5 - Pilih Aku atau Teman Baikmu?

1646 Words
Aldy: Lagi di mana, Rin? Karina: Kampus, Dy, kenapa? Aldy: Sibuk nggak? Kalau lagi kosong gue mau telepon. Karina: Telepon saja, gue sudah selesai kuliah. Karina menerima panggilan dari Aldy. “Hai, Aldy. Kenapa baru telepon gue sekarang sih? Sok sibuk banget. Info apa? Oh, ke mana? Dari jam berapa? Oke, thanks, ya, sudah bantu kasih info. Ya, lihat saja nanti. Tapi besok-besok telepon gue lagi, ya? Gue masih kangen tahu sama lo! Iya, deh, gue tutup. Bye, Dy.” Karina sejak tadi bicara dengan raut muka datar. Sudah biasa mendengar laporan dari Aldy tentang Davin dan Aluna. Dulu ia sangat kecewa mendengarnya, namun sekarang rasa kecewa itu menguar entah ke mana. Karina kemudian menghapus riwayat pesan serta panggilan dari Aldy. Sengaja tidak menyimpan nomor Aldy melainkan menghapalnya. Tidak hanya nomor Aldy tapi juga nomor Vania, Danial dan Mario. Jaga-jaga saja, siapa tahu butuh. Di pesta ulang tahun Davin beberapa tahun yang lalu, Karina tidak hanya pertama kali mengenal Aluna, tapi juga pertama kali mengenal teman-temannya Davin. Perkenalan yang sangat singkat. Karina menduga bahwa Davin sengaja tidak memberikan kesempatan untuknya berinteraksi lebih banyak dengan Aldy dan temannya yang lain. Beberapa hari setelah pesta ulang tahun Davin, Karina bertanya sedekat apa hubungan Davin dengan Aluna. Sekaligus mengungkapkan perasaan, jujur bahwa ia tidak nyaman dengan kehadiran Aluna. Davin dengan tegas berkata bahwa ia dan Aluna hanya berteman. Karina masih ragu lalu kembali berusaha mengorek info. Davin marah dan menegur Karina habis-habisan. Tiga hari setelah kejadian itu, Karina sengaja mencatat nomor Aldy dari ponselnya Davin, lanjut menghubunginya. Awalnya Aldy tidak mau membantu karena tidak ingin mencampuri urusan Karina dan Davin. Karina berusaha keras agar Aldy mau membantunya. Karina berbicara jujur tentang perasaan tidak nyamannya serta hubungan Karina dan Davin yang gadis itu rasa semakin lama semakin buruk. Aldy yang mulai merasa iba pada akhirnya mau membantu. Mulai mengamati Davin dan Aluna secara diam-diam dan selalu mau mendengarkan cerita Karina tentang hubungannya dengan Davin. Benar saja, hubungan Karina dan Davin makin lama makin jauh dari kata baik. Davin itu temperamental. Aldy juga satu-satunya teman Davin yang mengetahui bagaimana buruknya perlakuan Davin ke Karina. Dugaan Karina ternyata benar. Di hubungan Karina dan Davin yang sudah menginjak lebih dari tiga tahun, Davin memang jarang sekali mengajak Karina bertemu teman-temannya. Seingat Karina, tidak pernah lebih dari tiga kali dalam setahun, itu pun harus meminimalisir interaksi. Davin juga selalu melarang Karina menghampirinya di kampus. Sampai saat ini, Davin masih belum mengetahui kedekatan Karina dan Aldy. Karina dan Aldy menyembunyikan hubungan pertemanan mereka dengan sangat baik. Bahkan Aldy tidak hanya berteman baik dengan Karina, tapi juga dengan Vania, Danial dan Mario. Setelah Aldy mengetahui bagaimana buruknya hubungan asli Karina dan Davin, Aldy berkata bahwa ia berada di pihak Karina. “Telepon dari Aldy?” “Ya, kata Aldy, Davin dan Aluna pergi ke mall,” beber Karina dengan ekspresi datarnya. Gadis itu sejujurnya sudah terlalu penat dengan semua ini. Terlalu penat dengan semua yang terjadi antara dirinya dan Davin. “Mau ke mana?” “Mall.” Karina sengaja menaikkan salah satu alisnya. “Gue pergi, ya.” Karina pamit lanjut memasukkan ponsel ke tas, mengambil buku dan segera meninggalkan area lobi kampus. “Karina,” panggil Mario setelah Karina berjalan tiga langkah. Karina pun menolehkan kepala ke laki-laki itu. “Jangan lupa, hubungi aku apabila terjadi sesuatu.” “Iya, pasti. Aku duluan, ya. Bye, Io. Bye, Van.” *** Karina sudah berada di tempat yang sama dengan Davin dan Aluna. Karina tahu tempat-tempat yang selalu dikunjungi Davin dan Aluna. Bahkan Karina tahu beberapa butik yang sering Aluna datangi juga beberapa toko yang sering Aluna datangi untuk membeli produk perawatan wajah, tubuh dan lainnya. Tentu saja Karina tahu dari Aldy. Sedangkan lelaki itu mendapat info dari Vanya, teman sefakultas sekaligus seseorang yang sempat dekat dengannya juga dengan Aluna. Gadis itu menjauhi Vanya karena ia sering meminta Aluna untuk menjauhi Davin. Satu hal yang tidak Karina ketahui tentang Davin dan Aluna adalah alasan Davin tidak bisa menjauhi gadis itu. Karina mengintai satu-persatu butik dan toko yang diinfokan Aldy. Ketika Karina berjalan menuju toko terakhir, ia mendapati Aluna masuk ke toko itu sedangkan Davin berjalan ke arah toilet. Beberapa menit kemudian, Karina sengaja ikut masuk. Bersandiwara menjadi pengunjung toko itu sekaligus pura-pura tidak tahu kalau Aluna juga ada di sana. Aluna tampak fokus melihat kandungan suatu produk sekaligus membandingkan dengan beberapa produk lainnya. Karina berpura-pura melakukan hal yang sama, mendekati Aluna kemudian menyenggolnya. “Aw!” Aluna merintih karena tubuhnya tersenggol seseorang. “Eh, ya ampun, sorry, ya, nggak sengaja.” Karina meminta maaf dan menoleh, begitu pun dengan Aluna. “Lho? Aluna?” Karina tentu saja berakting kaget. “Karina? Kenapa lo ada di sini?” Aluna juga menunjukkan ekspresi terkejut. “Ini kan tempat umum, ya, tentu saja semua orang boleh mengunjunginya,” balas Karina kemudian sorot matanya mengarah ke orang-orang di sekitar. “Lo sendirian?” Aluna belum sempat menjawab karena Davin terlebih dahulu datang. “Aluna, bagaimana? Sudah menemukan produk yang ingin kamu beli?” Karina berbalik badan, kenal sekali dengan pemilik suara itu. “Lho? Karina?” Davin ikutan kaget. “Kenapa kamu ada di sini?” “Ah, benar dugaan gue, lo pergi sama Davin,” lontar Karina lalu menampilkan seringai di wajahnya. Beberapa pengunjung toko itu saat ini mulai melihat ke arah Karina, Davin dan Aluna. “Kamu, Davin, sudah benar-benar menganggap diri kamu tidak memiliki pacar?” “Karina dan Aluna, ayo, kita keluar dari tempat ini.” Davin gegas meninggalkan toko itu. Diikuti dengan Karina dan Aluna yang segera menaruh produk yang sempat berada di tangan kemudian berjalan mengekor Davin. Aura dingin juga mulai memancar dari diri Davin. “Kamu jarang sekali ke mall ini, Karina,” protes Davin. “Aku pun jelas-jelas masih berstatus sebagai pacar kamu.” Davin pun menatap tajam mata Karina. Sedangkan Aluna diam sambil bersandar ke dinding. Gadis itu mendadak badmood karena Karina yang tiba-tiba muncul serta mengganggu dirinya dan Davin. “Aku rasa kamu yang tidak menganggapku. Buktinya kamu tidak mau menuruti permintaanku.” “Jarang bukan berarti tidak mau, kan? Aku bebas pergi ke mana pun yang aku mau.” Karina menyanggah. “Kenapa juga kalau aku ada di mall ini? Kamu nggak suka? Atau kamu takut ketahuan sedang berkencan sekaligus bermesraan dengan Aluna?” “Jaga perkataan kamu, Karina. Aku harap ini terakhir kalinya kamu menuduhku seperti itu.” Davin memperingatkan. “Atau kamu sengaja menguntit aku?” Karina diam sejenak. “Kita sama sekali nggak komunikasi sejak kamu meninggalkan aku kemarin. Jadi, kamu tidak akan tahu ke mana pun aku pergi, begitu pun sebaliknya. Lagipula aku juga nggak punya keinginan untuk memata-matai kamu. Sudah beberapa kali terbukti, kan, kamu sengaja nggak ngomong tapi malah ketahuan sendiri.” “Aku nggak meninggalkan kamu, Karina, kamu sendiri yang meminta turun dari mobil.” “Ya, setelah meninggalkan aku, kamu menemui Aluna,” tuding Karina sambil melirik sinis ke arah Aluna. Gadis itu pun menatap Karina dengan tidak kalah tajamnya. “Perkataanku barusan benar, kan?” “Aku rasa kamu benar-benar menguntitku.” Davin pun menyeringai. “Aku hanya menebaknya, Davin,” sergah Karina. “Sudah kubilang aku sama sekali tidak punya keinginan untuk memata-matai kamu atau apa lah, terserah.” Karina dan Davin mendadak diam, hanya saling menatap intens. Beberapa menit kemudian, Aluna melangkahkan kaki ke arah Davin dan Karina. “Davin, aku capek. Ayo, kita pulang.” Aluna kembali melingkarkan tangan di lengan Davin kemudian menarik paksa lelaki itu. “Eh, tunggu, Aluna,” hardik Karina sambil menyentuh erat lengan Davin yang bebas. “Gue belum selesai bicara dengan pacar gue.” Karina menekankan suara pada kata ‘pacar’. “Gue nggak peduli, Karina. Pokoknya, gue mau pulang.” Karina dan Aluna kembali saling memandang. Sama-sama kuat, tidak ada yang berkeinginan untuk mengalah. “Kamu pilih saja, Davin,” desak Karina. “Menyelesaikan masalah dengan Karina, pacar kamu. Atau pergi dengan Aluna, teman kamu.” Karina bergeming sesaat. “Ah, tapi, aku rasa kamu tidak hanya berteman dengannya. Bisa saja kamu dan perempuan ini, menjalin hubungan di belakangku.” Karina dan Aluna beralih menatap intens ke arah Davin, menuntut laki-laki itu segera memberi jawaban. Davin tahu sekali konsekuensinya apabila memilih Karina dan meninggalkan Aluna. Davin pun segera melepaskan tangannya dari kedua perempuan itu. “Karina, maaf, aku pergi ke mall ini dengan Aluna. Maka dari itu, aku juga akan pulang dengannya.” Davin bicara tanpa mau menatap Karina. “Ayo, Aluna, kita pergi dari sini,” ajak Davin sambil melangkahkan kaki meninggalkan kedua perempuan itu. “Kalau ada yang ingin kamu beli di toko tadi, nggak masalah. Sebelum pulang kita bisa mampir ke sana.” Aluna menyusul Davin. Melingkarkan kembali tangannya di lengan laki-laki itu dan kali ini sangat erat. Aluna juga menarik kedua sudut bibirnya sangat lebar, tersenyum penuh kemenangan. ‘Kemenangan gue yang ke berapa ini, Karina? Ah, gue senang sekali melihat raut muka kecewa yang lo tunjukkan tadi.’ batin Aluna. Moodnya yang turun seketika kembali naik drastis setelah tahu Davin kembali memilihnya. *** Karina berjalan gontai menuju salah satu bangku panjang yang disediakan mall itu. Dia sakit hati sekali. Ini sudah kesekian kalinya Karina menerima penolakan dari Davin dikarenakan lelaki itu lebih memilih Aluna. Karina penasaran, apa alasan Davin tidak bisa menjauhi Aluna? Selain itu, apa yang membuat Davin selalu membela Aluna daripada dirinya? Apa Davin dan Aluna benar-benar menjalin hubungan di belakangnya? Pikiran-pikiran negatif itu kembali berkecamuk hebat di otak Karina. Wajahnya mulai memerah. Tubuhnya juga mulai bergetar karena menahan gejolak emosi. Bulir-bulir air mata mendesak keluar namun Karina berusaha mati-matian menahannya. Saat Karina menerima kabar dari Aldy, ia merasa biasa saja juga berniat untuk mengganggu Davin dan Aluna. Tapi, kenapa sekarang malah seperti ini? Karina pun membuka tasnya. Mengambil ponsel lalu gegas mengirim pesan ke salah satu teman baiknya, laki-laki yang selalu datang ketika Karina membutuhkannya. “Mario, tolong aku.” Karina harap Mario bisa datang padanya sesegera mungkin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD