Bab 1. Ketahuan!
"Pasien selanjutnya," kata asistenku sambil membuka pintu ruang periksa.
Seorang wanita muda, cantik berambut panjang memasuki ruangan. Asistenkupun lalu menutup pintunya.
"Silakan duduk Bu, Ibu sendirian apa diantar suami?" tanyaku ramah.
"Sama suami, tapi dia sedang ke kamar mandi," sahut perempuan itu singkat.
"Baik, ibu baru pertama kali periksa ke sini ya, kehamilan pertama?" tanyaku lagi.
Perempuan muda itu mengangguk sambil tersenyum.
"Apa tadi Ibu sudah meminum air yang disediakan oleh perawat di depan poli?" tanyaku memastikan.
Perempuan muda itu mengangguk.
"Lali sudah ada keinginan untuk kencing belum?" tanyaku lagi. Perempuan itu menganggukkan kepalanya.
"Tapi Ibu belum kencing kan?"
"Belum."
"Nah, bagus. Karena jika memang terjadi kehamilan di usia awal bulan, harus meminum air terlebih dahulu agar rahimnya terdorong oleh kandung kencing sehingga kantung kehamilan terlihat jelas di layar USG. Jadi Ibu tahan keinginan untuk kencingnya dulu sampai selesai pemeriksa ya."
"Ya, Dok."
Aku memegang status pasien yang bernama Nyonya Mayang tersebut. "Usia masih 22 tahun, dan tekanan darah normal, " batinku
"Telat haid sudah 3 bulan, dan sewaktu ditest, hasilnya positif ya, hm, kalau begitu silakan berbaring di bed pasien," ujarku.
Perempuan muda itu mengangguk lalu berdiri dan berjalan menuju bed pasien kemudian membaringkan tubuhnya.
Aku menggeser kursi beroda tempatku duduk mendekat ke arah mesin USG.
Asistenku mulai menyingkap baju pasien tersebut sehingga perutnya yang mulus terlihat, kemudian dia menuang gel diatas perut Mayang. Dan aku mulai menggerakkan transducer di atas perutnya.
"Nah, ini bayinya masih kecil banget ya Bu, beratnya sekitar 30 gram, semua normal ya, usia kehamilan menurut USG 13 minggu," kataku sambil meletakkan transducer ke tempatnya semula.
Asistenku lalu mengelap perut Mayang dengan tissue kemudian Mayang bangun dari bed pasien.
"Ini sudah saya tuliskan resep vitamin dan ini hasil USGnya ya," ucapku sambil menyerahkan hasil USG dan kertas resep pada Mayang.
"Ada yang ditanyakan atau ada keluhan lain?" tanyaku. Mayang menggeleng.
"Baik, silakan kontrol sebulan lagi atau sewaktu-waktu bila ada keluhan." ujarku.
Mayang pun meninggalkan ruang periksa. Kini tinggallah aku dan asistenku di ruangan. Lebih tepatnya asisten dokter Elan.
"Mbak, pasiennya sudah habis? " tanyaku.
"Sudah dokter, " jawab asisten dokter Elan seraya tersenyum.
"Kalau begitu saya ke klinik Bunda dulu mbak, ada jadwal SC (operasi) di sana," kataku seraya bergegas meninggalkan ruang periksa sambil melihat arloji yang melingkar di tangan.
Aku harus bergegas ke klinikku yang berjarak sekitar satu jam dari rumah sakit dokter Elan. Karena sudah ada jadwal dengan pasien.
Saat berada di koridor rumah sakit, tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku segera mengambil ponsel di saku rok spanku.
Ternyata dari dokter Elan.
"Assalamualaikum dokter Kemala, makasih banyak sudah menggantikan tugas saya, maaf pemberitahuannya mendadak, karena acara keluarga di luar kota ini juga mendadak," sapa dokter Elan.
"Waalaikumsalam. Iya dokter, gak apa-apa, saya sedang buru-buru, ada jadwal operasi di klinik saya, saya tutup dulu ya teleponnya, jangan lupa oleh-olehnya," selorohku.
"Hahaha. Oke. Dokter, kalau lain kali saya meminta tolong lagi pada Dokter untuk menjaga klinik saya sementara saya ada urusan keluar kota, apa Dokter bersedia?"
Aku terdiam dan berpikir sejenak. "Boleh dong Dok, tapi sebenarnya ada urusan apa sampai Dokter sering mengosongkan jadwal pasien?" tanyaku hati-hati.
Terdengar helaan nafas panjang dari seberang. Dan aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Alias pertanyaan ku salah.
"Eh, maaf Dokter. Kalau Dokter tidak berkenan menjawabnya, tidak usah dijawab," ujarku cepat. Takut kalau Dokter Elan menganggapku terlalu ikut campur dengan urusannya.
"Hm, nggak apa-apa Dokter Kemala. Itu pertanyaan wajar dari orang yang akan selalu menolongku menggantikan jadwalku untuk menjaga klinik."
"Hm, jadi ada urusan urgent apa keluar kota?"
"Kalau itu saya belum bisa memberi tahumu, Dok. Nanti kalau aku sudah siap, pasti aku akan memberitahu Dokter. Untuk saat ini, doakan saja saya mendapat yang terbaik berkaitan dengan istri saya."
"Ya sudah Dok. Semoga semua baik-baik saja. Hati-hati di jalan saat pulang. Saya akan segera pulang ke klinik saya."
"Iya Dokter. Sekali lagi terimakasih."
"Iya. Enggak usah sungkan. Kalau ingin berterima kasih, cukup bawakan oleh-oleh," sahutku tertawa.
"Hahaha, oke," sahut dokter Elan sambil menutup sambungan telepon.
Aku pun memasukkan ponsel kembali ke saku jas putihku lalu melanjutkan langkah menuju koridor rumah sakit.
Saat melewati apotik, aku melihat Mayang sedang mengantri resep. Di sampingnya, aku melihat seorang laki-laki yang sangat kukenal.
Laki-laki itu, mas Bramku! Sedang apa mas Bram bersama Mayang, setahuku mas Bram tidak punya saudara perempuan.
Tunggu, kenapa mereka mesra sekali. Bahkan mas Bram mengelus-elus pundak Mayang dan mencium perutnya yang masih datar. Hatiku sakit terasa seperti diremas-remas.
Jangan-jangan...
Aku bergegas menghampiri Mayang. Tampak mas Bram melotot melihatku mendekat.
"Bu Mayang, ini suaminya?" tanyaku menembak langsung dengan pertanyaan agar tepat sasaran.
"Oh, bu Dokter. Iya. Ini suami saya, tadi ke kamar mandi lama sekali, jadi tidak bisa ikut melihat hasil USG saya," sahut Mayang riang.
Aku memandang tajam pada mas Bram. Aku sangat geram dan tanganku mengepal. Sebenarnya aku ingin menjambak dan mencakar wajah lelaki seperti suamiku ini. Padahal kami sudah menikah selama 6 tahun. Kenapa dia tega mengkhianatiku.
Wajah mas Bram pun sekarang terlihat sangat pucat. Tapi dia tidak bersuara sedikitpun. Dasar pengecut! Beraninya dia pura-pura tidak mengenalku dan menikahi perempuan tanpa sepengetahuanku. Benar-benar tidak tahu malu! 'Tenang Kemala, jangan sampai aku melakukan perbuatan bar-bar yang akan membuat aku malu dan kredibilitas ku menurun,' bisikku menyemangati diri sendiri.
Apa yang membuat mas Bram tega menduakan aku. Apa karena sudah menikah selama enam tahun kami tak kunjung mempunyai anak? Tapi bukankah sistem reproduksi nya yang tidak normal? Tapi kenapa aku yang ditinggal dan aku yang menjadi korban? Beberapa pertanyaan berputar di kepalaku membuatku pening.
Tunggu! Tapi kenapa Mas Bram bisa menghamili perempuan ini? Apa perempuan ini hamil dengan lelaki lain dan menuduh mas Bram yang menodainya? Tak kusangka film drama korea yang pernah kutonton kini menjadi kisah hidupku.
Aku memandang Mayang dengan tajam. "Bu Mayang, sepertinya ibu harus bertanya ulang pada suami ibu, apakah ibu merupakan istri satu-satunya mas Bram? Karena saya juga istri sahnya yang telah menikah selama 6 tahun dengan suami ibu!" tukasku.
Mayang tampak terkejut dan membelalakkan matanya. Mas Bram tampak melihat ke arah Mayang,
" Sayang, aku bisa menjelaskan semuanya.., aku...
Semua orang di sekitar apotik mulai memandangi kami. Bahkan beberapa dari mereka mengarahkan ponselnya.
Sebelum mas Bram menyelesaikan kalimatnya, mendadak hatiku berdebar kencang dan pandanganku menggelap. Kemudian aku....