Hari jumat pukul satu siang, setelah jeda istirahat siang dan sholat jum'at untuk para cowok beragama islam, jadwal pelajaran kelas XI Pemasaran 2 adalah olahraga. Para siswa sudah berganti pakaian dengan setelan olah raga perpaduan warna hijau dan hitam. Mereka disuruh berbaris dengan tertib, lalu lari keliling lapangan untuk pemanasan.
Lari keliling lapangan disaat matahari sedang bersinar terik-teriknya jelas bukan hal yang menyenangkan. Ayla mengeluh saat menyadari ia lupa mengkucir rambutnya yang saat ini tergerai. Sebenarnya tadi sebelum berganti pakaian olahraga Ayla mengikat rambutnya, hanya saja saat ia membuka kerudung yang ia gunakan saat hari Jum'at, karet jepangnya putus. Ayla sudah berniat meminjam atau memungut karet gelang atau apa saja yang bisa ia jadikan ikat rambut, tapi Ayla lupa mencarinya.
Jadilah di siang yang terik ini, cewek itu berlari sambil terganggu oleh rambutnya. Sambil berlari, berkali-kali Ayla berusaha mencepol rambutnya asal tanpa menggunakan ikat rambut, untuk beberapa detik memang berhasil, tapi karena gerakan yang ia perbuat, membuat cepolan itu terlepas lagi dan lagi.
Regal yang berlari di belakang Azrial memperhatikan gerak-gerik Ayla saat itu. Memperhatikan wajah Ayla yang mendengus sampai meringis berkali-kali karena rambutnya yang mengganggu. Melihat ekspresinya yang selalu tenang, Regal seperti menikmati wajah kesal cewek itu. Regal sampai berpikir, bukan tidak mungkin jika hari senin Ayla akan tampil dengan gaya rambut pendek lantaran ia kesal dengan rambutnya hari ini.
Lari Ayla jadi melambat karena berusaha membenahkan rambutnya yang kini beberapa sudah menempel di pelipis dan lehernya yang berkeringat. Tampang Ayla terlihat bete abis karena ulah rambutnya. Saking tidak memperhatikan sekeliling, ternyata Ayla berlari di barisan cowok yang berada di belakang, tepatnya di depan Azrial.
"Lo ngapain sih, La? Ampe masuk barisan cowok. Cepetan larinya!" Azrial mendorong Ayla agar cewek itu tidak semakin terdampa ke belakang.
"Ish, ini gue ribet sama rambut, tau!" Ketusnya, namun membuatnya berlari lebih cepat. "Ada pulpen gak? Atau pensil?"
"Buat apaan? Lo mau ngewarnain di jam olahraga?"
"Kalo gue mau mewarnai gak bakal cari pulpen, t***l!"
Regal yang mendengar ucapan spontan Ayla pada Azrial tertawa. Meski wajahnya terlihat feminim, dan mulutnya jarang berkomentar, tapi ucapan Ayla terkadang lebih berbahaya daripada Chicha.
"Gue ada pulpen nih." Regal mengulurkan pulpen berwarna biru dari saku celana olahraganya, yang segera disambut Ayla. "Gue pinjem ya, makasih."
Ayla tidak pernah lupa mengucapkan terimakasih meski jika melihat wajahnya, jelas sekali ucapan itu hanya sebatas formalitas.
Regal penasaran untuk apa cewek itu meminjam pulplen. Hingga sejurus kemudia Ayla menggulung rambutnya dengan pulpen tersebut, dan mencapkannya ke-- loh, kok bisa nyangkut? Jadi Ayla menggunakan pulpen sebagai tusuk konde untuk rambutnya.
Oh, kenapa semakin Regal memperhatikan Ayla, tingkah dan perilaku cewek itu yang selalu tidak biasa semakin membuat Regal tertarik. Baru terhitung lima hari ia sekelas dengan Ayla, dan obrolan pertama mereka terjalin di hari kedua karena tragedi meminjam serutan. Tapi, sungguh, Regal tidak berbohong mengatakan bahwa Ayla sangat menarik.
Setelah berlari keliling lapangan sampai enam putaran, para siswa dibebaskan melakukan olahraga apapun. Ada yang bermain voli, basket, atau melakukan skiping. Dan sebagin besar para cewek, jelas lebih senang duduk-duduk di pinggir lapangan.
Saat itu Regal sedang bermain Voli, ia memperhatikan tidak ada Ayla ditengah kerumunan para siswi. Ayla memang jarang -nyaris tidak pernah- bergabung dengan teman sekelas mereka. Rasanya di kelas Ayla hanya berinteraksi dengan Azrial dan beberapa kali dengan Regal selaku teman sebangku Azrial. Rupanya memang hanya Chica yang mau berteman dengan Ayla.
"Woy, gue udahan! Aus." Regal berteriak, lalu ia keluar dari arena Voli.
Yang lain hanya menyetujuinya, lalu teman sekelasnya yang lain menggantikan Regal. Regal segera berjalan ke kantin untuk membeli es.
Ketika memasuki kantin, Regal segera menuju salah satu warung untuk membeli es, ia tidak terlalu memperhatikan meja kantin yang kosong karena memang ini jam pelajaran. Tentu saja nongkrong di kantin adalah menyerahkan diri pada guru BK. Berbeda jika kelas mereka sedang jam olahraga tentunya.
Regal baru ingin keluar dari kantin saat matanya menangkap sosok Ayla yang baru keluar dari salah satu warung dengan membawa wadah sambel. Cewek itu membawa wadah sambel tersebut ke mejanya, dan menuangkannya tak kira-kira pada mie instan yang dipesannya.
Regal bergidik ngeri melihat seberapa banyak sambel yang ditumpahkan Ayla.
"Olahraga tuh biar sehat, ternyata lo malah lagi nyari penyakit ya disini?" Komentarnya yang tak tahan saat Regal melewati meja tempat Ayla makan.
Ayla yang mendengar suara tersebut menenggak, untuk melihat siapa yang berbicara. Saat menemukan Regal dengan plastik es ditangannya, cewek itu mendengus. "Abis olahraga minum es juga gak ada sehat-sehatnya."
Regal berdecak. Kenapa jawaban cewek ini selalu telak dan tak terkalahkan? Seolah mulutnya yang jarang bersuara itu memang diciptakan hanya untuk komentar sadisnya.
"Gue duduk sini boleh?"
Regal tau pertanyaannya t***l banget. Dia bertanya tapi sudah duduk di bangku yang berhadapan dengan Ayla.
"Kalo gue bilang enggak, lo bakal berdiri lagi?"
"Yaa enggak juga."
"Terus ngapain pake nanya?"
"Basa-basi aja, biar ada obrolan sama lo."
Ayla mendesis saat melihat cowok di hadapannya malah nyengir geli dengan ucapannya sendiri. Apalagi Ayla yang mendengarnya.
Regal bangkit beberapa saat untuk membeli gorengan, lalu kembali lagi dengan membawa sebungkus gorengan. Regal menikmati gorengannya dengan tenang, sambil sesekali memperhatikan Ayla yang sedang makan di hadapannya. Tidak ada percakapan diantara mereka, Regal bingung sendiri harus membuka obrolan darimana. Karena dari pengamatan Regal, Ayla ini tidak seperti cewek pada umumnya, saat Regal melempar umpan mereka akan menangkapnya, atau setidaknya mendekati umpan tersebut. Tapi jika Ayla, tentu saja hanya akan melewatinya tanpa tertarik sedikitpun.