Happy Reading, guys!!!
Jangan lupa klik vote-nya yaa, thank you!!! >
Ara malu!
Sejak kejadian kemarin, dia terus jadi bahan gosipan anak-anak sekolahnya. Entah itu di lorong, kantin, kelasnya, kamar mandi, perpustakaan, bahkan sampai ruang guru sekali pun.
Gila memang!
Kekuatan keluarga Arsenio memang mantap!
Ara menjatuhkan mukanya di atas meja lalu memakai headset. Dia sedang meratapi betapa mirisnya hidupnya. Dia hanya ingin menjadi siswi biasa tanpa dikenal oleh semua siswa di sekolahnya, lalu lulus begitu saja. Tapi, dia tahu bahwa hal itu mustahil, sejak sd sampai smp dia memang selalu menjadi pusat perhatian murid-murid lain dan itu semua karena Arsen!
Ditambah lagi dengan kejadian kemarin pagi, harapan itu musnah seketika! Kini, dia kembali menjadi pusat perhatian murid-murid lain.
Dengan seenak udelnya, Arsen, tetangganya yang posesif menyatakan cinta di depan murid-murid. Jangan kira Ara tidak tahu tujuan Arsen sebenarnya. Dia bahkan sangat tahu alasan Arsen kenapa nekat berbuat seperti itu. Itu semua agar tidak ada yang berani mendekati Ara, agar murid laki-laki tahu bahwa Ara adalah milik Arsen, walau belum sah seratus persen.
Lamunan Ara terhenti karena ada yang menarik headset-nya, dan Ara tahu siapa pelakunya, Arsen.
"Ikut aku!"
Tanpa mikir dua kali, Ara berdiri dan mengikuti Arsen dari belakang. Sejak kejadian kemarin, dia terus menghindari Arsen, baik di sekolah atau di rumah. Dia tidak berani bertemu dengan Arsen karena dia tahu, Arsen akan mengamuk kepadanya. Jika Arsen mengamuk, tidak ada yang bisa menenangkan Arsen, kecuali Bella, Mamanya Arsen.
Mereka berhenti di halaman belakang sekolahnya, sunyi dan sepi. Tidak akan ada yang berani datang kemari karena ini wilayah Arsen. Iya, wilayah Arsen, wilayah dimana Arsen bebas melakukan apa pun dan kepada siapa pun, termasuk Ara.
Ara meremas roknya kuat, dia tidak ingin berlama-lama di wilayah Arsen. Menakutkan.
"Ar-Arsen, mau ngomong apa?" Tanya Ara, memberanikan diri.
Arsen menatap Ara tajam, jika bukan di sekolah, mungkin Arsen akan menciumnya seperti biasa.
"Ngapain nolak aku kemaren? Sejak kapan kamu boleh nolak aku?" Tanya Arsen.
Benar dugaan Ara, Arsen pasti akan membahas kejadian kemarin.
"Jawab, Ara!" Bentak Arsen kesal karena Ara diam saja, bahkan sekarang muka Ara sudah mau nangis.
"A-Ara, Ar-sen-"
"Stop! Aku nggak mau denger alasan kamu lagi. Kamu tau kan, kalo kamu itu punya aku Dan akan selalu gitu. Ngerti kan?"
Ara mengangguk lemah, dia bisa apa emang sekarang? Daripada Arsen mengamuk sekarang mending Ara ngalah, seperti biasa.
Arsen memeluk Ara, "Aku suka kalo kamu nurut gini." sembari mengelus rambutnya.
"Balik ke kelas gih, aku mau bolos. Jangan bilang sama mama atau papa, paham?"
"Bolos itu nggak baik Arsen, nanti nggak disayang Tuhan loh."
"Gapapa nggak disayang Tuhan, asal disayang kamu."
Ara mencubit perut Arsen hingga Arsen melepaskan pelukan mereka.
"Sakit, tau." Arsen mengusap-usap perutnya. Walaupun badan Ara kecil, tapi tenaganya bisa dibilang power full.
"Habisnya, Arsen dikasih tau bukannya didengerin malah dibantah mulu."
Arsen cengegesan, "Bawel kamu, tapi aku suka."
"Udah sana ke kelas, nanti aku jemput. Jangan pulang duluan, oke?"
Ara mengangguk pelan lalu berlari meninggalkan Arsen begitu saja tanpa pamit, dia buru-buru karena sebenarnya dia sudah telat hampir sepuluh menit.
Arsen tersenyum kecil ketika Ara langsung berlari, Ara-nya memang selalu membuatnya terpukau.
"Kamu cuma milik aku, Ara."
Ara menikmati batagornya dengan lahap sambil melihat sekeliling kantin, Arsen sepertinya belum kembali dari bolosnya. Arsen bolos di istirahat pertama dan sekarang istirahat kedua. Dia menduga bahwa Arsen akan membolos hingga nanti pulang.
"Ra, lo tau nggak lo jadi trending topik di sekolah kita?" Ucap Winda,
"Lo baik-baik aja habis nolak dia?" Tanya Zaskia.
Ara memutar matanya malas, jika Winda dan Zaskia sudah bertanya tentang dirinya dan Arsen, mereka tidak akan berhenti bertanya hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"Baik kok." Jawab Ara seadanya dan membuat kedua temannya tidak puas dengan jawaban Ara.
"Tadi aja lo telat masuk, lo pasti diapa-apain kan sama dia?" Winda memasang mimik serius.
"Kan udah Ara bilang, Ara sakit perut, makanya telat masuk. Jadi, berhenti bertanya soal Ara dan Arsen lagi." Ara memasukan batagor terakhir ke mulutnya.
Winda dan Zaskia mengangguk bersamaan, mereka sudah mengerti bahwa Ara tidak ingin menceritakan kejadian tadi. Mereka akhirnya mengganti topik pembicaraan hingga mereka sadar kalo suasana kantin mendadak sunyi senyap.
Tapi itu hanya sesaat karena tidak berapa suara kantin ricuh kembali disertai suara teriakan ketakutan para siswi, tak kecuali Ara.
Bagaimana mereka tidak teriak kalo bukan karena ada perkelahian secara langsung di depan mata mereka?
Ara bisa melihat Arsen menendang siswa lain dengan tak berperasaan.
"Bangun lo, b*****t! Segitu doang lo?" Arsen menarik bangun lawannya lalu memukul wajah siswa itu hingga membuatnya jatuh lagi ke lantai.
"Ma-maaf, Zic. K-kapok gue."
"Alah! Basi lo! Sini lawan gue, bangun aning!"
Baru saja Arsen mau melempar lawannya pakai mangkok bakso, tapi gerakannya terhenti saat melihat Ara di depannya berusaha melindungin siswa itu.
"Ngapain kamu disini? Awas!" Ucap Arsen menahan amarahnya, tapi Ara menggeleng dan tetep tidak mau menyingkir.
"Ara, gue bilang awas ato lo yang gue lempar pake ini?" Ancam Arsen serius, kesabarannya sudah habis.
"Lempar aja kalo berani." Tantang Ara berani, padahal tangannya sudah bergemetar, dia tahu bahwa Arsen bisa saja melempar mangkok itu. Tapi, dia lebih tahu lagi bahwa Arsen tidak mungkin sebodoh itu untuk melempar dirinya dengan mangkok itu.
Arsen menatap Ara sengit dan begitu juga dengan Ara, tak lama Arsen menyeringai, Ara sudah mulai berani menghadapinya dan itu artinya dia harus menghukum Ara.
Kericuhan semakin tegang ketika Bu Siska, guru BK, datang bersama beberapa guru lainnya.
"Zico Arsenio, apalagi yang sekarang kamu perbuat?" Bentak Bu Siska.
Arsen masih menatap Ara dengan tajam, dia bahkan tak menghiraukan perkataan Bu Siska.
"Makin berani ya." Gumam Arsen dingin dan pelan.
Ara meneguk ludahnya, dia tahu bahwa Arsen tidak akan membiarkan lolos kali ini.
"Zico, ikut saya ke kantor atau orang mu saya panggil?" Ucap Bu Siska menahan amarahnya.
Arsen menoleh sesaat ke Bu Siska lalu melempar mangkok itu sembarang ke lantai dan pergi mengikuti Bu Siska dari belakang.
Setelah Arsen pergi, beberapa siswa lain dan guru-guru membawa siswa yang tadi dipukul oleh Arsen menuju ke UKS. Ara, Winda dan Zaskia memilih untuk kembali ke kelas. Sepanjang jalan ke kelas, otak Ara kosong. Dia menyesal telah ikut campur urusan Arsen, harusnya tadi dia tidak usah sok jadi pahlawan seperti itu. Arsen benar-benar akan menghabisi dirinya nanti.