2. Melamar atau Pre Wedding

2170 Words
     Sebagaimana waktu yang sudah ditentukan, hari pernikahan jatuh tepat di tanggal ulang tahun Xander yang ke-37. 7 hari, waktu sesingkat itu Xander harus melepas masa duda selama 1 Tahun ini, meski belum ada surat perceraian dengan Adhisti ia harus mengakui kenyataan palsu yang dibuat oleh Nathan. Menyakitkan memang, tapi apa yang sudah dilakukan Adhisti lebih dari ini. Karena wanita berusia 30 Tahunan itu sudah menghina keluarga Ivanska saat peresmian perusahaan yang ada di Indonesia, Adhisti membawa seseorang laki-laki. Mereka berdansa, saling berciuman di hadapan Xander.      Gelisah siang ini adalah hal yang baru dirasakan karena Nathan sudah membuat janji bersama Gisha dan orang tuanya, mereka akan pergi untuk mengecek lokasi gedung resepsi. Xander yang masih malas mengenal sosok gadis dua puluh tahunan itu, apa lagi ia sedikit malu karena sudah melecehkan Gisha. Ini hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya karena saat itu Xander tengah mabuk, pikirannya masih saja terbayang akan sang istri yang memilih kabur ke Australia demi laki-laki lain.      Sofa empuk yang menjadi tempat duduk di dalam kantor, Xander memilih santai di sana meski berulang kali Nathan mencoba menelpon tapi ia hanya membisukan ponselnya saja. Apa yang Nathan berikan masih tidak bisa diterima meski pesona Gisha lebih menggiurkan dibanding Adhisti. Ah sialan.      Hampir saja Xander akan tertidur, suara orang mengetuk pintu membangunkan lamunan. Siapa? Xander hanya melihat sekilas ketika mendapat adiknya masuk dan kembali memejamkan mata. Terdengar langkah kaki mendekat, tapi Xander sibuk dengan suasana yang menurutnya tenang sekaligus merasa bahaya.      “Sini Pi! Tuh putra kesayangan Papi lagi enak-enakan tidur, berimaginasi sama Adhisti.” Ucap Giovanni Ivanska yang merupakan adik kedua Xander.      Xander hanya tersenyum miring, ia paham betul jika ini hanya tipuan belaka karena Nathan baru saja menelpon dan lokasinya tidak dekat dengan kantor. Cukup lama Xander memanjakan kepala di sofa, sampai akhirnya ia menggeliat lalu membuka mata. Betapa terkejut hingga Xander membulatkan mata.      “Ah, Pi. Kapan dateng?” tanya Xander gugup.      Gio memukul lengan kekar itu lalu duduk di sebelah Xander. “Lupa ya? Kan tadi aku udah kasih peringatan kalau… Ada Papi dateng!”      Kedatangan Nathan ke kantor pasti karena ada masalah penting, Xander sudah menduga akan janji bersama Gisha ke lokasi resepsi tapi ia hanya santai tanpa ingin melakukan kegiatan apapun. “Um… Aku tadi sibuk makanya nggak angkat telepon Papi.”      “Sibuk berimajinasi dengan sesi baru sama Adhisti.”      “Diam!” Nathan angkat bicara saat dirasa ini mulai basa-basi.      Tidak ada yang berbicara lagi, Nathan pun memberikan sekotak perhiasan berisi cincin berlian yang sangat cantik. “Hari ini kamu lamar Gisha!”      Kedua mata itu melirik tajam. Xander tidak suka dengan cara Nathan yang berlebihan. “Kan memang kita mau menikah, buat apa pakai lamaran segala?”      “Xander, kamu harus yakinkan ke kedua orang tua Gisha. Kamu lupa ya kalau kesalahan itu juga sudah memalukan Papi? Kalian hampir aja ketemu tapi kamu… Justru kawin lari sama wanita bodoh itu!” Nathan kesal jika Xander membangkang.      “Pi, Adhisti masih istriku.”      Nathan bangkit dengan wajah geram. “Itu dulu! Sampai kapanpun Papi nggak akan sudi nerima dia di keluarga ini! Kalau kamu masih tetap bersikeras buat balikan lagi sama Adhisti, ini benar-benar akan terjadi Xander! Kamu tau kalau Papi nggak akan berubah pikiran jika kamu menolak lagi!”      “Nggak perlu lamaran segala! Kalau suruh aku menikahi gadis itu ya sudah, nikah! Selesai urusan!” Xander tetap bersikeras.      “Ya, atau… Mati?” Suara Nathan terdengar berat, ini bukti amarahnya sudah membendung pikiran.      Pernah terjadi saat Xander melawan perkataan Nathan, hal buruk dari penyakit limpa menimpa ayahnya itu terulang. Bahkan Xander harus merasa bersalah hingga beberapa bulan selama Nathan tak sadarkan diri atas tekanan, kali ini ia benar-benar tidak ingin mengulang hal itu lagi.      “Ya, nanti kalau survey ke gedung resepsi aku lamar gadis itu.” Bukan berarti Xander harus kalah hanya dengan mengalah, ini demi kesehatan Nathan juga kebaikan Mirabelle yang membutuhkan kasih sayang seorang wanita.      Atas apa yang anaknya katakan, Nathan pun tersenyum senang. Akhirnya ia bisa mewujudkan cita-citanya bersama kawan lama yang merupakan ayah Gisha untuk menjodohkan putra pertamanya. Nathan yang sudah mengenal Gisha sejak kecil sehingga ia sangat yakin jika Xander akan lebih dihargai seorang wanita, ia tidak ingin melihat sosok tegas anaknya berkurang bahkan diinjak-injak hanya karena Adhisti. Wanita tidak jelas asal usulnya.      Nathan sibuk membenarkan jas sambil menatap jeli meja kerja untuk memastikan tidak ada foto Adhisti di sana, ini akan menjadi kasus panjang jika Xander melakukan hal tersebut. “Ok, Papi nggak jadi datang ke sana karena banyak yang harus diurus sebelum hari pernikahan! Pastikan kamu jaga Gisha, dan jangan pernah kamu sakiti atau… Berbuat aneh-aneh! Ingat Xander, ini Indonesia bukan Rusia!”      Tidak ada yang bisa dilakukan selain Xander hanya bisa melihat tubuh ayahnya yang terlihat semakin rapuh berjalan keluar, ia sempat merasa sedih karena di usianya yang hampir kepala 4 masih saja Xander belum bisa membahagiakan Nathan. Mungkin ini cara yang tepat karena perjodohannya dengan Gisha merupakan mimpi ayahnya beberapa tahun lalu, Xander mencoba untuk itu. Ya, demi keadaan tidak semakin memburuk hanya karena cintanya kepada Adhisti. [...]      Panas menyengat menimpa wajah saat berada di tengah kemacetan memang hal paling membosankan, terutama bagi Xander yang sedari tadi hanya mengamati apa yang dilakukan Gisha. Gadis itu sibuk dengan mainan yang entah itu tidak dikenal oleh ingatan Xander selama hidup di Jakarta, sebuah benda berbentuk kotak dan ada beberapa bagian kecil lainnya yang dimainkan. Terlihat Gisha sibuk dan wajahnya pun tegang.      Xander sempat melihat rambut panjang indah itu mengibas menutupi wajah saat kaca jendela terbuka, ia pun menutup bagian itu agar tidak mengganggu. Namun sadar kembali apa yang sedang dilakukan kepada pencuri itu, Xander justru membuka lebar-lebar kaca jendela. Angin menimpa wajah Gisha namun entah Xander justru betah melihat kesibukan calon istri yang tidak diinginkannya.      “Kamu itu tau siapa aku ‘kan?” Xander mulai membuka percakapan.      Gisha pun menoleh sekilas lalu menganggukkan kepala. “Iya tau, Tuan Nathan sudah jelasin itu.”      “Tau aku ini udah menikah dan punya anak juga ‘kan?” Kini Xander bertanya karena penasaran mengapa Gisha menerima perjodohan ini.      “Iya.” jawab Gisha pelan, ia pun menyingkirkan mainannya ke dalam tas.      Xander mengangguk paham. “Bagus! Cewek matre.”      “Matre? Saya sama sekali nggak menginginkan harta Anda Tuan Xander, pernikahan ini bukan karena kemauanku. Tapi…,”      “Karena kamu butuh? Iya?” Xander tidak habis pikir dengan gadis jaman sekarang, yang hanya tahu di mana letak kebahagiaan yang diukur dengan uang. “Lagipula juga aku cuma CEO, masih pekerja yang digaji! Ada masanya.”      “Segala yang ada di dunia ini memiliki umur Tuan, termasuk bumi yang sedang kita tempati. Jadi apa yang harus dibanggakan?” Gisha tidak setuju dengan apa yang Xander katakan, karena upaya nya menolak permintaan Nathan dan ayahnya sangat berat.      Ucapan itu memang benar, Xander benci jika harus tetap menikahi Gisha apalagi hari ini ia harus melamar. Ingat akan permintaan Nathan yang terkesan menyebalkan, Xander menarik jemari Gisha sambil tangannya menyusup ke dalam kantung celana. Hal itu ditolak oleh Gisha, tapi Xander kembali menyeret jemari itu mendekat ke dadanya.      “Anda ini memang tidak tahu malu ya? Jangan mentang-mentang saya ini mau menikah sehingga Anda bebas berbuat apa saja!” Gisha menarik kasar tangannya.      Apa? Xander sama sekali tidak mengerti sikap Gisha yang tiba-tiba menjadi liar, bahkan tatapan itu sangat membencinya. Xander menarik lagi jemari Gisha namun kali ini justru wajahnya hampir terkena pukulan kalau saja tidak menghindar, tak lama ia diam dan sadar apa yang sudah dilakukan ketika jemari lentik itu berada di pahanya, sangat dekat dengan bagian kuat itu.      Sial. Xander seperti orang bodoh ketika tahu maksud Gisha. “Heh, aku ini bukan laki-laki rendahan! Kenapa nggak coba diam dan tunggu saja?”      Bentuk lingkaran dikelilingi permata itu berhasil memukau pandangan Gisha, tapi saat melihat jari manisnya hampir tersemat cincin ia menarik tangannya kasar “Itu… Apa?”      “Ck, kamu nggak bisa liat kalau ini cincin hah?!” Xander pun kesal, ia menyimpan cincin itu sambil memutar arah mobilnya ketika jalanan sedikit longgar, bermaksud mencari jalan lain yang tidak macet.      “Saya tau, tapi… Untuk apa Anda kasih aku cincin?” Entah jantung Gisha berdebar sangat cepat, ia takut jika Xander merasa bebas saat sudah memberikan bukti itu.      Xander menahan napas kesal. “Itu bukan dari aku, dari Papi. Jadi anggap kamu nikah sama yang beli cincin itu, paham!”      Gisha memasang wajah masam ketika Xander menunjukkan mimik tidak suka. Tapi bayang perhiasan saat terkena cahaya matahari, kilatannya sangat mempesona tapi Gisha sadar dan tidak merasakan adanya kebahagiaan saat membayangkan jarinya mengenakan perhiasan mewah. Itu bukan berasal dari kekasih yang sebentar lagi juga akan melamar, tapi semua sia-sia ketika Nathan kembali mengusik.      Jarak yang dituju sudah di depan mata, tapi Xander justru memarkirkan mobil nya jauh dari pagar gedung serba guna. Xander sempat merasa heran mengapa Nathan memilih tempat biasa saja untuk acara resepsi, sedang kebanyakan dari kolega mereka adalah orang terpandang di Jakarta, namun ia tidak ingin ambil pusing dan segera turun dari mobil.      Langkah Xander sangat cepat sampai tidak sadar jika pintu mobil masih terkunci dan Gisha masih ada di dalam, perasaan teramat kesal segera singgah dan terpaksa Xander kembali. Dengan kasar ia membuka pintu, tapi melihat Gisha yang masih santai ia langsung terpancing emosi.      “Heh, mau duduk di sini sampai sesak napas ya? Buruan keluar!” Bentak Xander mengguncang pendengaran Gisha.      Hampir Gisha kembali memukul wajah Xander saat membuatnya terkejut. Galak. Gisha tidak mengira lelaki terlihat wibawa dengan setelan jas krem dan tatanan rambut terurai sebahu itu memiliki sifat sangat menyeramkan, Gisha pun perlahan turun sambil menjaga jarak agar tidak menyenggol tubuh Xander.      Tingkah laku itu memang aneh, tapi Xander malas peduli. Ia memalingkan wajah ketika Gisha menjaga jarak yang menurutnya itu berlebihan, rasanya ingin sekali menarik pinggang itu hingga tak berkutik atau menjauh, karena Xander sama sekali tidak ada niat untuk berbuat hal diluar kendali. Masih waras. Hatinya menuntut.      Dari luar, gedung khusus itu terlihat sangat menawan dari tema kebun menampilkan segala dekorasi yang sempurna. Tapi tunggu, Xander punya filsafat lain ketika ada beberapa fotografer di sana. Ia pun melihat jelas seseorang mengenakan rompi motif kotak-kotak, Xander hanya menyapa dengan menjabat tangan sambil ia menunggu apa yang ada di pikirannya tidak akan nyata.      “Selamat siang Tuan, Anda datang tepat waktu. Ngomong-ngomong mana mempelai wanitanya?” Tanya seorang pria yang terlihat antusias saat Xander tiba.      Tak ada sahutan apapun, tapi Xander merasa emosinya memuncak jika berdekatan dengan Gisha. Gadis itu masih jauh di belakangnya, bahkan kini Gisha sedang melihat-lihat kolam ikan kecil berada di batas pintu masuk. Xander benar-benar muak, ia pun menyusul Gisha dan seketika tangannya mencengkram lengan kecil itu. Mata Xander seakan hampir mencuat akan hal ini.      “Lain kali kalau jalan sama aku jangan sampai ketinggalan lagi! Kalau nggak, aku seret kamu! Paham Nona?” Ucap Xander geram.      Gisha meringis kesakitan, tangan Xander sangat menyakiti tapi berusaha lepas saja tidak sanggup. Menyaingi langkah itu bahkan Gisha tidak berdaya, ke mana Xander menariknya ia mengiyakan sampai mereka berada di aula yang sudah tertata rapi. Luar biasa, Gisha terpana melihat semua desain dekorasi yang dibentuk. Mulai dari hiasan terbuat dari kertas menyerupai pohon juga lukisan mewah yang sepertinya sangat mahal.      Xander masih saja tidak mengerti dengan semua yang diatur oleh Nathan. Bahkan kini ia melihat beberapa kostum juga koper menyimpan alat make up, Xander pun mengerti kenapa Nathan memilih tidak ikut saat mensurvei gedung resepsi yang hanya akan digunakan sebagai pre wedding. Sial. Xander seperti bocah dungu siap menuruti apa saja perkataan Nathan.      Saking kesalnya, Xander menepis kasar tangan Gisha. Ia kembali menatap wajah gadis itu keji. “Ini baru awal, tapi udah cukup bikin aku tersiksa! Tolong bicara sama ayahku buat dia membatalkan rencana pernikahan ini!”      “Saya… Sudah mencobanya Tuan, tapi… Tetep aja nggak bisa.” Jelas Gisha ketakutan saat Xander terus menatapnya.      “Cara lain dong! Kamu bunuh diri atau gimana kan bisa?” Sampai Xander tidak dapat mengontrol ucapannya di depan para fotografer saat amarahnya memuncak.      Perkataan itu sangatlah menyakitkan, Gisha pun tersenyum terpaksa. “Tuan, saya juga nggak pernah mau dijodohkan. Apalagi… Sama duda. Saya juga punya pacar, tapi… Ini rencana Ayah sama Tuan Nathan. Tolong, jalani saja semuanya sampai… Ayah saya sembuh.”      Dari cara Gisha berkata entah Xander merasa tidak nyaman, ada sesuatu mengusung hatinya bersalah. “Hei, aku ini belum duda ya! Tapi, memangnya… Ayah kamu sakit apa?”      Berat rasanya jika orang lain harus tahu mengenai keluarga, tapi pada kenyataannya Nathan juga sudah mengenal keluarga Handoko dengan baik. Gisha hanya tersenyum enggan menjawab, baginya Xander adalah orang asing dan pernikahan ini hanya sekadar perjanjian antara kedua orang tua. Gisha berlalu ketika salah seorang wanita mengajaknya berganti pakaian, ia menatap tidak mengerti ke arah Xander. Ada apa?      Xander juga tidak habis pikir dengan ulah ayahnya, ini ide buruk karena harus foto pre wedding. “Papi ini apa-apaan sih? Suruh nikah, lamar, pre wedding. Nanti kalau aku sudah nikahi gadis itu minta cucu dari dia? Hah, sialan sekali kenapa aku harus lahir dari keluarga Ivanska!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD