Jam pertama di hari kedua tahun ajaran baru, seluruh kelas sebelas dan dua belas di SMKN 1998 tampak masih tidak ada guru. Tiga hari pertama di tahun ajaran baru memang seperti hari kemerdekaan bagi para siswa kelas sebelas dan dua belas. Sementara para guru dan anggota osis disibukan oleh kelas sepuluh yang menjalani MOS, siswa kelas sebelas dan dua belas tampak berkeliaran di dalam ataupun luar kelasnya, melakukan aktifitas apapun bersama teman-temannya.
Kelas XI Pemasaran 2, sebagian siswa di kelas itu tampak tidak ada di kelasnya. Hanya ada beberapa yang tersisa dan diam di bangkunya. Itupun mereka yang sedang tidur dengan menjejerkan bangku sampai empat buah, atau mereka yang sedang makan dengan membentuk meja seperti di kantin, atau mereka yang menonton film di laptop dan main games di ponselnya.
"Yaampun, La! Lo beneran duduk sendirian? Selama satu tahun ke depan? Gapunya temen sebangku?" Chica yang sedang makan pangsit di bangku sebelah Ayla sesekali menoleh pada cewek di sebelahnya itu. "Udah jomblo, di kelas duduk sendirian, elo beneran cocok banget disebut jomblo terngenes, La." Chica terus berbicara sambil mengunyah pangsitnya.
Ayla yang duduk di sebelahnya hanya mendengarkan teman sebangkunya saat kelas sepuluh itu berbicara. Meski setiap jurusan di sekolahnya hanya terdiri dari dua kelas, Ayla dan Chica tetap tidak bisa berada di kelas yang sama. Ayla ingin tertawa, ternyata memang tidak ada orang waras yang mau satu bangku dengannya. Karena Chica masuk kategori orang yang tidak waras bagi Ayla.
"Bagus deh, jadi gak ada yang berisik di sebelah gue." Ayla menyahut, cewek itu mengganti pensil berwarna biru dengan mengambil pensil warna coklat dari kotak pensilnya.
Chica mencibir mendengar jawaban Ayla. "Pasti kesepian deh lo."
"B aja si." Saut Ayla.
Chica ingat ketika awal-awal kelas sepuluh, masa setelah mos dan pembagian kelas, siswi lain tampak sibuk mencari teman sebangku dan berkenalan sana-sini, tapi tidak dengan Ayla. Cewek itu asal duduk di salah satu bangku dan asik dengan buku mewarnainya. Tidak terlihat akrab dengan siapapun, dan tidak ada usaha untuk akrab dengan siapapun juga.
Seorang cowok melintas di samping Chica sambil menenteng sampul coklat dan sampul plastik. Cowok itu duduk di bangku belakang Ayla. Ia meletakan sampul-sampul tersebut di atas meja.
"Mau nyampul, Re?" Chica menengok ke bangku belakang, menyapa cowok yang baru datang tadi.
"Kagak. Mana bisa gue nyampul-nyampul gini." Saut Regal.
"Lah, terus? Ngapain lo beli sampul?"
"Minta sampulin Azrial lah, hehe."
"Eh iya, gue gak sekelas ama Azrial lagi. Kemanain tuh anaknya? Dia sebangku sama lo?"
"Gak sebangku sih. Yakali gue duduk pangku-pangkuan sama si Azrial kalo sebangku."
Chica memicingkan matanya. "Semangat Regal, sedikit lagi kamu lucu."
"t*i, Ca!" Regal memukul kepala Chica dengan sampul plastik gulungannya. Membuat Chica meringis. "Lagi pacaran lah si Azrial mah. Beda kelas kan sekarang tuh anak ama pacarnya."
Seketika Chica terbahak. Mengerti apa yang dimaksud Regal tentang Azrial yang pacaran. Azrial yang merupakan teman sekelas Chica saat kelas sepuluh, dan lumayan akrab juga -meski Chica memang sok akrab dengan siapa aja- membuat Chica mengerti soal pacar yang dimaksud Regal.
"Geli, anjir! Tuh anak gak ada puasnya maen homo-homoan. Udah beda kelas aja masih nemplok mulu ya."
Ayla yang mendengar obrolan Chica dengan cowok di belakangnya, yang Ayla sendiri bahkan tidak kenal karena sepertinya cowok itu memang tidak sekelas dengannya saat kelas sepuluh, tertawa kecil mendengar ucapan Chica tentang Azrial dan pacar batangannya yang tak lain adalah Satrya.
"Ca, Ca, kelas lo ada guru tuh." Sebuah suara berasal dari pintu kelas, orang yang di obrolkan tadi ternyata datang dan memberikan informasi yang membuat Chica menghentikan makan pangsitnya.
"Eh, beneran? Siapa?"
"Bu Ratih. Makanya gue keluar." Azrial berjalan menuju bangkunya yang berada di sebelah Regal.
"Tuhkan, Ca. Sedih banget gitu harus pisah dari Satrya. Baru dua hari loh mereka gak sekelas. Gue jadi merasa gak dihargai."
Chica kembali tertawa mendengar Regal yang membicarakan Azrial. Azrial yang baru datang dan mengerti arah pembicaraan Regal seketika memukul kepala Regal dengan sampul plastik yang ada di meja.
"Monyet, gue abis copy film dari laptop Satrya."
"Aduh, gawat itu. Film biru kayaknya yang di copy." Chica yang sudah berdiri masih ikut menyaut.
"Iya, Ca. Nanti kita nobar ya, biar langsung praktek."
"What the f**k!"
"Let's f*****g, babe."
"Yeuu, gak usah sok normal lo! Doyannya yang batangan juga."
Regal tertawa puas mendengar Chica berteriak dari pintu kelasnya dan segera berlalu untuk kembali ke kelasnya.
"Bacot si Chica kadang minta ditabok emang."
"Ada rautan gak, Yal?" Ayla menoleh ke belakang, bertanya pada Azrial. Karena Chica, setidaknya Ayla lumayan mengenal Azrial dan Satrya.
"Gak ada, La. Pensil aja gak punya. Lo punya gak, Re?" Azrial menyenggol sikut Regal yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya.
"Ada kayaknya, bentar." Regal menuntaskan mengetik pesan di ponselnya terlebih dahulu, lalu ia merogoh tasnya untuk mencari rautan. "Mana ya? Perasaan gue punya." Regal membuka resleting demi resleting tasnya untuk mencari rautan. Cowok memang cenderung tidak teratur dalam menaruh peralatan sekolah di dalam tasnya.
Regal menemukan rautan yang dicarinya, lalu memberikan pada Ayla. Cewek yang duduk di depannya, yang kerap kali Regal lihat bersama Chica. Meskipun ia mengenal Chica, tapi Regal tidak pernah mengenal Ayla karena cewek itu memang tidak terlalu ramah dengan orang yang tidak dikenal. Dan Regal masuk ke dalam daftar orang yang tidak dikenal Ayla karena mereka tidak sekelas di kelas sepuluh.
Ayla menerima rautan dari Regal, dan ia memperhatikan sejenak rautan tersebut. "Ada kacanya? Imut banget." Ayla tersenyum kecil saat menerima rautan.
Dikatakan imut karena perihal memiliki rautan bulat dengan kaca di belakangnya jelas bukan suatu pujian untuk Regal. "Udah SMK tapi masih mewarnai, imut juga." Regal membalasnya sambil tersenyum pada Ayla.
Ayla yang menangkap senyuman Regal mendengus. Lalu ia berjalan menuju depan kelas untuk meraut pensilnya yang sudah tidak tajam. Ayla kembali ke dalam kelas dengan pensil warna coklat yang sudah tajam, lalu mengembalikan rautan bulat dengan kaca dibaliknya pada Regal. "Makasih."
Cara Ayla berterimakasih seperti hanya formalitas belaka. Cewek itu segera berbalik untuk fokus dengan buku mewarnainya lagi.
Regal terkesima menyaksikan perilaku Ayla. Azrial yang melihat wajah Regal hanya tertawa. Dia sudah paham dengan sikap Ayla yang sangat bertolak belakang dengan Chica.
"Siapa namanya, Yal? La? Lala? Atau Syalala?" Tanya Regal, matanya masih memandangi punggung Ayla yang membungkuk karena mewarnai.
"Kenalan langsung lah, orang ada di depan lo." Azrial membuka resleting tasnya dan mengambil notebook, lalu memasukan flash disk untuk copy film yang ia dapat dari Satrya. "La, Regal mau kenalan katanya."
Ayla tentu saja mendengar obrolan Regal dan Azrial. Ayla tidak terlalu peduli, ia malah kembali menukar pensil warnanya dengan warna lain, sambil menjawab dengan ringan, "Ayla."
Gaya kenalan macam apa ini? Regal semakin berdecak. Cewek itu sama sekali tidak menoleh seolah tidak peduli, tapi dia memberikan jawaban yang memang diinginkan. Memang benar tadi Regal menanyakan namanya, tapi cuma dijawab gitu doang? Wajarnya, orang kenalan itu berjabat tangan atau minimal senyum dikit. Lah ini? Nengok aja enggak.
"Gue Regal. Udah tau, kan?"
"Baru tau."
Azrial mentertawakan Regal begitu puas ketika mendengar jawaban Ayla tanpa perlu melihat wajah cewek itu.
****