dan akhirnya Kana membuka pesan yang masuk.  Ares : Lo nggak akan ninggalin acara paling bahagia dalam sejarah hidup sepupu tampan lo ini, kan? Kana tersentak, dia baru mengingat acara penting sepupunya. Ares menikah, dan malam ini adalah pesta resepsinya. Kana selalu berjanji, jika Ares melaksanakan resepsi besarnya, Kana akan datang dan menempati barisan pertama. Dengan cepat, Kana mengetikkan pesan balasan agar Ares tidak marah. Me : Nggak, lah! Gue cuma gagal jadi orang pertama di sana, soalnya kerjaan minta ditabok. Tentu Kana berbohong. Dia adalah pemiliknya, bagaimana mungkin bekerja seperti pegawai. Kana memang bisa mengambil waktu tanpa meminta izin siapa pun. Kana rasa percuma menunggu balasan, akhirnya dia melesat memilih pakaian yang sudah sejak lama ia siapkan jika Ares menikah.  Ares selalu menjadi sosok yang mendukung Kana. Ares tau kenyataan jika Kana hanya menetapkan hati untuk Gina, tetapi bukan Ares yang berkehendak, maka Ares hanya bisa mengamati dan sama seperti Malik, menasihati yang terbaik.  Kana mengambil kunci mobilnya, melesat cepat setelah selesai menyibukan diri atas penampilannya. Kana berusaha mengendarai tetap tenang, bahkan setelah menyadari kebodohannya karena hampir saja melupakan acara Ares.  Kana memberikan kunci mobilnya pada penjaga khusus, yang tentu saja sudah Ares minta melayani Kana dengan istimewa. Buru-buru Kana memasuki gedung acara resepsi, Kana berhasil menemukan stage di mana Ares dan pendamping barunya berada. Ya, baru... sebenarnya Ares memiliki yang lama—seharusnya—tetapi Ares harus menelan pil pahit karena ditinggalkan mempelai wanita yang meninggal akibat penyakit.  "Selamat, Res. Akhirnya lo bisa move on!" ucap Kana saat memeluk Ares.  "Kalo nggak ada tamu banyak, gue bantai lo karena lupa sama acara resepsi gue!"  Mau berbohong seperti apapun, Ares akan tetap tahu jika sepupunya memang lupa. Sudah Ares pahami, masalah yang membuat Kana hampir melupakan seluruh janji sebelum apa pun dilakukan. Dan itu membuat Ares lebih miris terhadap sepupunya. Kana memang memiliki keluarga lengkap, Istri dan sahabat baik. Tapi semua itu saling berkaitan tipu dayanya.  "Haha, bunuh aja gue, Res. Ikhlas..." Terdengar candaan, tapi Ares tidak menimpali ucapan Kana yang ini, Ares ingin Kana melupakan masalah tersebut di pestanya. Kana beralih pada mempelai wanita, sebelum akhirnya turun menikmati hidangan yang memiliki stand masing-masing. Kana menghampiri stand siomay, dia mengingat makanan yang selalu dia makan bersama Gina semasa kuliah itu. Rasanya sangat lucu ketika mengingat momen-momen lucu mereka. Kana berbalik, dan tidak sengaja menitik sudutkan pandangan pada manik perempuan yang ia bayangkan sebelumnya. "Gina?" panggil Kana membuyarkan lamunan mereka.  "Iya, kamu di sini juga?" tanya Gina mencoba bersikap biasa.  "Iya. Kebetulan yang menikah itu sepupuku," jawab Kana membuat Gina membulatkan mulutnya. "Kok aku baru tau, Ares sepupu kamu, ya?"  "Oh, ya... soalnya Ares emang lebih sering di luar negeri." Entah faktor apa, tapi keduanya memang canggung. Gina tetap mengambil siomay, dan mencoba menghentikan pembicaraan dengan Kana. Tapi sayangnya, Kana tidak ingin hal tersebut berlalu.  "Sama siapa ke sini?" Kana mencoba mengorek informasi. "Eh, oh... sama pacarku," sahut Gina asal. Padahal dia datang bersama Adam yang memberi tebengan karena tidak sengaja berpapasan saat Gina menunggu taksi. Gina berharap Kana berhenti bertanya, dan pergi. Nyatanya tidak.  "Gina!" panggil Adam yang berlari kecil menuju Gina.  Gina tersenyum lalu, menarik jemari Adam untuk digenggamnya. Awalnya Adam kaget, tapi langsung teralihkan karena melihat lelaki yang ada di hadapan Gina. "Kamu ke mana aja sih, sayang?" Gina mulai membuat Kana tidak suka.  "Gin? Eummm, aku abis ngobrol sama temen tadi... kebetulan dia ada di sini." Adam agak bingung harus melakukan apa, hanya saja dia langsung mengerti setelah mendapat pelototan aneh dari Gina.  "Kita pergi dari sini, ya. Kamu mau makan apa lagi?" tanya Gina lagi mengalihkan Adam dan dirinya menjauh dari Kana, sebelum Kana dan Adam berkenalan. Bagi Gina itu akan sangat membuat Kana leluasa bertanya mengenai siapa sebenarnya Adam. * Lita memasak untuk seseorang, dia terlalu sering berkunjung ke rumah Ilyas. Di sana, Lita bisa membagi keluh kesahnya. Ilyas sama sekali tidak keberatan jika Lita menghabiskan hari untuk menghilangkan stres.  "Masih belum berubah, si Kana?" tanya Ilyas saat keduanya mulai menikmati makan malamnya. "Belum, Kana terlalu sibuk sama pekerjaannya. Gue bosen, Yas."  "Gue ngerti, lo juga pasti pengen hubungan lo berubah kan sama dia?" Lita mengangguk mantap, hanya Ilyas yang mengeri posisinya sekarang.  "Udah, habisin makanan lo. Nanti kita cari jalan ke luar."  Lita mengembangkan senyumannya, dia dengan tidak sabar memundurkan kursi dan langsung menghambur ke pelukan Ilyas. "Thanks, Ilyas." * Gina menunggu Adam, tapi belum ada tanda-tanda bahwa Adam akan segera datang. Ponsel Gina sudah mati, dan dia harus segera pulang sebelum semakin larut. "Sepuluh menit lagi. Kalo Adam masih nggak muncul juga, aku pulang sendiri aja deh."  Tangan Gina ditarik kencang oleh seseorang, Gina merasakan pergelangan tangannya sangat kebas. Lelaki itu menarik Gina, memaksanya masuk dalam mobil. Gina memaksa dilepaskan, dia tidak mengerti kenapa lelaki itu melakukan hal sekasar ini.  "Kamu apa-apaan, Kana?!" protes Gina saat Kana mulai melajukan mobilnya cepat. Gina bahkan belum memakai sabuk pengaman, dan Kana mengendarai dengan kecepatan luar biasa, membuat Gina takut hingga memejamkan matanya. Mobil berhenti. Gina yang baru saja berhasil membuka mata, langsung kembali ditarik paksa. "Kana! Aku mau pulang, bukan ke sini!"  Kana memang hanya diam membawa Gina ke apartemennya. Kana sama sekali tidak menggubris protes Gina, bahkan rontaan Gina yang meminta dilepaskan juga tidak Kana hiraukan.  "Kana... sakit!"  Barulah Gina bisa menghempaskan tangannya dari Kana. Di ruangan itu, Kana menatap marah pada Gina. "Kamu itu sebenarnya kenapa—" Tanpa berbasa-basi, Kana mencium Gina dengan kasar. Gina merasakan bibirnya begitu sakit akibat Kana yang melakukannya sangat kasar, Gina tahu jika lelaki itu meluapkan kekesalannya.  Kana tidak melepaskan pagutannya, dia justru membuat Gina terhempas di atas ranjangnya. "Kana, stop!" teriak Gina saat Kana sudah berhasil merobek gaunnya hingga membuat bagian atas Gina terlihat. Kana seolah baru tersadar, Gina berusaha menutupi dengan seadanya meski gaunnya sudah robek. Kana menyesal melihat air mata Gina yang berlinang, menangis tanpa suara.  "Gi... Gina, aku minta maaf. Beneran, Gin, aku... aku nggak sadar." Gina masih terus terisak. Dia memang kecewa, ternyata Kana tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.  "Gina... aku minta maaf."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD