Episode 2

8452 Words
  2 Bulan Kemudian   Dhika dan Thalita begitu kompak mengurusi kedua buah hatinya dengan Vino yang terlihat excited dengan kelahiran Leonna dan Leon. Thalita berusaha mengurusi dan menjaga ketiga anaknya sebaik mungkin dan mengurus Dhika dengan sebaik mungkin karena waktunya mungkin tak akan lama lagi. Bom waktu itu akan segera meledak. Sedangkan Claudya, hidupnya seakan selalu di hantui oleh bayangan devil itu. Hidup Claudya tak tenang dan selalu merasa di awasi membuatnya semakin takut sang Devil itu kembali lagi dan mengusik hidupnya seperti dulu. Saat ini Okta tengah mendorong brangkar bersama suster dan dokter yang ada disana, dengan Chacha yang terbaring di atas brangkar dengan keadaan merintih kesakitan. “crocodile” panggil Chacha lemah “iya love? Bertahanlah sebentar lagi ya” Okta sudah khawatir setengah mati. “jaga dan sayangi anak kita” “pasti love, tanpa kamu minta” Tetapi seketikagenggaman tangan Chacha keOkta terlepas begitu saja saat Chacha sudah memasuki ruang ICU. Okta menunggu diluar ruangan sambil menghubungi semua sahabatnya. Tak lama Dhika datang dengan sedikit berlari mendekati Okta.“bagaimana nela?” Tanya Dhika dengan masih memakai jas formalnya. “Gue gak tau, mereka masih memeriksa kondisinya” Okta sudah sangat kalut.Dhika duduk di kursi tunggu bersama Okta yang sudah sangat kalut. “Gator,,,” brotherhood couple datang bersama tanpa membawa anak mereka minus Elza.“gimana Chacha?” Tanya Serli dan Ratu “gue gak tau, kenapa dokter itu lama sekali sih” ujar Okta dan tak lama Thalita datang dengan membawa jinjingan makanan. Oek oek oek Tangisan bayi memecah keheningan di ruang persalinan membuat semuanya saling pandang dan tersenyum puas. “anak loe, gator” Daniel langsung menepuk pundak Okta dengan sangat bahagia. Akhirnya sepupu nakalnya ini sekarang sudah menjadi seorang ayah dan menemukan kebahagiaannya. “selamat yah gator” ucap semuanya senang membuat Okta terkekeh puas. “anak gue” kekeh Okta sangat bahagia dan masih tak menyangka dirinya menjadi seorang ayah sekarang. Tak lama dokter Riri asisten Chacha keluar dengan menggendong seorang bayi mungil yang sudah di bersihkan dan di bedong. Riri menyerahkannya ke gendongan Okta. “selamat pak Okta, bayi anda seorang laki-laki” ujar Riri membuat Okta tersenyum senang. Yang lain langsung mengerumuni Okta untuk melihat bayi tampan di gendongan Okta. Oktapun mulai mengadzani bayi itu. “aku ingin bertemu istriku” ujar Okta senang “itu-“ Riri terlihat kebingungan. “ada apa Riri?” Tanya Okta heran “sebenarnya, dokter Clarissa mengalami pendarahan yang hebat. Mungkin juga dokter Clarissa sudah mengetahuinya, makanya dia meminta kami untuk menyelamatkan putranya.” Deg…Semuanya mematung dengan tatapan tak percaya. “bohong kamu !!” pekik Okta kaget dan Serli segera mengambil alih bayi di gendongan Okta. “katakan kalau itu bohong !!” Okta mencengkram kuat kedua lengan Riri yang sudah berkaca-kaca. “maafkan kami, pak Okta. Tapi kami hanya bisa menyelamatkan salah satu dari mereka. Kami sudah berusaha menyelamatkan keduanya, tetapi dokter Clarissa kehilangan banyak darah dan kami tidak bisa menolongnya” penjelasan Riri membuat tubuh Okta bergetar dan melemas hingga Okta mundur selangkah dan limbung kalau tidak di tahan Angga dan Dhika.  Pandangan Okta kosong dengan air mata yang sudah memenuhi pelupuk matanya.Pandangan Okta mengarah ke pintu ruangan persalinan. Hatinya hancur… Tanpa berkata apapun, ia langsung menerobos masuk kedalam ruangan dan terlihat Chacha yang terbujur kaku diatas brangkar dengan wajah pucat. Dua orang suster tengah melepas beberapa alat medis dan menutup wajah Chacha dengan kain putih. “berhenti !! dia belum meninggal !!” Okta berjalan tertatih mendekati brangkar. Semua sahabatnya ikut masuk dan sangat syok melihat jenazah Chacha. Para perempuan sudah menangis histeris karena sahabat mereka lebih dulu pergi. Okta membuka kain yang menutup wajah Chacha dan terlihat jelas wajah Chacha yang sangat pucat. Dengan segera Okta mengangkat kepala Chacha ke dalam pelukannya. “nelaaaa,,, hikz…hikz…hikzz….!!” isak Okta. “nela bangun, aku mohon, love. Buka mata kamu sayang,, bukaaa…hikzz….hikkzz……” Okta menciumi seluruh wajah Chacha yang tak bereaksi.“nela kenapa kamu mengambil keputusan ini sendiri? kenapa kamu ninggalin aku, nela…bangunn….hikzz….hikzz…” Okta semakin menangis histeris membuat yang lain ikut bersedih.“kamu gak boleh mati,, bukankah nenek lampir itu umurnya panjang dan gak pernah mati?Jadi bangunlah nela sayang.. love, ku mohon demi aku buka lah matamu sayang… ku mohon,,,hikzzzz…ku mohon jangan lakukan ini,, ku mohonnn nelaaaa….hikzzzzz” isakanOkta semakin histeris dan menyayat hati menatap wajah Chacha yang masih dalam rengkuhannya. “kenapa kamu lakukan ini,,hikzzz… lalu bagaimana denganku? Bagaimana anak kita?hikzzz…hikzz… buka mata kamu, kembalilah nela,, kembalilah Clarissa…hikz” Okta merebahkan kembali kepala Chacha di atas bantal dan beranjak menatap para sahabat-sahabatnya. “lakukan sesuatu, Dhikaa…. Lita… Angga !!!!!” pekik Okta kesal. “kalian bertiga bukankah seorang dokter, hah???? Lakukan sesuatu, kenapa diam saja, hah? Balikin nela gue,,, balikin nenek lampir kesayangan gue !! ” bentak Okta tetapi semuanya hanya bisa terdiam. Mereka tak bisa melakukan apapun karena Chacha sudah meninggal dunia. Thalita hanya bisa menangis sejadi-jadinya di samping Dhika.Okta terduduk di lantai dengan bertumpu pada kedua lututnya.Kakinya seakan tak mampu lagi berpijak. Pandangannya terarah ke bayi dalam gendongan Serli, Okta semakin menangis tersedu-sedu. “hikz…hikzz…hikzzz… lakukan sesuatu,, gue mohon !! gue memohon pada kalian bertiga sekali ini saja, tolong balikin nela gue..hikzz…hikzz…” ujar Okta dengan suara yang sudah melemah, isakan menyakitkan keluar dari mulutnya. “gue gak bisa hidup tanpa dia, gue gak bisa kehilangan dia..hikzz…hikzzz...” isak Okta Crocodile,, jaga dan sayangi anak kita… Ucapan Chacha sebelum memasuki ruangan Persalinan terngiang begitu saja di telinga Okta. Membuat Okta paham maksud dari ucapan Chacha itu yang menandakan dia tak akan bersama dengannya lagi. “NELAAAAA...hikzzz…hikzzz….NELAAAAAA!!!” teriak Okta sangat terpukul membuat Dewi beranjak memeluk tubuh Okta sambil menangis terisak. “tolong bangunkan Chacha, Wie. Gue mohon,, pasti dia mau dengerin loe. Dia hanya marah sama gue karena kemarin gue gak nurutin maunya yang ingin ke Bandung bertemu papanya. Bangunin dia,, gue mohon..hikzzz…hikzzz…” ujar Okta di pelukan Dewi “tenang, gator. Tenangkan diri loe,, Chacha sudah tenang di alam sana” SeketikaOkta mendorong tubuhDewi membuat Dewi terjengkang kebelakang. “apa maksud loe??? nela gue masih ada disini, di alam yang sama dengan gue !!” pekik Okta Ia langsung berdiri mendekati brangkar dimana jasad Chacha masih terbaring kaku disana.“nela,, sumpah ini gak lucu !!! bangun nela,,, guemohonn…gue akan turutin semua kemauan loe, asal loe bangun,,hikzzz,,,hikzzz.. gue mohon sekali ini. Bangunlah”  Okta mengelus kedua pipi Chacha tetapi empat orang perawat datang dan hendak membawa jenazah Chacha keluar. “mau dibawa kemana istri gue?? Dasar perawat sinting, Apa-apa ini” pekik Okta karena perawat itu menutup wajah Chacha kembali dengan kain putih. Okta masih berontak bahkan meninju seorang perawat laki-laki yang menghalanginya. Dhika, Daniel, Angga dan Seno segera menahan tubuh Okta yang terus berontak. Sedangkan brangkar Chacha di bawa keluar oleh keempat perawat itu. “lepasin gue, b******k !! nelaaaa….hikzzz….nelaaa belum meninggal… lepasin gue!!” Okta terus berontak hingga brangkar Chachapun menghilang di balik pintu dan tubuh Okta kembali merosot kelantai, membuat cengkraman keempat sahabatnya terlepas. Okta menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan kembali menangis histeris. “kenapa? Kenapa begini? Kenapa??hikzzzz…hikzz…” gumam Okta terisak. “maafkan aku yang gagal melindungi kamu, aku memang tidak becus menjadi kepala keluarga,,hikzz… maafkan aku nela, membuatmu harus berkorban sebesar ini..hikzzz” isakanOkta semakin memilukan membuat semuanya iba dan menangis melihatnya.“nela,, sampai kapanpun kamu adalah cinta terakhirku. Aku akan tetap menyimpan perasaan ini hingga ajal menjemputku dan kita akan bersatu kembali disana, tunggu aku, love. Aku akan segera datang” gumam Okta. “NELAAAAAAAAAAA !!!” Teriak Okta terbangun dengan nafas yang terengah, keringat membasahi sekujur tubuhnya dan pipinya terasa basah karena air mata. Okta menatap sekelilingnya ternyata ini di dalam kamarnya. “kamu kenapa crocodile? Kenapa teriak-teriak” ujar seseorang membuat Okta langsung menengok kesampingnya Bruk …Okta terpekik kaget hingga tubuhnya terjungkal ke lantai dari atas ranjang saat melihat sosok Chacha di sampingnya dengan wajah yang pucat dan rambutnya yang berantakan. “kamu gak apa-apa, crocodile?” Chacha kaget melihat Okta yang terjungkal ke bawah.Chacha segera turun dari atas ranjang dengan sedikit kesusahan karena perut besarnya dan berjalan mendekati Okta. Chacha duduk di hadapan Okta yang tengah menundukan kepalanya. Terdengar isakan kecil keluar dari bibir Okta. “crocodile,, apa yang terjadi? apa kamu terluka?” Chacha sangat khawatir melihat Okta yang menangis. “ayo bangun” Chacha memegang kedua lengan Okta dan membawanya untuk duduk diatas ranjang. “kamu kenapa crocodile? Apa kepala kamu sakit? Atau lengan kamu ?” Chacha menyentuh kepala Okta dan badan Okta mencari luka yang membuat Okta menangis terisak begini. Okta menatap wajah Chacha yang sangat dekat dengannya dan terlihat sangat khawatir. “hikzz…hikzzz…hikzzz…” hanya isakan yang keluar dari mulut Okta membuat Chacha kebingungan. Ini pertama kalinya Chacha melihat seorang Oktavio menangis. Seorang crocodile kesayangannya menangis,bahkan Okta yang biasanya selalu menampilkan cengiran menyebalkan dan keisengannya. “ada apa crocodile, kenapa menangis?” Tanya Chacha semakin bingung seraya mengusap air mata di pipi Okta.Tanpa disangka-sangka Okta memegang tangan Chacha dan langsung menarik tubuh Chacha ke pelukannya.Okta semakin terisak, antara perasaan takut dan lega karena itu hanya mimpi buruknya saja. Okta menangis dengan terus menciumi pundak Chacha.Chacha yang masih bingung hanya bisa mengusap punggung lebar Okta dengan sayang. Membiarkan Okta meluapkan tangisannya di pelukan Chacha.“jangan tinggalin aku, nela” gumam Okta akhirnya membuat Chacha melepaskan pelukannya. “apa maksud kamu, crocodile? Aku tidak pernah berniat sedikitpun untuk meninggalkan kamu. Aku mencintai kamu, walau kelakuan kamu jauh dari kata normal. Tapi aku tetap mencintai kamu apa adanya” ucapanChacha membuat Okta terkekeh dalam tangisnya. Okta menarik kedua tangan Chacha dan menciumnya cukup lama sambil memejamkan matanya hingga air mata kembali luruh membasahi pipi.  “aku sangat takut kehilangan kamu, aku tidak sanggup untuk hidup tanpa kamu” Okta membuka matanya menatap mata hazel milik Chacha. Chacha mampu melihat ketakutan di mata Okta, membuat Chacha ikut berkaca-kaca. Chacha sangat bahagia mendapatkan cinta yang selama ini tak pernah ia dapatkan. “kamu jangan ngomong yang aneh-aneh, aku tidak akan kemana-mana” Chacha mengelus pipi Okta dengan lembut. “aku mimpi buruk, aku bermimpi kamu ninggalin aku dan jagoan kita. Kamu pergi meninggalkan dunia ini. Sungguh mimpi itu seperti nyata, aku bahkan masih merasakan sesaknya. Aku takut nela, aku tidak mau sampai kehilangan kamu. Aku sangat takut” isak Okta semakin menjadi membuat Chacha ikut menangis melihatnya.Chacha bahagia mendengar kata-kata dari Okta, selama ini Chacha selalu tertipu dengan yang namanya cinta. Cinta yang di dapatkannya selalu cinta yang kosong. Dan sekarang, sungguh Chacha sangat bahagia merasa dicintai dan ada orang yang begitu takut kehilangannya. “berjanjilah, nela. Berjanjilah kamu tidak akan pernah pergi dariku, kamu tidak akan pernah meninggalkanku sendiri. Berjanjilah nela, ku mohon” Okta membelai kedua pipi Chacha yang sudah menangis. Ada ketulusan di mata Oktavio. “aku berjanji sama kamu, crocodile. Aku berjanji” ujar Chacha. “sekian lama aku selalu tersakiti oleh cinta, dan sekarang aku mendapatkan kebahagiaan dan ketulusan dari cinta itu. Aku tidak akan membiarkannya begitu saja hilang dari hidupku, crocodile. Aku orangnya begitu egois, dan aku akan sangat egois kalau menyangkut kebahagiaanku sendiri dan orang yang aku cintai” Chacha memegang tangan Okta yang ada di pipinya. “kamu jangan pernah takut lagi, aku berjanji akan menjaga diriku sendiri. Aku tidak akan pernah pergi dari kamu, aku tidak akan pernah meninggalkan kebahagiaanku sendiri” Chacha tersenyum. “dan berhentilah menangis, aku malah ngeri melihat kamu menangis” kekeh Chacha menghapus air mata Okta. “ingusnya juga usapin” ujar Okta manja “dasar jorok” kekeh Chacha tetapi tetap mengusap hidung Okta dengan sayang.“aku pikir kamu tadi kerasukan nyonya kunti, menangis terisak gitu sambil duduk dilantai. Menyeramkan” ujar Chacha bergidik ngeri “ck,, aku hanya kerasukan rohnya romeo yang takut kehilangan julietnya” ujar Okta santai seraya menghapus air mata Chacha. “aku tidak mau kisah kita seperti romeo dan Juliet, tidak juga sebesar kisah cinta Dhika dan Thalita. Aku hanya ingin kisah kita sesederhana mungkin. Kisah Crocodile dan Nela yang mencerminkan dirikita apa adanya. Kalau sikap kita sangat konyol dan gila, maka ayo kita buat hubungan kita se-absurd dan segila mungkin” ujar Okta merapihkan rambut Chacha membuat Chacha mengangguk senang dan memeluk tubuh Okta. “aku sangat mencintai kamu, crocodile. Jangan pernah tinggalkan aku juga, aku pasti akan mati kalau sampai kehilangan kamu. Karena kamu adalah crocodile kesayanganku” ujar Chacha dengan manja “aku juga sangat sangat sangat mencintai kamu, Nela. Kamu cinta terakhir di hidupku yang sudah mengusir para cabe-cabean di hatiku dan kamu juga sudah menggemboknya hingga tak akan pernah ada yang mencoba masuk kedalam hatiku. Bahkan untuk mengetuk pintunya saja mereka akan langsung lari terbirit-b***t karena melihat ada nenek lampir sang penunggu hati aku yang sangat galak” Chacha mencubit pinggang Okta mendengar ucapan Okta barusan.Tetapi Okta tetap memasang senyumannya dan mengelus punggung Chacha dengan sayang. “aku berjanji akan menjaga kamu dan jagoan kita, aku tidak akan pernah membiarkan sesuatu terjadi pada kalian berdua” Saat kandungan Chacha berusia 6 bulan, Chacha sudah mengetahui kalau jenis kelamin bayinya adalah laki-laki. Dan kini usia kandungannya sudah memasuki bulan ke 8. “yakin dengan janji kamu? gak akan ingkar?” Chacha melepas pelukannya menatap Okta dan mencoba mencari kebohongan di mata Okta tetapi tak di temukannya. “kamu meremehkan alligator sang rajanya buaya? Bahkan Franky dan Laura saja tunduk padaku, dan puluhan anak geng motor itu sudah aku sentilin satu satu sampai mereka tak berani lagi untuk datang” Okta membanggakan dirinya sendiri dengan gaya khasnya. Chacha terkekeh melihatnya. Crocodile kesayangannya sudah kembali, inilah crocodile yang selalu selengekan, narsis dan konyol. Saat menangis tadi sungguh Chacha tidak mengenal suaminya ini. “hanya satu yang bisa membuatku bertekuk lutut dihadapannya” “oya? Siapa?” Tanya Chacha penasaran “Dia adalah nenek lampir titisan penyihir jahat dari negri dongeng” ujar Okta membuat Chacha terkekeh. “dasar raja gombal” cibir Chacha. “aku serius nela, aku sudah bukan penakluk wanita lagi. Sekarang aku sudah takluk sama satu wanita yang sangat galak” “udah ah, sekarang bobo lagi. Aku ngantuk” ujar Chacha manja dan Okta langsung berangsur mundur memberi ruang untuk Chacha rebahan.Chacha berbaring dengan posisi memunggungi Okta dan Okta langsung memeluknya dari belakang dengan posesif. “baca doa dulu sebelum tidur, biar gak mimpi buruk lagi” “iya nela, dengan cium aroma tubuh kamu juga sudah cukup untukku bermimpi indah” ujar Okta tersenyum bahagia. ‘mudah-mudahan mimpi itu tidak akan pernah terjadi’ Thalita tengah terlelap di pelukan Dhika, hingga rasa haus menyerangnya. Ia melepas pelukan Dhika ditubuhnya dan beranjak menuruni ranjang. Thalita berjalan menuju ranjang bayi twinnya yang terlihat keduanya terlelap dengan nyenyaknya. Ia  tersenyum bahagia menatap kedua buah hatinya,, di elusnya pipi kedua buah hatinya itu dengan sayang. Setelahnya ia berjalan keluar kamar menuju dapur. Thalita tengah meneguk air putih dalam gelasnya, malam ini terasa sangat panas dan membuat tenggorokannya kering. “kenapa tidak membangunkanku?” “Astagfirulloh !!” Thalita terpekik kaget karena tiba-tiba saja Dhika sudah berdiri di ambang pintu. “kamu bikin aku kaget saja” Thalita mengelus dadanya. Dhika berjalan mendekati Lita dan mengambil gelas bekas Lita dan menyeduhkan air kedalamnya dan segera meminumnya dalam sekali tegukan. “jangan melamun malam-malam, sayang” “aku tidak melamun kok, Tapi ya tetap saja kaget tiba-tiba kamu muncul” “Maaf yah” Oek oek oek “Leonna!” “Leonard!” “Kamu jangan lari, jalan saja. Biar aku yang ke sana duluan” Dhika buru-buru berlari menuju lantai atas. Thalita mengikutinya dengan berjalan sedikit cepat. Sesampainya di kamar, Dhika langsung memeriksa kedua bayinya dan ternyata Leonna pipis. Dan Leonard hanya terbangun mendengar tangisan sang adik. Dhika dengan cekatan menggantikan popok Leonna dan Thalita baru memasuki kamarnya. “Kenapa?” Tanya Lita mendekati Dhika. “Nana bangun karena pipis dan Leon sepertinya terbangun karena tangisan Leonna” Dhika masih memakaikan popok ke Leonna. “oh princenya mama, jep jep jep” Thalita langsung memangku tubuhLeonard, di bawanya ke dalam pelukan Thalita dan mengenyongnya sambil bernyanyi lagu pengantar tidur untuk Leon. Dhika sudah selesai memakaikan popok ke Leonna dan memangkunya. Dhika berbalik melihat Thalita yang tengah duduk di sisi ranjang tengah menyusui Leon dengan tetap bernyanyi. Ia tersenyum melihat wajah Thalita yang terlihat berseri dan bahagia. Ia tidak menyangka akan merasakan moment indah seperti ini. Dhika duduk disamping Thalita, Leonna sudah tidak menangis tetapi belum tidur kembali. “Leon gantian miminya dong sama Nana, Nana juga kan mau mimi” ujar Dhika menyerukan suara anak-anak.      “Sabar yah Nana, Leon masih lapar” jawab Lita dengan suara khas anak kecil. “kalau gitu, papa boleh dong mimi ke mama” ujar Dhika dan langsung mendapat jeweran dari Lita “jaga ucapan kamu” ujar Lita membuat Dhika terkekeh. “mereka belum mengerti sayang” jawab Dhika santai “lagian yah, ini khusus twin. Kamu gak kebagian” “kok gitu sih, mana puasanya masih lama lagi” ujar Dhika dengan nada manja “sabar yah papa,, lagian Leon belum mau punya dedek” jawab Lita dengan nada anak kecil. “ahh Leon gak kompak nih sama papa. Nana saja yah yang kompak sama papa” Dhika menatapLeonna membuat Leonna terkekeh melihat wajah Dhika. Setelah menidurkan Leon, kini Thalita menyusui Leonna. Dan Dhika dengan setianya menemani Thalita duduk disampingnya dan menyandarkan dagunya di pundak Lita melihat Leonna yang sangat lahap menyusu ke Thalita. “kamu tidur duluan saja, sayang. Kamu kan besok kerja” “tidak sayang, kamu pasti kesepian tidak aku temani. Lagian aku suka melihat anak-anakku kalau sedang menyusu. Mereka sangat lahap” kekehDhika “kemarin saja pas periksa ke Chacha, berat badan Leonna nyampe 5 kg dan Leon 4,5kg padahal usia mereka baru masuk satu bulan waktu itu” kekeh Lita. Bip bip bip “siapa yang telpon tengah malam begini yah” Dhika beranjak mengambil handphonenya di laci nakas.. Tak lama Dhika kembali menutup telponnya membuat Lita menengok kearah Dhika. “ada apa?” Tanya Lita penasaran. “Chacha sudah mulai kerasa mulas, aku harus kerumah sakit sekarang. Kasian si gator” ujar Dhika berjalan menuju kamar mandi. Thalita merebahkan Leonna di ranjang bayi. Setelahnya ia berjalan mendekati Dhika yang baru keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju lemarinya. “kamu akan kesana? Aku ikut yah” “tidak sayang, kalau kamu ikut nanti twin dan Vino sama siapa? Kamu disini saja yah, dibawah kan ada bibi dan ada security rumah juga yang akan jagain kamu. Aku harus pergi, si gator sendirian. Gak mungkin kan dia nunggu yang di Bandung” jelas Dhika membelai kepala Lita seraya memakai jaket kulit hitamnya. “kalau gitu, terus kabari aku yah” “pasti sayang, aku pergi yah” Dhika mencium kening Lita dan berlalu keluar kamar setelah menyambar kunci mobil dan handphonenya. “semoga persalinan Chacha lancar” gumam Lita dan kembali menuju ranjangnya. Dhika berlari menyusuri lorong rumah sakit, karena sejak tadi Okta terus menghubunginya sambil menangis dan memintanya untuk segera datang. Dhika sampai diluar ruang persalinan dan terlihat Okta berdiri disana dengan wajah yang kalut dan khawatir. “gator” ujar Dhika membuat Okta menengok “Dhika, gue mohon lakukan sesuatu. Si nela tadi gak sadarkan diri saat perjalanan kesini. Gue mohon sembuhkan dia, Dhika” ujar Okta yang sudah sangat kalut. Tangisannya sudah pecah, ketakutan akan mimpi buruknya itu terus terbayang-bayang di benak Okta. “gator, tapi gue bukan dokter kandungan” ujar Dhika. “tenangkan diri loe, oke. Nela pasti akan baik-baik saja, apa dokter Hesti sudah datang? dia dokter kandungan yang tak kalah handalnya dengan Chacha di rumah sakit ini, tadi gue sengaja menghubunginya” “iya sudah, tadi ada dokter yang masuk” ujar Okta. “loe tenang gator, gue paham ke khawatiran loe. Tapi loe harus tetap tenang dan terus panjatkan doa agar Chacha dan bayinya selamat” ujar Dhika membuat Okta mengangguk dan mengusap wajahnya yang basah.Tak lama keluarlah seorang dokter wanita yang terlihat sudah matang. “Dokter Dhika” ujar Hesti saat melihat Dhika. “bagaimana istri saya?” Tanya Okta tak sabar. “kondisi kehamilannya sangat lemah, dan telah terjadi pendarahan” Ucapan Hesti membuat Okta semakin ketakutan.“kita akan melakukan operasi Caesar, tetapi kami perlu persetujuan anda tuan Oktavio. Siapa yang harus di selamatkan? Ibunya atau anaknya?” Deg… Mendengar kata-kata Hesti sungguh membuat jantung Okta hampir keluar dari tempatnya. ‘apa mimpi itu sebagai pertanda? Tidak,,tidak mungkin’ “ kami akan berusaha menyelamatkan keduanya. Tetapi tetap harus ada salah satu yang menjadi fokus kami untuk menyelamatkannya” jelas Hesti Ibu atau anaknya? Penyataan itu terngiang di telinga Okta membuatnya terdiam dalam dilema. “apa sangat sedikit harapan untuk menyelamatkan keduanya?” Tanya Dhika yang juga merasakan apa yang dirasakan oleh Okta. “iya pak, harapannya sangatlah kecil. Dokter Clarissa mengalami pendarahan yang cukup hebat” ujar Hesti. Dhika hendak mengajukan pertanyaannya lagi tetapi tertahan saat mendengar suara Okta. “selamatkan bayinya” Okta mengatakannya dengan tatapan kosong membuat Dhika menengok ke arah Okta tak percaya dengan pilihannya.‘aku percaya dengan janjimu, nela. Aku yakin kamu tidak akan pernah meninggalkanku begitu saja, aku yakin kamu tidak akan begitu saja melepaskan kebahagiaan kamu’ “gator, loe serius?” Dhika yang kaget dengan keputusan Okta. “gue percaya pada nela kesayangan gue. Dia gak akan begitu saja meninggalkan gue walau gue tidak memilihnya” ujar Okta penuh keyakinan membuat Dhika simpati dan kagum akan keyakinan Okta. “siapkan operasinya dokter Hesti, dan berikan laporan medisnya kepada saya. Saya akan ikut turun membantu anda” ujar Dhika yakin membuat Okta menatap Dhika dengan berkaca-kaca dan terharu. “kita harus selamatkan keduanya, dokter Hesti. Kamu fokus ke bayinya, biar dokter Clarissa menjadi fokusku” ujar Dhika semakin membuat Okta terharu. “gue akan berusaha menyelamatkan nela loe” seruDhika tersenyum seraya menepuk pundak Okta. “thanks, Dhik” Okta sangat bahagia mendengarnya dan sedikit mengobati keresahan dan ketakutan dalam hatinya. Okta sudah sangat gelisah di luar, menunggu operasi istrinya selesai. Okta terus saja mondar mandir dan sesekali mengintip kedalam ruang operasi.“tenanglah gator, gue yakin nela akan baik-baik saja” ujar Angga. “gue gak bisa tenang Angga” ujar Okta kesal. Setelah lama menunggu, lampu di atas pintu operasipun berubah menjadi hijau. Tak lama Dhika keluar dari ruang operasi dengan hanya memakai pakaian operasinya. Okta bersama yang lain langsung menyambut Dhika.“Bagaimana?” “anak loe baik-baik saja, dia sedang di bersihkan di dalam” “Alhamdulillah” ujar semuanya merasa lega tetapi tidak dengan Okta “lalu bini gue?” Tanya okta sudah berkaca-kaca. Seketika ekspresi Dhika berubah sedih dan terlihat bingung untuk menjelaskannya.“jawab Dhika !!” Tanya okta tak sabar. “dia-“ Dhika terdiam sesaat dan menarik nafasnya seakan hendak mengatakan hal yang sangat berat. “tidak mungkin,,,!! nelaaaaaaa….hikzzzzz” Okta langsung menangis seketika. Dan mundur hingga punggungnya menabrak dinding di belakangnya.“kenapa kamu mengingkari janji kamu, nela. Kenapa kamu meninggalkanku dan anak kita secepat ini” Okta bersandar ke dinding di belakangnya dan menangis dengan menundukkan kepalanya. “kenapa kamu harus pergi secepat ini, nelaa. Kamu sudah berjanji padaku” isak Okta membuat semua sahabatnya tertegun “apa yang loe katakan, gator?” tanyaDhika berjalan ke hadapan Okta dan mencengkram kedua lengan Okta membuat Okta menatap kearah Dhika. “nela gue sudah meninggal, iyakan?” “siapa yang bilang? Nela loe masih hidup” Okta yang tertegun kaget mendengar penuturan Dhika. “lalu kenapa ekspresi loe sedih tadi, seakan akan mau memberi kabar buruk?” amuk Okta seraya menepis cengkraman kedua tangan Dhika. “gue belum selesai menjelaskan. Loe sudah mengambil kesimpulan sendiri. Dengar, nela loe baik-baik saja hanya keadaannya masih dalam masa kritis” jelas Dhika dan Okta langsung memeluk Dhika sambil menangis “thanks, loe sudah menyelamatkan keduanya” “jangan lebay,sudah hapus air mata loe. Gue ngeri lihat loe nangis” ujar Dhika menepuk punggung Okta dan melepas pelukannya. “gue pengen cium loe” cicit Okta “ogah !!” Dhika langsung menjauh dan yang lain terkekeh “Gator loe benar-benar lebay” ujar Irene “dokter Dhika, ini bayi nya” dokter Hesti keluar ruangan dengan menggendong bayi yang sudah di bedong. Dhika mendekati Hesti dan menggendong bayi laki-laki itu. Semuanya langsung mengerumuni Dhika. “anak buaya sudah lahir” kekeh Seno “mirip banget sama si gator” ujar Angga melihat bayi merah itu. “awassssss, bapaknya yang unyu mau melihat dan mengadzaninya” ujar Okta setelah menghapus air matanya. Sang Alligator kembali seperti biasanya… Okta mengambil alih bayinya dari gendongan Dhika dan memperhatikan wajah bayi yang terlelap itu.  “loe bisa adzannya kan?” Tanya Daniel ragu “ya bisa lah, apa sih yang alligator nggak bisa” ujar Okta dengan bangga membuat yang lain terkikik. “gini dong, kan lebih terlihat tampan dan unyunya di banding tadi mewek mewek” ujar Dewi membuat Okta terkekeh “gue juga kan punya hati dan emosi jiwa” celetuk Okta.“ssssttt diam semua,, Oktavio Adelio Mahya akan beradzan” “baiklah, silahkan pak Oktavio” ledek Serli dan Oktapun mulai mengadzani anaknya tepat di telinga anak laki-lakinya itu. “selamat yah gatorrrrr !!!” seru semua sahabatnya serempak setelah Okta selesai mengadzani.   Sebulan sudah berlalu, tetapi Chacha masih belum sadarkan diri. Okta sudah seperti mayat hidup yang tak mengurus dirinya sendiri, bahkan putranya belum dia beri nama. Semuanya memanggil anak laki-laki Okta dengan nama son.Son di rawat oleh Serli dan Daniel, dan son juga mendapatkan asi dari Thalita. Sekarang sudah tak ada lagi Okta yang suka selengekan dan menyebalkan, Okta sungguh berubah 180 derajat dari biasanya. Dia hanya melamun dan melamun kesehariannya. Tak hanya Okta, tetapi Thalita juga yang semakin menghindar dari Dhika. Thalita melakukan ini supaya saat dia meninggalkan Dhikanya. Dhika tak akan pernah merasa sakit hati lagi seperti dulu. Thalita hanya berusaha fokus pada kedua anaknya. Claudya bersama Meliana dan Reza memasuki sebuah club yang cukup terkenal di Jakarta. Keduanya memilih duduk di meja yang agak jauh dari lantai dansa itu. Kebisingan musik mengusik gendang telinga mereka."ayo kita bersenang-senang sampai mabuk" teriak Reza sambil menggoyangkan badannya mengikuti irama musik. "ini keren, sekarang tak ada lagi pasien dan ruang operasi" teriak Meliana setelah meneguk minumannya.Claudya langsung menyambar botol Vodka itu dan meneguknya hingga tandas. Rasa panas dan pahit bercampur memenuhi kerongkongannya membuat Reza dan Meliana melongo. "Claudya, loe benar-benar ingin mabuk berat" seruReza menggelengkan kepalanya. Setelah menghabiskan dua botol vodka, Claudya beranjak dari duduknya."mau kemana loe, Claud?" "gue mau menari" ujar Claudya dan langsung menari di lantai dansa dengan beberapa lelaki mengerumuninya. Karena kecantikan Claudya tak bisa dipungkiri. "astaga, pergi kemana Claudya? Gue tidak bisa menemukannya" keluhReza yang menelusuri seluruh area lantai dansa."Meliana, loe tunggu disini. Gue akan mencari Claudya" Melianapun mengangguk. Claudya ditarik oleh seorang pria ke arah kamar mandi."hai cantik, sekarang kita sudah berdua. Kita bisa berbuat sesuka kita sekarang" ujar pria itu, Claudya terkekeh dengan wajah yang sudah memerah. "kamu bicara apa? memangnya apa yang bisa kamu perbuat padaku, hah?" kekeh Claudya. "kamu mau bukti?" seringai terpancar di bibir pria itu dan langsung merengkuh pinggang Claudya membuat tubuhnya menempel dengan pria di depannya. "lepaskan, kau membuatku sesak" Claudya mulai berontak "kamu membuatku sangat b*******h, sayang. Bagaimana kalau kita pesan hotel di dekat sini" ucap pria itu dengan nada menggoda. "jangan bodoh, aku tidak mau bermalam denganmu" Claudya mencoba melepaskan rengkuhan pria itu walau sulit. "lepaskan dia" suara bass dan tegas terdengar jelas di telinga mereka, membuat mereka berdua menengok. "apa urusanmu? Dia bersamaku" "kamu bilang dia bersamamu? Kalau memang begitu kenapa dia menolakmu" ujar pemilik suara bass itu membuat sang pria tadi geram. "dia benar,, aku tidak mau denganmu" ujar Claudya mendorong tubuh pria itu untuk menjauh, dan berjalan kearah pemilik suara bass itu Uweeekkk…Dan seketika Claudya memuntahkan isi perutnya hingga mengenai jas pemilik suara bass itu dan pakaian Claudya, seketika juga tubuhnya ambruk tepat di rengkuhan pria pemilik suara bass itu.Claudya menatap pria di hadapannya dengan kernyitandi dahinya."Farel" gumam Claudya hingga kesadarannya hilang. Farel segera membopong tubuh Claudya dan membawanya pergi meninggalkan pria tadi keluar club.Farel membawa Claudya ke apartement miliknya.Farel membawa Claudya ke kamarnya, dan merebahkan tubuh Claudya di atas ranjang miliknya."kamu tidak pernah berubah sama sekali" gumam Farel beranjak melepaskan kedua sepatu Claudya. Dilepaskannya juga jas abu yang dia pakai. Farel segera membersihkan dirinya di kamar mandi, setelah memakai pakaian santainya. Farel mendekati Claudya dan mulai melepas kemeja krem yang Claudya pakai bersama dengan roknya. Sehingga kini Claudya hanya memakai bra dan underware berwarna hitamnya.Farel tertegun melihat tubuh indah Claudya, gairahnya sudah sangat terpancing. Farel pria normal, dia sudah menduda selama 3 tahun lamanya. Walau dia sering melampiaskannya ke wanita penghibur tetapi tetap saja, melihat Claudya seperti ini membuatnya ingin segera menerjang Claudya. Apalagi Claudya adalah wanita yang dulu pernah mengisi hidupnya. Farel menahan dirinya sekuat tenaga dan menyambar kemeja putih miliknya dan memakaikannya ke tubuh Claudya."Dhika, Dhika," gumam Claudya tiba-tiba saat Farel tengah mengancingkan kemeja yang di pakaikannya. Ia tertegun di tempat mendengar gumaman Claudya. Ia langsung mengepalkan kedua tangannya kuat dan menggertakkan giginya karena emosi. “Pria sialan itu…” Claudya terbangun dari tidurnya, saat cahaya matahari menerobos masuk dari celah jendela.Berkali-kali Claudya mengerjapkan matanya menatap langit-langit kamar. Claudya memegang kepalanya yang terasa sangat pusing sekali. Di tatapnya kembali sekeliling kamar yang sangat asing baginya."dimana aku?" gumam Claudya dan segera bangun dari tidurnya. Claudya menunduk menatap pakaiannya yang sudah diganti dengan kemeja putih milik seorang pria.Claudya sangat resah, dan mencoba mengingat apa yang terjadi padanya semalam.Berkali-kali Claudya mencoba untuk mengingat kejadian semalam tetapi hasilnya nihil. "kamu sudah bangun"ucapan seseorang membuat Claudya menatap ke sumber suara, Di depannya seseorang tengah duduk santai sambil menghisap rokok yang di selipkan di jari tangannya dan kedua kakinya di silangkan diatas meja. "Farel" "ada apa nona Nanda? Apa kamu kaget melihatku disini" Farel tersenyum sinis membuat Claudya ketakutan. Kejadian di masalalunya kembali terngiang di kepalanya. "apa yang sudah kamu lakukan padaku? Dimana bajuku?" pekik Claudya kesal sekaligus takut. "santailah Nanda, jangan kaget begitu. Bukankah kita sudah sering melakukannya" ujar Farel datar dan kembali menyesap rokok di tangannya. "diamlah Farel, itu sudah berakhir 9 tahun yang lalu. Dan jangan pernah ungkit lagi" Claudya bangkit dari duduknya menuruni ranjang dan mengambil sepatunya. Farel bangkit dari duduknya dan mematikan rokok yang ada di tangannya. Ia berjalan mendekati Claudya membuat Claudya berjalan mundur hingga tersudutkan ke dinding di belakangnya. Dengan sengaja Farel menyudutkan Claudya dan mengungkungnya dengan sebelah tangannya. Claudya mampu melihat irish mata abu milik Farel yang tajam."jangan macem-macem Farel !!!" ancam Claudya. "kamu pikir kamu bisa lari begitu saja? Tidak akan pernah aku lepaskan kamu kali ini, Claudya Ananda Laurent" ujar Farel dengan tajam. “kejadian di masa lalu tak akan pernah terulang lagi. Aku tak akan pernah melepaskanmu kali ini” "kamu mengancamku? Aku tidak takut padamu kali iniFarel" Claudya membalas tatapan tajam Farel membuat Farel menyeringai devil.Farel mencengkram kedua tangan Claudya dan menyimpannya disisi kiri dan kanan kepala Claudya. Claudya masih berusaha menyembunyikan rasa takutnya, dan membalas tatapan Farel dengan tak kalah tajam. Keduanya masih beradu pandang. Hingga Claudya memalingkan pandangannya dan mendorong tubuh Farel hendak beranjak, tetapi Farel langsung menahan lengan Claudya dan merengkuh tubuh Claudya. Farel mencengkram kuat pinggang Claudya membuatnya kesulitan untuk lepas. "mau kemana kamu? tidak adakah kata terima kasih untukku?" Farel menaikkan sebelah alisnya "jangan harap, aku tau kamu tidak berniat menolongku. Kamu menginginkan sesuatu dariku" jawab Claudya geram membuat Farel terkekeh ringan. Tangan Farel terangkat menyentuh wajah Claudya dan menelusuri garis wajah Claudya dengan jarinya membuat Claudya mulai menikmatinya. Tetapi tiba-tiba saja tangan Farel langsung mencengkram kedua pipi Claudya dengan sangat keras membuat Claudya meringis kesakitan."menikmatinya, nona? Katakan, apa kalian masih menjalin hubungan?" Tanya Farel tajam membuat Claudya ketakutan dan merasakan sakit di kedua pipinya. "JAWAB !!!" bentak Farel mengencangkan cengkramannya membuat Claudya tidak bisa berpikir jernih, hanya ingin cepat-cepat keluar dari sini. "i-iya" Akhirnya Claudya menjawab dan seketika Farel melepaskan cengkramannya dan menghempaskan tubuh Claudya membuatnya sedikit terhuyung tetapi tidak sampai jatuh. Claudya melirik Farel yang terlihat mengusap rambutnya jengah. Claudya perlahan mengambil tasnya dan segera beranjak keluar apartement dengan sedikit berlari. Claudya tak perduli dirinya hanya memakai kemeja kebesaran milik pria, dia berlari menyusuri lorong apartement, takut Farel mengikutinya.'ya tuhan, dia masih tidak berubah. Dasar psychopath' batin Claudya segera menekan tombol lift. Claudya paham siapa pria yang di bahas Farel dan yang membuat accident itu terjadi. Dan Claudya tak ingin kembali lagi dalam situasi terpuruknya seperti dulu. Thalita tengah mengajak main kedua anaknya di kamar kedua anaknya sambil melipat pakaian anak-anaknya."maaf nyonya, ada yang mencari anda dibawah" ujar bi Siti membuat Thalita menengok ke ambang pintu. "baiklah bi, saya akan turun" Thalita beranjak menuruni tangga menuju ruang tamu. Langkahnya terhenti saat melihat siapa yang datang. ‘berani sekali dia datang ke rumah ini’. batin Thalita.  Farel berbalik ke arah Thalita saat mendengar suara langkah mendekat. Thalita masih berdiri di ambang pintu penghubung ruang tamu dan ruang keluarga. “halo sayang” Farel berjalan mendekati Thalita hendak mengecup kening Thalita tetapi Thalita berjalan mundur untuk menghindar. “Jaga sikap kamu, mas. Ini rumah suamiku” gumam Thalita dingin membuat Farel tersenyum sinis. “cih,, suami” kekeh Farel meledek membuat Thalita geram. "kamu yakin Dhikamu itu setia sama kamu sampai detik ini" ujar Farel dingin dan mampu membuat Thalita tersentak kaget. “Apa maksudmu?" Tanya Lita. "aku sangat percaya padanya" "jangan terlalu percaya pada pria, Lita. Terkadang di balik keromantisan dan kebaikannya, dia mengkhianati kamu" ujar Farel berjalan menuju sofa dan duduk dengan bertumpang kaki membuat Lita semakin geram melihat sikap arrogant Farel.Thalita merasa tak paham dengan apa yang di katakan Farel, kenapa Farel tiba-tiba datang dan mengatakan ini padanya. Apa maksudnya?? "tidak, aku sangat percaya pada Dhika. Bahkan dia menjaga kesetiaan cintanya padaku selama 10 tahun" Lita menjawab dengansangat yakin, dan tawa Farel pecah seketika. “apa kamu tau apa alasanku sebenarnya menahanmu selama 10 tahun ini. Apa kamu tau kenapa aku begitu membenci pria yang kamu cintai itu” Thalta masih terdiam menunggu jawaban dari Farel. Farel kembali berdiri dan berjalan mendekati Thalita yang masih mematung kaku di tempatnya. “karena suamimu yang telah menghancurkan hati dan hidupku. Dia merebut wanita yang aku cintai dan menghancurkan hubungan kami berdua” bisik Farel membuat Thalita terpekik kaget. Farel mencengkram kedua lengan Lita dengan kuat membuat Thalita meringis kesakitan.“itulah alasanku kenapa aku ingin sekali membunuhnya dari sejak 9 tahun yang lalu. Tetapi dia beruntung karena wanita yang begitu mencintainya, rela menyerahkan hidupnya untuk pria b******k itu” ucap Farel membuat Thalita menatapnya takut. “aku tidak percaya Dhika melakukannya” gumam Thalita dengan sangat yakin. “sebegitu yakin kamu padanya? Kalau begitu, selidikilah hubungannya dengan Claudya Ananda Lauwrent” bisik Farel “do-dokter Claudya?” Thalita  mengernyitkan dahinya bingung. “waktumu hanya tinggal satu bulan lagi, dan dua minggu lagi aku akan membawakan surat gugatan ceraimu untuk suami tercintamu itu” tambah Farel “mas !!!” pekik Lita menghempaskan cengkraman Farel dan berjalan menghindari Farel. “jangan mencampuri urusan rumah tanggaku, aku akan meninggalkan Dhika dengan caraku sendiri” ujar Lita dengan mata yang sudah berkaca-kaca “haha, Lita Lita. kamu pikir aku tidak tau akal bulusmu itu. Sudah cukup kebaikan yang aku berikan padamu. Sekarang aku akan siapkan surat cerai kalian dan aku akan menjemputmu setelah persidangan pertama kalian selesai” ucapan Farel membuat hati Thalita semakin tersayat-sayat. “aku tidak mau !!!” jawab Thalita sekuat tenaga dengan mengepalkan kedua tangannya. “kalau begitu, jangan salahkan aku kalau besok kau melihat jasad Vino di depan gerbang sekolanya dan juga jasad suami tercintamu itu, Thalita sayang” Deg…. Ucapan Farel mampu membuat Thalita semakin ketakutan dan tertekan, Thalita tau kalau Farel tak pernah main-main dengan ucapannya.  “dan ingat juga dengan kedua anakmu itu, sayang” ucap Farel dengan seringai iblisnya.             “Jangan macam-macam, kamu !!” pekik Thalita sudah menangis ketakutan.             “kalau begitu turuti keinginanku, sayang. Karena akulah yang menentukan takdirmu. Takdirmu bukan dengan pria b******n itu, tetapi hidup selamanya bersamaku. Calon istriku sayang” Farel tersenyum manis seraya membelai pipi Thalita tetapi segera Thalita tepis tangan Farel dari pipinya. Thalita menunduk menahan tangisnya, hatinya hancur sangat hancur. Kenapa takdirnya harus terjebak dalam situasi seperti ini. Apa yang terjadi antara Farel – Claudya – Dhika. "assalamu'alaikum" salam dari seseorang membuat Farel dan Thalita terkesiap. Keduanya langsung menengok ke ambang pintu dimana Okta tengah berdiri disana dengan menggendong bayi.Thalita mengucapkan syukur dan mampu bernafas lega, Farel terlihat merapihkan jas bagian depannya. "baiklah Lita, mas pergi dulu" Farel beranjak pergi melewati Okta yang masih berdiri di ambang pintu.Thalita mendadak lututnya terasa sangat lemas, pandangannya kosong. "Lita, bisa tolong susui Datan lagi? Si Nela masih sakit dan air susunya belum keluar banyak. Kasian Datan dari semalam nangis terus minta di susui" Okta berjalan ke arah Lita. Tetapi Lita tak mendengarkannya, Thalita masih mematung dengan pandangan syok dan tegangnya. Aku akan membunuh Vino dan Dhikamu itu.... "Lita" Okta menyentuh pundak Lita membuat Lita tersentak."Lita ada apa?" Tanya Okta heran karena Lita terlihat tegang tetapi seketika Thalita menangis dalam diam. “siapa pria barusan?” Tanya Okta bingung sekaligus penasaran. "loe kenapa?" Okta kaget melihat Lita yang tiba-tiba saja menangis. "loe nangis karena gue minta loe susui Datan?" Lita menggelengkan kepalanya. "lalu kenapa, Lita? loe sakit? Loe laper? Loe kangen sama Dhika?" ceroscos Okta. "bukan Gator" jawab Lita masih terisak. "lalu kenapa? Loe mau permen? Gue beliin deh biar loe diem" "gue serius gator, jangan melawak disaat begini" ujar Lita kesal "guetidak melawak, Lita. Gue bukan sule yang suka melawak, gue hanya Oktavio yang selalu tampan dan unyu. Gue datang untuk meminta air s**u loe buat anak gue" ujar Okta membuat Lita mencibir. Thalita segera menghapus air matanya, lalu Thalita kembali menatap kearah Okta. "Okta, gue mau minta bantuan loe. Gue mohon loe jangan pernah jauh-jauh dari Dhika, loe harus terus ada disisi Dhika. gue mohon" ujar Lita memelas menatap Okta. "ogah ah, nanti di kira gue simpanannya lagi. Lagian kenapa harus deket-deket sih, loe sudah mau berbagi suami loe sama gue? Loe sudah ikhlas nerima gue jadi kekasih gelapnya si Dhika sekarang?" Thalita menepuk keningnya sendiri dan menghela nafas. Memang yah berbicara dengan sang aligator satu ini membuatnya lelah, tidak pernah serius. Thalita melihat kearah pintu memastikan kalau Farel sudah berlalu pergi. "Dengerin” Thalita menarik kerah baju Okta dan membisikkan sesuatu ke telinga Okta. “ada yang berniat membunuh Dhika, Gator" bisikLita karena Okta membuatnya pusing sendiri dan bisikan itu berhasil membuat Okta melongo kaget. Tetapi seketika Okta tertawa puas hingga kiniThalita yang mengernyitkan dahinya bingung."kenapa tertawa?" "lucu saja. Astaga Lita, loe masih saja parnoan sama suami loe, denger yah Lita. si Dhika sudah gede, bahkan sudah bangkotan. Dia bahkan masternya dalam ilmu bela diri, tidak akan ada yang berani membunuhnya. Yang ada orang itu dulu yang akan Dhika bunuh" jelasOkta tertawa merasa ucapan Lita sangat lucu. "orang yang berniat membunuhnya itu orang terdekat yang tidak disangka-sangka, gator. Dia, dia seorang psychopath" gumam Lita dan itu mampu membuat Okta berhenti tertawa. "Loe gak lagi drama kan?” “memang muka gue keliatan sedang bermain drama?” “iyakan, siapa tau. Kalau ternyata loe jago acting” ucapan Okta membuat Lita memutar bola matanya malas. “Tapi loe tau darimana Lita?" Tanya Okta mulai serius menyingkapi ucapan Lita. "dia, dia mempunyai dendam pada Dhika, dia memperingati gue. Gator, dia terus mengawasi kita dan kapan saja bisa membunuh Dhika" gumam Lita takut Farel masih ada diluar. "siapa?" "guetidak bisa bilang, tapi yang jelas nyawa suami gue dalam bahaya. Gue mohon loe jaga Dhika, kalau gue yang bilang ke Dhika akanada korban lain lagi yang jatuh. Dandia pasti akan menyuruh gueuntuk tenang dan bilang semuanya akan baik-baik saja. Tapi tidak bisa seperti itu, gator" Thalita mulai gelisah. "loe tenang dulu Lita, siapa tau itu cuma gertakan saja" "tidak gator, gue yakin dia akan nekat. Sebelumnya dia juga pernah dua kali mencelakakan orang terdekatnya" ujar Thalita mulai menangis kembali. "oke oke, gue akan selalu di dekat suami loe" Okta berusaha  menenangkan Lita yang kembali menangis. Thalita meyakinkan dirinya kalau Oktalah orang yang tepat untuk membantu menjaga Dhika. Hanya ini yang bisa Lita lakukan. Thalita ingin memastikan Dhikanya dalam keadaan baik-baik saja."loe tenang saja, Lita. Gue yakin Dhika akan baik-baik saja, gue juga akan selalu awasin dia dan selalu berada di dekatnya" "makasih, Gator" Thalita menghapus air matanya. "tidak perlu berterima kasih, Lita. Gue juga menyayangi sahabat gue dan gue tidak akan biarkan semua sahabat gue dalam bahaya"ujar Okta terdengar sangat tulus dan Thalita mampu tersenyum lega. "sini mana Datan?" Tanya Lita dan Okta menyerahkannya ke Thalita. Thalitapun beranjak menuju kamarnya dengan membawa Datan dalam gendongannya. Sementara Thalita menyusui Datan di dalam kamar Twins, Okta duduk termenung di ruang tamu hingga bi Siti datang dan menyuguhkan kopi hangat untukOkta.Ia terus memikirkan siapa kira-kira orang terdekat yang berniat membunuh Dhika. "apa pria tadi? Tapi siapa pria yang tadi datang kesini?" Saat mengingat kedatangannya tadi, terlihat Thalita tengah bersitegang bersama pria yang tak di kenalnya. "tapi apa alasannya?" tambah Okta hingga lamunannya buyar saat derap langkah seseorang terdengar mendekatinya membuat Okta menengok dan Thalita sudah turun dengan menggendong Datan yang terlelap. "loe gak kerja?" Tanya Lita karena Okta terlihat hanya memakai kaos dan celana jeansnya. "nggak, bosen di kantor mulu" jawab Okta dengan santai, Thalita duduk di dekat Okta dengan masih memangku Datan. "gimana Chacha sekarang?" Tanya Lita yang terlihat lebih baik. "begitulah, dia belum bisa banyak bergerak. Payudaranya sakit terus karena belum bisa memberi Datan ASI, tetapi asinya malahtidak keluar" jelasOkta sambil menyeruput kopinya. "mungkin karena cukup lama tidak menyusui anaknya" "iya, dan si Datan kagak mau minum s**u formula. Kayaknya dia sudah demen disusui sama loe" kekehOkta membuat Lita ikut terkekeh mendengarnya. "berarti Datan wajib manggil gue mama jangan tante" "siaplah,Datan akan punya mommy, mama dan bunda metromini" ujar Okta membuat Lita terkekeh. "ngomong-ngomong apa mereka sudah kembali?" Tanya Lita, karena sebulan yang lalu para Brotherhood tengah pergi mengunjungi Elza yang juga melahirkan. "belum, betah bener mereka disana. Mana si Verrel dititip dirumah gue lagi" ujar Okta "nggak apa-apa dong kan jadi rame rumah loe" ujar Lita membuat Okta mengangguk. "rame sih, tapi semua barang-barang di acakin" "namanya juga anak kecil, Gator. Oh iya gue penasaran sama nama anaknya kak Elza. Siapa namanya?" Tanya Lita. "namanya Michella Dauglas" "nama yang cantik" ujar Lita tersenyum. Keduanya terdiam sesaat, fokus dengan pikiran masing-masing. "loe yakin soal yang akan membunuh Dhika?" Tanya Okta tiba-tiba membuat Lita menatap Okta. "iya gator, kalau misalnya gue-“ ucapan Thalita terhenti membuat Okta mengernyitkan dahinya bingung. “misalnya gue apa? Dan siapa laki-laki tadi?” pertanyaan Okta menyentakkan Lita, bahkan Thalita bingung harus menjawab apa. “Lita apa yang kali ini loe sembunyikan lagi?” Tanya Okta mencengkram kedua pundak Lita supaya Lita mampu menatap mata Okta.“katakan yang sejujurnya Lita, jangan melakukan ini lagi” paksa Okta “gue,, gue tidak bisa” isak Lita “Lita please, katakan semuanya. Apa ini ada hubungannya dengan pria yang tadi datang?” Thalita masih diam dalam kebimbangan dan dilemanya. “Lita, tatap mata gue” paksa Okta membuat Lita menatap mata biru terang milik Okta. “kalau loe gak cerita, bagaimana gue bisa tau masalahnya” tambah Okta. “ini benar-benar buat gue bingung” Bukannya menjawab, Thalita hanya menundukkan kepalanya dan menangis. ‘haruskah aku mengatakannya pada Okta?’ batin Thalita “gue akan cerita ke loe tapi gue mohon ini hanya antara kita berdua, gator" ujar Lita serius dan Okta mengangguk pasti. "gue janji, Lita" ujar Okta dengan yakin "ini hanya loe dan gue yang tau Okta, jangan sampai Dhika mengetahuinya. Gue cerita ke loe karena loe yang paling dekat dengan Dhika di antara yang lain" Okta mendengarkannya dengan seksama.Thalita menengok ke kanan dan kiri memastikan tak ada siapa-siapa. Lalu Thalita mulai menceritakan semua yang Farel katakan dengan sedikit berbisik membuat Okta melotot sempurna. "L-loe gak bercanda kan, Lita?" "tidak gator, gue serius. Dan Dhika benar-benar dalam bahaya sekarang" “lalu bagaimana dengan loe? Apa loe akan meninggalkan Dhika?” “gue gak tau” isak Thalita. “tapi gue tetap harus melakukannya” tambah Lita “tidak Lita, loe tidak boleh ninggalin Dhika. Kita akan cari cara untuk menjebak tuh psyco” ucap Okta “gue gak tau” Thalita menangis terisak membuat Okta tak tega, Okta menarik Thalita ke dalam pelukannya. “gue akan bantu loe, kita hadapi dia bersama-sama” Okta mengusap punggung Lita, Lita sedikit lega setelah berbagi bebannya. Dhika baru saja datang bersama Vino yang masih memakai seragam sekolanya. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat Okta yang tengah memeluk Thalita yang menangis. Khem… Deheman Dhika mampu menyadarkan mereka berdua, dan Okta langsung melepas pelukannya pada Thalita. Thalita dan Okta sama-sama terpekik kaget melihat Dhika berdiri di ambang pintu.“loe disini?” pertanyaan itu begitu saja meluncur dari mulut Dhika.             “Dhik, gue datang buat minta Lita susui Datan” ucap Okta dengan hati yang bimbang karena takut Dhika salah paham.             “kenapa kamu nangis?” kini tatapan Dhika mengarah ke Thalita             “a-aku” cicit Thalita bingung, bagaimana kalau Dhika kembali salah paham padanya.             “Vino, masuklah ke dalam kamar” perintah Dhika yang di angguki Vino dan beranjak menuju kamarnya.             “si Lita sedih denger cerita gue tentang yang terjadi sama si Nela, iyakan Tha” ucap Gator yang langsung di angguki Lita. Dhika bukanlah tipe orang yang mudah di bodohi oleh siapapun, Dhika memiliki feeling yang kuat. Dia merasa ada yang salah antara Okta dan Lita.             “oh begitu” ucap Dhika akhirnya tidak ingin mengintimidasi mereka berdua. “sayang aku ingin makan disini”             “a-aku akan menyiapkannya” Lita segera beranjak setelah menyerahkan Datan ke pangkuan Okta.             “loe mau makan juga?” Tanya Dhika             “gue balik deh, duluan yah” Oktapun berpamitan pergi dengan membawa Datan dalam gendongannya. Claudya berjalan keluar rumah sakit, untuk membeli makan siang. Tetapi saat hendak memasuki mobil handphonenya berbunyi. Claudya mengernyit menatap nomor yang tak di kenalnya. Iapun mengangkat telponnya. “Farel” gumam Claudya Claudya menatap sekeliling mencari mobil yang di maksud Farel, hingga pandangannya menemukan sebuah mobil yang terparkir di depan area rumah sakit dengan kaca pintu pengemudinya sudah dibuka dan terlihat Farel disana tengah melambaikan tangan kearah Claudya membuat Claudya ketakutan mengingat tadi pagi apa yang sudah Farel lakukan. "cepatlah kesini, jangan hanya menatapku. Aku tidak suka menunggu" Claudya tersadar saat mendengar ucapan Farel dari telpon yang masih menempel di telinganya. "Jangan harap aku akan naik ke mobilmu" Claudya langsung mematikan telponnya. Bip bip   081321xxxxxx Jangan membuatku kesal, Nanda. Kamu tau kan apa yang bisa aku lakukan kalau kamu tidak menurutinya.   Claudya menegang seketika membaca pesan dari Farel membuatnya bingung. Claudya celingak celinguk melihat ke kanan dan kirinya mencoba mencari pertolongan, hingga mobil Dhika terlihat melaju keluar dari area parkir para dokter petinggi dan dengan segera Claudya menghentikan mobil Dhika.Dhika kaget melihat Claudya tiba-tiba saja mencegatnya, Ia langsung mengerem mobilnya hingga berhenti tepat di depan kedua kaki Claudya. Dhika hendak membuka kaca pintunya untuk bertanya ada apa tetapi Claudya sudah melengos menaiki mobil milik Dhika di kursi penumpang dengan nafas yang tersenggal dan tegang."ada apa, Claud?" Tanya Dhika bingung "jalanlah, kumohon" ujar Claudya ketakutan membuat Dhika kembali melajukan mobilnya keluar area rumah sakit dan pemandangan itu tak luput dari mata tajam milikFarel yang terlihat geram. Bahkan gertakan giginya terdengar dan tercetak jelas di rahangnya yang kokoh. Mata elangnya terus menatap mobil Dhika yang melaju pergi meninggalkan area rumah sakit. "kamu mau kemana, Claud?" Tanya Dhika "a-aku boleh ikut makan siang bersamamu?" "aku akan pulang kerumah, aku ingin bertemu Leon dan Leonna.Thalita juga pasti sudah memasak makan siang untukku. Kalau kamu mau, ikutlah makan dirumah" ujar Dhika "apa tidak apa-apa?" Tanya Claudya ragu-ragu "santai saja, Thalita juga tidak akan marah kalau aku membawa rekan kerjanya kerumah" ujar Dhika tersenyum. 'bahkan menganggapku sebagai temanmu saja tidak, Dhika. Sekarang kamu menganggapku sebagai rekan kerja istrimu, kapan aku bisa berarti untuk kamu?' batin Claudya. 'dan maafkan aku, Dhika. Aku memanfaatkanmu untuk melindungiku dari psikopat itu, aku tidak tau harus meminta perlindungan kepada siapa lagi selain kamu' Claudya terus menatap Dhika yang terlihat fokus menyetir. Hingga tak terasa mobil Dhika sudah memasukipekarangan rumahnya. Dhika mengajak Claudya untuk turun dan menuju rumahnya. "assalamu'alaikum" ujar Dhika dan Thalita langsung menyambutnya dengan tersenyum senang. "wa'alaikum-"Thalita berhenti berjalan saat melihat Claudya berada dibelakang Dhika, senyum Thalita juga langsung memudar. "salam" gumam Lita meneruskan ucapannya.Dhika yang menyadari perubahan ekspresi Lita langsung merengkuh pinggang Lita dan mencium kening Lita di hadapan Claudya yang mematung di ambang pintu. "Tadi aku bertemu Claudya di depan rumah sakit, dia datang untuk bertemu denganmu dan melihat twins" Dhika kembali mencium kening Lita dengan sayang karena Dhika menyangka Thalita cemburu. ‘apa benar, dulu di antara mereka pernah ada hubungan? Ataukah sampai sekarang juga?’ batin Thalita. "kenapa melamun sayang?" Tanya Dhika membuat Thalita mengerjapkan matanya dan tersenyum ke arah Dhika.Claudya merasa sangat iri melihat kelembutan Dhika pada istrinya. Kapan Claudya akan merasakan hal seperti itu. Ia juga menginginkan kelembutan seperti ini, keinginan Claudya untuk memiliki Dhika semakin besar. "Claudya, masuklah" Lita menyadarkan lamunan Claudya membuat Claudya melihat kearah Lita.Ternyata Dhika sudah berlalu pergi."kebetulan aku memasak banyak, ayo makan siang bersama" "iya dokter Lita, apa aku mengganggu?" Tanya Claudya "tidak, ayo masuklah" Thalita menarik Claudya ke dalam rumahnya menuju meja makan. Claudya duduk disana bersama Thalita dan tak lama Dhika datang dengan menggendong kedua anaknya. "halo Leonna, Leonard" ujar Claudya tersenyum kearah Leon dan Leonna. Claudya bahkan berdiri dan menghampiri Dhika.Pemandangan itu tak luput dari pandangan Thalita yang masih penasaran dengan hubungan mereka berdua sebenarnya. Claudya mengambil Leonna dari gendongan Dhika dengan sesekali mencuri pandang ke Dhika. Claudya membayangkan kalau dirinya yang menjadi istri Dhika dan ini anak-anaknya, alangkah bahagianya dia. Thalita bisa melihat tatapan kagum penuh cinta Claudya ke Dhika. 'ternyata Claudya menyukai Dhika' batin Lita."ayo makan" ujar Lita seketika menyadarkan Claudya yang terus menatap Dhika. Dhika berjalan kearah meja makan sambil menggendong Leon dan duduk disana. Claudya mengikutinya dan duduk disamping Thalita. Thalita mengambilkan nasi dan lauknya untuk Dhika. "terima kasih sayang" Dhika tersenyum hangat ke Thalita, Claudya terus memperhatikan interaksi mereka berdua. sadarlah Claudya, Dhika bukan milikmu !!' "ayo dimakan Claudya, masakan Thalita sangat enak lho. Dia bukan hanya berbakat di ruang operasi tetapi juga di dapur." puji Dhika membuat Thalita merona mendengar pujian Dhika. "iya" jawab Claudya mulai mencicipi makanannya. Dhika bahkan terlihat bercanda dengan Thalita di depan Claudya. Claudya meruntuki dirinya sendiri yang memilih ikut kerumah Dhika, mungkin makan siang bersama psikopat lebih baik daripada makan siang disini dengan hati yang terbakar. Claudya memalingkan pandangannya kearah lain, mencoba menyuapkan makanan ke mulutnya walau terasa pahit dan perih seperti memakan duri.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD