Episode 3

29977 Words
   Claudya berjalan menyusuri apartementnya yang sangat sepi. Claudya berkali-kali menengok kebelakang seakan ada yang mengikutinya. Dan Claudya segera mempercepat langkahnya untuk segera masuk kedalam apartementnya, tetapi saat hendak menutup pintu seseorang menahan pintu dengan kakinya. Claudya melotot sempurna saat melihat siapa yang datang. Dengan sekuat tenaga Claudya menutup pintu apartementnya tetapi tenaganya tidak sekuat pria di balik pintu itu.Dalam satu kali hentakan, pintu terbuka lebar dan pria itu menerobos masuk kedalam, dia kembali menutup pintu dengan santai dan menguncinya. Claudya langsung siaga dan berjalan mundur. "apa mau kamu, Farel !!!" pekik Claudya dan seringai devil tercetak dibibir Farel. "aku menginginkan kamu, Nanda sayang" Farel berjalan mendekati Claudya yang terus mundur sambil melepas jas abu yang dia pakai.Claudya hendak berlari menuju kamarnya tetapi terlambat karena Farel sudah menangkap tangannya dan mendorong tubuh Claudya hingga jatuh ke sofa. Tanpa pikir panjang, Farel langsung menindih tubuh Claudya dan mencium bibir Claudya dengan sangat ganas.Claudya sekuat tenaga menahan hasratnya dan menutup bibirnya rapat-rapat. Claudya terus meronta untuk lepas dari Farel, tetapi tenaga Farel tak selemah tenaga Claudya. Hingga Farelpun berhasil menguasai diri Claudya.Farel membopong tubuh Claudya dan membawanya kedalam kamar milik Claudya. Di rebahkannya kembali tubuh Claudya diatas ranjang dan menindihnya kembali. Keduanya sudah di kelabuhi oleh gairah mereka dan dengan tak sabar Farel merobek baju Claudya dan melancarkan aksinya. Hingga tengah malam, Claudya terbangun dari tidurnya dan membuka matanya. Terlihat Farel sudah duduk diatas kursi tengah menatap Claudya tajam dengan menyesap rokok ditangannya. Claudya berangsur bangun sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "kamu tidak pernah berubah, kamu tetaplah wanita jalangku" ujar Farel tersenyum sinis dan Claudya hanya terdiam saja. "tapi sayangnya, w***********g sepertimu sudah berani berbuat lancang padaku !!" pekik Farel seraya mematikan rokoknya dan berjalan ke dekat Claudya dengan hanya memakai boxernya saja.Claudya mendongakkan kepalanya menatap Farel yang berdiri di sampingnya. Tatapan Farel menggelap dan menyiratkan emosi membuat Claudya ketakutan. "a-apa?" cicit Claudya dengan gugup Plak…Sebuah tamparan mendarat dipipi mulusClaudya. Claudya memegang pipinya yang terasa sangat perih dan panas. Dan Farel langsung menjambak rambut Claudya membuat Claudya mendonggakkan kepalanya ke atas dengan meringis kesakitan."berani sekali kau memanggil nama b******n saat tidur bersamaku !!!" bentak Farel membuat Claudya semakin meringis ketakutan. "Si-siapa?" Tanya Claudya bingung “siapa lagi kalau bukan pria sialan itu. DHIKA !!” pekik Farel dengan emosinya membuat Claudya semakin ketakutan. “a-aku tidak memanggil nama Dhika” cicit Claudya. "Jangan mengelak, Jalang !! kamu terus memanggil nama b******n itu" bentak Farel berapi-api membuat Claudya semakin ketakutan."dengar, Claudya Ananda Lawren. Sore ini, kamu akan menemukan mayat Dhika, lelaki pujaanmu itu" ucapanFarel membuat Claudya melotot sempurna. Farel mendorong kepala Claudya dan beranjak memakai pakaiannya kembali. "jangan macam-macam Farel !!!!" bentak Claudya dengan emosi, Claudya beranjak dari atas ranjangnya sambil melilitkan selimut di tubuhnya."dia tidak ada hubungannya dengan kita" ujar Claudya geram dan seketika Farel mencengkram kedua pipi Claudya dengan satu tangannya membuat Claudya semakin kesakitan karena luka tampar tadi. "kamu pikir aku akan biarkan begitu saja kamu menjalin hubungan dengannya bahkan dari 9 tahun lalu? Setiap malam kamu selalu bergumam memanggil namanya, kenapa? Aku tidak akan diam begitu saja, Claudya" ujar Farel dengan tajam. "Dhika jauh lebih baik dari kamu, Farel !! kamu tidak berhak mengaturku untuk tidak dekat dengan siapapun, termasuk Dhika. Ingat hubungan kita sudah berakhir" jerit Claudya berapi-api "whuuu, ck. Sebegitu emosinya kamu mendengar aku akan membunuh lelaki pujaanmu itu" ejekFarel tersenyum sinis.Farel dengan santainya memakai pakaiannya kembali. Disambarnya jas abu miliknya dan berbalik lagi kearah Claudya yang masih menatapFarel dengan tajam dan berapi-api.Tanpa mengatakan sepatah katapun,Farel berlalu pergi meninggalkan Claudya yang masih emosi.   Thalita tengah duduk disisi ranjang dengan pandangan kosong ke depan. Bahkan Thalita tak menyadari kehadiran Dhika yang baru saja keluar dari kamar mandi, selesai membersihkan diri. Dhika masih mengusap rambutnya yang basah dengan menatap Thalita heran. "sayang" panggil Dhika tetapi Lita tak berkutik, membuat Dhika bertanya-tanya.'apa yang sedang Thalita pikirkan?' batin Dhika. Setelah menyimpan handuk yang basah kembali ke kamar mandi, Dhika berjalan kearah Lita dan duduk di hadapan Thalita yang masih menatap kosong ke depan. "sayang, hei" Dhika dengan lembut mengelus pipi Lita dan barulah Thalita tersadar, saat merasakan sentuhan lembut dan dingin di pipinya. "kenapa?" Tanya Lita kaget "ada apa? aku perhatikan dari tadi kamu melamun, apa yang sedang kamu pikirin?" Tanya Dhika membuat Lita kebingungan. 'Okta benar, Dhika akan semakin curiga'batin Lita. "melamun lagi kan, ayo ceritakan ada apa?" Tanya Dhika menarik kedua tangan Lita ke dalam genggamannya. "aku-, tidak apa-apa kok sayang" jawab Lita dengan senyumannya. "aku kenal kamu sayang, dari ekspresimu kamu terlihat tidak sedang baik-baik saja. Katakanlah, bukankah kita sudah berjanji untuk saling berbagi" ujar Dhika membuat Lita kebingungan. "aku sungguh tidak apa-apa sayang, serius" Thalita mencoba meyakinkan, walau akhirnya percuma saja, Dhika tetap mencurigainya. "jangan bohong, aku tau kamu tidak sedang baik-baik saja. Ceritalah sayang. Aku sudah pernah bilangkan sama kamu untuk selalu berbagi masalah kamu sama aku, jangan pernah kamu tanggung sendiri" ujar Dhika. "ini bukan masalah besar sayang, hanya saja aku kepikiran Leonna dan Leon" ujar Lita mengalihkan ke masalah yang lain. "kenapa memangnya dengan mereka?" Tanya Dhika "mulai minggu depan aku sudah mulai kembali bekerja, aku memikirkan mereka akan bersama siapa selama aku kerja. Dan aku belum tega memberi mereka s**u formula" ujar Lita "oh masalah itu, kamu jangan khawatir sayang. kalau kamu masih ingin mengambil cuti lebih lama, ambil saja" "tapi aku tidak enak dengan yang lain, mentang-mentang aku istri direktur utama di rumah sakit. Aku jadi seenaknya" Dhika tersenyum mendengar penuturan Thalita dan sebelah tangannya membelai pipi Lita yang terasa sangat lembut. "tidak apa-apa sayang, lagian masih ada dokter Chaily yang menangani operasi dan aku juga ikut turun dalam melakukan operasi pasien. Kamu boleh memperpanjang cuti kamu. Lagian aku juga khawatir kalau twins yang baru berusia 3 bulan harus di titipkan "ucapanDhika malah semakin membuat Thalita kepikiran dan dilemma.“Kamu jangan terlalu memikirkan masalah pekerjaan. Kamu pikirkan saja kedua anak kita" 'aku juga memikirkanmu Dhika, aku khawatir sama kamu' batin Lita berusaha menampilkan senyumannya kearah Dhika. 'aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Lita. Tetapi mungkin aku yang terlalu berlebihan' batin Dhika. "ayo tidur, sudah malam" ujar Lita membuat Dhika mengangguk dan keduanya sama-sama merebahkan diri diatas ranjang dengan Thalita yang tidur di pelukan Dhika dengan menjadikan lengan Dhika sebagai bantal kepalanya. 'aku akan berusaha melindungi kamu, Dhika. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpa kamu' batin Lita seraya memeluk tubuh Dhika dengan erat, menenggelamkan wajahnya di d**a bidang milikDhika.Dhika dengan lembut mengelus lengan Lita membuat Lita akhirnya terlelap. "selamat malam istriku sayang" gumam Dhika mencium kepala Lita dan memeluk tubuh Lita hingga kantuk menghinggapinya. *** Pagi itu, Claudya sudah sampai di rumah sakit. Claudya menunggu seseorang di lobby rumah sakit. 'aku harus pastikan Dhika dalam keadaan baik-baik saja' batin Claudya. Dan tak lama Dhikapun muncul, dan Claudya langsung menyambutnya dengan tersenyum senang.  "pagi Dhik" sapa Claudya membuat Dhika menengok ke arahnya dan tersenyum manis. "pagi" jawab Dhika. "duluan yah" Dhika langsung melenggang pergi meninggalkan Claudya. 'gue harus pantau Dhika terus, gue gak akan biarin Farel mencelakaiDhika' batin Claudya dan beranjak meninggalkan lobby rumah sakit.Tanpa mereka sadari, sepasang mata elang memperhatikan dari luar area rumah sakit. 'ayo kita mulai permainannya Nanda sayang' batin Farel menyeringai devil dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Sore itu, Okta sampai dirumah Thalita, dan langsung di sambut oleh Lita. Thalita segera menutup pintu dan mengajak Okta menuju ke kamar kedua anaknya. "apa yang loe dapat?" Tanya Lita "gue dapat beberapa informasi tentang Farel, sebentar" Okta membuka laptopnya dan menunjukkan sesuatu. Okta dan Lita sudah duduk berdampingan dengan melihat kearah laptop milik Okta. "guememinta seseorang untuk mencari data Farel saat di Spanyol dan WINA. Gue juga mencari tau mengenai kematian Mira istri pertamanya Farel" ujar Okta "secepat ini loe dapet semua informasinya?" Tanya Lita kaget. "jangan ngeremehin gue,Lita" ujar Okta dan mulai mengotak atik laptopnya."ini lah data Farel yang gue dapet" Farel dulu adalah seorang anak dari sebuah yayasan yatim piatu, dia di adopsi oleh seorang pengusaha di Spanyol dan menurut info yang gue dapat, ayah angkat Farel adalah seorang pembunuh berdarah dingin.Farel di latih untuk menjadi pembunuh bayaran. Nama aslinya bukan Farel melainkan Ferro Asesino yang dalam bahasa Spayol artinya Anjing pembunuh. Farel dimanfaatkan untuk menjadi seorang pembunuhberdarah dingin kelas kakap. Nama ayah angkatnya adalah William J. Winstone, dia terkenal sebagai mafia kelas kakap di Negara Spanyol. Tetapi sudah 20 tahun berlalu dia menghilang tanpa jejak.  Dan Claudya adalah kekasih Farel saat di Spanyol. Dan Kecelakaan yang menimpa Mira, istri pertamanya dan juga ibu kandungnya Vino, sebenarnya karena remnya blong. Sepertinya Farel yang membuat rem mobil Mira blong. Disini juga tertulis kalau Farel tidak pernah melakukan pembunuhan dengan tangannya sendiri, Farel sangat pintar dalam memanipulasi situasi dan keadaan seakan-akan semua itu adalah sebuah kecelakaan, seperti kejadian yang menimpa Mira. Penjelasan Okta mampu membuat Lita mematung. "Dan aku juga mendapat informasi, kalau banyak wanita korban p********n sexnya, bahkan salah satu dari mereka yang menjelaskan secara terang-terangan ke anak buah gue" tambah Okta dan Thalita masih mendengarkannya. "gue tidakmenyangka, dia ternyata klenger. Sekarang kita benar-benar ngadepin orang yang sangat menakutkan" ujar Okta bergidik ngeri. “dia kekasihnya Claudya? Dan Claudya teman kuliah Dhika di London. Apa ini ada hubungannya dengan hubungan Farel dan Claudya?” Masalah ini sungguh membuat mereka pusing karena masalah yang sesungguhnya belum terpecahkan. Apa yang terjadi antara Dhika-Claudya-Farel dan apa yang diinginkan Farel dengan menyekap Thalita selama 9 tahun ini. Dan sekarang kembali ingin menghancurkan hidup Thalita. Keduanya terdiam dan fokus dengan pikiran mereka masing-masing."Dan bagaimana kalau Farel mencelakai Dhika dengan cara menyabotase mobilnya" ujar Lita sudah mondar mandir di sana.  "gue juga berpikir seperti itu, tetapi untuk sekarang sepertinya Dhika aman, karena surat perceraian kalian belum keluar” ucapan Okta membuat Thalita menunduk sedih. “gue gak mau cerai, bagaimana nasib twins?”gumam Thalita “gue akan berusaha bantu loe, tapi kita butuh bantuan para pria brotherhood” "kapan yang lain kembali dari tempat kak Elza?" Tanya Thalita. "gue kagak tau, mereka enak-enakan liburan. Nah gue harus ngadepin psikopat klenger itu" keluh Okta. "apa gue coba datengin Farel saja yah dan mencoba bicara baik-baik dengannya. Menjelaskan kalau Dhika benar-benar tidak ada hubungan apapun dengan Claudya.Dhika gak ada sangkut pautnya dengan semua ini. Dan dendam apa yang sebenarnya dia pada Dhika?” "loe mau ngomong secara baik-baik gimana?" Tanya Okta "mau bilang. Mas psikopat,aku mohon jangan ganggu suamiku, dia tidak ada hubungan apapun dengan Claudya. Begitu? Yang ada sebelum loe selesai ngomong, pita suara loe sudah terputus karena ditebasnya" ujar Okta dengan santai sedangkanThlita langsung memegang lehernya. "jangan nakutin gue, gator gila. Ngeri gue ngebayanginya" ujar Lita merengut. "makanya, pakai otak cantik loe dong" Bip bip bip "Dhika telpon, loe diem" ujar Lita. "iyeeee" jawab Okta. Thalita menerima telpon dari Dhika, dan Tak lama Thalita menutup telponnya."ada apa?" Tanya Okta penasaran “Dhika hanya bertanya gue sedang apa, danada siapa di rumah” “dan loe jawab apa?” Tanya Okta “gue jawab aja gak ada siapa-siapa” Jawab Lita Setelah berbincang dengan Thalita, Okta berlalu pergi meninggalkan rumah Thalita. Tanpa Okta sadari, mobil Dhika terparkir tak jauh dari rumahnya sendiri. Dhika menghubungi Thalita hanya untuk memastikan apa benar ada yang di sembunyikan atau tidak dan kenyataannya Thalita kembali membohonginya.             ‘Dia kembali melakukannya lagi, Ya tuhan’ batin Dhika seraya mengusap wajahnya gusar. Hingga malam menjelang, Dhika belum pulang juga. Ini sudah pukul 9 malam dan Dhika tidak biasanya belum pulang. Thalita sudah menunggu diruang tamu dengan gelisah. Diluar sedang turun hujan deras, bahkan ada petir yang menyambar membuat Lita semakin khawatir. Bip bip bip Thalita segera menyambar handphonenya yang ada di atas meja dan mengangkatnya tanpa melihat nama yang terpangpang dilayar handphone."halo sayang, kamu dimana?" "halo Lita sayang, sepertinya kamu begitu merindukanku" "mas Farel" cicit Lita kaget. "kenapa? Apa kamu kaget? Ck,, jangan kaget begitu. Mas menghubungimu karena mas begitu merindukan calon istriku yang cantik" "apa maumu?" Tanya Lita dengan sinis "hhhaa,, seketika suara kamu langsung berubah, sayang. Aku hanya ingin menanyakan kabarmu saja" "jangan berbasa basi, mas. Katakanlah ada apa" "Mas mau mengingatkan kalau besok surat cerai itu akan sampai di rumahmu" Deg "A-apa?" pekik Lita semakin sakit hati. “Kalau kamu kembali menolaknya, kamu akan tau apa yang akan terjadi pada suamimu malamini. Dia belum pulang ke rumah kan?” Deg “jangan lakukan apapun padanya !!!” pekik Lita sudah khawatir setengah mati          "mas belum melakukan apa-apa, ini hanya sedikit peringatan untukmu. Supaya kamu tidak menyepelekan gertakanku!" Thalita sudah kalang kabut dan resah mendengar penuturan Farel. "aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai terjadi sesuatu pada suamiku !!!" pekik Lita "ternyata calon istri pendiamku sekarang ini sudah berani mengancamku yah. Rasanya hatiku bergetar dan semakin tertarik" terdengar kekehan Farel dari sebrang telpon.Thalita semakin kesal  dan muak mendengar kekehan Farel yang menyeramkan baginya. "ingatlah kata-kataku, sayangku" Farel langsung menutup telponnya secara sepihak, Thalita semakin resah dan semakin khawatir. Tanpa sadar dia mencengkram handphonenya sendiri. "aku harus apa?" Thalita sudah menangis terisak, hatinya terluka sangat terluka. Dia hanya ingin melindungi keluarga kecilnya yang baru setahun lebih ini dia bangun bersama pria yang sangat ia cintai. Setelah 10 tahun penantiannya dan sekarang, penantian itu hanya akan sia-sia saja, karena mereka berdua tetap akan berpisah. Ia kembali mencoba menghubungi nomor Dhika, tetapi nomornya tidak aktif. “Dhika apa yang terjadi padamu,akumohon kembalilah dengan selamat.Kumohon" gumam Lita di tengah isakannya. "Okta, ya aku harus menghubunginya sekarang" gumam Lita mulai menghubungi Okta. 1 Jam sudah berlalu   Thalita tengah mondar mandir di teras rumahnya menunggu kedatangan Dhika dengan sangat khawatir. Hingga suara mobil terdengar olehnya, Thalita menengok kearah gerbang yang dibuka oleh satpam dan nampaklah mobil audy sport milik suaminya disana diikuti mobilaudy milikOkta.Thalita mampu bernafas lega dan tersenyum bahagia. Thalita mengambil payung hitam yang ada di sisi pekarangan terasnya dan beranjak mendekati pintu mobil pengemudi Dhika yang sudah terparkir di pekarangannya. Dhika turun dari mobil dan langsung berhadapan dengan Thalita yang terlihat sendu. "istriku romantis sekali, sampai menjemputku dengan payungnya" godaDhika.Ia berusaha bersikap seperti biasanya, ia tidak ingin berpikiran negative dulu pada Lita dan Okta. Dhika ingin mencari tahu dulu apa yang terjadi di antara mereka berdua sebenarnya. "apa yang terjadi? Nomor kamu tidak aktif, Dhika.Kamu membuatku sangat khawatir" ujar Lita dengantatapan sendunya. "tidak terjadi apa-apa sayang, tadi handphoneku lowbet. Maaf yah sudah membuatmu khawatir" Dhika mengelus pipi Lita. "kenapa bajumu basah sekali? Kamu kehujanan?" Tanya Lita bingung. "tadi si gator ngajakin ujan-ujanan dulu" "ck, tidak sadar umur. Ayo masuk" Lita menarik tangan Dhika. "sebentar" Dhika mengambil sesuatu dari dalam mobilnya dan menunjukkannya ke Thalita. "lucu sekali kelincinya" Lita mengusap kepala kelinci berwarna putih yang Dhika perlihatkan. "iya dan hampir saja tadi aku mengakhiri hidup kelinci kecil ini" "woy, sudah kenapa romantis-romantisannya. Gue menggigil nih" teriak Okta yang sudah berdiri di teras rumah dengan kedinginan. Dhika dan Lita hanya bisa terkekeh melihatnya. "kalian bersih-bersihlah” ucap Lita saat mereka sudah memasuki rumah.“Gator loe bisa pakai toilet yang di bawah. Gue akan ambilkan baju milik Dhika" "iye" jawab Okta berjalan terlebih dulu meninggalkan Dhika dan Lita. "sayang, bersih-bersihlah dulu. Kamu pasti kedinginan, biar aku siapkan teh hangat buatmu dan gator" ujar Lita sambil mengusap kelinci di tangannya yang juga terlihat kedinginan. "twins sudah tidur?" Tanya Dhika yang di angguki Thalita. Dhikapun berlalu menuju kamarnya. Thalita segera menyiapkan segalanya dan memberikan baju ke Okta.  Selang 30 menit, Okta keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai baju milik Dhika dan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk."gator, ini minumlah teh hangatnya biar loe tidak menggigil" ujar Lita yang tengah mengaduk teh di dalam gelas dan menyodorkannya ke Okta yang sudah duduk di meja bar. "Dhika hampir saja di tabrak seseorang" ucapan Okta membuat Lita menghentikan aktivitasnya yang tengah menyeduhkan air panas ke dalam gelas. "lo-loe serius?" Tanya Lita menatap Okta tak percaya. "ya, mungkin kalau gue telat sedikit saja. Dhika akan celaka" ujar Okta mengambil bakpau hangat yang disediakan Thalita dan memakannya dengan santai. "apa ini yang Farel maksud” gumam Lita “ada apa?” Tanya Okta menghentikan aktivitas makannya, dan menatap Thalita penuh intimidasi. "tadi juga Farel sempat menghubungi gue" “apa yang dia katakan?" Tanya Okta penasaran.Thalita duduk di kursi yang berhadapan dengan Okta. Thalitapun mulai mengatakan semuanya. "dia benar-benar gila !!" gumam Okta kesal dan Thalitapun terdiam memikirkannya. "Kita akan hadapi dia bersama-sama. Ayo kita main bersama dengan psyco klenger itu" ujar Okta tersenyum misterius. "Permainan macam apa yang ingin dia mainkan?" Tanya Lita bergidik ngeri "paling main bunuh-bunuhan" kekeh Okta dengan santai. "bunuh siapa?" Tanya Dhika yang berdiri diambang pintu membuat Lita dan Okta sama-sama menengok. Dhika berjalan kearah mereka berdua. "bunuh nyamuk-nyamuk cinta yang bisa buat gue DBD" jawab Okta dengan asal "ini, aku sudah buatkan bakpau hangat tadi dan ini minumlah tehnya. Kamu pasti kedinginan" ujar Lita mengalihkan perhatian Dhika. Dhika duduk disamping Lita dan menyeduh tehnya.Okta terlihat kembali mengambil bakpau dan menikmatinya lagi. "loe kagak makan berapa hari? Gue curiga, loe kesini hanya buat numpang makan" ujar Dhika membuat Lita terkekeh. "gue laper, habis ujan-ujanan. Loe sih pake acara ngajakin ujan-ujanan ala Shakrukkhan segala, jadi gini kan akibatnya" jawab Okta dengan cuek sambil menikmati bakpaunya. "si nela tega bener, buat lakinya kelaperan begini" Dhika hanya menggelengkan kepalanya melihat Okta yang terlihat lahap menikmati bakpau hangat itu. "Bakpaunya enak, apalagi masih hangat gini. Mana diluar ujan lagi, mantab deh" ujar Okta "sayang, si Gator bisa-bisa ngabisin bakpaunya" bisik Dhika membuat Lita terkekeh. "biarin saja sayang. Lagian kan ibadah memberi makan orang yang kelaperan" kekeh Lita "ck,, kalau mau gosipin gue tuh harus di radius 700 km, biar gak kedengeran sama gue" "balik deh loe,, gue bungkusin bakpaunya buat loe" ujar Dhika "loe ngusir gue?" Tanya Okta mengernyitkan dahinya. "iya, malam ini gue kagak mau nerima tamu. Apalagi malam ini gue mau buka puasa" ujar Dhika membuat Lita semakin terkekeh mendengarnya. "oh ceritanya kalian berdua mau malam pertamaan lagi" "iya, dan loe malah ngerecokinnya. Balik deh loe, gue bener-bener pengen buka puasa" ujar Dhika tanpa merasa malu sedikitpun. "kagak mau, gue malah makin betah disini" ujar Okta dengan cengirankhas menyebalkannya. "dasar gator, nggak bisa lihat orang seneng" keluh Dhika "gue juga masih puasa, solider dikit kenapa. Buka puasanya barengan sama gue bulan depan" ucap Okta dengan santai. "ogah" jawab Dhika seketika. "cepetan deh balik, gue mau keatas nih" ujar Dhika terlihat tak sabar. "memalukan" Lita mencubit pinggang Dhika. "santai dong bos, gue masih laper" ujar Okta dengan santai dan semakin menikmati bakpaunya. "loe kalau mau keatas, ya keatas saja. Biar gue yang jadi saksi kalian belah duren lagi" ujar Okta dengan menyebalkannya."Sekalian gue jagain Leon sama Leonna deh, supaya mereka tidak mendengar suara-suara aneh dari kalian berdua" "gue nggak butuh bantuan loe" ujar Dhika "yakin? Gue bisa lho videoin kalian berdua. Lagian gue berniat nginep disini" ujar Okta dengan menyebalkannya dan Lita hanya bisa terkekeh melihat adu mulut mereka yang tak pernah berubah. "loe bener-bener mau gue tendang keluar yah" ujar Dhika. "pulanglah, gator. Loe gak mau kan suami gue sampai ngeluarin lahar panasnya lagi" ejek Lita "loe bener Lita, bisa gosong gue kalau dia sampe ngeluarin lahar panasnya lagi" kekeh Okta membuat Lita ikut terkekeh "awas yah kamu" bisik Dhika tepat ditelinga Lita membuat Lita semakin terkekeh. "gue gak mau pulang Lita, biarin saja si Dhika uring-uringan. Itu terlihat sangat menggemaskan" ujar Okta dengan santai dan seketika tawa Lita pecah. Bagaimana bisa, Dhika yang sedang ngamuk di bilang menggemaskan. "loe nantang gue, oke kalau begitu" Dhika langsung menarik tengkuk Thalita dan mencium bibir Thalita di hadapan Okta. Dhika mencium Lita dengan penuh nafsu membuat Thalita tak sadar kalau dirinya mengeluarkan desahannya. "ohhh menjijikan sekali" ujar Okta memalingkan wajahnya, Dhika melirik Okta yang terlihat masih tak beranjak dari tempatnya. Dhika dengan sengaja menarik Thalita untuk duduk dipangkuannya tanpa melepaskan ciuman mereka."gue balik" Okta akhirnya jengah dan beranjak meninggalkan Dhika dan Thalita. "menjijikan kalian berdua !! Masuk kamar sono" teriak Okta dan Dhika langsung melepaskan pangutannya. "berhasil kan" ujar Dhika membuat keduanya tertawa bersama."ayo kita pindah ke kamar" ujar Dhika dan langsung membopong tubuh Lita ala bridal. Thalita hanya mengalungkan kedua tangannya di leher Dhika.               Siang itu Thalita tengah berbelanja di sebuah supermarket, membeli beberapa kebutuhan rumah tangganya. Hingga dia berpapasan dengan Claudya yang juga sedang berbelanja disana.             “hai, dokter Thalita” Thalita hanya tersenyum kecil.             “hai dokter Claudya”             “sendirian saja?” Tanya Claudya yang di angguki Thalita.             “kamu sedang belanja?” Tanya Lita sedikit berbasa basi dan Claudya mengangguk kecil. Walau tatapan mereka mengisyaratkan kekurang sukaan mereka. Setelah berbasa basi kecil, Claudya berlalu pergi meninggalkan Thalita sendiri. Selesai berbelanja, Thalita memasukan seluruh barang belanjaannya ke dalam bagasi mobil miliknya, tetapi seketika seseorang menarik lengan Lita dan membawa Thalita menuju mobil audy silver miliknya. “Thalita dan Farel?” gumam Claudya yang berdiri tak jauh dari mereka, ia hendak memasuki mobilnya. Claudya berjalan perlahan mendekati mobil yang di naiki Thalita dan Farel, tetapi Claudya tak mampu mendengar apapun.Hingga mobil itu terbuka dan Claudya segera bersembunyi di salah satu mobil lainnya yang terparkir disana. Thalita terlihat terdiam, matanya berkabut dan kini keduanya berjalan mendekati mobil Thalita dan sebelum masuk ke dalam mobil, Farel mencium kening Thalita dan tersenyum manis seraya mengusap kepala Thalita.Kejadian itu membuat mata Claudya membelalak lebar. ‘Jadi Thalita dan Farel ? dan Dhika? Aku harus kasih tau Dhika masalah ini. Aku tidak ikhlas kalau Dhika terluka’ batin Claudya dan segera berpindah tempat saat mobil Farel dan Thalita meninggalkan tempat itu.             Di dalam rumahnya Thalita menangis sejadi-jadinya menatap surat gugatan cerai di tangannya. Di parkiran supermarket tadi, Farel menyerahkan surat itu ke Thalita dan kini waktu Thalita hanya seminggu untuk menyerahkannya ke Dhika.             Ingat Lita, hanya seminggu waktu kamu. Dan aku tidak suka kamu menghambatnya. Kalau kamu terlambat semenit saja, maka jangan berharap Vino selamat. Kamu lihat video ini. Disana terlihat Vino tengah di sekap dengan masih memakai pakaian sekolanya dan Lita tak sadar akan hal itu karena tadi pagi Vino pergi bersama sopir pribadinya.             Tanda tangan sekarang, atau Vino meninggal…. Thalita semakin menangis terisak saat melihat tanda tangannya sudah ada di atas kertas putih itu. “aku harus apa???hikz…hikz…hikz…” Thalita semakin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar, memikirkan caranya untuk bisa terlepas dari Psycopath itu.   Dhika dan Thalita baru saja keluar dari area rumah sakit dan hendak menaiki mobil milik Dhika saat melihat mobil Farel baru saja memasuki area parkir."mas Farel" gumam Lita membuat Dhika menengok dan melihat ke arah pandang Thalita. ‘Dia Papa kandungnya Vino kan, pria yang dulu akan menikah dengan Thalita’ batin Dhika. Disana Farel baru saja menurunimobilnya dan membuka pintu penumpang, menarik tangan seorang wanita untuk keluar dari sana. Wanita itu tak lain tak bukan adalah Claudya. "Farel dan Claudya?" gumam Dhika kaget melihatnya, Thalita melirik Dhika yang terlihat kaget.‘apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian?’ batin Thalita. Langkah Farel dan Claudya terhenti saat melihat Dhika dan Thalita berdiri tak jauh di hadapannya. Claudya merasakan pegangan tangan Farel menguat saat melihat Dhika, bahkan rahangnya mengeras.Mata Thalita bertemu dengan mata elang milik Farel. Thalita menelan salivanya sendiri saat melihat amarah disana. Thalita segera merangkul lengan Dhika untuk menguatkan dirinya. Farel tersenyum sinis melihatnya. Merekapun saling sapa dan berbincang sedikit, tatapan Claudya mengarah ke arah Thalita dan Farel. ‘pintar sekali mereka berdua menyembunyikan hubungan busuk mereka. Kita lihat saja Thalita, Dhikamu akan menjadi milikku, tak akan lama lagi.’ Batin Claudya tersenyum sinis. "baiklah, karena sudah disini. Bagaimana kalau kita makan siang bersama" ajak Farel dengan santai dan mampu membuat Thalita terpekik kaget. "ide bagus, aku penasaran sekali dengan kalian berdua. Dan Claud, tega sekali kamu tidak memberitahuku" ujar Dhika membuat Claudya tersenyum kecil. Kini mereka berempat tengah berada di sebuah restaurant yang tak jauh dari AMI Hospital. Claudya duduk berhadapan dengan Dhika dan di sampingnya Thalita berhadapan dengan Farel. Mereka sudah memesan makanan mereka. Baru kali ini Thalita dan Claudya menikmati makanan dalam keadaan menegangkan. "apa kabar, Lita?" sapa Farel berbasa basi. "sudah lama yah kita tak bertemu" tambah Farel tersenyum misterius. Thalita dan Claudya tau kalau kemarin mereka baru saja bertemu. "aku baik" jawab Lita singkat, tanpa ingin menatap Farel. "Dhik, bagaimana Leon dan Leonna sekarang? Aku belum sempat menengok mereka" ujar Farel terlihat berbasa basi. "Mereka baik, dan semakin gemukan" ujar Dhika. “wah, syukurlah. Thalita memang pintar dalam merawat anak, bukan begitu Lita” sindir Farel dan Lita tersenyum kecil menanggapinya. “bagaimana kalau sampai Thalita pergi meninggalkan mereka, kasian sekali mereka” tambah Farel membuat Thalita melotot sempurna. Hatinya terasa tercubit mendengar penuturan Farel barusan. “Thalita akan pergi kemana memangnya? Dia tidak akan kemana-mana” ucap Dhika “maksudku saat nanti dia kembali bekerja” Sindir Farel menyeringai kearah Thalita yang menunduk. Claudya menatap ke arah Thalita dan juga Farel, Claudya yakin mereka ada affair.             “sudah lama kalian saling mengenal?” Tanya Dhika "kami dulu adalah sepasang kekasih, Dhik. Tetapi kami terpisah karena orang ketiga" ucapanFarel menyentakkan Claudya dan Thalita. Thalita paham sekarang, pembalasan apa yang di maksud Farel pada Dhika, jadi ini karena Claudya. "Kali ini aku tak akan melepaskannya lagi" ujar Farel penuh penekanan membuat Claudya menengok menatap Farel yang menatapnya dengan tajam. "aku setuju, Rel. Jangan pernah lepaskan orang yang kita cintai. Iya kan sayang" ujar Dhika menatap Thalita membuat Thalita mengangguk kaku. "kamu benar, aku akan musnahkan siapa saja yang pernah mendekati Claudya" ujar Farel penuh penekanan dan itu mampu membuat Thalita dan Claudya merinding dibuatnya. "a-aku permisi ke toilet" Thalita segera beranjak pergi. Di dalam kamar mandi Thalita membasuh wajahnya yang terasa panas. Ucapan Farel benar-benar mengganggu pikirannya. Setelah merasa lebih baik, Thalitapun keluar kamar mandi dan kaget melihat Farel sudah berdiri disana. Farel memasang seringai menyeramkan di wajah tampannya. "Kamu seperti baru saja melihat hantu, sayangku" Thalita tak ingin menggubrisnya dan berlalu melewati Farel, tetapi Farel menahan lengan Thalita dan mencengkramnya kuat membuat Lita meringis kesakitan. "aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu" Farel menarik tangan Thalita. "lihatlah." Farel menunjuk kearah meja dimana Claudya terlihat tertawa mengobrol dengan Dhika."kamu bisa baca ekspresi mereka berdua kan" ujar Farel menatap Thalita di sampingnya yang terdiam. "Aku percaya pada suamiku, dia tidak akan pernah macam-macam" Thalita hendak melepaskan cengkraman Farel tetapi sulit. "lihatlah wajah mereka !!Mereka terlihat bahagia dan penuh kekaguman." ujar Farel tersulut emosi. “apa ini alasan mas ingin membunuh dan menyakiti Dhika melalui aku?” Tanya Thalita mulai memahami semuanya. “Ya, karena 9 tahun yang lalu. Suamimu yang tercinta itu sudah menghancurkan hubunganku dengan Nanda” Deg “inilah alasanku untuk membalas dendam, karena ulah mereka berdua hidupku menjadi seperti ini. Karena mereka berdua tertawa bersama disaat aku hancur” ucap Farel penuh penekanan. “tidak mungkin Dhika melakukan itu” pekik Thalita. “Dhika bahkan menungguku selama 10 tahun lamanya” Mata Thalita sudah berkabut karena air mata memenuhi pelupuk matanya. “kamu yakin?” Tanya Farel tersenyum mengejek “Dhika, dia.. dia tidak mungkin berbohong” “kenyataannya dia membohongimu dan menipumu” “Tidak, aku percaya pada Dhikaku. Aku percaya pada suamiku sendiri” ucap Lita penuh penekanan. "dasar keras kepala !! kamu benar-benar di butakan oleh cinta, Lita" Farel menarik Thalita keluar melalui pintu belakang restaurant. "lepas mas, kamu mau bawa aku kemana?" Thalita terus berontak hingga Farel menghempaskan tubuh Thalita sampai punggung Lita menabrak dinding di belakangnya. Thalita sedikit meringis merasakan punggungnya yang terasa sakit. Farel mengurung tubuh Lita dengan tubuh dan tangannya. Jantung Thalita semakin berdetak kencang melihat sikap Farel, apalagi di sini sangat sepi. 'Dhika,, tolong aku' batin Lita. "apa kamu sudah menyerahkan surat gugatan cerai itu pada Dhika?" Tanya Farel “kamu memintaku menggugat Dhika, hanya untuk membalaskan dendam kamu dan ingin membuat Dhika terluka seperti kamu dulu kan !!” ucap Lita dengan lantang. “kau paham sekarang, gadis bodoh !! 10 Tahun  kau seperti anjing penurut yang berkorban demi majingannya.Cih, menyedihkan sekali” ejek Farel membuat Thalita menangis. “kamu telah berhasil menghancurkan Dhika, selama 10 tahun Dhika hancur karena aku !! Selama 10 tahun dia mengasingkan dirinya dan menghukum dirinya sendiri karena aku. Tidakkah cukup kamu menghukumnya” isak Thalita. "semua itu hanya kebohongan !!!" pekik Farel "aku yang dapat merasakan semuanya, dan ini semua bukan kebohongan !!!" jawab Lita ngotot. Farel mencengkram kuat kedua pundak Thalita dan menghentakkannya. "sadarlah Lita, kamu sudah diperdaya oleh cinta. Sebelum b******n itu menyakitimu lebih dari ini, aku akan membawamu pergi" ujar Farel dengan emosinya. "Dhika tidak menyakitiku, dan aku tak perduli kalau nanti dia akan menyakitiku lagi. Yang jelas aku akan tetap disisinya karena aku mencintainya !!" bentak Lita masih ngotot. “aku tidak akan membiarkan kamu melukai Dhika lagi.” Plak…Tangan Farel mendarat mulus di pipi Thalita membuat hidung dan bibirnya berdarah."berani sekali kau melawanku, Lita !!" bentak Farel membuat Thalita terdiam kaku dengan memegang pipinya yang sakit. "selama ini Thalita yang ku kenal sangat pendiam dan tidak pernah membantahku. Tetapi sekarang, demi b******n itu kamu melawanku !! buka mata kamu, dia dan Claudya sudah mengkhianati kita dari 9 tahun yang lalu!” "Dhika tidak pernah mengkhianatiku, mas salah paham" kali ini Thalita membalas tatapan tajam Farel dengan masih memegang pipinya yang memar. "kamu masih saja keras kepala, baiklah Lita. Akan aku buktikan kalau mereka benar-benar berselingkuh dari sejak 9 tahun yang lalu" ujar Farel dengan tajam membuat Thalita terdiam. "dengar !! ingat waktumu hanya seminggu, kalau kamu ingin Vino selamat maka turuti keinginanku" "sayang, kamu masih didalam?" suara Dhika samar-samar terdengar. "sayang, kamu lama sekali. Apa kamu baik-baik saja?" tambah Dhika membuat Farel melepas cengkramannya dan mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, hendak menghapus darah di hidung dan bibir Thalita tetapi ditepis oleh Lita yang masih menatapnya tajam. "kamu lah yang sudah menyakitiku !!" "jangan katakan apa-apa padanya atau yang lain, kalau ingin Vino selamat !!" ancam Farel. "ingat itu, calon istriku sayang" ujar Farel tersenyum dan berlalu pergi. Thalita menyandarkan punggungnya ke dinding dan menangis dalam diam. Kenapa hidupnya begitu rumit dan cobaan terus datang silih berganti."sayang,, kamu dengar aku kan" ucapanDhika membuat ia tersadar dan bergegas menghampiri Dhika.Thalita berjalan kearah toilet, dimana Dhika berdiri di depan pintunya. Thalita menutup hidung dan mulutnya dengan sebelah tangannya. "sayang,, kamu dengar aku kan" ujar Dhika mengetuk pintu kamar mandi dengan khawatir. "aku disini" jawab Thalita membuat Dhika menengok kearahnya. "kenapa kamu dari arah pintu belakang?" Tanya Dhika heran "tadi ada urusan sedikit" jawab Thalita masih menutup hidung dan mulutnya. "aku harus ke toilet dulu" Thalita hendak masuk ke dalam toilet tetapi ditahan oleh Dhika. Dengan sekali hentakan, Dhika menarik turun tangan Lita dan terlihatlah darah yang keluar dari sudut bibirnya yang sobek dan hidungnya. Dhika yang kaget, langsung terpancing emosi melihat kondisi istrinya. "siapa yang melakukan ini !!" bentak Dhika sudah tersulut emosi membuat beberapa orang melihat ke arah mereka."jawab Lita, siapa yang melakukan ini!!" Tanya Dhika sudah sangat emosi dengan mencengram kedua lengan Thalita. Thalita dapat melihat mata coklat Dhika menggelap dan gertakan giginya terdengar jelas. Emosi Dhika langsung naik hingga ubun-ubun, melihat wanitanya terluka. Thalita juga mampu melihat aura menyeramkan itu lagi, Dhikanya benar-benar emosi.Sang singa kembali dalam mode on. "kenapa diam? Siapa yang lakukan ini???" tanyaDhika penuh penekanan tetapi terdengar menakutkan, membuat orang-orang yang berlalu lalang dibuat merinding. "tadi ada wanita gila yang menampar dan memukulinya" ucapan seseorang membuat Dhika dan Thalita menengok ke arah sumber suara.Dhika menatap Farel dengan tajam, bahkan amarah Dhika lebih menakutkan di banding Farel. "tadi saat aku ingin ke toilet, aku melihat Lita di tarik keluar oleh seorang wanita gila dan di tamparnya, bahkan rambutnya di jambak" ujar Farel membuat Thalita menatap benci ke arahFarel. "wanita itu mengalami gangguan jiwa, dan sialnya malah mengamuk ke Thalita" jelas Farel lagi. "tapi tenanglah, dia sudah dibawa pergi" tambah Farel membuat emosi Dhika sedikit mereda. "Kamu tidak apa-apa kan sayang"  Tanya Dhika mulai lembut seraya menyampirkan rambut Thalita ke belakang telingannya dan terlihat pipi Thalita yang memar. "aku ingin pulang" cicit Thalita menahan tangisannya. "kita pulang sekarang" ujar Dhika dan segera mengambil tissue yang kebetulan di bawakan oleh seorang pelayan. Dengan telaten, Dhika menghapus darah di bawah hidung dan bibir Lita yang mengalir ke sisi dagunya. "aku akan kembali ke Claudya" ujar Farel memasang senyum tak berdosanya membuat Thalita ingin sekali memukulnya saat ini juga, tetapi sayangnya dia tak mampu. Dhika mengusap darah di wajah Thalita dengan telaten, membuat wajah mereka berdekatan. Thalita terus menatap wajah Dhika yang sangat dekat dengannya."kenapa kamu tidakberteriak sayang? maafkan aku karena tadi tidak mengantarmu ke kamar mandi" ujar Dhika penuh penyesalan. "ini bukan salah kamu" ujar Lita tetapi air matanya luruh membasahi pipi membuat Dhika menghentikan aktivitasnya dan menatap manik mata Thalita yang sudah dipenuhi air mata. "kenapa? Apa aku menyakitimu? Apa lukanya sangat sakit?" "aku ingin pulang, sekarang" cicit Thalita yang sudah menitikkan air matanya. "baiklah" ujar Dhika dan merangkul tubuh Lita meninggalkan restaurant itu tanpa pamit ke Farel dan Claudya sesuai keinginan Thalita. Di dalam mobil, Thalita hanya terdiam dan menatap keluar jendela dengan pikiran yang berkecamuk. Kata-kata Farel terus menari di kepalanya, membuat kepalanya terasa sangat pening. Thalita memejamkan matanya mencoba mengusir kata-kata hina itu dari otaknya. "kamu baik-baik saja kan, sayang" Dhika meraih tangan Thalita dan meremasnya membuat Thalita membuka matanya dan menatap Dhika yang berada disampingnya. "aku baik-baik saja, sayang. Aku hanya merasa pening saja" "apa wanita itu menjambak rambutmu dengan sangat keras?" Tanya Dhika membuat Lita mengangguk ragu. "maafkan aku yang lalai menjagamu," ujar Dhika penuh penyesalan. "sudahlah, ini bukan salahmu" ujar Thalita dan merubah posisi duduknya dengan menyandarkan kepalanya ke pundak Dhika dan tangan Lita masih menggenggam tangan Dhika dengan erat tanpa ingin melepaskannya.'Aku tak akan pernah meninggalkanmu, Dhika. Karena kamu lah hidup dan matiku. Kamu lah tujuanku bertahan hidup, kamu imam dalam hidupku' batin Thalita memejamkan matanya menikmati kenyamanan dan kehangatan yang menyalur kedalam tubuhnya setiap berdekatan dengan Dhika. Okta baru saja sampai di rumah Thalita dan kini mereka berada di kamar Leonna dan Leon. "apa yang terjadi?" Tanya Okta dan Thalita menceritakan segalanya ke Okta dengan tangisannya. "sialan,, dia benar-benar manusia tak punya hati" gerutu Okta kesal "gue harus apa, gator?" Tanya Lita bingung "niatnya tetaplah ingin membunuh Dhika, hanya dengan dua cara. Yang pertama membunuhnya secara langsung, dan yang kedua membunuhnya secara perlahan karena kehilangan loe" ujar Okta. "Gue tidak ingin ada perceraian ini, tapi gue harus bagaimana? Vino dalam bahaya sekarang" ujar Thalita yang sudah sangat kalut. "dia benar-benar mengacungkan bendera perang dengan kita" Okta maupun Lita sama-sama terdiam memikirkan masalah ini. "kita butuh bantuan brotherhood" ujar Okta seketika membuat Lita menengok kearahnya. "tapi gue khawatir dengan Vino, bagaimana kalau dia mencelakai Vino? Dia mengancam gue untuk tidak memberitahukannya pada siapapun" ucapThalita dengan khawatir. "Pertama-tama kita cari tau dulu keberadaan Vino, dan selamatkan dia. Barulah kita kabarin brotherhood" ujar Okta membuat Lita mengangguk. “dan jangan loe tunjukkin dulu surat cerai itu” Tambah Okta dan Thalita kembali mengangguk. Farel membuka pintu kamar Vino. Terlihat Vino tengah meringkuk disudut ruangan dengan memeluk kedua lututnya. Bahkan Vino masih memakai seragam sekolanya. Farel menyekap anaknya sendiri di dalam ruangan ini."makanlah" Farel menyimpan nasi dan minumannya diatas nakas. Vino bangun dari duduknya dengan wajah yang basah dan masih terdengar segukan, Vino menatap takut kearah Farel."papa tidak ingin mendengar bantahan lagi, dan berhentilah menangis. Anak lelaki tak pantas menangis". "Vino tidak mau makan, Vino ingin bunda. Pak" ujar Vino dengan lirih "belum puas hukuman dari papa, hah?" Tanya Farel menatap Vino dengan tajam membuat Vino semakin ketakutan."jangan membantah lagi, dan cepatlah makan" tambah Farel dan berlalu pergi meninggalkan kamar Vino. Vino kembali menangis terisak. "bunda,,hikzz. Vino takut" isak Vino Siang itu, Thalita datang ke AMI Hospital dengan membawa kedua anaknya untuk memberi Dhika kejutan. Thalita ingin memanfaatkan sisa waktunya untuk terus bersama Dhika. Beberapa suster dan dokter menyapa Thalita. "selamat siang, pak direktur" sapa Thalita seraya memasuki ruangan Dhika yang merupakan direktur utama sekaligus seorang dokter bedah Thoraks dan Kardiovaskuler. Dhika yang di kenal dengan nama Dr. Pradhika Reynand Adinata adalah pewaris tunggal dari keluarga Adinata pemilik rumah sakit Adinata Medika Internasional atau biasa dikenal dengan AMI Hospital. Baru-baru ini Dhika memegang posisi direkturnya setelah pamannya, adik kandung papanya pensiun. Thalita sendiri adalah seorang dokter spesialis bedah Thoraks dan Kardiovaskuler, dia adalah asisten utama team operasi 1 di bawah bimbingan Dhika di AMI Hospital, hanya saja saat ini dia tengah mengambil cuti melahirkannya. Dengan mendorong kereta bayi, Thalitapun memasuki ruangan Dhika dan terlihat sudah ada Angga, atau Dokter Erlangga Prasaja.Dia juga seorang dokter di AMI Hospital, hanya saja dia seorang dokter umum. Erlangga adalah salah satu sahabat Dhika di Brotherhood begitupun juga dengan Oktavio Adelio Mahya, atau yang biasa di panggil Aligator oleh semua sahabatnya. Karena dia sespesies dengan para buaya darat di kalangan ibu kota. "sayang? kamu kenapa tidak kasih tau kalau mau datang?" Tanya Dhika sedikit kaget dan beranjak mendekati Lita,seraya mencium pipi dan kening Lita. "kejutan sayang" ucap Thalita dengan senyumannya. "halo, twins" Angga sudah beranjak dari duduknya dan memangku Leonna yang terlihat mengemuti kepalan tangannya, sedangkan Leon masih terlelap. Angga mengangkat tubuh Leonna ke udara membuatnya terkekeh senang."anak loe gemuk banget" ujar Angga yang tengah memangku Leonna "dialah yang selalu membuatku kelaparan saat hamil" kekeh Thalita yang kini berdiri di samping Dhika. "jadi ini saingannya Acha yah, si doyan makan kedua" kekeh Angga mencium pipi gembul Leonna. "Leon masih bobo saja" ujar Dhika hendak menggendongnya tetapi di larang Thalita. "jangan, dia baru tidur saat di mobil tadi" "kamu bawa mobil sendiri?" Tanya Dhika. "nggak sayang, aku di antar sopir mommy" ujar Thalita. Kini semuanya duduk di atas sofa yang ada diruangan milik Dhika. Dengan saling berbincang-bincang."kapan pulang, kak? Betah bener di tempatnya kak Elza" "disana tempatnya sangat bagus, pokoknya bikin betah deh" ujar Angga antusias dengan masih memangku Leonna. "ohya? Aku jadi penasaran". ‘apa sebaiknya aku ajak Dhika dan keluargaku untuk berlibur bersama? Supaya terhindar dari ancaman Farel. Apa sebaiknya kita tinggalkan kota ini atau perlu Negara ini untuk beberapa bulan. Setidaknya setahun aku dan keluargaku pergi. Tapi bagaimana dengan Vino? Aku tidak mungkin meninggalkannya, bagaimanapun juga dia adalah anakku, walau aku bukan ibu kandungnya. Aku yang merawatnya dari dia kecil. Bagaimana ini? Bagaimana caranya aku terlepas dari psychopath itu' batin Lita "sayang" Dhika menyentuh pundak Thalita membuatnya tersadar dari lamunannya."kamu melamun?" "itu-,, tidak kok sayang" jawab Thalita sedikit salting. "kamu baik-baik saja kan?" Dhika menyentuh kening Thalita. "kenapa akhir-akhir ini kamu terlihat tidak fokus" Tanya Dhika khawatir "aku baik-baik saja, sayang. Tenanglah" Thalita memasang senyumannya. Dhika hanya terdiam, merasa tak yakin dengan jawaban Thalita. Tetapi Dhika tak ingin memaksakan kehendaknya, mungkin Thalita butuh waktu untuk mengungkapkannya ke Dhika."oh ya kak Angga kenapa ada disini?" Tanya Thalita mencoba mengalihkan perhatian Dhika. "Kami hanya membicarakan mengenai Elza" Dhika yang menjawabnya. Dan mengalirlah pembicaraan Dhika dan Angga, sedangkan Thalita hanya mendengarkannya saja.   Saat ini Thalita dan Dhika pergi menuju rumah baru Angga di Jakarta. Angga memboyong keluarganya pindah ke Jakarta, karena awalnya mereka tinggal di kota kembang Bandung. Mobil sport milik Dhika sudah terparkir manis di pekarangan rumah Angga yang terlihat unik dan antik."rumah ini bener-bener sangat antik,," ujar Thalita saat sudah menuruni mobil.Rumah Angga adalah rumah peninggalan Belanda. Warna putih tulang dan hitam mendominasi bangunan ini. "ayo masuk" ajak Dhika seraya mendorong kereta bayi. Thalita berjalan disamping Dhika memasuki rumah yang pintunya sudah terbuka."assalamu'alaikum" teriak Dhika dan langsung di sambut hangat oleh semua orang yang ada di dalam rumah. "Twins datang" seru Irene menghampiri Dhika dan Thalita, dan langsung menggendong Leon. "aduh Leonard, tambah ganteng saja kamu" tambah Irene mengangkat tubuh Leon. "coba mana Leonna" ujar Serli seraya memangku tubuh Leonna. "yang liburan sampai lupa anak dan rumah" sindir Dhika membuat yang lain terkekeh "bener banget, si Verrel sudah merengek beberapa kali minta Bundanya" gerutu Okta. Thalita cipika cipiki dengan para wanita disana. "ini tidak salah beli, kak Angga?" Tanya Lita "iya nih si Angga aneh-aneh saja, pesen rumah malah rumah angker begini" ujar Dewi bergidik ngeri yang tengah menggendong Datan anak dari Oktavio dan Clarissa yang mempunyai panggilan Nela dan Crocodile. "tau nih Angga malah milih rumah ini" keluh Ratudengan masih membuka bungkusan vas dan gucci dari dalam kardus. "keren kali guys, antik rumahnya" kataAngga dengan santai sambil membuka beberapa kardus besar. "alah, bilang aja loe kagak punya duit" celetuk Okta yang tengah memangku beberapa barang di bantu Seno.Semuanya tertawa mendengar celotehan Okta. "bener banget, loe milih nih rumah karena loe nggak punya duit" tambah Daniel yang juga tengah membereskan beberapa barang. "kalian sungguh meragukan gue. Walau gue hanya seorang dokter,gue masih punya harta warisan bokap gue" ucap Angga dengan santai "hahahahaha… loe ngarepin warisan, padahal bokap nyokap loe saja belum mati" celetuk Seno yang tengah memindahkan meja. Sedangkan para perempuan tengah sibuk membantu kerjaan lainnya, Thalita dan Chacha tengah membuat makanan di dapur dan sisanya membereskan barang-barang kecil di ruangan itu. "tapi tetap saja gue bakalan dapet warisan nanti" ujar Angga ngotot "gimana kata loe deh, tapi gue kagak mau nginep" ujar Okta "kok gitu? Perjanjiannya kalian nginep disini sampai semua selesai" protes Angga "gue kagak mau, kasian si Datan. Disini berhantu" ujar Okta "jangan konyol, kagak ada hantu, gator" ujar Daniel "loe kagak percayaan amat, gini gini juga gue ada keturunan ki joko bodo, gue tau disini banyak hantu none none belanda" ujar Okta Prank "aaaaaaaaaa" teriak Chacha dan Thalita dari arah dapur "ada apa?" Tanya Dhika khawatir seraya menghampiri Thalita "dijendela dapur tadi-" ucap Lita terbata-bata "ada apa nela?" Tanya Okta juga menghampiri Chacha "di dapur, tadi ada nenek tua seperti orang belanda nongol di jendela. Nyeremin" ujar Chacha langsung memeluk Okta "tuh kan apa gue bilang, disini bener-bener berhantu" ujar Okta membuat yang lain berdiri menghampiri. "serius kalian?" Tanya Ratu penasaran. "serius Tu" jawab Lita dan Chacha dengan wajah pucat pasinya. "loe ngapain sih beli rumah angker" keluh Serli yang masih menggendong Leonna "masa sih? Itu anak-anak pada main di belakang rumah, tenang-tenang saja" ujar Angga masih tidak percaya. "biar gue periksa" ujar Dhika berjalan kearah dapur "gue ikut, penasaran sama hantu nenek Belanda itu" ujar Angga mengikuti Dhika.Dhika dan Angga memeriksa jendela dapur yang mengarah ke sebuah danau kecil yang berada tepat di samping rumah Angga. Danau itu dikelilingi pohon-pohon pinus tinggi. "loe sengaja pengen uji nyali? Nyari rumah di tempat kayak gini" ujar Dhika memeriksa keluar jendela. "ck, gue gak percaya yang kayak gitu" ujar Angga seraya membereskan wajan yang berserakan di lantai karena ulah Thalita dan Chacha. "gue periksa keluar deh" ujar Dhika membuka pintu dapur. "gak ada apa-apa, Ga" Dhika berjalan menuju danau itu untuk memastikan tak ada apa-apa. Tak lama Angga menghampiri Dhika yang berdiri di bibir danau. "apa ada sesuatu?" Tanya Angga sudah berdiri di samping Dhika yang tengah menatap kearah danau dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celanajeansnya. "tidak ada apa-apa, mungkin mereka hanya berhalusinasi" ujar Dhika "sepertinya, ayo masuk, lagi" jawab Angga "Ga, dulu loe bisa mengetahui tentang penyakit Lita. bagaimana?" Tanya Dhika membuat Angga menghentikan langkahnya. "kenapa loe menanyakan itu, Dhik?" tanyaAngga menengok ke arah Dhika. " Jangan pernah ungkit lagi masa lalu, Dhik. Kita sudah memiliki kehidupan yang bahagia sekarang" ujar Angga kembali berjalan dan berdiri tepat disamping Dhika. Keduanya sama-sama menatap ke arah danau di depan mereka. "jawab saja" ucap Dhika dengan datar "gue memergokinya saat di rumah sakit, guesedang magang di AMI hospital Bandung saat itu dan gue melihat sekaligus mendengar pembicaraan dia dengan dokter Shanty saat itu" ujar Angga menghela nafasnya. Masalalu yang tak ingin lagi ia ingat… "apa alasan dia menyembunyikannya dari gue?" Tanya Dhika melirik Angga. Angga terdiam sesaat seakan mengingat masa menyakitkan itu. "dia tak ingin membuat loe khawatir, dia tidak ingin terus membebani loe" jelasAngga menghela nafasnya, rasa bersalah dalam diri Angga pada Dhika dan Lita masih ada. "hanya itu alasannya?" Tanya Dhika sarkasis "loe kenapa sih? Tumben banget nanya itu" Tanya Angga penasaran membuat Dhika tersenyum dan menengok ke arahAngga. "gue merasa dia kembali menyembunyikan sesuatu dari gue" ujar Dhika. “dia berkali-kali berbohong dan gue tau dia sering bertemu gator secara diam-diam” "Si Gator? menyembunyikan apa? memang loe ada masalah sama dia? Gak mungkin penyakit ginjalnya kambuh lagi kan?" Tanya Angga bingung. "ntahlah, apa masalahnya gue gak tau. Tapi feeling gue mengatakan dia menyembunyikan sesuatu. Gue bukan Dhika yang berumur 22 tahun lagi, yang begitu saja akan percaya pada omongan Lita dan juga loe. Sekarang gue lebih percaya dengan feeling gue sendiri" ujar Dhika."loe tau kan feeling gue gak pernah keliru" tambah Dhika dan Angga masih mendengarkannya. "iya gue tau, loe menangani pasien selalu dengan feeling loe.” “Tapi apa yang Thalita sembunyikan kali ini, gue rasa tak ada yang harus disembunyikan lagi" ucapAngga. “dan gator? Mana mungkin dia juga ikut menyembunyikan sesuatu dari loe” Angga ikut bingung. "itu yang sekarang menjadi pertanyaan gue, entah apa yang dia sembunyikan kali ini dan apa alasannya menyembunyikan ini semua dari gue" Dhika berlalu pergi meninggalkan Angga sendiri dalam kebingungannya. "loe jangan banyak berprasangka buruklah sama Lita" ujar Angga yang mengikuti Dhika "kita lihat saja, sampai kapan dia akan menyembunyikannya dari gue. Gue akan mencari taunya" ujar Dhika tersenyum ke Angga. Dhika dan Angga kembali keruang tengah dimana semuanya tengah duduk resah dan saat Dhika kembali bersama Angga, semuanya langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Dhika dan Angga. "bagaimana?" Tanya Daniel "tak ada apa-apa" jawab Dhika "masa sih sayang? serius tadi aku lihat nenek-nenek" ujar Thalita bersikeras "Tanya saja Angga, aku bahkan memeriksanya sampai ke dekat danau" ujar Dhika "Dhika bener, gak ada apa-apa. Sudahlah, mungkin itu halusinasi saja" ujar Angga kembali membereskan beberapa barang. "mungkin saja, tadi itu nenek gayung lagi mandi di danau. Gara-gara cium bau masakan jadi dia ngintip ke jendela" ujar Seno asal "lagian ngapain tuh nenek goyang mandi di danau, sudah seperti gadis desa saja. Kagak punya toilet kali yah" ujar Okta yang mulai salah pengucapan. "gayung gator bukan goyang, sejak kapan tuh nenek berubah profesi" celetuk Serli membuat yang lain terkikik "si gator kepikiran lagu dangdut kali, makanya pengen goyang" kekeh Angga "sama saja, sama-sama awalnya huruf G dan akhirnya huruf NG" ujar Okta tak mau kalah "tapi tetep salah artian, Crocodile sayang" ujar Chacha yang tengah duduk diatas sofa "lagian terserah tuh nenek gayung mau mandi dimana-mana juga, kenapa loe yang jadi pusing mikirinnya" jawab Dewi membuat yang lain terkikik. "ya siapa tau kan dia kagak punya toilet, makanya keliling kampung sambil bawa-bawa goyang eh gayung." Ujar Okta. "anehnya orang-orang malah lari karena takut, harusnya kasih pinjam toiletnya. Kasian kan tuh nenek kagak bisa mandi-mandi" tambah Oktamulai melantur membuat yang lain menggelengkan kepalanya. "kenapa gak pinjamin toilet rumah loe saja" ujar Ratu "gue kagak mau minjemin toilet ke sembarang orang" ujar Okta. "ntar deh kalau gue ketemu tuh nenek gayung, gue kasih goceng biar dia bisa mandi di toilet umum. Jadi kan kagak bakalan bawa gayung kemana-mana lagi" tambahnya membuat yang lain terkekeh "dasar gator" ujar Dhika menggelengkan kepalanya "kayak berani saja loe" celetuk Seno "belum ngasih tuh uang, paling-paling loe langsung kabur" kekeh Daniel "ngeremehin alligator loe semua" ujar Okta "astaga, browniesnya" pekik Lita yang baru ingat tadi tengah membuat brownies. Thalita berlari kearah dapur dan terlihat ovennya sudah mengepulkan asap. Thalita segera membuka oven dan menarik wajannya. "awwww" pekik Thalita karena lupa tak memakai washlap tangan. "hati-hati saying." Dhika meraih tangan Lita dan meniupinya dengan lembut, membuat Thalita menatap wajah Dhika yang terlihat khawatir. ‘Waktu Kita tinggal 4 hari lagi, Dhika. Aku tak yakin apa aku mampu melepaskanmu dan meninggalkanmu bersama twins?’ batin Thalita. ‘Maafkan aku, Dhika’ tanpa terasa air mata Thalita menetes membasahi pipinya membuat Dhika kaget dan menatap mata Thalita seakan mencari sesuatu yang ada di sana. ‘Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Lita? Kenapa aku melihat begitu banyak beban dan keresahan dalam matamu. Kenapa kamu tak mau membaginya padaku? Bukankah aku ini suamimu’ batin Dhika. Malam menjelang, Brotherhood minus Elza sudah duduk di atas permadani setelah menyelesaikan semua pekerjaan mereka. Hari sudah berubah menjadi gelap, setelah menikmati makan malam bersama. Mereka bersantai di ruang tengah. Semua anak-anak mereka sudah terlelap di kamar yang sudah disediakan, termasuk Leonna, Leon dan Datan. Semuanya tengah bersantai sambil menonton acara televise,. Dewi terlihat tengah bersandar ke sofa di belakangnya sambil memainkan handphonenya. Okta tengah merebahkan kepalanya di paha Chacha sambil memakan kacang yang disediakan disana. Ratu tengah menyandarkan kepalanya ke bahu Angga karena kelelahan, Seno duduk disamping Dewi dengan Irene yang duduk diatas sofa tepat dibelakang Seno, Serli duduk disamping Daniel sambil menikmati cemilan yang ada. Dan Thalita terlihat tengah bersandar ke d**a Dhika yang duduk bersandar ke sofa di belakangnya. Thalita terlihat tidak ingin berjauhan dengan Dhika, dan itu bisa di lihat oleh Okta yang mengetahui semuanya."kita main tod yuk" ajak Irene tiba-tiba membuat yang lain menengok kearah Irene. "seru tuh kayaknya" ujar Dewi antusias. "gue setuju" ujar Dhika terdengar bersemangat. Setelah mendapat persetujuan dari semuanya, kini mereka sudah merubah duduk mereka menjadi membuat lingkaran. Semuanya duduk diatas permadani merah, di tengah-tengah mereka sudah ada botol bekas berwarna hijau. "oke kita mulai permainannya. Di mulai dari gue" ujar Daniel memutar botol itu. Seketika botol berhenti kearah Dewi. "oh sial, kenapa gueyang duluan" keluh Dewi "truth or dare?" Tanya Dhika "truth" jawab Dewi "si Dewi pengen nyari aman, sengaja gak milih berani" celetuk Seno "berisik loe" ujar Dewi "aku, aku yang mau nanya ke kak Dewi" ujar Chacha antusias. "baiklah, apa nela?" Tanya Dewi "berapa ratus wanita mantan kencannya Crocodile?" Tanya Chacha membuat yang lain kaget mendengarnya dan seketika terkekeh "pertanyaan macam apa itu? Kenapa gak kamu Tanyain langsung saja ke aku." Protes Okta "nggak mau, kamu banyak modusnya" ujar Chacha membuat yang lain terkekeh "berapa yah, kagak ke itung Chacha. Gue bukan sekretarisnya dia yang harus datain setiap cewek yang kencan dengannya" jawab Dewi "berarti banyak banget yah" keluh Chacha. "biarin saja, nela. Toh sekarang cinta aku hanya untukmu" goda Okta "modus ah kamu, ntar juga pupus tuh cintanya" ujar Chacha "nggak dong nela sayang, karena cinta dan sayang aku ke kamu itu bagaikan sebuah kuku" ujar Okta mulai mengeluarkan gombalannya. "kok cuma sebuah kuku? Pendek dong" keluh Chacha tak terima "iya, meskipun dipotong tetap akan tumbuh lagi dan lagi" ujar Okta dan itu mampu membuat Chacha bulshing seketika mendengar gombalan maut sang Crocodile. Sedangkan yang lain terkekeh mendengarnya. "cieeeee, si nela langsung bulshing" goda Seno "si gator benar-benar rajanya gombalan" kekeh Dewi "jangan percaya nela, itu hanya bualannya saja" celetuk Angga "heh Angga, sesama mantan don juan jangan saling menjatuhkan dong" protesOkta   "udah ah, ayo kita mulai lagi" kata Dewi kembali memutar botol itu, sampai botol itu berhenti di depan Daniel. "malah gue yang kena, sekarang" keluh Daniel "jujur atau berani?" Tanya Serli "berani deh" jawab Daniel "gue yang mau ngasih tantangan ke si Daniel" ujar Okta "muka loe mencurigakan, gator" ujar Daniel "payah loe, belum apa-apa juga" ujar Okta "ya udeh, apaan?" Tanya Daniel "loe tolong cariin gue satu ekor cacing diluar" ujar Okta dengan santai "loe gila !!" pekik Daniel dan yang lain tertawa mendengarnya. Semuanya tau kalau Daniel sangat takut pada cacing. "gue waras, Daniel. Cepetan deh, gue mau mancing besok" ujar Okta "loe bener-bener gila, kagak mau gue" ujar Daniel langsung menolak "payah loe ah, badan udah kayak Herculas. Eh nyali kayak daus mini cetek loe" ledek Okta "apa kata loe deh, pokoknya gue kagak mau. Gue musuhan sama berbagai jenis cacing dari sejak orok" ujar Daniel "payah loe, sudah 33 kali puasa dan lebaran, malahan sudah ngalahin bang toyib yang hilang kagak jelas. Loe masih saja gak saling maaf-maafan sama tuh cacing, ayo gue temenin loe cari cacing biar baekan gak pada berantem terus. Kagak baek musuhan lama-lama" ujar Okta membuat yang lain terkikik "gue kagak mau, Gator. Gimana kalau gini, loe dulu berdamai sama kecoa. Nah abis itu baru deh gue maaf-maafan sama tuh cacing" ucap Daniel asal "kenapa bawa-bawa si kecoa? Guesudah move on dari die, jadi jangan ungkit-ungkit lagi dia. Apalagi sebut namanya, kalau mendengar nama dia disebut, jantung gue seketika berdetak lebih cepat dari biasanya" ujar Okta lebay akut. "gue curiga loe mulai nyimpen perasaan sama tuh kecoa" ujar Irene terkekeh "bukan perasaan cinta, tapi perasaan ingin kabur dari tuh kecoa peot. Sudah seperti mantannya si nela saja" ujar Okta. "isshhh, kenapa bawa-bawa mantan" Chacha mencubit pinggang Okta "lah bener kan, si Gilang mirip kecoa peot" ujar Okta keukeuh "dasar aneh" gerutu Chacha "kagak mau loe?" Tanya Okta kembali melihat ke arah Daniel. "bukan nggak mau, tapi penuhi dulu syarat dari gue" ujar Daniel "mending kagak jadi ah" ujar Okta. "ayo mulai lagi" Okta kembali memutar botol itu dan berhenti tepat menunjuk ke Thalita. "yahhh" keluh Thalita "jujur apa berani?" Tanya Ratu "jujur saja deh, kalau berani takut dijahili" kekeh Lita "aku yang akan nanya" ujar Dhika, membuat Thalita langsung menatap Dhika yang berada disampingnya dengan ekspresi sedikit kaget. 'si Dhika pasti nanyain masalah yang tadi' batin Angga "k-kamu mau nanya apa, sayang?" Tanya Lita sedikit gugup "apa yang belum aku ketahui? Atau lebih tepatnya apa yang sedang kamu sembunyikan dariku" Deg 'kenapa Dhika menanyakan ini? kenapa harus bertanya seperti ini, sih' batin Lita. Oktapun ikut tegang melihatnya. 'sial, si Dhika memang sulit sekali di kibulin. Dia sudah seperti pemain insidious saja yang jadi lebih peka sekarang' batin Okta "jawab sayang, kenapa diam saja? Kalau memang tak ada yang harus kamu ceritakan, katakan saja tak ada, kenapa diam? Apa mungkin memang benar ada yang kamu sembunyikan dariku?" Tanya Dhika menyipitkan matanya menatap Thalita. "itu-" Thalita terdiam sesaat. "tidak ada kok sayang, aku nyembunyiin apaan coba dari kamu" kekeh Lita mencoba menstabilkan kegugupannya yang ditatap penuh intimidasi oleh Dhika. "begitu yah" jawab Dhika datar.'kamu pikir aku bodoh? Baiklah, biarkan aku yang mencari tahunya sendiri' "baiklah, kita mulai lagi" ujar Dhika memutar botol hingga terhenti tepat di depan Oktavio. "ya elah kenapa gue? Ini mah si Daniel bakalan balas dendam" ujar Okta "gue gak akan balas dendam, gue kan orangnya baik hati" ujar Daniel dengan bangga "baik hati pala loe" celetuk Dewi "jujur apa berani, gator?" Tanya Serli 'kalau gue jujur, si Dhika mungkin akan nanya itu lagi ke gue.. Lebih baik gue ambil tantangan saja deh' batin Okta "malah ngelamun, kesambet nenek gayung tau rasa loe" ujar Serli "gue ambil tantangan saja" jawab Okta akhirnya "gue yang akan menantang si gator" ujar Irene menyeringai "dari wajah loe, keliatan banget niat jahatnya" ujar Okta menaruh curiga "cemen loe, belum apa-apa juga" ujar Irene "ya udah apa?" Tanya Okta "gue pengen loe keliling danau itu sendirian" ujar Irene "kagak salah? Heh kaleng rombeng, ini sudah jam 10 malam. Guesudah kagak kuliah lagi yang harus ikut jerit malam, mana tadi ada nenek grondong di danau itu" protes Okta "sudah berubah lagi yah tuh nama nenek, dari nenek gayung ke goyang sekarang grondong" celetuk Ratu membuat yang lain tertawa. "gue kagak mau, gue mau tidur saja ah sama Datan" ujar Okta hendak beranjak tetapi langsung di tahan Seno yang duduk di sebelahnya. "masa sang alligator takut sama nenek-nenek sih" celetuk Seno "beda lagi nenek grondong ini.Dia punya ilmu hitam di dalam gayungnya itu" ujar Okta semakin asal. "cemen loe ah" ujar Angga "gue kagak cemen, gue hanya males ketemu tuh nenek goyang atau grondong, apalah itu.Gue kagak pernah kenalan sama tuh nenek jadi kagak tau nama aslinya" ujar Okta ngawur. "selain tuh nenek peot, gue juga males ketemu nyonya kunti, nyonya sundel bolong, pak pocong, ade dedemit dan om genderwo. Kalau sudah ketemu sama mereka, mereka suka berebut minta foto dan tanda tangan gue" tambah Okta asal "gak nyangka gue, keluarga si Okta semuanya makhluk halus. Ada bapak, ibu, om, ade dan nyonya." ujar Dewi tertawa diikuti yang lain "lagian yah gator, ramah sama fanz itu bagus lho. Biar ig dan twitter loe banyak yang follow" kekeh Daniel "tetep saja kagak mau" ujar Okta bergidik ngeri. Okta memang terkenalsangat penakut. "cemen loe ah" ujar Dhika Tiba-tiba saja lampu mati, membuat para perempuan menjerit karena kaget. "aku harus ke kamar, kasian anak-anak" ujar Lita menyalakan senter di handphonenya. "para perempuan, masuklah ke kamar. Biar kita lihat apa yang terjadi" ujar Dhika. Semua perempuan berdiri menuju kamar dengan menggunakan senter di handphone mereka. "gue akan periksa ke belakang, ada yang mau ikut?" Tanya Dhika "gue ikut loe" ujar Daniel.        "gue juga" ujar Angga "gue juga" ucap Seno "woii kok ikut semua? Nah gue gimana nasibnya dong?" protes Okta "loe diem saja di sini, nunggu nenek goyang loe datang" ujar Seno "kagak mau, gue ikut. Ntar yang ada gue diculik sama tuh nenek lagi, Karena gue terlalu tampan dan unyu" ujar Okta berlari dan langsung merangkul Dhika dan Daniel. "apaan loe, so akrab banget rangkul rangkul segala" ujar Dhika melepas rangkulan Okta "ya elah Dhik, gue takut" ujar Okta mendengus "dasar penakut loe" ledek Angga Semuanya berjalan menuju dapur dan pintu belakang. Mereka keluar rumah dan berjalan kearah tempat sikring listrik. "biar gue yang benerin" ujar Angga. Angga mulai memeriksanya dan Dhika menyorotinya dengan senter handphone di bantu Daniel. Seno asyik memainkan handphonenya sambil bersandar ke dinding sedangkan Okta terus menatap sekeliling dan sesekali mengusap tengkuknya. Tiba-tiba saja sebuah tepukan ringan mendarat di pundak Okta membuat Okta menegang kaku. "mbah, nenek, nyonya, eyang, ibu, bapak, siapapun itu. Please jangan ganggu gue" gumam Okta ketakutan "tuan..." suara lirih seseorang membuat Okta semakin merinding. "ini beneran si nenek goyang eh gayung itu" gumam Okta sudah sangat menegang."heh Seno,," panggil Okta dengan lirih tetapi tak terdengar olehSeno, semuanya sibuk masing-masing. "heh k*****t,, liat ke arah gue" bisik Okta dan tetap tak berpengaruh apa-apa sama yang lain.'baiklah Oktavio, loe harus berani hadepin nenek grondong ini. Loe adalah seorang alligator yang tak terkalahkan. Chayo gator, jangan kalah sama nenek yang hanya bisa bawa gayung kemana-mana' batin Okta dan langsung berbalik."aaaaaaaarrghhhhhh !!!" pekik Okta kaget hingga tersungkur ke tanah, alhasil pantatnya membentur tanah. Keempat sahabatnya menengok dan melihat kearah nenek-nenek yang tengah menyorotkan senter."nenek gayungnya datang,,,!!!" pekik Okta ketakutan. "maaf, apa saya membuat anda kaget?" Tanya nenek yang terlihat seperti orang belanda itu. Rambutnya blonde sebatas pundak bergelombang berwarna emas, kulit putih pucatnya yang terlihat keriput.Seno membantu Okta untuk berdiri, kelima lelaki itu menatap nenek dengan seksama hingga menimbulkan lipatan kecil di dahi mereka. "nek, gayungnya mana? Kok gak dibawa?" Tanya Okta tiba-tiba membuat nenek itu mengernyitkan dahinya bingung. "hush,, gator" tegur Daniel "oh iya, mungkin nenek ini nenek goyang yah. Tuh makanya jalannya agak bongkok" ujar Okta makin asal dan langsung mendapat jitakan dari Seno "kagak sopan !!" celetuk Seno membuat nenek itu tersenyum. "nama saya nenek Aline, saya yang menjaga rumah ini. Rumah saya tak jauh dari sini, tadi sore saya hendak menyapa kalian. Tetapi malah membuat kedua wanita itu kaget" jelas Aline membuat yang lain bernafas lega, mereka sudah salah paham ternyata. "jadi nenek bukan nenek-nenek yang ada di film itu yah, yang suka bawa gayung kemana-mana untuk numpang mandi" ujar Okta membuat nenek Aline terkekeh dan menggelengkan kepalanya."tapi bener sih, nenek kelihatan jauh lebih cantik dan bule di banding tuh nenek yang di dalam film" tambah Okta "maaf nek, sahabat saya ini memang rada-rada" ujar Angga "tidak apa-apa, tuan. Saya kemarin mendapat kabar dari pak Albert pemilik rumah ini, kalau hari ini akan ada penyewa baru disini" ujar Aline "saya Erlangga, nek. Saya yang membeli rumah ini" ujar Angga berjabat tangan dengan Aline.Okta masih menatap dengan seksama nenek Aline itu. 'kakinya napak ternyata, tangannya dingin kagak yah' batin Okta "apa kalian semua yang menempati rumah ini?" Tanya Aline "tidak, hanya saya bersama istri dan anak saya" ujar Angga "kalian sudah menikah? wah, tidak menyangka. Nenek kira kalian masih pada bujangan lho" kekeh Aline "tidak nek, kami sudah menikah dan memiliki anak" jawab Daniel membuat nenek mengangguk paham. Tak lama lampupun kembali menyala. "disini memang sering sekali mati lampu atau pemadaman sementara dari PLN" jelas Aline sambil mematikan senternya. "kenapa begitu nek?" Tanya Angga heran "nenek juga kurang paham" kekeh Aline. "kalau begitu, mari masuk nek. Saya kenalkan nenek dengan istri saya" ujar Angga Semuanya beranjak memasuki rumah Angga. Para perempuan keluar dari kamar saat mendengar suara langkah kaki. Thalita terpekik kaget melihat nenek Aline, begitupun denganChacha. "crocodile, itu nenek gayung yang tadi" ujar Chacha "dia bukan nenek gayung, Nela. Tapi nenek goyang, iyakan kan nek" ujar Okta dan Aline hanya terkekeh saja. "ini nenek Aline, dia pengurus rumah ini. Tadi itu dia hendak menyapa kita tapi kalian malah lari ketakutan" jelas Angga membuat Lita dan Chacha tersenyum malu. "maafkan kami yah nek, kami tadi sangat kaget" ujar Lita "tak apa-apa" ujar Aline "nek, ini istri saya Ratu namanya" ujar Angga membuat Ratu tersenyum manis               “Sayang kamu dimana?” Panggil Dhika. Dhika mencari Thalita ke dalam kamar mereka tetapi Thalita tak ada disana. Dhika hendak berlalu pergi meninggalkan kamar mereka tetapi irish matanya menangkap amplop coklat yang berada di laci nakas dekat ranjang. Dhika berjalan mendekati laci dan mengambil amplop itu dan membukanya, Dhika mulai membaca isi dari dalam amplop itu. Deg…. Dhika mematung di tempatnya, matanya membelalak lebar membaca isi surat itu. Itu adalah surat gugatan cerai dari Thalita pada dirinya.  “apa maksudnya ini?” gumam Dhika tak percaya. Ceklek…Dhika berbalik dan terlihat Thalita berdiri di ambang pintu. Mata Thalitapun melotot sempurna saat melihat apa yang tengah Dhika pegang. Keduanya masih mematung dan saling menatap penuh luka. Dhika berjalan mendekati Thalita yang masih berdiri di tempatnya. “apa ini?” Tanya Dhika masih menahan emosinya. Thalita masih mematung di tempatnya, bahkan Thalita tak mampu menatap mata hazel milik Dhika. Thalita masih menunduk menahan air matanya tanpa berkata apapun. “APA INI????” Dhika membentak Thalita dan Thalita hanya bisa menunduk dan menangis. “Thalita Putri Casandra jawab !!! Jangan hanya diam saja, bahkan kamu sudah menandatanganinya” ucap Dhika dengan mata merahnya menahan air mata dan emosinya. Thalita masih menunduk dan menangis. Dhika mencengkram lengan Thalita sehingga Thalita meringis dan akhirnya menatap kearah Dhika. “lepaskan Dhika, kau menyakitiku” ringis Lita “Jawab !!!!” bentak Dhika. “apa maksudnya ini???” Dhika begitu emosi. “aku ingin kita bercerai” cicit Thalita bersamaan dengan air matanya yang luruh. “apa maksudmu? Bukankah selama ini kita tak pernah punya masalah apapun? Kenapa mendadak kamu ingin kita bercerai?” “Tolong lepaskan dulu, kau menyakitiku Dhika” ringis Thalita dan Dhikapun akhirnya melepaskan pegangannya pada Thalita. “Katakan” Tanya Dhika masih menatap Thalita dengan tatapan terlukanya. Thalita menahan kesakitan dalam hatinya menatap tatapan Dhika. Tatapan yang sama sekali tak ingin Thalita lihat lagi. “A-aku” Thalita langsung memalingkan wajahnya kearah lain dan berjalan mengjauhi Dhika. Bunda….. tolong Vino Bunda,,,, Kamu dengarkan Thalita, cepat selesaikan urusanmu dan kembali padaku. Jangan membuang-buang waktumu sebelum aku membunuh Vino. “aku apa? Ada apa ini? Aku tau kamu menyembunyikan sesuatu dariku” ucap Dhika kembali berjalan ke hadapan Thalita. “aku ingin kita bercerai” Deg “aku ingin kita bercerai Dhika” ucap Thalita sekuat tenaga menekan hatinya yang terluka dan menatap ke arah Dhika dengan tatapan datarnya. “apa alasannya?” Tanya Dhika menatap Thalita dengan tatapan terlukanya. “karena selama ini aku berpura-pura menerimamu, Aku sebenarnya sudah tak mencintaimu lagi setelah 10 tahun berlalu. Tetapi saat itu kondisi kamu semakin drop dan aku berusaha  menerimamu lagi. Aku bersabar selama setahun pernikahan kita, tetapi ternyata aku tidak bisa mencintaimu lagi. Karena itulah aku mengajukan gugatan cerai padamu” ucap Thalita dengan datar. Dhika tersenyum kecil seraya memalingkan wajahnya. “kamu pikir aku akan percaya?” pertanyaan Dhika membuat Thalita menatap ke arahnya. Mata Dhika terlihat sudah berkaca-kaca. Thalita bahkan tak mampu untuk tetap menatap mata hazel Dhika yang terlihat begitu terluka. “kamu pikir pernikahan ini lelucon? Kamu pikir aku berhak menerima belas kasihanmu, Thalita?” Tanya Dhika, dan itu membuat Thalita menundukkan kepalanya. Mulut Thalita seakan sudah di kunci rapat dan tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. “kamu pikir aku percaya dengan semua ini?” ucap Dhika terdengar lirih.  Dhika mengusap kedua matanya yang terasa berkabut karena air mata yang menumpuk dan setelahnya Dhika langsung beranjak pergi meninggalkan Thalita sendiri. Setelah kepergian Dhika, Thalita terduduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya begitu hancur, sangat hancur. Hanya ini yang bisa Thalita lakukan. ‘kenapa tuhan? Kenapa ujian ini begitu berat? Tidakkah cukup cobaan cinta kami 10 tahun yang lalu, kenapa sekarang juga? Apa salahku, Tuhan…..’ Jerit batin Thalita. Dhika menyetir mobilnya tak karuan, pikirannya melayang entah kemana. Dhika tak percaya kalau Thalita tega menggugatnya. Apa salahnya sampai dirinya terus di sakiti. 10 tahun yang lalu dia menderita karena menanti Thalita kembali, dia berjuang untuk mendapatkan Thalita kembali dan sekarang setelah semuanya menjadi lebih baik. Thalita dengan mudahnya mengatakan itu.“tega sekali dia mempermainkanku” gumam Dhika. “Shitt !!!”Dhika mengumpat kesal dan memukul setir mobilnya.Dhika menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan menyandarkan kepalanya ke jok mobil. Karena selama ini aku berpura-pura menerimamu, Aku sebenarnya sudah tak mencintaimu lagi setelah 10 tahun berlalu. Tetapi saat itu kondisi kamu semakin drop dan aku berusaha  menerimamu lagi. Aku bersabar selama setahun pernikahan kita, tetapi ternyata aku tidak bisa mencintaimu lagi. Karena itulah aku mengajukan gugatan cerai padamu… “Sialan !!!” Dhika kembali memukul setirnya karena kesal. Kata-kata Thalita mampu menyesakkan dadanya, mata Dhika sudah memerah menahan air mata dan emosinya. Pikirannya melayang membayangkan saat mereka menikah, honeymoon dan memiliki twins. Dhika merasa tertipu oleh Thalita, Dhika merasa di bodohi oleh Thalita. “twins” gumam Dhika teringat kedua buah hatinya yang umurnya belum genap satu tahun, bahkan twins masih membutuhkan ASI dari ibunya. Dhika juga membayangkan bagaimana kalau Thalita juga tega membawa twins bersamanya. “Tidak !!” gumam Dhika dengan tatapan tajamnya. “apapun yang terjadi, aku tak akan membiarkan sesuatu yang sudah menjadi milikku pergi begitu saja. Aku tidak perduli, Thalita akan senang atau tidak yang jelas sampai kapanpun juga aku tak akan pernah menerima perceraian ini. Sampai kapanpun juga aku tak akan biarkan dia pergi dariku. Karena dia hanya milikku,, dan akan terus seperti itu” gumam Dhika penuh penekanan. Saat ini Dhika tengah berkumpul bersama Daniel, Angga, dan Seno di sebuah restaurant mewah dengan memilih private room.  “ada apaan Dhik? Tumben banget loe ngajak kita ngumpul disini, di tempat tertutup juga” Tanya Daniel             “si gator juga belum datang” ucap Seno             “gue gak undang si gator” ucap Dhika dengan datar membuat ketiga sahabatnya terpekik kaget.             “apa ini ada hubungannya sama yang loe katakan waktu itu?” Tanya Angga membuat Daniel dan Seno menengok kearahnya.             “ada apaan sih ini?” Tanya Seno penasaran. Tanpa berbicara apapun, Dhika menyerahkan surat gugatan cerai Thalita ke tiga sahabatnya. Angga yang pertama membacanya langsung membelalak lebar.  Daniel merebut kertas itu dan membacanya bersama Seno ikut terpekik kaget melihatnya. Mereka tak menyangka Thalita akan menggugat Dhika, bahkan sudah di bubuhkan tanda tangan Thalita.             “loe ada masalah sama Lita?” Tanya Seno             “nggak” jawab Dhika menghela nafasnya             “lalu ada apa, Dhika? Kenapa Lita mendadak menggugat loe?” Tanya Daniel bingung.             “dia bilang, kalau dia tidak mencintai gue. Dia mau nikah sama gue karena kasihan melihat gue yang hancur saat itu. Dia berharap selama berumah tangga perasaannya akan kembali muncul tetapi dia bilang kalau perasaan cinta itu tak pernah ada” ucap Dhika membuat ketiga sahabatnya melongo kaget.             “dan loe percaya?” Tanya Angga             “tidak” jawab Dhika, “kalian ingatkan saat Thalita ulang tahun, disana gue melihat ada beban dan ketakutan di matanya. Gue coba mengacuhkannya, tetapi semakin kesini semakin menjadi. Tetapi Lita tak mau terbuka sama gue” ucap Dhika menghela nafasnya             “lalu hubungannya sama gator? Kenapa loe gak undang dia kesini?” Tanya Seno             “karena sudah berkali-kali gue mergoki mereka berduaan. Bahkan Thalita berbohong ke gue. Dia bilang sedang sendiri, padahal jelas-jelas gue lihat dia sedang bersama si gator” ucap Dhika             “loe gak curiga Lita dan gator-“ Seno menggantungkan ucapannya             “ya nggaklah, gue percaya sama si gator. Tapi gue curiga kalau mereka ada sesuatu yang di sembunyiin dari gue” ucap Dhika             “berarti kita harus memecahkan kasusnya itu” ujar Daniel             “itu alasannya kenapa gue ajak kalian ketemuan disini” ujar Dhika             “kita akan bantu loe” ucap Daniel yang di angguki Angga dan Seno.             “Niel, gue minta tolong loe cek ke pengadilan agama ini, siapa yang mengajukan permintaan gugatan cerai ini dan kapan. Gue curiga ada oranglain di balik ini semua” ucap Dhika yang di angguki Daniel seraya mengambil surat perceraian itu.             “dan kalian, tolong ikuti gator kemanapun dia pergi” ucap Dhika             “oke” ucap Angga dan Seno. Vino masih duduk di atas ranjang, sudah 3 hari dia di kurung di dalam kamarnya tanpa boleh sekola dan melakukan hal lain. Vino juga jarang memakan makanan yang di sodorkan Farel padanya. Kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Anak berusia 6 tahun itu sudah banyak mengalami kejadian yang menakutkan."mama, apa Vino bisa pergi ke mama?" gumam Vino menatap foto Mira yang tengah tersenyum manis. "kenapa papatidak pernah menyayangi Vino, ma? Apa salah Vino?" gumam Vino dengan tangisannya. Ceklek….Pintu di buka dan menunjukkan Farel disana dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Farel duduk di sisi ranjang dekat Vino. "cepat makan !!" ujar Farel dengan dingin "Vino gak mau" ujar Vino "jangan membuat papa bersikap kasar, Vino. Cepat makan !!" ujar Farel penuh penekanan tetapi Vino masih menggelengkan kepalanya. Farel yang sudah sangat kesal langsung menjambak rambut Vino dengan keras membuat Vino meringis dan menangis. "papa ampun, sakit pa...hikzzzz" isak Vino "cepat makan !!!" bentak Farel membuat Vino mengangguk lemah. Farelpun melepaskan cengkramannya dan menyodorkan nasi beserta lauk pauknya ke Vino. Vino mulai memakan makanannya dengan isakan kecil masih keluar dari bibirnya. "anak laki-laki t    idak boleh cengeng" ujar Farel dan Vino berusaha keras menahan isakannya."kamu akan papa pindahkan lagi ke WINA" ujar Farel dingin membuat Vino mengangkat kepalanya karena kaget. "tapi pa-" ucapan Vino terhenti saat tatapan tajam menyeramkan milik Farel menusuk ke mata hitam bulatnya. Pagi ini Claudya tengah berdandan secantik mungkin untuk pergi ke rumah sakit. 'saatnya beraksi Claudya Ananda Lawren,, taklukan Dhika. Dulu aku selalu maju mundur, dan sekarang saatnya aku melangkah maju’. Senyum misterius tercetak di bibir tebal merah meronanya. 'sekarang aku tidak perduli lagi mau dia punya istri atau tidak. Toh aku ikhlasin juga, hati aku malah makin sakit. Apalagi sekarang Farelpun ada affair denganThalita' Tak lama terdengar suara bel apartement berbunyi, membuat Claudya yang tengah merapihkan rambutnya menghentikan aktivitasnya."siapa yah" gumam Claudya dan beranjak menuju ke pintu apartement.Dibukanya pintu apartement, dan terlihat Farel berdiri disana dengan memasang senyuman kecilnya. "kamu terlihat cantik sekali pagi ini, Nanda" ujar Farel "ada apa?" Tanya Claudya dengan sinis membuat Farel terkekeh kecil dan nyelonong masuk ke dalam apartement. "Sepertinya kamu tau kalau pagi ini aku akan datang, setelah lama aku tak datang" ujar Farel tersenyum kecut.Claudya tak memperdulikannya dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tas dan kunci mobilnya. Tetapi sebelum itu terjadi, Farel sudah menangkap lengan Claudya dan menyudutkannya ke dinding. "sayang sekali, kalau kecantikan ini kamu umbar di rumah sakit. Apalagi untuk pasien pasienmu" sindir Farel yang sebenarnya tau untuk siapa Claudya berdandan. "menyingkirlah, Farel. Aku sudah terlambat ke rumah sakit" ujar Claudya tajam "ck, ketus sekali kamu sayang" Farel memainkan jari tangannya menyusuri garis wajah Claudya hingga turun ke leher Claudya membuat Claudya menahan nafasnya."kamu marah, karena aku pergi begitu lama" bisik Farel mendekatkan bibirnya ke telinga Claudya dan sedikit meniupnya membuat Claudya menutup matanya saat merasakan tubuhnya meremang. Tetapi seketika tangan Farel yang tengah bermain nakal di leher Claudya mencekik Claudya membuatnya terpekik kaget dan memegang tangan Farel yang mencekiknya. "Fa-rel" ujar Claudya tercetak "dasar jalang !! kau pikir aku tidak tau, Hah? Kau sedang menggoda Dhika kan" pekik Farel emosi semakin mengencangkan cekikannya. "Rel,," Claudya sudah sangat kesulitan untuk bernafas. "aku datang untuk menyampaikan sesuatu" ujar Farel. Wajah Claudya sudah sangat memerah. "Rel, ku-mo-hon le-pas a-ku ti-dak bi-sa ber-na-fas" ujar Claudya terbata-bata "lihat ini" Farel melempar beberapa foto dari amplop coklat yang dia pegang ke atas meja. Foto dimana Claudya tengah berciuman dengan seorang pria yang memunggunginya, ada juga yang tengah berpelukan, dan tengah bercanda. Tetapi foto mesra itu semua, posisi sang pria memunggungi camera. Ada dua foto dimana Claudya tengah menatap laki-laki yang terngah fokus membaca buku disampingnya, lelaki itu tak lain tak bukan adalah Dhika saat masih muda. Ada juga foto saat Claudya tengah menyodorkan air mineral ke Dhika yang terlihat memakai pakaian basketnya."laki-laki yang jadi selingkuhanmu itu Dhika, hah !!!!" bentak Farel, Claudya masih terdiam menatap foto-foto itu. Brak….Farel menggebrak meja membuat Claudya terlonjak kaget."JAWAB, JALANG !!!" bentak Farel sudah menjadi seorang devil menakutkan. Dengan ragu Claudya mengangguk. Plak "JAWAB DENGAN MULUTMU, JALANG !!!" "iya, lelaki baik dan lembut itu adalah Dhika, kami satu kampus" cicit Claudya sambil memegang pipinya yang terasa memanas dan seketika Farel kembali menjambak rambut Claudya hingga Claudya berdiri."ku mohon, lepaskan Farel. Sakit,, hikzzzz" isak Claudya memohon. "apa, lepaskan? Sekarang kau memohon? Dimana Claudya Ananda yang selalu angkuh, hah?" bentak Farel, Claudya terus mencoba melepaskan jambakan Farel."kamu pikir aku akan memaafkan pengkhianatanmu ini? aku hancur karena kamu, CLAUDYA !! Aku sudah menunggu selama 9 tahun untuk melakukan pembalasan ini" bentak Farel menggelegar seraya menghempaskan Claudya ke lantai, membuat kening Claudya menyentuh sisi meja hingga memar.Farel kembali menarik lengan Claudya membuat Claudya berdiri dan berhadapan dengan Farel yang sangat menakutkan. "aku akan membuatmu lebih menderita lagi daripada ini, DENGAR NANDA !!!" ujar Farel tajam. "dan jangan harap Dhikamu akan aku lepaskan begitu saja" Farel menghempaskan kembali tubuh Claudya hingga tersungkur ke lantai.Farel berjalan melewati tubuh Claudya, meninggalkan Claudya yang terisak sendiri menahan kesakitannya. 'tidak akan aku biarkan Thalita tenang begitu saja, dia juga harus merasakan rasa sakit ini' batin Claudya geram.   Claudya berjalan di lorong rumah sakit, luka memar di keningnya ditutupi rambutnya, membuatnya berjalan dengan menundukan kepala. Duk "awww" pekik Claudya memegang keningnya yang sangat sakit. "kamu tidak apa-apa, Claud?" seseorang yang ditabrak Claudya berbalik. Orang itu adalah Dhika yang tengah berbicara dengan suster yang bertugas di meja receptionist.Claudya terlihat menitikkan air matanya karena rasa sakit yang teramat di kepalanya."kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Dhika kaget melihat Claudya menangis."Claud" panggil Dhika, tetapi Claudya masih menunduk memegang keningnya yang terasa berdenyut. Dengan terpaksa Dhika menyentuh dagu Claudya dan mengangkat kepalanya, membuat Claudya menatap mata Dhika dengan kesakitan. Dhika menyampirkan poni Claudya dan kaget saat melihat kening Claudya yang memar. "apa ini karena menabrakku, barusan?" Tanya Dhika dan Claudya menggelengkan kepalanya."sus, tolong kamu kompres kening dokter Claudya yah" "baik pak" jawab suster. Dhika hendak beranjak tetapi langkahnya tertahan karena Claudya memegang lengan Dhika.'aku mau kamu yang mengobatinya, Dhika' batin Claudya. Ingin sekali Claudya mengatakan itu pada Dhika. Dhika melihat ke arah Claudya dengan kernyitannya dan melihat ke arah lengannya yang di tahan Claudya. "ada apa, Claud?" Claudya masih menatap mata coklat milik Dhika yang melihat kearahnya dengan lipatan di keningnya. Dari lorong lain, Thalita tengah berjalan menuju ruangan Dhika,tetapi langkah Thalita terhenti saat melihat pemandangan yang menyakitkan di depannya. Dimana Claudya dan Dhika tengah saling menatap. Ada rasa sakit yang menyeruak di dalam hatinya, matanya sudah berkabut. Thalita menahan dan berusaha melawan rasa sakit di dalam hatinya. Thalita datang untuk menanyakan perihal surat perceraian mereka karena semalam Dhika tidak pulang ke rumah.'tidak Lita, jangan lagi melepaskannya' batin Thalita seraya memejamkan matanya menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga dadanya yang terasa kosong.Hatinya semakin hancur danada rasa tak rela melihat Dhika bersama wanita lain. Dhika yang sadar terlebih dulu, segera memalingkan pandangannya ke arah lain dan tepat saat itu, pandangan Dhika bertemu dengan mata hitam milik Thalita yang terlihat menatapnya datar. Dhika melepas pegangan Claudya dan kembali menatap ke arah Thalita yang masih berdiri di tempatnya."Claud, suster Helmi akan mengobatimu. Aku duluan yah" Dhika beranjak pergi bahkan tanpa melirik kembali kearah Thalita membuat Claudya menatap mereka dengan penuh kecurigaan. Tanpa berkata apapun, Thalitapun beranjak menuju ruangan Dhika meninggalkan Claudya sendiri.             “ada apa?” suara dingin itu terdengar saat Thalita memasuki ruangan milik Dhika. Terlihat Dhika tengah berdiri dengan memunggungi Thalita menatap keluar jendela.             “aku datang ingin menanyakan masalah yang kemarin”             “sebegitu inginkah kamu bercerai denganku?” pertanyaan Dhika membuat Thalita mengepalkan kedua tangannya kuat hingga buku tangannya memutih. Sekuat tenaga Thalita menahan air matanya yang sudah menggantung di pelupuk matanya. Di tatapnya punggung lebar dan kekar milik Dhika, ingin rasanya Thalita memeluk punggung itu dan meluapkan segala keresahan yang ada di dalam hatinya.Merasa tak ada jawaban, Dhikapun berbalik dan pandangannya langsung terpaut dengan mata indah milik Thalita. Keduanya saling bertatapan penuh luka. Aku hidup hanya untukmu, telah aku serahkan hidupku hanya untukmu…   Dalam setiap untaian doa, aku selalu menyebut namamu,, Dalam pikiranku hanya ada kamu,,, Pembicaraanku, keputusanku, ketenanganku, juga rasa sakitku.. Itu hanya karena kamu.. Kesetiaan cinta kamulah yang selalu menjagaku selama ini… Bila aku harus pergi sekarang, maka selamanya aku akan hidup di dalam hati kamu,, Dan nama kamu akan abadi terukir di hatiku.. Karena hanya kamu,,, Sekarang dan selamanya hanya kamu… Cintaku hanya untukmu… Dan akan selalu begitu…   Dhika segera memalingkan pandangannya, Dhika semakin yakin kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Dan Dhika akan mencaritahunya sendiri. “aku tak akan pernah menandatanganinya, jadi pulanglah,” ucap Dhika beranjak menuju meja kerjanya dan membuka beberapa berkas yang ada di atas meja.             “Kenapa? Bisakah kamu tidak menyulitkanku?” tanya Thalita.             “Apa yang membuatmu sulit? Apa karena aku tidak menandatangi surat perceraian itu?” tanya Dhika. “Aku harus pergi sekarang ke Bogor dan mungkin untuk beberapa hari, jadi lebih baik kamu pulang dan jaga kedua anak kita,” ucap Dhika melepas jas dokternya dan memakai jas hitam miliknya.             “Akan berapa hari kamu pergi?” Thalita menahan pergelangan Dhika yang baru saja hendak melewatinya. Dhika masih terdiam, Dhika mencoba mendalami irish mata Thalita yang terlihat berkaca-kaca.             “Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Dhika dan Thalita segera memalingkan wajahnya seraya melepas pegangannya pada pergelangan tangan Dhika. Thalita menatap kosong ke depan dengan Dhika masih berdiri di belakang Thalita. Dhika membuka pintu dan menutupnya lagi tanpa beranjak sedikitpun, dan seketika tangis Thalita pecah. Thalita menangis dengan wajahnya yang menunduk. Tangisannya sangat menyayat hati, bahkan Dhikapun mampu merasakan kepedihan dan kepiluan dalam tangisan Lita. Dhika semakin yakin kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Dhika yang tak bisa melihat Thalita menangis, langsung menarik lengan Lita membuat Thalita berbalik dan langsung menabrak d**a bidang milik Dhika. Thalita terpekik saat tau kalau Dhika masih ada di belakangnya. Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, Dhika mengelus punggung Thalita yang menangis sejadi-jadinya di pelukan Dhika. Tanpa terasa air mata Dhikapun menetes mendengar isakan dari Thalita yang sangat memilukan. Dhika pergi ke Bogor untuk menyelesaikan beberapa masalah. Dan tanpa sepengetahuan Dhika, Okta membuntuti Dhika karena keinginan Thalita. Dan tanpa Oktavio sadari, Angga, Daniel dan Senopun mengikuti Okta dari belakang.  “Si Dhika kelihatannya aman-aman saja,” gumam Okta terus menatap mobil audy hitam di depannya tanpa menoleh kebelakang dimana ada mobil Range Rover putih milik Angga.             “Itu si gator kagak nyadar ada kita yah,” ujar Daniel yang duduk di kursi penumpang depan di samping Angga yang tengah menyetir.             “Kita sudah seperti main petak umpet,” kekeh Seno yang duduk di jok penumpang belakang.             “Benar, main detektif detektifan dan targetnya sahabat sendiri,” kekeh Angga.             “Si gator gak professional main detektifannya, masih saja bisa kita kibulin,” kekeh Daniel.             “Si Dhika udah di kasih tau?” tanya Seno.             “Sudah tadi, gue kasih tau kalau si gator ngikuti dia,” ujar Daniel “berarti bener yah kalau kali ini Lita ngumpetin sesuatu sama Gator.”             “Tapi ada yang janggal deh sama Papanya Vino,” ucap Daniel seketika membuat Angga dan Seno menengok.             “Maksud loe?” Tanya Angga.             “Gue sudah datang ke pengadilan agama dan menanyakan perihal surat gugatan itu dan ternyata bukan Lita lho yang mendaftarkannya tetapi nama Farel. Awalnya tuh petugas gak mau kasih tau, tapi setelah gue cari tau lagi ternyata benar Farel yang mendaftarkannya,” jelas Daniel.             “Ini mencurigakan, tetapi setahu gue setelah pernikahan Dhika dan Lita. Papa kandung Vino menghilang tanpa jejak,” ucap Seno.             “Itu yang sedang gue dan Dhika selidiki,” ucap Daniel.   Malam itu, Okta baru saja keluar dari kantornya. Pekerjaannya sangat menumpuk hingga larut malam baru selesai. Okta memasuki mobilnya sendiri dan mulai berlalu meninggalkan kantornya. Saat di persimpangan jalan yang cukup sepi, mobil Okta di cegat oleh beberapa orang bertubuh besar dengan menggunakan motor, mereka palangin di tengah jalan. "apaan ini, 8 gorilla berdiri depan mobil gue" gumam Okta melihat orang-orang di depannya. "ini benar-benar akan menyusahkan, gue harus melawan gorilla gorila jelek ini" Okta segera turun dari dalam mobilnya dan berjalan ke depan mobilnya. "ada apa ini, kalian mau merampok?" Tanya Okta dan ke delapan orang itu terkekeh. "kita tidak butuh harta loe, kita hanya butuh nyawa loe" ujar salah seorangnya dengan sarkasis "apa alasannya? kalian ingin mengambil nyawa gue?" Tanya okta santai dengan melipat kedua tangannya di depan d**a. "karena loe sudah lancang mencuri data tentang bos kami" "Farel" gumam Okta tersenyum sinis. "jangan banyak bacot, ayo serang lelaki itu" perintah salah satunya. "ini akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit" gumam Okta yang merasa sudah lelah karena mengerjakan beberapa pekerjaan di kantornya. Okta mulai melawan mereka dengan sedikit kesulitan karena di keroyok. Salah satu dari mereka tiba-tiba saja menendang perut Okta membuat Okta tersungkur mundur beberapa langkah dan kesempatan itu di manfaatkan oleh kedelapannya untuk mengeroyok Okta hingga Okta kehilangan kesadarannya. "ayo, orang ini sudah mampus" ajak bos dari mereka dan pergi meninggalkan Okta yang tergeletak diatas tanah dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Angga yang saat itu kebetulan bertugas shif malam di rumah sakit. Angga baru saja memeriksa pasien, tak lama seorang perawat laki-laki menghampirinya. "maaf dokter, ada pasien yang baru saja masuk di ruang UGD" ujar perawat itu "baiklah" ujar Angga beranjak pergi menuju ruang UGD. Sesampainya disana, Angga melihat brangkar yang diisi pasien. Hanya saja tubuhnya tertutupi tirai. Angga berjalan mendekati brangkar itu. "astaga !!!" pekik Angga kaget melihat Okta yang terbaring di atas sana. "gator, bagaimana ini bisa terjadi" ujar Angga yang syok melihat keadaan Okta yang masih tak sadarkan diri. Wajahnya sudah babak belur, darah keluar dari pipi, sisi alisnya, bibirnya dan hidungnya. Kemeja putihnya sudah penuh darah. Angga beranjak keluar ruangan mencari perawat yang tadi memberitahunya. Hingga di lobby, dia dapat menemukannya. Si petugas menunjuk kearah sopir taxi yang mengantar Okta. Sopir itupun mengaku menemukan Okta tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Setelahnya, Angga membawa Okta ke ruang lab untuk melakukan rontgen pada tubuh Okta. "siapa sebenarnya yang melakukan ini sama si gator? Apa ini ada hubungannya sama masalah yang mereka rahasiakan". Setelah melakukan rontgen, Okta dibawa ke ruang inap VIP. Dengan lukanya yang sudah di obati. Kini Angga tengah berdiri di ruangan rontgen melihat hasilnya. "tulang keringnya retak" gumam Angga melihat hasilnya. Angga mengambil handphonenya dan menulis sesuatu di grup chat brotherhood. Angga : ada kabar buruk, guys !! Dewi : ada apa Ga? Kabar buruk apa? Dhika : ada apa? Angga : si gator masuk rumah sakit, dia di keroyok orang. Untung tadi ada sopir taxi yang menemukannya tergeletak tak sadarkan diri di jalanan Elza : astaga !!!! Daniel : loe gak bercanda kan? Dhika : gue ke rumah sakit, sekarang !! Dewi : inalillahi, si gator kenapa bisa di keroyok sih? Seno : gimana kondisinya? Angga : wajahnya babak belur, parah deh. Dia masih belum sadarkan diri dan tulang keringnya retak Elza : astaga anak gue! gue pengen lihat dia, tapi Michela sama siapa. Dia gak mungkin kuat melakukan perjalanan jauh. Daniel : loe tenang saja Za, masih ada kita, disini. Dewi : gue paling besok pagi ke sana, Edwin lembur dan gue gak mungkin ninggalin Percy dan Pretty. Seno : gue ke sana sekarang bareng Irene Elza : lalu si nela gimana? Kasian dia pasti khawatir nungguin si gator Angga : gue belum mengabarinya, gue takut dia datang ke sini. Kasian si Datan kalau harus di bawa ke sini. Dhika : gue jemput nela, Angga : oke, gue tunggu kalian. gator di rawat di ruang paviliun 8 Daniel : oke Angga keluar ruangan rontgen dan meminta seorang perawat untuk mengambilkan mobil Okta dan membawanya ke rumah sakit. Setelah itu, Angga masuk ke ruangan Okta yang masih terlelap. Alat pernafasan menempel di hidung dan mulut Okta. Angga mulai meng-gif kaki Okta yang terluka. Brak "Crocodile !!!" teriak Chacha membuat Angga menengok kearah pintu, dimana Chacha sudah datang bersama Dhika."crocodile,, ya Tuhan. Apa yang terjadi,, hikzzz" Chacha menangis sejadi-jadinya saat melihat Okta yang sangat terluka. Bahkan wajahnya sudah tak setampan dan seunyu biasanya. "apa yang terjadi sama kamu, crocodile?hikzz" "bagaimana keadaannya?" Tanya Dhika "tidak ada luka dalam, hanya saja kakinya yang retak." Thalita datang setelah menerima kabar dari Dhika, Dhika meminta Thalita jangan datang, tetapi Thalita tetap memilih datang. Langkahnya terhenti saat melihat kondisi Okta yang sangat mengkhawatirkan. 'apa ini ulah mas Farel?' batin Lita. Dhika menengok ke arah Thalita yang mematung di dekat pintu masuk. Chacha masih menangis sambil membelai wajah Okta dengan sayang. "crocodile bangun" isak Chacha tetapi Okta tak merespon apa-apa. "kamu kenapa jadi seperti ini?" "kira-kira siapa yang melakukannya?" tanya Dhika. "ntahlah, tapi setau gue. si gator gak pernah punya musuh" jawab Angga. Keduanya terdiam memikirkan siapa kira-kira yang mengeroyok Okta. Okta mengerjapkan matanya berkali-kali, rasa pening di kepalanya sangat mengganggu. Okta perlahan membuka matanya dan sorot dari sinar lampu mengusik retina matanya, Okta menatap ruangan yang berwarna putih gading itu. "crocodile" Chacha melihat ke arah Okta yang sudah membuka matanya. "ini dimana, nela?" Tanya Okta lirih "ini dirumah sakit, apa kamu butuh sesuatu?" Tanya Chacha. Okta sedikit menggerakkan badannya dan seketika meringis, karena seluruh badannya terasa sangat sakit dan remuk. Ditambah pening di kepalanya."ada apa, crocodile?" "badan dan kepala aku sakit banget" ujar Okta lirih sambil memegang kepalanya. "sebentar" Chacha sedikit berlari keluar ruangan dimana Daniel, Seno, Dhika dan Angga tengah berbincang. "kak Angga, crocodile sudah sadar" ujar Chacha membuat Angga beranjak memasuki ruangan diikuti yang lainnya. "gator" ujar Angga mulai memeriksa kondisi Okta. "heh pak dokter stress pelan pelan kek. Sakit badan gue" gerutu Okta karena Angga terlalu keras menekan d**a Okta dengan stetoscopnya. "kalau sudah galak gini sih, sudah sembuh tandanya" ujar Seno membuat yang lain tersenyum. "apa yang loe rasain?" Tanya Angga "seluruh badan gue sakit, sudah seperti patah semua tulang-tulangnya" keluh Okta lirih. "loe kenapa bisa kayak gini sih?" Tanya Dhika "gue di keroyok 8 gorilla gila" ujar Okta meringis merasakan sakit di seluruh tubuh dan wajahnya. Thalita semakin yakin kalau ini ulah Farel, Farel tidak main-main dengan ucapannya. Perlahan Thalita pergi meninggalkan ruangan Okta. "pak dokter, gimana kondisi wajah gue?" Tanya Okta "wajah loe dalam keadaan kritis, gator" ujar Angga membuat Okta melotot sempurna "serius loe??? astaga keunyuan dan ketampanan gue ilang dong" keluh Okta "kamu masih kelihatan tampan dan unyu kok dimata aku, crocodile" ujar Chacha "ini bukan saatnya menggombal Nela, orang katarak saja pasti sadar muka gue ancur, udah kayak perkedel,” cibir Okta. "Jangan lebay" ujar Daniel dengan sengaja menepuk ringan tangan Okta. "Sakit oncom !!!" pekik Okta kesakitan"kapan gue sembuh, pak dokter." "Iya terserah loe mau sembuh kapanpun juga tak ada yang larang" jawab Angga asal. "gator, kira-kira loe tau siapa yang ngeroyok loe?" Tanya Dhika terus mengorek informasi dari Okta. Dan Okta sadar kalau Dhika mulai mencurigai masalah ini. "Gue gak tau, mungkin musuh pembisnis gue" jawab Okta. "Loe masih ingat wajah-wajah mereka? Apa perlu kita lapor polisi?" Tanya Seno "Kagak perlu, gue cuma ingat satu di antara gorilla gorilla itu. Dan gue berharap bisa bertemu lagi dan membuat semua tulangnya patah. Biar dia ngerasain apa yang gue rasain" ujar Okta kesal Thalita sampai di kantor Farel, terlihat Farel tengah menyeduh teh hangat sambil membaca Koran dimana terkabarkan kalau Oktavio Adelio Mahya sang pengusaha hotel terbesar di Indonesia masuk rumah sakit karena keroyokan. Farel terkekeh membaca isi Koran itu.             “Ini perbuatanmu!” ucapan Thalita membuat Farel menurunkan koran yang tengah dia baca.             “Hai sayang, kamu datang tanpa memberi kabar dulu. Apa kamu begitu merindukanku?” Farel beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Thalita yang terlihat emosi.             “Apa yang sudah kamu lakukan pada Oktavio? Dia tidak bersalah” ucap Thalita penuh emosi             “Aku hanya sedikit memberi dia pelajaran. Karena dia sudah kepo mencari tau tentang kehidupanku,” ucap Farel dengan santainya.             “Tapi dia tidak bersalah dan tidak tau apa-apa. Ini masalah kita berdua !!” pekik Thalita             “Oh tidak sayang, ini bukan hanya masalah kita.” Farel dengan tak sopannya merapihkan rambut Thalita yang berada di pipinya. Dan langsung Thalita tepis. “Jangan Lancang !!” amuk Thalita. “kamu sangat kejam dan jahat !!”             “Tidak sayang, aku bukan seperti itu. Karena merekalah aku menjadi sosok seperti ini.” Farel berjalan memunggungi Thalita dan menumpukkan kedua tangannya di atas meja kerjanya. Ingatan Farel melayang ke masalalu yang tak pernah ingin dia ingat.             “Kamu tau Lita, hidupku bagaikan di neraka. Selama ini aku hidup bersama seorang mafia, aku di jadikan anjing peliharaannya. Setelah aku terbebas dari seorang psychopath itu, aku bisa bahagia bersama seorang gadis yang tak lain adalah Claudya. Dia yang mengajarkanku segalanya, tentang cinta dan tentang hal lainnya yang lebih indah. Tetapi apa kenyataannya, setelah aku mencintainya sepenuh hati. Dia mengkhianatiku dengan suami tersayangmu itu.. Dhika !!!” Deg… Thalita terpekik kaget mendengar ucapan Farel barusan. Dia tak menyangka kalau Dhika dan Claudya pernah memiliki hubungan.  “kamu bohong” Farel melemparkan beberapa foto ke hadapan Thalita dan Thalita langsung memungutinya dan melihat isi foto tersebut. “kamu lihatkan bagaimana kelakuan pria yang kamu cintai itu. Dan kamu dengan bodohnya mengorbankan diri kamu demi b******n itu” kekeh Farel membuat Thalita menatap foto itu dengan mata yang berkaca-kaca.             “jadi ini alasannya kamu menyekapku selama ini? Karena dendammu pada Dhika????” pekik Lita             “iya, kamu baru menyadarinya? Dasar gadis bodoh” Farel tersenyum meremehkan seraya menyelipkan rokok di bibirnya dan membakar ujung rokok dengan api kecil.             “ini tidak mungkin, Dhika tidak mungkin berbohong” gumam Thalita tak menyangka. Dhika selalu mengatakan bahkan selama 10 tahun tanpa Thalita, hidup Dhika hancur dan bahkan semua sahabatnya mengatakan hal yang sama. Jadi siapa yang harus Thalita percaya saat ini? Bahkan selama 10 tahun, Thalita bersedia menjadi tawanan Farel hanya untuk melindungi Dhika agar Farel tak membunuh Dhika.             “Sakit bukan” ucap Farel menatap Thalita yang sudah menangis dalam diam. “sekarang pulanglahdan berbenahlah, aku akan menunggumu nanti malam di apartement, kita akan ke WINA malam nanti” ucap Farel kembali duduk di kursi kebesarannya. Thalita berjalan tertatih dengan berpegangan ke dinding yang dia lalui. Thalita mengorbankan hati dan hidupnya untuk melindungi Dhika dan ternyata ini yang dia terima. Hanya kebohongan dan tipu daya. Thalita menangis sejadi-jadinya di dalam mobil miliknya dengan mencengkram kuat foto yang ada dalam genggamannya itu. Hatinya sangat hancur, pembalasan Farel merambat ke semuanya.   C laudya berjalan menyusuri apartementnya yang sangat sepi. Claudya berkali-kali menengok kebelakang seakan ada yang mengikutinya. Dan Claudya segera mempercepat langkahnya untuk segera masuk kedalam apartementnya, tetapi saat hendak menutup pintu seseorang menahan pintu dengan kakinya. Claudya melotot sempurna saat melihat siapa yang datang. Dengan sekuat tenaga Claudya menutup pintu apartementnya tetapi tenaganya tidak sekuat pria di balik pintu itu.Dalam satu kali hentakan, pintu terbuka lebar dan pria itu menerobos masuk kedalam, dia kembali menutup pintu dengan santai dan menguncinya. Claudya langsung siaga dan berjalan mundur. "apa mau kamu, Farel !!!" pekik Claudya dan seringai devil tercetak dibibir Farel. "aku menginginkan kamu, Nanda sayang" Farel berjalan mendekati Claudya yang terus mundur sambil melepas jas abu yang dia pakai.Claudya hendak berlari menuju kamarnya tetapi terlambat karena Farel sudah menangkap tangannya dan mendorong tubuh Claudya hingga jatuh ke sofa. Tanpa pikir panjang, Farel langsung menindih tubuh Claudya dan mencium bibir Claudya dengan sangat ganas.Claudya sekuat tenaga menahan hasratnya dan menutup bibirnya rapat-rapat. Claudya terus meronta untuk lepas dari Farel, tetapi tenaga Farel tak selemah tenaga Claudya. Hingga Farelpun berhasil menguasai diri Claudya.Farel membopong tubuh Claudya dan membawanya kedalam kamar milik Claudya. Di rebahkannya kembali tubuh Claudya diatas ranjang dan menindihnya kembali. Keduanya sudah di kelabuhi oleh gairah mereka dan dengan tak sabar Farel merobek baju Claudya dan melancarkan aksinya. Hingga tengah malam, Claudya terbangun dari tidurnya dan membuka matanya. Terlihat Farel sudah duduk diatas kursi tengah menatap Claudya tajam dengan menyesap rokok ditangannya. Claudya berangsur bangun sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "kamu tidak pernah berubah, kamu tetaplah wanita jalangku" ujar Farel tersenyum sinis dan Claudya hanya terdiam saja. "tapi sayangnya, w***********g sepertimu sudah berani berbuat lancang padaku !!" pekik Farel seraya mematikan rokoknya dan berjalan ke dekat Claudya dengan hanya memakai boxernya saja.Claudya mendongakkan kepalanya menatap Farel yang berdiri di sampingnya. Tatapan Farel menggelap dan menyiratkan emosi membuat Claudya ketakutan. "a-apa?" cicit Claudya dengan gugup Plak…Sebuah tamparan mendarat dipipi mulusClaudya. Claudya memegang pipinya yang terasa sangat perih dan panas. Dan Farel langsung menjambak rambut Claudya membuat Claudya mendonggakkan kepalanya ke atas dengan meringis kesakitan."berani sekali kau memanggil nama b******n saat tidur bersamaku !!!" bentak Farel membuat Claudya semakin meringis ketakutan. "Si-siapa?" Tanya Claudya bingung “siapa lagi kalau bukan pria sialan itu. DHIKA !!” pekik Farel dengan emosinya membuat Claudya semakin ketakutan. “a-aku tidak memanggil nama Dhika” cicit Claudya. "Jangan mengelak, Jalang !! kamu terus memanggil nama b******n itu" bentak Farel berapi-api membuat Claudya semakin ketakutan."dengar, Claudya Ananda Lawren. Sore ini, kamu akan menemukan mayat Dhika, lelaki pujaanmu itu" ucapanFarel membuat Claudya melotot sempurna. Farel mendorong kepala Claudya dan beranjak memakai pakaiannya kembali. "jangan macam-macam Farel !!!!" bentak Claudya dengan emosi, Claudya beranjak dari atas ranjangnya sambil melilitkan selimut di tubuhnya."dia tidak ada hubungannya dengan kita" ujar Claudya geram dan seketika Farel mencengkram kedua pipi Claudya dengan satu tangannya membuat Claudya semakin kesakitan karena luka tampar tadi. "kamu pikir aku akan biarkan begitu saja kamu menjalin hubungan dengannya bahkan dari 9 tahun lalu? Setiap malam kamu selalu bergumam memanggil namanya, kenapa? Aku tidak akan diam begitu saja, Claudya" ujar Farel dengan tajam. "Dhika jauh lebih baik dari kamu, Farel !! kamu tidak berhak mengaturku untuk tidak dekat dengan siapapun, termasuk Dhika. Ingat hubungan kita sudah berakhir" jerit Claudya berapi-api "whuuu, ck. Sebegitu emosinya kamu mendengar aku akan membunuh lelaki pujaanmu itu" ejekFarel tersenyum sinis.Farel dengan santainya memakai pakaiannya kembali. Disambarnya jas abu miliknya dan berbalik lagi kearah Claudya yang masih menatapFarel dengan tajam dan berapi-api.Tanpa mengatakan sepatah katapun,Farel berlalu pergi meninggalkan Claudya yang masih emosi.   Thalita tengah duduk disisi ranjang dengan pandangan kosong ke depan. Bahkan Thalita tak menyadari kehadiran Dhika yang baru saja keluar dari kamar mandi, selesai membersihkan diri. Dhika masih mengusap rambutnya yang basah dengan menatap Thalita heran. "sayang" panggil Dhika tetapi Lita tak berkutik, membuat Dhika bertanya-tanya.'apa yang sedang Thalita pikirkan?' batin Dhika. Setelah menyimpan handuk yang basah kembali ke kamar mandi, Dhika berjalan kearah Lita dan duduk di hadapan Thalita yang masih menatap kosong ke depan. "sayang, hei" Dhika dengan lembut mengelus pipi Lita dan barulah Thalita tersadar, saat merasakan sentuhan lembut dan dingin di pipinya. "kenapa?" Tanya Lita kaget "ada apa? aku perhatikan dari tadi kamu melamun, apa yang sedang kamu pikirin?" Tanya Dhika membuat Lita kebingungan. 'Okta benar, Dhika akan semakin curiga'batin Lita. "melamun lagi kan, ayo ceritakan ada apa?" Tanya Dhika menarik kedua tangan Lita ke dalam genggamannya. "aku-, tidak apa-apa kok sayang" jawab Lita dengan senyumannya. "aku kenal kamu sayang, dari ekspresimu kamu terlihat tidak sedang baik-baik saja. Katakanlah, bukankah kita sudah berjanji untuk saling berbagi" ujar Dhika membuat Lita kebingungan. "aku sungguh tidak apa-apa sayang, serius" Thalita mencoba meyakinkan, walau akhirnya percuma saja, Dhika tetap mencurigainya. "jangan bohong, aku tau kamu tidak sedang baik-baik saja. Ceritalah sayang. Aku sudah pernah bilangkan sama kamu untuk selalu berbagi masalah kamu sama aku, jangan pernah kamu tanggung sendiri" ujar Dhika. "ini bukan masalah besar sayang, hanya saja aku kepikiran Leonna dan Leon" ujar Lita mengalihkan ke masalah yang lain. "kenapa memangnya dengan mereka?" Tanya Dhika "mulai minggu depan aku sudah mulai kembali bekerja, aku memikirkan mereka akan bersama siapa selama aku kerja. Dan aku belum tega memberi mereka s**u formula" ujar Lita "oh masalah itu, kamu jangan khawatir sayang. kalau kamu masih ingin mengambil cuti lebih lama, ambil saja" "tapi aku tidak enak dengan yang lain, mentang-mentang aku istri direktur utama di rumah sakit. Aku jadi seenaknya" Dhika tersenyum mendengar penuturan Thalita dan sebelah tangannya membelai pipi Lita yang terasa sangat lembut. "tidak apa-apa sayang, lagian masih ada dokter Chaily yang menangani operasi dan aku juga ikut turun dalam melakukan operasi pasien. Kamu boleh memperpanjang cuti kamu. Lagian aku juga khawatir kalau twins yang baru berusia 3 bulan harus di titipkan "ucapanDhika malah semakin membuat Thalita kepikiran dan dilemma.“Kamu jangan terlalu memikirkan masalah pekerjaan. Kamu pikirkan saja kedua anak kita" 'aku juga memikirkanmu Dhika, aku khawatir sama kamu' batin Lita berusaha menampilkan senyumannya kearah Dhika. 'aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Lita. Tetapi mungkin aku yang terlalu berlebihan' batin Dhika. "ayo tidur, sudah malam" ujar Lita membuat Dhika mengangguk dan keduanya sama-sama merebahkan diri diatas ranjang dengan Thalita yang tidur di pelukan Dhika dengan menjadikan lengan Dhika sebagai bantal kepalanya. 'aku akan berusaha melindungi kamu, Dhika. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpa kamu' batin Lita seraya memeluk tubuh Dhika dengan erat, menenggelamkan wajahnya di d**a bidang milikDhika.Dhika dengan lembut mengelus lengan Lita membuat Lita akhirnya terlelap. "selamat malam istriku sayang" gumam Dhika mencium kepala Lita dan memeluk tubuh Lita hingga kantuk menghinggapinya. *** Pagi itu, Claudya sudah sampai di rumah sakit. Claudya menunggu seseorang di lobby rumah sakit. 'aku harus pastikan Dhika dalam keadaan baik-baik saja' batin Claudya. Dan tak lama Dhikapun muncul, dan Claudya langsung menyambutnya dengan tersenyum senang.  "pagi Dhik" sapa Claudya membuat Dhika menengok ke arahnya dan tersenyum manis. "pagi" jawab Dhika. "duluan yah" Dhika langsung melenggang pergi meninggalkan Claudya. 'gue harus pantau Dhika terus, gue gak akan biarin Farel mencelakaiDhika' batin Claudya dan beranjak meninggalkan lobby rumah sakit.Tanpa mereka sadari, sepasang mata elang memperhatikan dari luar area rumah sakit. 'ayo kita mulai permainannya Nanda sayang' batin Farel menyeringai devil dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Sore itu, Okta sampai dirumah Thalita, dan langsung di sambut oleh Lita. Thalita segera menutup pintu dan mengajak Okta menuju ke kamar kedua anaknya. "apa yang loe dapat?" Tanya Lita "gue dapat beberapa informasi tentang Farel, sebentar" Okta membuka laptopnya dan menunjukkan sesuatu. Okta dan Lita sudah duduk berdampingan dengan melihat kearah laptop milik Okta. "guememinta seseorang untuk mencari data Farel saat di Spanyol dan WINA. Gue juga mencari tau mengenai kematian Mira istri pertamanya Farel" ujar Okta "secepat ini loe dapet semua informasinya?" Tanya Lita kaget. "jangan ngeremehin gue,Lita" ujar Okta dan mulai mengotak atik laptopnya."ini lah data Farel yang gue dapet" Farel dulu adalah seorang anak dari sebuah yayasan yatim piatu, dia di adopsi oleh seorang pengusaha di Spanyol dan menurut info yang gue dapat, ayah angkat Farel adalah seorang pembunuh berdarah dingin.Farel di latih untuk menjadi pembunuh bayaran. Nama aslinya bukan Farel melainkan Ferro Asesino yang dalam bahasa Spayol artinya Anjing pembunuh. Farel dimanfaatkan untuk menjadi seorang pembunuhberdarah dingin kelas kakap. Nama ayah angkatnya adalah William J. Winstone, dia terkenal sebagai mafia kelas kakap di Negara Spanyol. Tetapi sudah 20 tahun berlalu dia menghilang tanpa jejak.  Dan Claudya adalah kekasih Farel saat di Spanyol. Dan Kecelakaan yang menimpa Mira, istri pertamanya dan juga ibu kandungnya Vino, sebenarnya karena remnya blong. Sepertinya Farel yang membuat rem mobil Mira blong. Disini juga tertulis kalau Farel tidak pernah melakukan pembunuhan dengan tangannya sendiri, Farel sangat pintar dalam memanipulasi situasi dan keadaan seakan-akan semua itu adalah sebuah kecelakaan, seperti kejadian yang menimpa Mira. Penjelasan Okta mampu membuat Lita mematung. "Dan aku juga mendapat informasi, kalau banyak wanita korban p********n sexnya, bahkan salah satu dari mereka yang menjelaskan secara terang-terangan ke anak buah gue" tambah Okta dan Thalita masih mendengarkannya. "gue tidakmenyangka, dia ternyata klenger. Sekarang kita benar-benar ngadepin orang yang sangat menakutkan" ujar Okta bergidik ngeri. “dia kekasihnya Claudya? Dan Claudya teman kuliah Dhika di London. Apa ini ada hubungannya dengan hubungan Farel dan Claudya?” Masalah ini sungguh membuat mereka pusing karena masalah yang sesungguhnya belum terpecahkan. Apa yang terjadi antara Dhika-Claudya-Farel dan apa yang diinginkan Farel dengan menyekap Thalita selama 9 tahun ini. Dan sekarang kembali ingin menghancurkan hidup Thalita. Keduanya terdiam dan fokus dengan pikiran mereka masing-masing."Dan bagaimana kalau Farel mencelakai Dhika dengan cara menyabotase mobilnya" ujar Lita sudah mondar mandir di sana.  "gue juga berpikir seperti itu, tetapi untuk sekarang sepertinya Dhika aman, karena surat perceraian kalian belum keluar” ucapan Okta membuat Thalita menunduk sedih. “gue gak mau cerai, bagaimana nasib twins?”gumam Thalita “gue akan berusaha bantu loe, tapi kita butuh bantuan para pria brotherhood” "kapan yang lain kembali dari tempat kak Elza?" Tanya Thalita. "gue kagak tau, mereka enak-enakan liburan. Nah gue harus ngadepin psikopat klenger itu" keluh Okta. "apa gue coba datengin Farel saja yah dan mencoba bicara baik-baik dengannya. Menjelaskan kalau Dhika benar-benar tidak ada hubungan apapun dengan Claudya.Dhika gak ada sangkut pautnya dengan semua ini. Dan dendam apa yang sebenarnya dia pada Dhika?” "loe mau ngomong secara baik-baik gimana?" Tanya Okta "mau bilang. Mas psikopat,aku mohon jangan ganggu suamiku, dia tidak ada hubungan apapun dengan Claudya. Begitu? Yang ada sebelum loe selesai ngomong, pita suara loe sudah terputus karena ditebasnya" ujar Okta dengan santai sedangkanThlita langsung memegang lehernya. "jangan nakutin gue, gator gila. Ngeri gue ngebayanginya" ujar Lita merengut. "makanya, pakai otak cantik loe dong" Bip bip bip "Dhika telpon, loe diem" ujar Lita. "iyeeee" jawab Okta. Thalita menerima telpon dari Dhika, dan Tak lama Thalita menutup telponnya."ada apa?" Tanya Okta penasaran “Dhika hanya bertanya gue sedang apa, danada siapa di rumah” “dan loe jawab apa?” Tanya Okta “gue jawab aja gak ada siapa-siapa” Jawab Lita Setelah berbincang dengan Thalita, Okta berlalu pergi meninggalkan rumah Thalita. Tanpa Okta sadari, mobil Dhika terparkir tak jauh dari rumahnya sendiri. Dhika menghubungi Thalita hanya untuk memastikan apa benar ada yang di sembunyikan atau tidak dan kenyataannya Thalita kembali membohonginya.             ‘Dia kembali melakukannya lagi, Ya tuhan’ batin Dhika seraya mengusap wajahnya gusar. Hingga malam menjelang, Dhika belum pulang juga. Ini sudah pukul 9 malam dan Dhika tidak biasanya belum pulang. Thalita sudah menunggu diruang tamu dengan gelisah. Diluar sedang turun hujan deras, bahkan ada petir yang menyambar membuat Lita semakin khawatir. Bip bip bip Thalita segera menyambar handphonenya yang ada di atas meja dan mengangkatnya tanpa melihat nama yang terpangpang dilayar handphone."halo sayang, kamu dimana?" "halo Lita sayang, sepertinya kamu begitu merindukanku" "mas Farel" cicit Lita kaget. "kenapa? Apa kamu kaget? Ck,, jangan kaget begitu. Mas menghubungimu karena mas begitu merindukan calon istriku yang cantik" "apa maumu?" Tanya Lita dengan sinis "hhhaa,, seketika suara kamu langsung berubah, sayang. Aku hanya ingin menanyakan kabarmu saja" "jangan berbasa basi, mas. Katakanlah ada apa" "Mas mau mengingatkan kalau besok surat cerai itu akan sampai di rumahmu" Deg "A-apa?" pekik Lita semakin sakit hati. “Kalau kamu kembali menolaknya, kamu akan tau apa yang akan terjadi pada suamimu malamini. Dia belum pulang ke rumah kan?” Deg “jangan lakukan apapun padanya !!!” pekik Lita sudah khawatir setengah mati          "mas belum melakukan apa-apa, ini hanya sedikit peringatan untukmu. Supaya kamu tidak menyepelekan gertakanku!" Thalita sudah kalang kabut dan resah mendengar penuturan Farel. "aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai terjadi sesuatu pada suamiku !!!" pekik Lita "ternyata calon istri pendiamku sekarang ini sudah berani mengancamku yah. Rasanya hatiku bergetar dan semakin tertarik" terdengar kekehan Farel dari sebrang telpon.Thalita semakin kesal  dan muak mendengar kekehan Farel yang menyeramkan baginya. "ingatlah kata-kataku, sayangku" Farel langsung menutup telponnya secara sepihak, Thalita semakin resah dan semakin khawatir. Tanpa sadar dia mencengkram handphonenya sendiri. "aku harus apa?" Thalita sudah menangis terisak, hatinya terluka sangat terluka. Dia hanya ingin melindungi keluarga kecilnya yang baru setahun lebih ini dia bangun bersama pria yang sangat ia cintai. Setelah 10 tahun penantiannya dan sekarang, penantian itu hanya akan sia-sia saja, karena mereka berdua tetap akan berpisah. Ia kembali mencoba menghubungi nomor Dhika, tetapi nomornya tidak aktif. “Dhika apa yang terjadi padamu,akumohon kembalilah dengan selamat.Kumohon" gumam Lita di tengah isakannya. "Okta, ya aku harus menghubunginya sekarang" gumam Lita mulai menghubungi Okta. 1 Jam sudah berlalu   Thalita tengah mondar mandir di teras rumahnya menunggu kedatangan Dhika dengan sangat khawatir. Hingga suara mobil terdengar olehnya, Thalita menengok kearah gerbang yang dibuka oleh satpam dan nampaklah mobil audy sport milik suaminya disana diikuti mobilaudy milikOkta.Thalita mampu bernafas lega dan tersenyum bahagia. Thalita mengambil payung hitam yang ada di sisi pekarangan terasnya dan beranjak mendekati pintu mobil pengemudi Dhika yang sudah terparkir di pekarangannya. Dhika turun dari mobil dan langsung berhadapan dengan Thalita yang terlihat sendu. "istriku romantis sekali, sampai menjemputku dengan payungnya" godaDhika.Ia berusaha bersikap seperti biasanya, ia tidak ingin berpikiran negative dulu pada Lita dan Okta. Dhika ingin mencari tahu dulu apa yang terjadi di antara mereka berdua sebenarnya. "apa yang terjadi? Nomor kamu tidak aktif, Dhika.Kamu membuatku sangat khawatir" ujar Lita dengantatapan sendunya. "tidak terjadi apa-apa sayang, tadi handphoneku lowbet. Maaf yah sudah membuatmu khawatir" Dhika mengelus pipi Lita. "kenapa bajumu basah sekali? Kamu kehujanan?" Tanya Lita bingung. "tadi si gator ngajakin ujan-ujanan dulu" "ck, tidak sadar umur. Ayo masuk" Lita menarik tangan Dhika. "sebentar" Dhika mengambil sesuatu dari dalam mobilnya dan menunjukkannya ke Thalita. "lucu sekali kelincinya" Lita mengusap kepala kelinci berwarna putih yang Dhika perlihatkan. "iya dan hampir saja tadi aku mengakhiri hidup kelinci kecil ini" "woy, sudah kenapa romantis-romantisannya. Gue menggigil nih" teriak Okta yang sudah berdiri di teras rumah dengan kedinginan. Dhika dan Lita hanya bisa terkekeh melihatnya. "kalian bersih-bersihlah” ucap Lita saat mereka sudah memasuki rumah.“Gator loe bisa pakai toilet yang di bawah. Gue akan ambilkan baju milik Dhika" "iye" jawab Okta berjalan terlebih dulu meninggalkan Dhika dan Lita. "sayang, bersih-bersihlah dulu. Kamu pasti kedinginan, biar aku siapkan teh hangat buatmu dan gator" ujar Lita sambil mengusap kelinci di tangannya yang juga terlihat kedinginan. "twins sudah tidur?" Tanya Dhika yang di angguki Thalita. Dhikapun berlalu menuju kamarnya. Thalita segera menyiapkan segalanya dan memberikan baju ke Okta.  Selang 30 menit, Okta keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai baju milik Dhika dan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk."gator, ini minumlah teh hangatnya biar loe tidak menggigil" ujar Lita yang tengah mengaduk teh di dalam gelas dan menyodorkannya ke Okta yang sudah duduk di meja bar. "Dhika hampir saja di tabrak seseorang" ucapan Okta membuat Lita menghentikan aktivitasnya yang tengah menyeduhkan air panas ke dalam gelas. "lo-loe serius?" Tanya Lita menatap Okta tak percaya. "ya, mungkin kalau gue telat sedikit saja. Dhika akan celaka" ujar Okta mengambil bakpau hangat yang disediakan Thalita dan memakannya dengan santai. "apa ini yang Farel maksud” gumam Lita “ada apa?” Tanya Okta menghentikan aktivitas makannya, dan menatap Thalita penuh intimidasi. "tadi juga Farel sempat menghubungi gue" “apa yang dia katakan?" Tanya Okta penasaran.Thalita duduk di kursi yang berhadapan dengan Okta. Thalitapun mulai mengatakan semuanya. "dia benar-benar gila !!" gumam Okta kesal dan Thalitapun terdiam memikirkannya. "Kita akan hadapi dia bersama-sama. Ayo kita main bersama dengan psyco klenger itu" ujar Okta tersenyum misterius. "Permainan macam apa yang ingin dia mainkan?" Tanya Lita bergidik ngeri "paling main bunuh-bunuhan" kekeh Okta dengan santai. "bunuh siapa?" Tanya Dhika yang berdiri diambang pintu membuat Lita dan Okta sama-sama menengok. Dhika berjalan kearah mereka berdua. "bunuh nyamuk-nyamuk cinta yang bisa buat gue DBD" jawab Okta dengan asal "ini, aku sudah buatkan bakpau hangat tadi dan ini minumlah tehnya. Kamu pasti kedinginan" ujar Lita mengalihkan perhatian Dhika. Dhika duduk disamping Lita dan menyeduh tehnya.Okta terlihat kembali mengambil bakpau dan menikmatinya lagi. "loe kagak makan berapa hari? Gue curiga, loe kesini hanya buat numpang makan" ujar Dhika membuat Lita terkekeh. "gue laper, habis ujan-ujanan. Loe sih pake acara ngajakin ujan-ujanan ala Shakrukkhan segala, jadi gini kan akibatnya" jawab Okta dengan cuek sambil menikmati bakpaunya. "si nela tega bener, buat lakinya kelaperan begini" Dhika hanya menggelengkan kepalanya melihat Okta yang terlihat lahap menikmati bakpau hangat itu. "Bakpaunya enak, apalagi masih hangat gini. Mana diluar ujan lagi, mantab deh" ujar Okta "sayang, si Gator bisa-bisa ngabisin bakpaunya" bisik Dhika membuat Lita terkekeh. "biarin saja sayang. Lagian kan ibadah memberi makan orang yang kelaperan" kekeh Lita "ck,, kalau mau gosipin gue tuh harus di radius 700 km, biar gak kedengeran sama gue" "balik deh loe,, gue bungkusin bakpaunya buat loe" ujar Dhika "loe ngusir gue?" Tanya Okta mengernyitkan dahinya. "iya, malam ini gue kagak mau nerima tamu. Apalagi malam ini gue mau buka puasa" ujar Dhika membuat Lita semakin terkekeh mendengarnya. "oh ceritanya kalian berdua mau malam pertamaan lagi" "iya, dan loe malah ngerecokinnya. Balik deh loe, gue bener-bener pengen buka puasa" ujar Dhika tanpa merasa malu sedikitpun. "kagak mau, gue malah makin betah disini" ujar Okta dengan cengirankhas menyebalkannya. "dasar gator, nggak bisa lihat orang seneng" keluh Dhika "gue juga masih puasa, solider dikit kenapa. Buka puasanya barengan sama gue bulan depan" ucap Okta dengan santai. "ogah" jawab Dhika seketika. "cepetan deh balik, gue mau keatas nih" ujar Dhika terlihat tak sabar. "memalukan" Lita mencubit pinggang Dhika. "santai dong bos, gue masih laper" ujar Okta dengan santai dan semakin menikmati bakpaunya. "loe kalau mau keatas, ya keatas saja. Biar gue yang jadi saksi kalian belah duren lagi" ujar Okta dengan menyebalkannya."Sekalian gue jagain Leon sama Leonna deh, supaya mereka tidak mendengar suara-suara aneh dari kalian berdua" "gue nggak butuh bantuan loe" ujar Dhika "yakin? Gue bisa lho videoin kalian berdua. Lagian gue berniat nginep disini" ujar Okta dengan menyebalkannya dan Lita hanya bisa terkekeh melihat adu mulut mereka yang tak pernah berubah. "loe bener-bener mau gue tendang keluar yah" ujar Dhika. "pulanglah, gator. Loe gak mau kan suami gue sampai ngeluarin lahar panasnya lagi" ejek Lita "loe bener Lita, bisa gosong gue kalau dia sampe ngeluarin lahar panasnya lagi" kekeh Okta membuat Lita ikut terkekeh "awas yah kamu" bisik Dhika tepat ditelinga Lita membuat Lita semakin terkekeh. "gue gak mau pulang Lita, biarin saja si Dhika uring-uringan. Itu terlihat sangat menggemaskan" ujar Okta dengan santai dan seketika tawa Lita pecah. Bagaimana bisa, Dhika yang sedang ngamuk di bilang menggemaskan. "loe nantang gue, oke kalau begitu" Dhika langsung menarik tengkuk Thalita dan mencium bibir Thalita di hadapan Okta. Dhika mencium Lita dengan penuh nafsu membuat Thalita tak sadar kalau dirinya mengeluarkan desahannya. "ohhh menjijikan sekali" ujar Okta memalingkan wajahnya, Dhika melirik Okta yang terlihat masih tak beranjak dari tempatnya. Dhika dengan sengaja menarik Thalita untuk duduk dipangkuannya tanpa melepaskan ciuman mereka."gue balik" Okta akhirnya jengah dan beranjak meninggalkan Dhika dan Thalita. "menjijikan kalian berdua !! Masuk kamar sono" teriak Okta dan Dhika langsung melepaskan pangutannya. "berhasil kan" ujar Dhika membuat keduanya tertawa bersama."ayo kita pindah ke kamar" ujar Dhika dan langsung membopong tubuh Lita ala bridal. Thalita hanya mengalungkan kedua tangannya di leher Dhika.               Siang itu Thalita tengah berbelanja di sebuah supermarket, membeli beberapa kebutuhan rumah tangganya. Hingga dia berpapasan dengan Claudya yang juga sedang berbelanja disana.             “hai, dokter Thalita” Thalita hanya tersenyum kecil.             “hai dokter Claudya”             “sendirian saja?” Tanya Claudya yang di angguki Thalita.             “kamu sedang belanja?” Tanya Lita sedikit berbasa basi dan Claudya mengangguk kecil. Walau tatapan mereka mengisyaratkan kekurang sukaan mereka. Setelah berbasa basi kecil, Claudya berlalu pergi meninggalkan Thalita sendiri. Selesai berbelanja, Thalita memasukan seluruh barang belanjaannya ke dalam bagasi mobil miliknya, tetapi seketika seseorang menarik lengan Lita dan membawa Thalita menuju mobil audy silver miliknya. “Thalita dan Farel?” gumam Claudya yang berdiri tak jauh dari mereka, ia hendak memasuki mobilnya. Claudya berjalan perlahan mendekati mobil yang di naiki Thalita dan Farel, tetapi Claudya tak mampu mendengar apapun.Hingga mobil itu terbuka dan Claudya segera bersembunyi di salah satu mobil lainnya yang terparkir disana. Thalita terlihat terdiam, matanya berkabut dan kini keduanya berjalan mendekati mobil Thalita dan sebelum masuk ke dalam mobil, Farel mencium kening Thalita dan tersenyum manis seraya mengusap kepala Thalita.Kejadian itu membuat mata Claudya membelalak lebar. ‘Jadi Thalita dan Farel ? dan Dhika? Aku harus kasih tau Dhika masalah ini. Aku tidak ikhlas kalau Dhika terluka’ batin Claudya dan segera berpindah tempat saat mobil Farel dan Thalita meninggalkan tempat itu.             Di dalam rumahnya Thalita menangis sejadi-jadinya menatap surat gugatan cerai di tangannya. Di parkiran supermarket tadi, Farel menyerahkan surat itu ke Thalita dan kini waktu Thalita hanya seminggu untuk menyerahkannya ke Dhika.             Ingat Lita, hanya seminggu waktu kamu. Dan aku tidak suka kamu menghambatnya. Kalau kamu terlambat semenit saja, maka jangan berharap Vino selamat. Kamu lihat video ini. Disana terlihat Vino tengah di sekap dengan masih memakai pakaian sekolanya dan Lita tak sadar akan hal itu karena tadi pagi Vino pergi bersama sopir pribadinya.             Tanda tangan sekarang, atau Vino meninggal…. Thalita semakin menangis terisak saat melihat tanda tangannya sudah ada di atas kertas putih itu. “aku harus apa???hikz…hikz…hikz…” Thalita semakin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar, memikirkan caranya untuk bisa terlepas dari Psycopath itu.   Dhika dan Thalita baru saja keluar dari area rumah sakit dan hendak menaiki mobil milik Dhika saat melihat mobil Farel baru saja memasuki area parkir."mas Farel" gumam Lita membuat Dhika menengok dan melihat ke arah pandang Thalita. ‘Dia Papa kandungnya Vino kan, pria yang dulu akan menikah dengan Thalita’ batin Dhika. Disana Farel baru saja menurunimobilnya dan membuka pintu penumpang, menarik tangan seorang wanita untuk keluar dari sana. Wanita itu tak lain tak bukan adalah Claudya. "Farel dan Claudya?" gumam Dhika kaget melihatnya, Thalita melirik Dhika yang terlihat kaget.‘apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian?’ batin Thalita. Langkah Farel dan Claudya terhenti saat melihat Dhika dan Thalita berdiri tak jauh di hadapannya. Claudya merasakan pegangan tangan Farel menguat saat melihat Dhika, bahkan rahangnya mengeras.Mata Thalita bertemu dengan mata elang milik Farel. Thalita menelan salivanya sendiri saat melihat amarah disana. Thalita segera merangkul lengan Dhika untuk menguatkan dirinya. Farel tersenyum sinis melihatnya. Merekapun saling sapa dan berbincang sedikit, tatapan Claudya mengarah ke arah Thalita dan Farel. ‘pintar sekali mereka berdua menyembunyikan hubungan busuk mereka. Kita lihat saja Thalita, Dhikamu akan menjadi milikku, tak akan lama lagi.’ Batin Claudya tersenyum sinis. "baiklah, karena sudah disini. Bagaimana kalau kita makan siang bersama" ajak Farel dengan santai dan mampu membuat Thalita terpekik kaget. "ide bagus, aku penasaran sekali dengan kalian berdua. Dan Claud, tega sekali kamu tidak memberitahuku" ujar Dhika membuat Claudya tersenyum kecil. Kini mereka berempat tengah berada di sebuah restaurant yang tak jauh dari AMI Hospital. Claudya duduk berhadapan dengan Dhika dan di sampingnya Thalita berhadapan dengan Farel. Mereka sudah memesan makanan mereka. Baru kali ini Thalita dan Claudya menikmati makanan dalam keadaan menegangkan. "apa kabar, Lita?" sapa Farel berbasa basi. "sudah lama yah kita tak bertemu" tambah Farel tersenyum misterius. Thalita dan Claudya tau kalau kemarin mereka baru saja bertemu. "aku baik" jawab Lita singkat, tanpa ingin menatap Farel. "Dhik, bagaimana Leon dan Leonna sekarang? Aku belum sempat menengok mereka" ujar Farel terlihat berbasa basi. "Mereka baik, dan semakin gemukan" ujar Dhika. “wah, syukurlah. Thalita memang pintar dalam merawat anak, bukan begitu Lita” sindir Farel dan Lita tersenyum kecil menanggapinya. “bagaimana kalau sampai Thalita pergi meninggalkan mereka, kasian sekali mereka” tambah Farel membuat Thalita melotot sempurna. Hatinya terasa tercubit mendengar penuturan Farel barusan. “Thalita akan pergi kemana memangnya? Dia tidak akan kemana-mana” ucap Dhika “maksudku saat nanti dia kembali bekerja” Sindir Farel menyeringai kearah Thalita yang menunduk. Claudya menatap ke arah Thalita dan juga Farel, Claudya yakin mereka ada affair.             “sudah lama kalian saling mengenal?” Tanya Dhika "kami dulu adalah sepasang kekasih, Dhik. Tetapi kami terpisah karena orang ketiga" ucapanFarel menyentakkan Claudya dan Thalita. Thalita paham sekarang, pembalasan apa yang di maksud Farel pada Dhika, jadi ini karena Claudya. "Kali ini aku tak akan melepaskannya lagi" ujar Farel penuh penekanan membuat Claudya menengok menatap Farel yang menatapnya dengan tajam. "aku setuju, Rel. Jangan pernah lepaskan orang yang kita cintai. Iya kan sayang" ujar Dhika menatap Thalita membuat Thalita mengangguk kaku. "kamu benar, aku akan musnahkan siapa saja yang pernah mendekati Claudya" ujar Farel penuh penekanan dan itu mampu membuat Thalita dan Claudya merinding dibuatnya. "a-aku permisi ke toilet" Thalita segera beranjak pergi. Di dalam kamar mandi Thalita membasuh wajahnya yang terasa panas. Ucapan Farel benar-benar mengganggu pikirannya. Setelah merasa lebih baik, Thalitapun keluar kamar mandi dan kaget melihat Farel sudah berdiri disana. Farel memasang seringai menyeramkan di wajah tampannya. "Kamu seperti baru saja melihat hantu, sayangku" Thalita tak ingin menggubrisnya dan berlalu melewati Farel, tetapi Farel menahan lengan Thalita dan mencengkramnya kuat membuat Lita meringis kesakitan. "aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu" Farel menarik tangan Thalita. "lihatlah." Farel menunjuk kearah meja dimana Claudya terlihat tertawa mengobrol dengan Dhika."kamu bisa baca ekspresi mereka berdua kan" ujar Farel menatap Thalita di sampingnya yang terdiam. "Aku percaya pada suamiku, dia tidak akan pernah macam-macam" Thalita hendak melepaskan cengkraman Farel tetapi sulit. "lihatlah wajah mereka !!Mereka terlihat bahagia dan penuh kekaguman." ujar Farel tersulut emosi. “apa ini alasan mas ingin membunuh dan menyakiti Dhika melalui aku?” Tanya Thalita mulai memahami semuanya. “Ya, karena 9 tahun yang lalu. Suamimu yang tercinta itu sudah menghancurkan hubunganku dengan Nanda” Deg “inilah alasanku untuk membalas dendam, karena ulah mereka berdua hidupku menjadi seperti ini. Karena mereka berdua tertawa bersama disaat aku hancur” ucap Farel penuh penekanan. “tidak mungkin Dhika melakukan itu” pekik Thalita. “Dhika bahkan menungguku selama 10 tahun lamanya” Mata Thalita sudah berkabut karena air mata memenuhi pelupuk matanya. “kamu yakin?” Tanya Farel tersenyum mengejek “Dhika, dia.. dia tidak mungkin berbohong” “kenyataannya dia membohongimu dan menipumu” “Tidak, aku percaya pada Dhikaku. Aku percaya pada suamiku sendiri” ucap Lita penuh penekanan. "dasar keras kepala !! kamu benar-benar di butakan oleh cinta, Lita" Farel menarik Thalita keluar melalui pintu belakang restaurant. "lepas mas, kamu mau bawa aku kemana?" Thalita terus berontak hingga Farel menghempaskan tubuh Thalita sampai punggung Lita menabrak dinding di belakangnya. Thalita sedikit meringis merasakan punggungnya yang terasa sakit. Farel mengurung tubuh Lita dengan tubuh dan tangannya. Jantung Thalita semakin berdetak kencang melihat sikap Farel, apalagi di sini sangat sepi. 'Dhika,, tolong aku' batin Lita. "apa kamu sudah menyerahkan surat gugatan cerai itu pada Dhika?" Tanya Farel “kamu memintaku menggugat Dhika, hanya untuk membalaskan dendam kamu dan ingin membuat Dhika terluka seperti kamu dulu kan !!” ucap Lita dengan lantang. “kau paham sekarang, gadis bodoh !! 10 Tahun  kau seperti anjing penurut yang berkorban demi majingannya.Cih, menyedihkan sekali” ejek Farel membuat Thalita menangis. “kamu telah berhasil menghancurkan Dhika, selama 10 tahun Dhika hancur karena aku !! Selama 10 tahun dia mengasingkan dirinya dan menghukum dirinya sendiri karena aku. Tidakkah cukup kamu menghukumnya” isak Thalita. "semua itu hanya kebohongan !!!" pekik Farel "aku yang dapat merasakan semuanya, dan ini semua bukan kebohongan !!!" jawab Lita ngotot. Farel mencengkram kuat kedua pundak Thalita dan menghentakkannya. "sadarlah Lita, kamu sudah diperdaya oleh cinta. Sebelum b******n itu menyakitimu lebih dari ini, aku akan membawamu pergi" ujar Farel dengan emosinya. "Dhika tidak menyakitiku, dan aku tak perduli kalau nanti dia akan menyakitiku lagi. Yang jelas aku akan tetap disisinya karena aku mencintainya !!" bentak Lita masih ngotot. “aku tidak akan membiarkan kamu melukai Dhika lagi.” Plak…Tangan Farel mendarat mulus di pipi Thalita membuat hidung dan bibirnya berdarah."berani sekali kau melawanku, Lita !!" bentak Farel membuat Thalita terdiam kaku dengan memegang pipinya yang sakit. "selama ini Thalita yang ku kenal sangat pendiam dan tidak pernah membantahku. Tetapi sekarang, demi b******n itu kamu melawanku !! buka mata kamu, dia dan Claudya sudah mengkhianati kita dari 9 tahun yang lalu!” "Dhika tidak pernah mengkhianatiku, mas salah paham" kali ini Thalita membalas tatapan tajam Farel dengan masih memegang pipinya yang memar. "kamu masih saja keras kepala, baiklah Lita. Akan aku buktikan kalau mereka benar-benar berselingkuh dari sejak 9 tahun yang lalu" ujar Farel dengan tajam membuat Thalita terdiam. "dengar !! ingat waktumu hanya seminggu, kalau kamu ingin Vino selamat maka turuti keinginanku" "sayang, kamu masih didalam?" suara Dhika samar-samar terdengar. "sayang, kamu lama sekali. Apa kamu baik-baik saja?" tambah Dhika membuat Farel melepas cengkramannya dan mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, hendak menghapus darah di hidung dan bibir Thalita tetapi ditepis oleh Lita yang masih menatapnya tajam. "kamu lah yang sudah menyakitiku !!" "jangan katakan apa-apa padanya atau yang lain, kalau ingin Vino selamat !!" ancam Farel. "ingat itu, calon istriku sayang" ujar Farel tersenyum dan berlalu pergi. Thalita menyandarkan punggungnya ke dinding dan menangis dalam diam. Kenapa hidupnya begitu rumit dan cobaan terus datang silih berganti."sayang,, kamu dengar aku kan" ucapanDhika membuat ia tersadar dan bergegas menghampiri Dhika.Thalita berjalan kearah toilet, dimana Dhika berdiri di depan pintunya. Thalita menutup hidung dan mulutnya dengan sebelah tangannya. "sayang,, kamu dengar aku kan" ujar Dhika mengetuk pintu kamar mandi dengan khawatir. "aku disini" jawab Thalita membuat Dhika menengok kearahnya. "kenapa kamu dari arah pintu belakang?" Tanya Dhika heran "tadi ada urusan sedikit" jawab Thalita masih menutup hidung dan mulutnya. "aku harus ke toilet dulu" Thalita hendak masuk ke dalam toilet tetapi ditahan oleh Dhika. Dengan sekali hentakan, Dhika menarik turun tangan Lita dan terlihatlah darah yang keluar dari sudut bibirnya yang sobek dan hidungnya. Dhika yang kaget, langsung terpancing emosi melihat kondisi istrinya. "siapa yang melakukan ini !!" bentak Dhika sudah tersulut emosi membuat beberapa orang melihat ke arah mereka."jawab Lita, siapa yang melakukan ini!!" Tanya Dhika sudah sangat emosi dengan mencengram kedua lengan Thalita. Thalita dapat melihat mata coklat Dhika menggelap dan gertakan giginya terdengar jelas. Emosi Dhika langsung naik hingga ubun-ubun, melihat wanitanya terluka. Thalita juga mampu melihat aura menyeramkan itu lagi, Dhikanya benar-benar emosi.Sang singa kembali dalam mode on. "kenapa diam? Siapa yang lakukan ini???" tanyaDhika penuh penekanan tetapi terdengar menakutkan, membuat orang-orang yang berlalu lalang dibuat merinding. "tadi ada wanita gila yang menampar dan memukulinya" ucapan seseorang membuat Dhika dan Thalita menengok ke arah sumber suara.Dhika menatap Farel dengan tajam, bahkan amarah Dhika lebih menakutkan di banding Farel. "tadi saat aku ingin ke toilet, aku melihat Lita di tarik keluar oleh seorang wanita gila dan di tamparnya, bahkan rambutnya di jambak" ujar Farel membuat Thalita menatap benci ke arahFarel. "wanita itu mengalami gangguan jiwa, dan sialnya malah mengamuk ke Thalita" jelas Farel lagi. "tapi tenanglah, dia sudah dibawa pergi" tambah Farel membuat emosi Dhika sedikit mereda. "Kamu tidak apa-apa kan sayang"  Tanya Dhika mulai lembut seraya menyampirkan rambut Thalita ke belakang telingannya dan terlihat pipi Thalita yang memar. "aku ingin pulang" cicit Thalita menahan tangisannya. "kita pulang sekarang" ujar Dhika dan segera mengambil tissue yang kebetulan di bawakan oleh seorang pelayan. Dengan telaten, Dhika menghapus darah di bawah hidung dan bibir Lita yang mengalir ke sisi dagunya. "aku akan kembali ke Claudya" ujar Farel memasang senyum tak berdosanya membuat Thalita ingin sekali memukulnya saat ini juga, tetapi sayangnya dia tak mampu. Dhika mengusap darah di wajah Thalita dengan telaten, membuat wajah mereka berdekatan. Thalita terus menatap wajah Dhika yang sangat dekat dengannya."kenapa kamu tidakberteriak sayang? maafkan aku karena tadi tidak mengantarmu ke kamar mandi" ujar Dhika penuh penyesalan. "ini bukan salah kamu" ujar Lita tetapi air matanya luruh membasahi pipi membuat Dhika menghentikan aktivitasnya dan menatap manik mata Thalita yang sudah dipenuhi air mata. "kenapa? Apa aku menyakitimu? Apa lukanya sangat sakit?" "aku ingin pulang, sekarang" cicit Thalita yang sudah menitikkan air matanya. "baiklah" ujar Dhika dan merangkul tubuh Lita meninggalkan restaurant itu tanpa pamit ke Farel dan Claudya sesuai keinginan Thalita. Di dalam mobil, Thalita hanya terdiam dan menatap keluar jendela dengan pikiran yang berkecamuk. Kata-kata Farel terus menari di kepalanya, membuat kepalanya terasa sangat pening. Thalita memejamkan matanya mencoba mengusir kata-kata hina itu dari otaknya. "kamu baik-baik saja kan, sayang" Dhika meraih tangan Thalita dan meremasnya membuat Thalita membuka matanya dan menatap Dhika yang berada disampingnya. "aku baik-baik saja, sayang. Aku hanya merasa pening saja" "apa wanita itu menjambak rambutmu dengan sangat keras?" Tanya Dhika membuat Lita mengangguk ragu. "maafkan aku yang lalai menjagamu," ujar Dhika penuh penyesalan. "sudahlah, ini bukan salahmu" ujar Thalita dan merubah posisi duduknya dengan menyandarkan kepalanya ke pundak Dhika dan tangan Lita masih menggenggam tangan Dhika dengan erat tanpa ingin melepaskannya.'Aku tak akan pernah meninggalkanmu, Dhika. Karena kamu lah hidup dan matiku. Kamu lah tujuanku bertahan hidup, kamu imam dalam hidupku' batin Thalita memejamkan matanya menikmati kenyamanan dan kehangatan yang menyalur kedalam tubuhnya setiap berdekatan dengan Dhika. Okta baru saja sampai di rumah Thalita dan kini mereka berada di kamar Leonna dan Leon. "apa yang terjadi?" Tanya Okta dan Thalita menceritakan segalanya ke Okta dengan tangisannya. "sialan,, dia benar-benar manusia tak punya hati" gerutu Okta kesal "gue harus apa, gator?" Tanya Lita bingung "niatnya tetaplah ingin membunuh Dhika, hanya dengan dua cara. Yang pertama membunuhnya secara langsung, dan yang kedua membunuhnya secara perlahan karena kehilangan loe" ujar Okta. "Gue tidak ingin ada perceraian ini, tapi gue harus bagaimana? Vino dalam bahaya sekarang" ujar Thalita yang sudah sangat kalut. "dia benar-benar mengacungkan bendera perang dengan kita" Okta maupun Lita sama-sama terdiam memikirkan masalah ini. "kita butuh bantuan brotherhood" ujar Okta seketika membuat Lita menengok kearahnya. "tapi gue khawatir dengan Vino, bagaimana kalau dia mencelakai Vino? Dia mengancam gue untuk tidak memberitahukannya pada siapapun" ucapThalita dengan khawatir. "Pertama-tama kita cari tau dulu keberadaan Vino, dan selamatkan dia. Barulah kita kabarin brotherhood" ujar Okta membuat Lita mengangguk. “dan jangan loe tunjukkin dulu surat cerai itu” Tambah Okta dan Thalita kembali mengangguk. Farel membuka pintu kamar Vino. Terlihat Vino tengah meringkuk disudut ruangan dengan memeluk kedua lututnya. Bahkan Vino masih memakai seragam sekolanya. Farel menyekap anaknya sendiri di dalam ruangan ini."makanlah" Farel menyimpan nasi dan minumannya diatas nakas. Vino bangun dari duduknya dengan wajah yang basah dan masih terdengar segukan, Vino menatap takut kearah Farel."papa tidak ingin mendengar bantahan lagi, dan berhentilah menangis. Anak lelaki tak pantas menangis". "Vino tidak mau makan, Vino ingin bunda. Pak" ujar Vino dengan lirih "belum puas hukuman dari papa, hah?" Tanya Farel menatap Vino dengan tajam membuat Vino semakin ketakutan."jangan membantah lagi, dan cepatlah makan" tambah Farel dan berlalu pergi meninggalkan kamar Vino. Vino kembali menangis terisak. "bunda,,hikzz. Vino takut" isak Vino Siang itu, Thalita datang ke AMI Hospital dengan membawa kedua anaknya untuk memberi Dhika kejutan. Thalita ingin memanfaatkan sisa waktunya untuk terus bersama Dhika. Beberapa suster dan dokter menyapa Thalita. "selamat siang, pak direktur" sapa Thalita seraya memasuki ruangan Dhika yang merupakan direktur utama sekaligus seorang dokter bedah Thoraks dan Kardiovaskuler. Dhika yang di kenal dengan nama Dr. Pradhika Reynand Adinata adalah pewaris tunggal dari keluarga Adinata pemilik rumah sakit Adinata Medika Internasional atau biasa dikenal dengan AMI Hospital. Baru-baru ini Dhika memegang posisi direkturnya setelah pamannya, adik kandung papanya pensiun. Thalita sendiri adalah seorang dokter spesialis bedah Thoraks dan Kardiovaskuler, dia adalah asisten utama team operasi 1 di bawah bimbingan Dhika di AMI Hospital, hanya saja saat ini dia tengah mengambil cuti melahirkannya. Dengan mendorong kereta bayi, Thalitapun memasuki ruangan Dhika dan terlihat sudah ada Angga, atau Dokter Erlangga Prasaja.Dia juga seorang dokter di AMI Hospital, hanya saja dia seorang dokter umum. Erlangga adalah salah satu sahabat Dhika di Brotherhood begitupun juga dengan Oktavio Adelio Mahya, atau yang biasa di panggil Aligator oleh semua sahabatnya. Karena dia sespesies dengan para buaya darat di kalangan ibu kota. "sayang? kamu kenapa tidak kasih tau kalau mau datang?" Tanya Dhika sedikit kaget dan beranjak mendekati Lita,seraya mencium pipi dan kening Lita. "kejutan sayang" ucap Thalita dengan senyumannya. "halo, twins" Angga sudah beranjak dari duduknya dan memangku Leonna yang terlihat mengemuti kepalan tangannya, sedangkan Leon masih terlelap. Angga mengangkat tubuh Leonna ke udara membuatnya terkekeh senang."anak loe gemuk banget" ujar Angga yang tengah memangku Leonna "dialah yang selalu membuatku kelaparan saat hamil" kekeh Thalita yang kini berdiri di samping Dhika. "jadi ini saingannya Acha yah, si doyan makan kedua" kekeh Angga mencium pipi gembul Leonna. "Leon masih bobo saja" ujar Dhika hendak menggendongnya tetapi di larang Thalita. "jangan, dia baru tidur saat di mobil tadi" "kamu bawa mobil sendiri?" Tanya Dhika. "nggak sayang, aku di antar sopir mommy" ujar Thalita. Kini semuanya duduk di atas sofa yang ada diruangan milik Dhika. Dengan saling berbincang-bincang."kapan pulang, kak? Betah bener di tempatnya kak Elza" "disana tempatnya sangat bagus, pokoknya bikin betah deh" ujar Angga antusias dengan masih memangku Leonna. "ohya? Aku jadi penasaran". ‘apa sebaiknya aku ajak Dhika dan keluargaku untuk berlibur bersama? Supaya terhindar dari ancaman Farel. Apa sebaiknya kita tinggalkan kota ini atau perlu Negara ini untuk beberapa bulan. Setidaknya setahun aku dan keluargaku pergi. Tapi bagaimana dengan Vino? Aku tidak mungkin meninggalkannya, bagaimanapun juga dia adalah anakku, walau aku bukan ibu kandungnya. Aku yang merawatnya dari dia kecil. Bagaimana ini? Bagaimana caranya aku terlepas dari psychopath itu' batin Lita "sayang" Dhika menyentuh pundak Thalita membuatnya tersadar dari lamunannya."kamu melamun?" "itu-,, tidak kok sayang" jawab Thalita sedikit salting. "kamu baik-baik saja kan?" Dhika menyentuh kening Thalita. "kenapa akhir-akhir ini kamu terlihat tidak fokus" Tanya Dhika khawatir "aku baik-baik saja, sayang. Tenanglah" Thalita memasang senyumannya. Dhika hanya terdiam, merasa tak yakin dengan jawaban Thalita. Tetapi Dhika tak ingin memaksakan kehendaknya, mungkin Thalita butuh waktu untuk mengungkapkannya ke Dhika."oh ya kak Angga kenapa ada disini?" Tanya Thalita mencoba mengalihkan perhatian Dhika. "Kami hanya membicarakan mengenai Elza" Dhika yang menjawabnya. Dan mengalirlah pembicaraan Dhika dan Angga, sedangkan Thalita hanya mendengarkannya saja.   Saat ini Thalita dan Dhika pergi menuju rumah baru Angga di Jakarta. Angga memboyong keluarganya pindah ke Jakarta, karena awalnya mereka tinggal di kota kembang Bandung. Mobil sport milik Dhika sudah terparkir manis di pekarangan rumah Angga yang terlihat unik dan antik."rumah ini bener-bener sangat antik,," ujar Thalita saat sudah menuruni mobil.Rumah Angga adalah rumah peninggalan Belanda. Warna putih tulang dan hitam mendominasi bangunan ini. "ayo masuk" ajak Dhika seraya mendorong kereta bayi. Thalita berjalan disamping Dhika memasuki rumah yang pintunya sudah terbuka."assalamu'alaikum" teriak Dhika dan langsung di sambut hangat oleh semua orang yang ada di dalam rumah. "Twins datang" seru Irene menghampiri Dhika dan Thalita, dan langsung menggendong Leon. "aduh Leonard, tambah ganteng saja kamu" tambah Irene mengangkat tubuh Leon. "coba mana Leonna" ujar Serli seraya memangku tubuh Leonna. "yang liburan sampai lupa anak dan rumah" sindir Dhika membuat yang lain terkekeh "bener banget, si Verrel sudah merengek beberapa kali minta Bundanya" gerutu Okta. Thalita cipika cipiki dengan para wanita disana. "ini tidak salah beli, kak Angga?" Tanya Lita "iya nih si Angga aneh-aneh saja, pesen rumah malah rumah angker begini" ujar Dewi bergidik ngeri yang tengah menggendong Datan anak dari Oktavio dan Clarissa yang mempunyai panggilan Nela dan Crocodile. "tau nih Angga malah milih rumah ini" keluh Ratudengan masih membuka bungkusan vas dan gucci dari dalam kardus. "keren kali guys, antik rumahnya" kataAngga dengan santai sambil membuka beberapa kardus besar. "alah, bilang aja loe kagak punya duit" celetuk Okta yang tengah memangku beberapa barang di bantu Seno.Semuanya tertawa mendengar celotehan Okta. "bener banget, loe milih nih rumah karena loe nggak punya duit" tambah Daniel yang juga tengah membereskan beberapa barang. "kalian sungguh meragukan gue. Walau gue hanya seorang dokter,gue masih punya harta warisan bokap gue" ucap Angga dengan santai "hahahahaha… loe ngarepin warisan, padahal bokap nyokap loe saja belum mati" celetuk Seno yang tengah memindahkan meja. Sedangkan para perempuan tengah sibuk membantu kerjaan lainnya, Thalita dan Chacha tengah membuat makanan di dapur dan sisanya membereskan barang-barang kecil di ruangan itu. "tapi tetap saja gue bakalan dapet warisan nanti" ujar Angga ngotot "gimana kata loe deh, tapi gue kagak mau nginep" ujar Okta "kok gitu? Perjanjiannya kalian nginep disini sampai semua selesai" protes Angga "gue kagak mau, kasian si Datan. Disini berhantu" ujar Okta "jangan konyol, kagak ada hantu, gator" ujar Daniel "loe kagak percayaan amat, gini gini juga gue ada keturunan ki joko bodo, gue tau disini banyak hantu none none belanda" ujar Okta Prank "aaaaaaaaaa" teriak Chacha dan Thalita dari arah dapur "ada apa?" Tanya Dhika khawatir seraya menghampiri Thalita "dijendela dapur tadi-" ucap Lita terbata-bata "ada apa nela?" Tanya Okta juga menghampiri Chacha "di dapur, tadi ada nenek tua seperti orang belanda nongol di jendela. Nyeremin" ujar Chacha langsung memeluk Okta "tuh kan apa gue bilang, disini bener-bener berhantu" ujar Okta membuat yang lain berdiri menghampiri. "serius kalian?" Tanya Ratu penasaran. "serius Tu" jawab Lita dan Chacha dengan wajah pucat pasinya. "loe ngapain sih beli rumah angker" keluh Serli yang masih menggendong Leonna "masa sih? Itu anak-anak pada main di belakang rumah, tenang-tenang saja" ujar Angga masih tidak percaya. "biar gue periksa" ujar Dhika berjalan kearah dapur "gue ikut, penasaran sama hantu nenek Belanda itu" ujar Angga mengikuti Dhika.Dhika dan Angga memeriksa jendela dapur yang mengarah ke sebuah danau kecil yang berada tepat di samping rumah Angga. Danau itu dikelilingi pohon-pohon pinus tinggi. "loe sengaja pengen uji nyali? Nyari rumah di tempat kayak gini" ujar Dhika memeriksa keluar jendela. "ck, gue gak percaya yang kayak gitu" ujar Angga seraya membereskan wajan yang berserakan di lantai karena ulah Thalita dan Chacha. "gue periksa keluar deh" ujar Dhika membuka pintu dapur. "gak ada apa-apa, Ga" Dhika berjalan menuju danau itu untuk memastikan tak ada apa-apa. Tak lama Angga menghampiri Dhika yang berdiri di bibir danau. "apa ada sesuatu?" Tanya Angga sudah berdiri di samping Dhika yang tengah menatap kearah danau dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celanajeansnya. "tidak ada apa-apa, mungkin mereka hanya berhalusinasi" ujar Dhika "sepertinya, ayo masuk, lagi" jawab Angga "Ga, dulu loe bisa mengetahui tentang penyakit Lita. bagaimana?" Tanya Dhika membuat Angga menghentikan langkahnya. "kenapa loe menanyakan itu, Dhik?" tanyaAngga menengok ke arah Dhika. " Jangan pernah ungkit lagi masa lalu, Dhik. Kita sudah memiliki kehidupan yang bahagia sekarang" ujar Angga kembali berjalan dan berdiri tepat disamping Dhika. Keduanya sama-sama menatap ke arah danau di depan mereka. "jawab saja" ucap Dhika dengan datar "gue memergokinya saat di rumah sakit, guesedang magang di AMI hospital Bandung saat itu dan gue melihat sekaligus mendengar pembicaraan dia dengan dokter Shanty saat itu" ujar Angga menghela nafasnya. Masalalu yang tak ingin lagi ia ingat… "apa alasan dia menyembunyikannya dari gue?" Tanya Dhika melirik Angga. Angga terdiam sesaat seakan mengingat masa menyakitkan itu. "dia tak ingin membuat loe khawatir, dia tidak ingin terus membebani loe" jelasAngga menghela nafasnya, rasa bersalah dalam diri Angga pada Dhika dan Lita masih ada. "hanya itu alasannya?" Tanya Dhika sarkasis "loe kenapa sih? Tumben banget nanya itu" Tanya Angga penasaran membuat Dhika tersenyum dan menengok ke arahAngga. "gue merasa dia kembali menyembunyikan sesuatu dari gue" ujar Dhika. “dia berkali-kali berbohong dan gue tau dia sering bertemu gator secara diam-diam” "Si Gator? menyembunyikan apa? memang loe ada masalah sama dia? Gak mungkin penyakit ginjalnya kambuh lagi kan?" Tanya Angga bingung. "ntahlah, apa masalahnya gue gak tau. Tapi feeling gue mengatakan dia menyembunyikan sesuatu. Gue bukan Dhika yang berumur 22 tahun lagi, yang begitu saja akan percaya pada omongan Lita dan juga loe. Sekarang gue lebih percaya dengan feeling gue sendiri" ujar Dhika."loe tau kan feeling gue gak pernah keliru" tambah Dhika dan Angga masih mendengarkannya. "iya gue tau, loe menangani pasien selalu dengan feeling loe.” “Tapi apa yang Thalita sembunyikan kali ini, gue rasa tak ada yang harus disembunyikan lagi" ucapAngga. “dan gator? Mana mungkin dia juga ikut menyembunyikan sesuatu dari loe” Angga ikut bingung. "itu yang sekarang menjadi pertanyaan gue, entah apa yang dia sembunyikan kali ini dan apa alasannya menyembunyikan ini semua dari gue" Dhika berlalu pergi meninggalkan Angga sendiri dalam kebingungannya. "loe jangan banyak berprasangka buruklah sama Lita" ujar Angga yang mengikuti Dhika "kita lihat saja, sampai kapan dia akan menyembunyikannya dari gue. Gue akan mencari taunya" ujar Dhika tersenyum ke Angga. Dhika dan Angga kembali keruang tengah dimana semuanya tengah duduk resah dan saat Dhika kembali bersama Angga, semuanya langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Dhika dan Angga. "bagaimana?" Tanya Daniel "tak ada apa-apa" jawab Dhika "masa sih sayang? serius tadi aku lihat nenek-nenek" ujar Thalita bersikeras "Tanya saja Angga, aku bahkan memeriksanya sampai ke dekat danau" ujar Dhika "Dhika bener, gak ada apa-apa. Sudahlah, mungkin itu halusinasi saja" ujar Angga kembali membereskan beberapa barang. "mungkin saja, tadi itu nenek gayung lagi mandi di danau. Gara-gara cium bau masakan jadi dia ngintip ke jendela" ujar Seno asal "lagian ngapain tuh nenek goyang mandi di danau, sudah seperti gadis desa saja. Kagak punya toilet kali yah" ujar Okta yang mulai salah pengucapan. "gayung gator bukan goyang, sejak kapan tuh nenek berubah profesi" celetuk Serli membuat yang lain terkikik "si gator kepikiran lagu dangdut kali, makanya pengen goyang" kekeh Angga "sama saja, sama-sama awalnya huruf G dan akhirnya huruf NG" ujar Okta tak mau kalah "tapi tetep salah artian, Crocodile sayang" ujar Chacha yang tengah duduk diatas sofa "lagian terserah tuh nenek gayung mau mandi dimana-mana juga, kenapa loe yang jadi pusing mikirinnya" jawab Dewi membuat yang lain terkikik. "ya siapa tau kan dia kagak punya toilet, makanya keliling kampung sambil bawa-bawa goyang eh gayung." Ujar Okta. "anehnya orang-orang malah lari karena takut, harusnya kasih pinjam toiletnya. Kasian kan tuh nenek kagak bisa mandi-mandi" tambah Oktamulai melantur membuat yang lain menggelengkan kepalanya. "kenapa gak pinjamin toilet rumah loe saja" ujar Ratu "gue kagak mau minjemin toilet ke sembarang orang" ujar Okta. "ntar deh kalau gue ketemu tuh nenek gayung, gue kasih goceng biar dia bisa mandi di toilet umum. Jadi kan kagak bakalan bawa gayung kemana-mana lagi" tambahnya membuat yang lain terkekeh "dasar gator" ujar Dhika menggelengkan kepalanya "kayak berani saja loe" celetuk Seno "belum ngasih tuh uang, paling-paling loe langsung kabur" kekeh Daniel "ngeremehin alligator loe semua" ujar Okta "astaga, browniesnya" pekik Lita yang baru ingat tadi tengah membuat brownies. Thalita berlari kearah dapur dan terlihat ovennya sudah mengepulkan asap. Thalita segera membuka oven dan menarik wajannya. "awwww" pekik Thalita karena lupa tak memakai washlap tangan. "hati-hati saying." Dhika meraih tangan Lita dan meniupinya dengan lembut, membuat Thalita menatap wajah Dhika yang terlihat khawatir. ‘Waktu Kita tinggal 4 hari lagi, Dhika. Aku tak yakin apa aku mampu melepaskanmu dan meninggalkanmu bersama twins?’ batin Thalita. ‘Maafkan aku, Dhika’ tanpa terasa air mata Thalita menetes membasahi pipinya membuat Dhika kaget dan menatap mata Thalita seakan mencari sesuatu yang ada di sana. ‘Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Lita? Kenapa aku melihat begitu banyak beban dan keresahan dalam matamu. Kenapa kamu tak mau membaginya padaku? Bukankah aku ini suamimu’ batin Dhika. Malam menjelang, Brotherhood minus Elza sudah duduk di atas permadani setelah menyelesaikan semua pekerjaan mereka. Hari sudah berubah menjadi gelap, setelah menikmati makan malam bersama. Mereka bersantai di ruang tengah. Semua anak-anak mereka sudah terlelap di kamar yang sudah disediakan, termasuk Leonna, Leon dan Datan. Semuanya tengah bersantai sambil menonton acara televise,. Dewi terlihat tengah bersandar ke sofa di belakangnya sambil memainkan handphonenya. Okta tengah merebahkan kepalanya di paha Chacha sambil memakan kacang yang disediakan disana. Ratu tengah menyandarkan kepalanya ke bahu Angga karena kelelahan, Seno duduk disamping Dewi dengan Irene yang duduk diatas sofa tepat dibelakang Seno, Serli duduk disamping Daniel sambil menikmati cemilan yang ada. Dan Thalita terlihat tengah bersandar ke d**a Dhika yang duduk bersandar ke sofa di belakangnya. Thalita terlihat tidak ingin berjauhan dengan Dhika, dan itu bisa di lihat oleh Okta yang mengetahui semuanya."kita main tod yuk" ajak Irene tiba-tiba membuat yang lain menengok kearah Irene. "seru tuh kayaknya" ujar Dewi antusias. "gue setuju" ujar Dhika terdengar bersemangat. Setelah mendapat persetujuan dari semuanya, kini mereka sudah merubah duduk mereka menjadi membuat lingkaran. Semuanya duduk diatas permadani merah, di tengah-tengah mereka sudah ada botol bekas berwarna hijau. "oke kita mulai permainannya. Di mulai dari gue" ujar Daniel memutar botol itu. Seketika botol berhenti kearah Dewi. "oh sial, kenapa gueyang duluan" keluh Dewi "truth or dare?" Tanya Dhika "truth" jawab Dewi "si Dewi pengen nyari aman, sengaja gak milih berani" celetuk Seno "berisik loe" ujar Dewi "aku, aku yang mau nanya ke kak Dewi" ujar Chacha antusias. "baiklah, apa nela?" Tanya Dewi "berapa ratus wanita mantan kencannya Crocodile?" Tanya Chacha membuat yang lain kaget mendengarnya dan seketika terkekeh "pertanyaan macam apa itu? Kenapa gak kamu Tanyain langsung saja ke aku." Protes Okta "nggak mau, kamu banyak modusnya" ujar Chacha membuat yang lain terkekeh "berapa yah, kagak ke itung Chacha. Gue bukan sekretarisnya dia yang harus datain setiap cewek yang kencan dengannya" jawab Dewi "berarti banyak banget yah" keluh Chacha. "biarin saja, nela. Toh sekarang cinta aku hanya untukmu" goda Okta "modus ah kamu, ntar juga pupus tuh cintanya" ujar Chacha "nggak dong nela sayang, karena cinta dan sayang aku ke kamu itu bagaikan sebuah kuku" ujar Okta mulai mengeluarkan gombalannya. "kok cuma sebuah kuku? Pendek dong" keluh Chacha tak terima "iya, meskipun dipotong tetap akan tumbuh lagi dan lagi" ujar Okta dan itu mampu membuat Chacha bulshing seketika mendengar gombalan maut sang Crocodile. Sedangkan yang lain terkekeh mendengarnya. "cieeeee, si nela langsung bulshing" goda Seno "si gator benar-benar rajanya gombalan" kekeh Dewi "jangan percaya nela, itu hanya bualannya saja" celetuk Angga "heh Angga, sesama mantan don juan jangan saling menjatuhkan dong" protesOkta   "udah ah, ayo kita mulai lagi" kata Dewi kembali memutar botol itu, sampai botol itu berhenti di depan Daniel. "malah gue yang kena, sekarang" keluh Daniel "jujur atau berani?" Tanya Serli "berani deh" jawab Daniel "gue yang mau ngasih tantangan ke si Daniel" ujar Okta "muka loe mencurigakan, gator" ujar Daniel "payah loe, belum apa-apa juga" ujar Okta "ya udeh, apaan?" Tanya Daniel "loe tolong cariin gue satu ekor cacing diluar" ujar Okta dengan santai "loe gila !!" pekik Daniel dan yang lain tertawa mendengarnya. Semuanya tau kalau Daniel sangat takut pada cacing. "gue waras, Daniel. Cepetan deh, gue mau mancing besok" ujar Okta "loe bener-bener gila, kagak mau gue" ujar Daniel langsung menolak "payah loe ah, badan udah kayak Herculas. Eh nyali kayak daus mini cetek loe" ledek Okta "apa kata loe deh, pokoknya gue kagak mau. Gue musuhan sama berbagai jenis cacing dari sejak orok" ujar Daniel "payah loe, sudah 33 kali puasa dan lebaran, malahan sudah ngalahin bang toyib yang hilang kagak jelas. Loe masih saja gak saling maaf-maafan sama tuh cacing, ayo gue temenin loe cari cacing biar baekan gak pada berantem terus. Kagak baek musuhan lama-lama" ujar Okta membuat yang lain terkikik "gue kagak mau, Gator. Gimana kalau gini, loe dulu berdamai sama kecoa. Nah abis itu baru deh gue maaf-maafan sama tuh cacing" ucap Daniel asal "kenapa bawa-bawa si kecoa? Guesudah move on dari die, jadi jangan ungkit-ungkit lagi dia. Apalagi sebut namanya, kalau mendengar nama dia disebut, jantung gue seketika berdetak lebih cepat dari biasanya" ujar Okta lebay akut. "gue curiga loe mulai nyimpen perasaan sama tuh kecoa" ujar Irene terkekeh "bukan perasaan cinta, tapi perasaan ingin kabur dari tuh kecoa peot. Sudah seperti mantannya si nela saja" ujar Okta. "isshhh, kenapa bawa-bawa mantan" Chacha mencubit pinggang Okta "lah bener kan, si Gilang mirip kecoa peot" ujar Okta keukeuh "dasar aneh" gerutu Chacha "kagak mau loe?" Tanya Okta kembali melihat ke arah Daniel. "bukan nggak mau, tapi penuhi dulu syarat dari gue" ujar Daniel "mending kagak jadi ah" ujar Okta. "ayo mulai lagi" Okta kembali memutar botol itu dan berhenti tepat menunjuk ke Thalita. "yahhh" keluh Thalita "jujur apa berani?" Tanya Ratu "jujur saja deh, kalau berani takut dijahili" kekeh Lita "aku yang akan nanya" ujar Dhika, membuat Thalita langsung menatap Dhika yang berada disampingnya dengan ekspresi sedikit kaget. 'si Dhika pasti nanyain masalah yang tadi' batin Angga "k-kamu mau nanya apa, sayang?" Tanya Lita sedikit gugup "apa yang belum aku ketahui? Atau lebih tepatnya apa yang sedang kamu sembunyikan dariku" Deg 'kenapa Dhika menanyakan ini? kenapa harus bertanya seperti ini, sih' batin Lita. Oktapun ikut tegang melihatnya. 'sial, si Dhika memang sulit sekali di kibulin. Dia sudah seperti pemain insidious saja yang jadi lebih peka sekarang' batin Okta "jawab sayang, kenapa diam saja? Kalau memang tak ada yang harus kamu ceritakan, katakan saja tak ada, kenapa diam? Apa mungkin memang benar ada yang kamu sembunyikan dariku?" Tanya Dhika menyipitkan matanya menatap Thalita. "itu-" Thalita terdiam sesaat. "tidak ada kok sayang, aku nyembunyiin apaan coba dari kamu" kekeh Lita mencoba menstabilkan kegugupannya yang ditatap penuh intimidasi oleh Dhika. "begitu yah" jawab Dhika datar.'kamu pikir aku bodoh? Baiklah, biarkan aku yang mencari tahunya sendiri' "baiklah, kita mulai lagi" ujar Dhika memutar botol hingga terhenti tepat di depan Oktavio. "ya elah kenapa gue? Ini mah si Daniel bakalan balas dendam" ujar Okta "gue gak akan balas dendam, gue kan orangnya baik hati" ujar Daniel dengan bangga "baik hati pala loe" celetuk Dewi "jujur apa berani, gator?" Tanya Serli 'kalau gue jujur, si Dhika mungkin akan nanya itu lagi ke gue.. Lebih baik gue ambil tantangan saja deh' batin Okta "malah ngelamun, kesambet nenek gayung tau rasa loe" ujar Serli "gue ambil tantangan saja" jawab Okta akhirnya "gue yang akan menantang si gator" ujar Irene menyeringai "dari wajah loe, keliatan banget niat jahatnya" ujar Okta menaruh curiga "cemen loe, belum apa-apa juga" ujar Irene "ya udah apa?" Tanya Okta "gue pengen loe keliling danau itu sendirian" ujar Irene "kagak salah? Heh kaleng rombeng, ini sudah jam 10 malam. Guesudah kagak kuliah lagi yang harus ikut jerit malam, mana tadi ada nenek grondong di danau itu" protes Okta "sudah berubah lagi yah tuh nama nenek, dari nenek gayung ke goyang sekarang grondong" celetuk Ratu membuat yang lain tertawa. "gue kagak mau, gue mau tidur saja ah sama Datan" ujar Okta hendak beranjak tetapi langsung di tahan Seno yang duduk di sebelahnya. "masa sang alligator takut sama nenek-nenek sih" celetuk Seno "beda lagi nenek grondong ini.Dia punya ilmu hitam di dalam gayungnya itu" ujar Okta semakin asal. "cemen loe ah" ujar Angga "gue kagak cemen, gue hanya males ketemu tuh nenek goyang atau grondong, apalah itu.Gue kagak pernah kenalan sama tuh nenek jadi kagak tau nama aslinya" ujar Okta ngawur. "selain tuh nenek peot, gue juga males ketemu nyonya kunti, nyonya sundel bolong, pak pocong, ade dedemit dan om genderwo. Kalau sudah ketemu sama mereka, mereka suka berebut minta foto dan tanda tangan gue" tambah Okta asal "gak nyangka gue, keluarga si Okta semuanya makhluk halus. Ada bapak, ibu, om, ade dan nyonya." ujar Dewi tertawa diikuti yang lain "lagian yah gator, ramah sama fanz itu bagus lho. Biar ig dan twitter loe banyak yang follow" kekeh Daniel "tetep saja kagak mau" ujar Okta bergidik ngeri. Okta memang terkenalsangat penakut. "cemen loe ah" ujar Dhika Tiba-tiba saja lampu mati, membuat para perempuan menjerit karena kaget. "aku harus ke kamar, kasian anak-anak" ujar Lita menyalakan senter di handphonenya. "para perempuan, masuklah ke kamar. Biar kita lihat apa yang terjadi" ujar Dhika. Semua perempuan berdiri menuju kamar dengan menggunakan senter di handphone mereka. "gue akan periksa ke belakang, ada yang mau ikut?" Tanya Dhika "gue ikut loe" ujar Daniel.        "gue juga" ujar Angga "gue juga" ucap Seno "woii kok ikut semua? Nah gue gimana nasibnya dong?" protes Okta "loe diem saja di sini, nunggu nenek goyang loe datang" ujar Seno "kagak mau, gue ikut. Ntar yang ada gue diculik sama tuh nenek lagi, Karena gue terlalu tampan dan unyu" ujar Okta berlari dan langsung merangkul Dhika dan Daniel. "apaan loe, so akrab banget rangkul rangkul segala" ujar Dhika melepas rangkulan Okta "ya elah Dhik, gue takut" ujar Okta mendengus "dasar penakut loe" ledek Angga Semuanya berjalan menuju dapur dan pintu belakang. Mereka keluar rumah dan berjalan kearah tempat sikring listrik. "biar gue yang benerin" ujar Angga. Angga mulai memeriksanya dan Dhika menyorotinya dengan senter handphone di bantu Daniel. Seno asyik memainkan handphonenya sambil bersandar ke dinding sedangkan Okta terus menatap sekeliling dan sesekali mengusap tengkuknya. Tiba-tiba saja sebuah tepukan ringan mendarat di pundak Okta membuat Okta menegang kaku. "mbah, nenek, nyonya, eyang, ibu, bapak, siapapun itu. Please jangan ganggu gue" gumam Okta ketakutan "tuan..." suara lirih seseorang membuat Okta semakin merinding. "ini beneran si nenek goyang eh gayung itu" gumam Okta sudah sangat menegang."heh Seno,," panggil Okta dengan lirih tetapi tak terdengar olehSeno, semuanya sibuk masing-masing. "heh k*****t,, liat ke arah gue" bisik Okta dan tetap tak berpengaruh apa-apa sama yang lain.'baiklah Oktavio, loe harus berani hadepin nenek grondong ini. Loe adalah seorang alligator yang tak terkalahkan. Chayo gator, jangan kalah sama nenek yang hanya bisa bawa gayung kemana-mana' batin Okta dan langsung berbalik."aaaaaaaarrghhhhhh !!!" pekik Okta kaget hingga tersungkur ke tanah, alhasil pantatnya membentur tanah. Keempat sahabatnya menengok dan melihat kearah nenek-nenek yang tengah menyorotkan senter."nenek gayungnya datang,,,!!!" pekik Okta ketakutan. "maaf, apa saya membuat anda kaget?" Tanya nenek yang terlihat seperti orang belanda itu. Rambutnya blonde sebatas pundak bergelombang berwarna emas, kulit putih pucatnya yang terlihat keriput.Seno membantu Okta untuk berdiri, kelima lelaki itu menatap nenek dengan seksama hingga menimbulkan lipatan kecil di dahi mereka. "nek, gayungnya mana? Kok gak dibawa?" Tanya Okta tiba-tiba membuat nenek itu mengernyitkan dahinya bingung. "hush,, gator" tegur Daniel "oh iya, mungkin nenek ini nenek goyang yah. Tuh makanya jalannya agak bongkok" ujar Okta makin asal dan langsung mendapat jitakan dari Seno "kagak sopan !!" celetuk Seno membuat nenek itu tersenyum. "nama saya nenek Aline, saya yang menjaga rumah ini. Rumah saya tak jauh dari sini, tadi sore saya hendak menyapa kalian. Tetapi malah membuat kedua wanita itu kaget" jelas Aline membuat yang lain bernafas lega, mereka sudah salah paham ternyata. "jadi nenek bukan nenek-nenek yang ada di film itu yah, yang suka bawa gayung kemana-mana untuk numpang mandi" ujar Okta membuat nenek Aline terkekeh dan menggelengkan kepalanya."tapi bener sih, nenek kelihatan jauh lebih cantik dan bule di banding tuh nenek yang di dalam film" tambah Okta "maaf nek, sahabat saya ini memang rada-rada" ujar Angga "tidak apa-apa, tuan. Saya kemarin mendapat kabar dari pak Albert pemilik rumah ini, kalau hari ini akan ada penyewa baru disini" ujar Aline "saya Erlangga, nek. Saya yang membeli rumah ini" ujar Angga berjabat tangan dengan Aline.Okta masih menatap dengan seksama nenek Aline itu. 'kakinya napak ternyata, tangannya dingin kagak yah' batin Okta "apa kalian semua yang menempati rumah ini?" Tanya Aline "tidak, hanya saya bersama istri dan anak saya" ujar Angga "kalian sudah menikah? wah, tidak menyangka. Nenek kira kalian masih pada bujangan lho" kekeh Aline "tidak nek, kami sudah menikah dan memiliki anak" jawab Daniel membuat nenek mengangguk paham. Tak lama lampupun kembali menyala. "disini memang sering sekali mati lampu atau pemadaman sementara dari PLN" jelas Aline sambil mematikan senternya. "kenapa begitu nek?" Tanya Angga heran "nenek juga kurang paham" kekeh Aline. "kalau begitu, mari masuk nek. Saya kenalkan nenek dengan istri saya" ujar Angga Semuanya beranjak memasuki rumah Angga. Para perempuan keluar dari kamar saat mendengar suara langkah kaki. Thalita terpekik kaget melihat nenek Aline, begitupun denganChacha. "crocodile, itu nenek gayung yang tadi" ujar Chacha "dia bukan nenek gayung, Nela. Tapi nenek goyang, iyakan kan nek" ujar Okta dan Aline hanya terkekeh saja. "ini nenek Aline, dia pengurus rumah ini. Tadi itu dia hendak menyapa kita tapi kalian malah lari ketakutan" jelas Angga membuat Lita dan Chacha tersenyum malu. "maafkan kami yah nek, kami tadi sangat kaget" ujar Lita "tak apa-apa" ujar Aline "nek, ini istri saya Ratu namanya" ujar Angga membuat Ratu tersenyum manis               “Sayang kamu dimana?” Panggil Dhika. Dhika mencari Thalita ke dalam kamar mereka tetapi Thalita tak ada disana. Dhika hendak berlalu pergi meninggalkan kamar mereka tetapi irish matanya menangkap amplop coklat yang berada di laci nakas dekat ranjang. Dhika berjalan mendekati laci dan mengambil amplop itu dan membukanya, Dhika mulai membaca isi dari dalam amplop itu. Deg…. Dhika mematung di tempatnya, matanya membelalak lebar membaca isi surat itu. Itu adalah surat gugatan cerai dari Thalita pada dirinya.  “apa maksudnya ini?” gumam Dhika tak percaya. Ceklek…Dhika berbalik dan terlihat Thalita berdiri di ambang pintu. Mata Thalitapun melotot sempurna saat melihat apa yang tengah Dhika pegang. Keduanya masih mematung dan saling menatap penuh luka. Dhika berjalan mendekati Thalita yang masih berdiri di tempatnya. “apa ini?” Tanya Dhika masih menahan emosinya. Thalita masih mematung di tempatnya, bahkan Thalita tak mampu menatap mata hazel milik Dhika. Thalita masih menunduk menahan air matanya tanpa berkata apapun. “APA INI????” Dhika membentak Thalita dan Thalita hanya bisa menunduk dan menangis. “Thalita Putri Casandra jawab !!! Jangan hanya diam saja, bahkan kamu sudah menandatanganinya” ucap Dhika dengan mata merahnya menahan air mata dan emosinya. Thalita masih menunduk dan menangis. Dhika mencengkram lengan Thalita sehingga Thalita meringis dan akhirnya menatap kearah Dhika. “lepaskan Dhika, kau menyakitiku” ringis Lita “Jawab !!!!” bentak Dhika. “apa maksudnya ini???” Dhika begitu emosi. “aku ingin kita bercerai” cicit Thalita bersamaan dengan air matanya yang luruh. “apa maksudmu? Bukankah selama ini kita tak pernah punya masalah apapun? Kenapa mendadak kamu ingin kita bercerai?” “Tolong lepaskan dulu, kau menyakitiku Dhika” ringis Thalita dan Dhikapun akhirnya melepaskan pegangannya pada Thalita. “Katakan” Tanya Dhika masih menatap Thalita dengan tatapan terlukanya. Thalita menahan kesakitan dalam hatinya menatap tatapan Dhika. Tatapan yang sama sekali tak ingin Thalita lihat lagi. “A-aku” Thalita langsung memalingkan wajahnya kearah lain dan berjalan mengjauhi Dhika. Bunda….. tolong Vino Bunda,,,, Kamu dengarkan Thalita, cepat selesaikan urusanmu dan kembali padaku. Jangan membuang-buang waktumu sebelum aku membunuh Vino. “aku apa? Ada apa ini? Aku tau kamu menyembunyikan sesuatu dariku” ucap Dhika kembali berjalan ke hadapan Thalita. “aku ingin kita bercerai” Deg “aku ingin kita bercerai Dhika” ucap Thalita sekuat tenaga menekan hatinya yang terluka dan menatap ke arah Dhika dengan tatapan datarnya. “apa alasannya?” Tanya Dhika menatap Thalita dengan tatapan terlukanya. “karena selama ini aku berpura-pura menerimamu, Aku sebenarnya sudah tak mencintaimu lagi setelah 10 tahun berlalu. Tetapi saat itu kondisi kamu semakin drop dan aku berusaha  menerimamu lagi. Aku bersabar selama setahun pernikahan kita, tetapi ternyata aku tidak bisa mencintaimu lagi. Karena itulah aku mengajukan gugatan cerai padamu” ucap Thalita dengan datar. Dhika tersenyum kecil seraya memalingkan wajahnya. “kamu pikir aku akan percaya?” pertanyaan Dhika membuat Thalita menatap ke arahnya. Mata Dhika terlihat sudah berkaca-kaca. Thalita bahkan tak mampu untuk tetap menatap mata hazel Dhika yang terlihat begitu terluka. “kamu pikir pernikahan ini lelucon? Kamu pikir aku berhak menerima belas kasihanmu, Thalita?” Tanya Dhika, dan itu membuat Thalita menundukkan kepalanya. Mulut Thalita seakan sudah di kunci rapat dan tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. “kamu pikir aku percaya dengan semua ini?” ucap Dhika terdengar lirih.  Dhika mengusap kedua matanya yang terasa berkabut karena air mata yang menumpuk dan setelahnya Dhika langsung beranjak pergi meninggalkan Thalita sendiri. Setelah kepergian Dhika, Thalita terduduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya begitu hancur, sangat hancur. Hanya ini yang bisa Thalita lakukan. ‘kenapa tuhan? Kenapa ujian ini begitu berat? Tidakkah cukup cobaan cinta kami 10 tahun yang lalu, kenapa sekarang juga? Apa salahku, Tuhan…..’ Jerit batin Thalita. Dhika menyetir mobilnya tak karuan, pikirannya melayang entah kemana. Dhika tak percaya kalau Thalita tega menggugatnya. Apa salahnya sampai dirinya terus di sakiti. 10 tahun yang lalu dia menderita karena menanti Thalita kembali, dia berjuang untuk mendapatkan Thalita kembali dan sekarang setelah semuanya menjadi lebih baik. Thalita dengan mudahnya mengatakan itu.“tega sekali dia mempermainkanku” gumam Dhika. “Shitt !!!”Dhika mengumpat kesal dan memukul setir mobilnya.Dhika menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan menyandarkan kepalanya ke jok mobil. Karena selama ini aku berpura-pura menerimamu, Aku sebenarnya sudah tak mencintaimu lagi setelah 10 tahun berlalu. Tetapi saat itu kondisi kamu semakin drop dan aku berusaha  menerimamu lagi. Aku bersabar selama setahun pernikahan kita, tetapi ternyata aku tidak bisa mencintaimu lagi. Karena itulah aku mengajukan gugatan cerai padamu… “Sialan !!!” Dhika kembali memukul setirnya karena kesal. Kata-kata Thalita mampu menyesakkan dadanya, mata Dhika sudah memerah menahan air mata dan emosinya. Pikirannya melayang membayangkan saat mereka menikah, honeymoon dan memiliki twins. Dhika merasa tertipu oleh Thalita, Dhika merasa di bodohi oleh Thalita. “twins” gumam Dhika teringat kedua buah hatinya yang umurnya belum genap satu tahun, bahkan twins masih membutuhkan ASI dari ibunya. Dhika juga membayangkan bagaimana kalau Thalita juga tega membawa twins bersamanya. “Tidak !!” gumam Dhika dengan tatapan tajamnya. “apapun yang terjadi, aku tak akan membiarkan sesuatu yang sudah menjadi milikku pergi begitu saja. Aku tidak perduli, Thalita akan senang atau tidak yang jelas sampai kapanpun juga aku tak akan pernah menerima perceraian ini. Sampai kapanpun juga aku tak akan biarkan dia pergi dariku. Karena dia hanya milikku,, dan akan terus seperti itu” gumam Dhika penuh penekanan. Saat ini Dhika tengah berkumpul bersama Daniel, Angga, dan Seno di sebuah restaurant mewah dengan memilih private room.  “ada apaan Dhik? Tumben banget loe ngajak kita ngumpul disini, di tempat tertutup juga” Tanya Daniel             “si gator juga belum datang” ucap Seno             “gue gak undang si gator” ucap Dhika dengan datar membuat ketiga sahabatnya terpekik kaget.             “apa ini ada hubungannya sama yang loe katakan waktu itu?” Tanya Angga membuat Daniel dan Seno menengok kearahnya.             “ada apaan sih ini?” Tanya Seno penasaran. Tanpa berbicara apapun, Dhika menyerahkan surat gugatan cerai Thalita ke tiga sahabatnya. Angga yang pertama membacanya langsung membelalak lebar.  Daniel merebut kertas itu dan membacanya bersama Seno ikut terpekik kaget melihatnya. Mereka tak menyangka Thalita akan menggugat Dhika, bahkan sudah di bubuhkan tanda tangan Thalita.             “loe ada masalah sama Lita?” Tanya Seno             “nggak” jawab Dhika menghela nafasnya             “lalu ada apa, Dhika? Kenapa Lita mendadak menggugat loe?” Tanya Daniel bingung.             “dia bilang, kalau dia tidak mencintai gue. Dia mau nikah sama gue karena kasihan melihat gue yang hancur saat itu. Dia berharap selama berumah tangga perasaannya akan kembali muncul tetapi dia bilang kalau perasaan cinta itu tak pernah ada” ucap Dhika membuat ketiga sahabatnya melongo kaget.             “dan loe percaya?” Tanya Angga             “tidak” jawab Dhika, “kalian ingatkan saat Thalita ulang tahun, disana gue melihat ada beban dan ketakutan di matanya. Gue coba mengacuhkannya, tetapi semakin kesini semakin menjadi. Tetapi Lita tak mau terbuka sama gue” ucap Dhika menghela nafasnya             “lalu hubungannya sama gator? Kenapa loe gak undang dia kesini?” Tanya Seno             “karena sudah berkali-kali gue mergoki mereka berduaan. Bahkan Thalita berbohong ke gue. Dia bilang sedang sendiri, padahal jelas-jelas gue lihat dia sedang bersama si gator” ucap Dhika             “loe gak curiga Lita dan gator-“ Seno menggantungkan ucapannya             “ya nggaklah, gue percaya sama si gator. Tapi gue curiga kalau mereka ada sesuatu yang di sembunyiin dari gue” ucap Dhika             “berarti kita harus memecahkan kasusnya itu” ujar Daniel             “itu alasannya kenapa gue ajak kalian ketemuan disini” ujar Dhika             “kita akan bantu loe” ucap Daniel yang di angguki Angga dan Seno.             “Niel, gue minta tolong loe cek ke pengadilan agama ini, siapa yang mengajukan permintaan gugatan cerai ini dan kapan. Gue curiga ada oranglain di balik ini semua” ucap Dhika yang di angguki Daniel seraya mengambil surat perceraian itu.             “dan kalian, tolong ikuti gator kemanapun dia pergi” ucap Dhika             “oke” ucap Angga dan Seno. Vino masih duduk di atas ranjang, sudah 3 hari dia di kurung di dalam kamarnya tanpa boleh sekola dan melakukan hal lain. Vino juga jarang memakan makanan yang di sodorkan Farel padanya. Kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Anak berusia 6 tahun itu sudah banyak mengalami kejadian yang menakutkan."mama, apa Vino bisa pergi ke mama?" gumam Vino menatap foto Mira yang tengah tersenyum manis. "kenapa papatidak pernah menyayangi Vino, ma? Apa salah Vino?" gumam Vino dengan tangisannya. Ceklek….Pintu di buka dan menunjukkan Farel disana dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Farel duduk di sisi ranjang dekat Vino. "cepat makan !!" ujar Farel dengan dingin "Vino gak mau" ujar Vino "jangan membuat papa bersikap kasar, Vino. Cepat makan !!" ujar Farel penuh penekanan tetapi Vino masih menggelengkan kepalanya. Farel yang sudah sangat kesal langsung menjambak rambut Vino dengan keras membuat Vino meringis dan menangis. "papa ampun, sakit pa...hikzzzz" isak Vino "cepat makan !!!" bentak Farel membuat Vino mengangguk lemah. Farelpun melepaskan cengkramannya dan menyodorkan nasi beserta lauk pauknya ke Vino. Vino mulai memakan makanannya dengan isakan kecil masih keluar dari bibirnya. "anak laki-laki t    idak boleh cengeng" ujar Farel dan Vino berusaha keras menahan isakannya."kamu akan papa pindahkan lagi ke WINA" ujar Farel dingin membuat Vino mengangkat kepalanya karena kaget. "tapi pa-" ucapan Vino terhenti saat tatapan tajam menyeramkan milik Farel menusuk ke mata hitam bulatnya. Pagi ini Claudya tengah berdandan secantik mungkin untuk pergi ke rumah sakit. 'saatnya beraksi Claudya Ananda Lawren,, taklukan Dhika. Dulu aku selalu maju mundur, dan sekarang saatnya aku melangkah maju’. Senyum misterius tercetak di bibir tebal merah meronanya. 'sekarang aku tidak perduli lagi mau dia punya istri atau tidak. Toh aku ikhlasin juga, hati aku malah makin sakit. Apalagi sekarang Farelpun ada affair denganThalita' Tak lama terdengar suara bel apartement berbunyi, membuat Claudya yang tengah merapihkan rambutnya menghentikan aktivitasnya."siapa yah" gumam Claudya dan beranjak menuju ke pintu apartement.Dibukanya pintu apartement, dan terlihat Farel berdiri disana dengan memasang senyuman kecilnya. "kamu terlihat cantik sekali pagi ini, Nanda" ujar Farel "ada apa?" Tanya Claudya dengan sinis membuat Farel terkekeh kecil dan nyelonong masuk ke dalam apartement. "Sepertinya kamu tau kalau pagi ini aku akan datang, setelah lama aku tak datang" ujar Farel tersenyum kecut.Claudya tak memperdulikannya dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tas dan kunci mobilnya. Tetapi sebelum itu terjadi, Farel sudah menangkap lengan Claudya dan menyudutkannya ke dinding. "sayang sekali, kalau kecantikan ini kamu umbar di rumah sakit. Apalagi untuk pasien pasienmu" sindir Farel yang sebenarnya tau untuk siapa Claudya berdandan. "menyingkirlah, Farel. Aku sudah terlambat ke rumah sakit" ujar Claudya tajam "ck, ketus sekali kamu sayang" Farel memainkan jari tangannya menyusuri garis wajah Claudya hingga turun ke leher Claudya membuat Claudya menahan nafasnya."kamu marah, karena aku pergi begitu lama" bisik Farel mendekatkan bibirnya ke telinga Claudya dan sedikit meniupnya membuat Claudya menutup matanya saat merasakan tubuhnya meremang. Tetapi seketika tangan Farel yang tengah bermain nakal di leher Claudya mencekik Claudya membuatnya terpekik kaget dan memegang tangan Farel yang mencekiknya. "Fa-rel" ujar Claudya tercetak "dasar jalang !! kau pikir aku tidak tau, Hah? Kau sedang menggoda Dhika kan" pekik Farel emosi semakin mengencangkan cekikannya. "Rel,," Claudya sudah sangat kesulitan untuk bernafas. "aku datang untuk menyampaikan sesuatu" ujar Farel. Wajah Claudya sudah sangat memerah. "Rel, ku-mo-hon le-pas a-ku ti-dak bi-sa ber-na-fas" ujar Claudya terbata-bata "lihat ini" Farel melempar beberapa foto dari amplop coklat yang dia pegang ke atas meja. Foto dimana Claudya tengah berciuman dengan seorang pria yang memunggunginya, ada juga yang tengah berpelukan, dan tengah bercanda. Tetapi foto mesra itu semua, posisi sang pria memunggungi camera. Ada dua foto dimana Claudya tengah menatap laki-laki yang terngah fokus membaca buku disampingnya, lelaki itu tak lain tak bukan adalah Dhika saat masih muda. Ada juga foto saat Claudya tengah menyodorkan air mineral ke Dhika yang terlihat memakai pakaian basketnya."laki-laki yang jadi selingkuhanmu itu Dhika, hah !!!!" bentak Farel, Claudya masih terdiam menatap foto-foto itu. Brak….Farel menggebrak meja membuat Claudya terlonjak kaget."JAWAB, JALANG !!!" bentak Farel sudah menjadi seorang devil menakutkan. Dengan ragu Claudya mengangguk. Plak "JAWAB DENGAN MULUTMU, JALANG !!!" "iya, lelaki baik dan lembut itu adalah Dhika, kami satu kampus" cicit Claudya sambil memegang pipinya yang terasa memanas dan seketika Farel kembali menjambak rambut Claudya hingga Claudya berdiri."ku mohon, lepaskan Farel. Sakit,, hikzzzz" isak Claudya memohon. "apa, lepaskan? Sekarang kau memohon? Dimana Claudya Ananda yang selalu angkuh, hah?" bentak Farel, Claudya terus mencoba melepaskan jambakan Farel."kamu pikir aku akan memaafkan pengkhianatanmu ini? aku hancur karena kamu, CLAUDYA !! Aku sudah menunggu selama 9 tahun untuk melakukan pembalasan ini" bentak Farel menggelegar seraya menghempaskan Claudya ke lantai, membuat kening Claudya menyentuh sisi meja hingga memar.Farel kembali menarik lengan Claudya membuat Claudya berdiri dan berhadapan dengan Farel yang sangat menakutkan. "aku akan membuatmu lebih menderita lagi daripada ini, DENGAR NANDA !!!" ujar Farel tajam. "dan jangan harap Dhikamu akan aku lepaskan begitu saja" Farel menghempaskan kembali tubuh Claudya hingga tersungkur ke lantai.Farel berjalan melewati tubuh Claudya, meninggalkan Claudya yang terisak sendiri menahan kesakitannya. 'tidak akan aku biarkan Thalita tenang begitu saja, dia juga harus merasakan rasa sakit ini' batin Claudya geram.   Claudya berjalan di lorong rumah sakit, luka memar di keningnya ditutupi rambutnya, membuatnya berjalan dengan menundukan kepala. Duk "awww" pekik Claudya memegang keningnya yang sangat sakit. "kamu tidak apa-apa, Claud?" seseorang yang ditabrak Claudya berbalik. Orang itu adalah Dhika yang tengah berbicara dengan suster yang bertugas di meja receptionist.Claudya terlihat menitikkan air matanya karena rasa sakit yang teramat di kepalanya."kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Dhika kaget melihat Claudya menangis."Claud" panggil Dhika, tetapi Claudya masih menunduk memegang keningnya yang terasa berdenyut. Dengan terpaksa Dhika menyentuh dagu Claudya dan mengangkat kepalanya, membuat Claudya menatap mata Dhika dengan kesakitan. Dhika menyampirkan poni Claudya dan kaget saat melihat kening Claudya yang memar. "apa ini karena menabrakku, barusan?" Tanya Dhika dan Claudya menggelengkan kepalanya."sus, tolong kamu kompres kening dokter Claudya yah" "baik pak" jawab suster. Dhika hendak beranjak tetapi langkahnya tertahan karena Claudya memegang lengan Dhika.'aku mau kamu yang mengobatinya, Dhika' batin Claudya. Ingin sekali Claudya mengatakan itu pada Dhika. Dhika melihat ke arah Claudya dengan kernyitannya dan melihat ke arah lengannya yang di tahan Claudya. "ada apa, Claud?" Claudya masih menatap mata coklat milik Dhika yang melihat kearahnya dengan lipatan di keningnya. Dari lorong lain, Thalita tengah berjalan menuju ruangan Dhika,tetapi langkah Thalita terhenti saat melihat pemandangan yang menyakitkan di depannya. Dimana Claudya dan Dhika tengah saling menatap. Ada rasa sakit yang menyeruak di dalam hatinya, matanya sudah berkabut. Thalita menahan dan berusaha melawan rasa sakit di dalam hatinya. Thalita datang untuk menanyakan perihal surat perceraian mereka karena semalam Dhika tidak pulang ke rumah.'tidak Lita, jangan lagi melepaskannya' batin Thalita seraya memejamkan matanya menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga dadanya yang terasa kosong.Hatinya semakin hancur danada rasa tak rela melihat Dhika bersama wanita lain. Dhika yang sadar terlebih dulu, segera memalingkan pandangannya ke arah lain dan tepat saat itu, pandangan Dhika bertemu dengan mata hitam milik Thalita yang terlihat menatapnya datar. Dhika melepas pegangan Claudya dan kembali menatap ke arah Thalita yang masih berdiri di tempatnya."Claud, suster Helmi akan mengobatimu. Aku duluan yah" Dhika beranjak pergi bahkan tanpa melirik kembali kearah Thalita membuat Claudya menatap mereka dengan penuh kecurigaan. Tanpa berkata apapun, Thalitapun beranjak menuju ruangan Dhika meninggalkan Claudya sendiri.             “ada apa?” suara dingin itu terdengar saat Thalita memasuki ruangan milik Dhika. Terlihat Dhika tengah berdiri dengan memunggungi Thalita menatap keluar jendela.             “aku datang ingin menanyakan masalah yang kemarin”             “sebegitu inginkah kamu bercerai denganku?” pertanyaan Dhika membuat Thalita mengepalkan kedua tangannya kuat hingga buku tangannya memutih. Sekuat tenaga Thalita menahan air matanya yang sudah menggantung di pelupuk matanya. Di tatapnya punggung lebar dan kekar milik Dhika, ingin rasanya Thalita memeluk punggung itu dan meluapkan segala keresahan yang ada di dalam hatinya.Merasa tak ada jawaban, Dhikapun berbalik dan pandangannya langsung terpaut dengan mata indah milik Thalita. Keduanya saling bertatapan penuh luka. Aku hidup hanya untukmu, telah aku serahkan hidupku hanya untukmu…   Dalam setiap untaian doa, aku selalu menyebut namamu,, Dalam pikiranku hanya ada kamu,,, Pembicaraanku, keputusanku, ketenanganku, juga rasa sakitku.. Itu hanya karena kamu.. Kesetiaan cinta kamulah yang selalu menjagaku selama ini… Bila aku harus pergi sekarang, maka selamanya aku akan hidup di dalam hati kamu,, Dan nama kamu akan abadi terukir di hatiku.. Karena hanya kamu,,, Sekarang dan selamanya hanya kamu… Cintaku hanya untukmu… Dan akan selalu begitu…   Dhika segera memalingkan pandangannya, Dhika semakin yakin kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Dan Dhika akan mencaritahunya sendiri. “aku tak akan pernah menandatanganinya, jadi pulanglah,” ucap Dhika beranjak menuju meja kerjanya dan membuka beberapa berkas yang ada di atas meja.             “Kenapa? Bisakah kamu tidak menyulitkanku?” tanya Thalita.             “Apa yang membuatmu sulit? Apa karena aku tidak menandatangi surat perceraian itu?” tanya Dhika. “Aku harus pergi sekarang ke Bogor dan mungkin untuk beberapa hari, jadi lebih baik kamu pulang dan jaga kedua anak kita,” ucap Dhika melepas jas dokternya dan memakai jas hitam miliknya.             “Akan berapa hari kamu pergi?” Thalita menahan pergelangan Dhika yang baru saja hendak melewatinya. Dhika masih terdiam, Dhika mencoba mendalami irish mata Thalita yang terlihat berkaca-kaca.             “Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Dhika dan Thalita segera memalingkan wajahnya seraya melepas pegangannya pada pergelangan tangan Dhika. Thalita menatap kosong ke depan dengan Dhika masih berdiri di belakang Thalita. Dhika membuka pintu dan menutupnya lagi tanpa beranjak sedikitpun, dan seketika tangis Thalita pecah. Thalita menangis dengan wajahnya yang menunduk. Tangisannya sangat menyayat hati, bahkan Dhikapun mampu merasakan kepedihan dan kepiluan dalam tangisan Lita. Dhika semakin yakin kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Dhika yang tak bisa melihat Thalita menangis, langsung menarik lengan Lita membuat Thalita berbalik dan langsung menabrak d**a bidang milik Dhika. Thalita terpekik saat tau kalau Dhika masih ada di belakangnya. Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, Dhika mengelus punggung Thalita yang menangis sejadi-jadinya di pelukan Dhika. Tanpa terasa air mata Dhikapun menetes mendengar isakan dari Thalita yang sangat memilukan. Dhika pergi ke Bogor untuk menyelesaikan beberapa masalah. Dan tanpa sepengetahuan Dhika, Okta membuntuti Dhika karena keinginan Thalita. Dan tanpa Oktavio sadari, Angga, Daniel dan Senopun mengikuti Okta dari belakang.  “Si Dhika kelihatannya aman-aman saja,” gumam Okta terus menatap mobil audy hitam di depannya tanpa menoleh kebelakang dimana ada mobil Range Rover putih milik Angga.             “Itu si gator kagak nyadar ada kita yah,” ujar Daniel yang duduk di kursi penumpang depan di samping Angga yang tengah menyetir.             “Kita sudah seperti main petak umpet,” kekeh Seno yang duduk di jok penumpang belakang.             “Benar, main detektif detektifan dan targetnya sahabat sendiri,” kekeh Angga.             “Si gator gak professional main detektifannya, masih saja bisa kita kibulin,” kekeh Daniel.             “Si Dhika udah di kasih tau?” tanya Seno.             “Sudah tadi, gue kasih tau kalau si gator ngikuti dia,” ujar Daniel “berarti bener yah kalau kali ini Lita ngumpetin sesuatu sama Gator.”             “Tapi ada yang janggal deh sama Papanya Vino,” ucap Daniel seketika membuat Angga dan Seno menengok.             “Maksud loe?” Tanya Angga.             “Gue sudah datang ke pengadilan agama dan menanyakan perihal surat gugatan itu dan ternyata bukan Lita lho yang mendaftarkannya tetapi nama Farel. Awalnya tuh petugas gak mau kasih tau, tapi setelah gue cari tau lagi ternyata benar Farel yang mendaftarkannya,” jelas Daniel.             “Ini mencurigakan, tetapi setahu gue setelah pernikahan Dhika dan Lita. Papa kandung Vino menghilang tanpa jejak,” ucap Seno.             “Itu yang sedang gue dan Dhika selidiki,” ucap Daniel.   Malam itu, Okta baru saja keluar dari kantornya. Pekerjaannya sangat menumpuk hingga larut malam baru selesai. Okta memasuki mobilnya sendiri dan mulai berlalu meninggalkan kantornya. Saat di persimpangan jalan yang cukup sepi, mobil Okta di cegat oleh beberapa orang bertubuh besar dengan menggunakan motor, mereka palangin di tengah jalan. "apaan ini, 8 gorilla berdiri depan mobil gue" gumam Okta melihat orang-orang di depannya. "ini benar-benar akan menyusahkan, gue harus melawan gorilla gorila jelek ini" Okta segera turun dari dalam mobilnya dan berjalan ke depan mobilnya. "ada apa ini, kalian mau merampok?" Tanya Okta dan ke delapan orang itu terkekeh. "kita tidak butuh harta loe, kita hanya butuh nyawa loe" ujar salah seorangnya dengan sarkasis "apa alasannya? kalian ingin mengambil nyawa gue?" Tanya okta santai dengan melipat kedua tangannya di depan d**a. "karena loe sudah lancang mencuri data tentang bos kami" "Farel" gumam Okta tersenyum sinis. "jangan banyak bacot, ayo serang lelaki itu" perintah salah satunya. "ini akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit" gumam Okta yang merasa sudah lelah karena mengerjakan beberapa pekerjaan di kantornya. Okta mulai melawan mereka dengan sedikit kesulitan karena di keroyok. Salah satu dari mereka tiba-tiba saja menendang perut Okta membuat Okta tersungkur mundur beberapa langkah dan kesempatan itu di manfaatkan oleh kedelapannya untuk mengeroyok Okta hingga Okta kehilangan kesadarannya. "ayo, orang ini sudah mampus" ajak bos dari mereka dan pergi meninggalkan Okta yang tergeletak diatas tanah dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Angga yang saat itu kebetulan bertugas shif malam di rumah sakit. Angga baru saja memeriksa pasien, tak lama seorang perawat laki-laki menghampirinya. "maaf dokter, ada pasien yang baru saja masuk di ruang UGD" ujar perawat itu "baiklah" ujar Angga beranjak pergi menuju ruang UGD. Sesampainya disana, Angga melihat brangkar yang diisi pasien. Hanya saja tubuhnya tertutupi tirai. Angga berjalan mendekati brangkar itu. "astaga !!!" pekik Angga kaget melihat Okta yang terbaring di atas sana. "gator, bagaimana ini bisa terjadi" ujar Angga yang syok melihat keadaan Okta yang masih tak sadarkan diri. Wajahnya sudah babak belur, darah keluar dari pipi, sisi alisnya, bibirnya dan hidungnya. Kemeja putihnya sudah penuh darah. Angga beranjak keluar ruangan mencari perawat yang tadi memberitahunya. Hingga di lobby, dia dapat menemukannya. Si petugas menunjuk kearah sopir taxi yang mengantar Okta. Sopir itupun mengaku menemukan Okta tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Setelahnya, Angga membawa Okta ke ruang lab untuk melakukan rontgen pada tubuh Okta. "siapa sebenarnya yang melakukan ini sama si gator? Apa ini ada hubungannya sama masalah yang mereka rahasiakan". Setelah melakukan rontgen, Okta dibawa ke ruang inap VIP. Dengan lukanya yang sudah di obati. Kini Angga tengah berdiri di ruangan rontgen melihat hasilnya. "tulang keringnya retak" gumam Angga melihat hasilnya. Angga mengambil handphonenya dan menulis sesuatu di grup chat brotherhood. Angga : ada kabar buruk, guys !! Dewi : ada apa Ga? Kabar buruk apa? Dhika : ada apa? Angga : si gator masuk rumah sakit, dia di keroyok orang. Untung tadi ada sopir taxi yang menemukannya tergeletak tak sadarkan diri di jalanan Elza : astaga !!!! Daniel : loe gak bercanda kan? Dhika : gue ke rumah sakit, sekarang !! Dewi : inalillahi, si gator kenapa bisa di keroyok sih? Seno : gimana kondisinya? Angga : wajahnya babak belur, parah deh. Dia masih belum sadarkan diri dan tulang keringnya retak Elza : astaga anak gue! gue pengen lihat dia, tapi Michela sama siapa. Dia gak mungkin kuat melakukan perjalanan jauh. Daniel : loe tenang saja Za, masih ada kita, disini. Dewi : gue paling besok pagi ke sana, Edwin lembur dan gue gak mungkin ninggalin Percy dan Pretty. Seno : gue ke sana sekarang bareng Irene Elza : lalu si nela gimana? Kasian dia pasti khawatir nungguin si gator Angga : gue belum mengabarinya, gue takut dia datang ke sini. Kasian si Datan kalau harus di bawa ke sini. Dhika : gue jemput nela, Angga : oke, gue tunggu kalian. gator di rawat di ruang paviliun 8 Daniel : oke Angga keluar ruangan rontgen dan meminta seorang perawat untuk mengambilkan mobil Okta dan membawanya ke rumah sakit. Setelah itu, Angga masuk ke ruangan Okta yang masih terlelap. Alat pernafasan menempel di hidung dan mulut Okta. Angga mulai meng-gif kaki Okta yang terluka. Brak "Crocodile !!!" teriak Chacha membuat Angga menengok kearah pintu, dimana Chacha sudah datang bersama Dhika."crocodile,, ya Tuhan. Apa yang terjadi,, hikzzz" Chacha menangis sejadi-jadinya saat melihat Okta yang sangat terluka. Bahkan wajahnya sudah tak setampan dan seunyu biasanya. "apa yang terjadi sama kamu, crocodile?hikzz" "bagaimana keadaannya?" Tanya Dhika "tidak ada luka dalam, hanya saja kakinya yang retak." Thalita datang setelah menerima kabar dari Dhika, Dhika meminta Thalita jangan datang, tetapi Thalita tetap memilih datang. Langkahnya terhenti saat melihat kondisi Okta yang sangat mengkhawatirkan. 'apa ini ulah mas Farel?' batin Lita. Dhika menengok ke arah Thalita yang mematung di dekat pintu masuk. Chacha masih menangis sambil membelai wajah Okta dengan sayang. "crocodile bangun" isak Chacha tetapi Okta tak merespon apa-apa. "kamu kenapa jadi seperti ini?" "kira-kira siapa yang melakukannya?" tanya Dhika. "ntahlah, tapi setau gue. si gator gak pernah punya musuh" jawab Angga. Keduanya terdiam memikirkan siapa kira-kira yang mengeroyok Okta. Okta mengerjapkan matanya berkali-kali, rasa pening di kepalanya sangat mengganggu. Okta perlahan membuka matanya dan sorot dari sinar lampu mengusik retina matanya, Okta menatap ruangan yang berwarna putih gading itu. "crocodile" Chacha melihat ke arah Okta yang sudah membuka matanya. "ini dimana, nela?" Tanya Okta lirih "ini dirumah sakit, apa kamu butuh sesuatu?" Tanya Chacha. Okta sedikit menggerakkan badannya dan seketika meringis, karena seluruh badannya terasa sangat sakit dan remuk. Ditambah pening di kepalanya."ada apa, crocodile?" "badan dan kepala aku sakit banget" ujar Okta lirih sambil memegang kepalanya. "sebentar" Chacha sedikit berlari keluar ruangan dimana Daniel, Seno, Dhika dan Angga tengah berbincang. "kak Angga, crocodile sudah sadar" ujar Chacha membuat Angga beranjak memasuki ruangan diikuti yang lainnya. "gator" ujar Angga mulai memeriksa kondisi Okta. "heh pak dokter stress pelan pelan kek. Sakit badan gue" gerutu Okta karena Angga terlalu keras menekan d**a Okta dengan stetoscopnya. "kalau sudah galak gini sih, sudah sembuh tandanya" ujar Seno membuat yang lain tersenyum. "apa yang loe rasain?" Tanya Angga "seluruh badan gue sakit, sudah seperti patah semua tulang-tulangnya" keluh Okta lirih. "loe kenapa bisa kayak gini sih?" Tanya Dhika "gue di keroyok 8 gorilla gila" ujar Okta meringis merasakan sakit di seluruh tubuh dan wajahnya. Thalita semakin yakin kalau ini ulah Farel, Farel tidak main-main dengan ucapannya. Perlahan Thalita pergi meninggalkan ruangan Okta. "pak dokter, gimana kondisi wajah gue?" Tanya Okta "wajah loe dalam keadaan kritis, gator" ujar Angga membuat Okta melotot sempurna "serius loe??? astaga keunyuan dan ketampanan gue ilang dong" keluh Okta "kamu masih kelihatan tampan dan unyu kok dimata aku, crocodile" ujar Chacha "ini bukan saatnya menggombal Nela, orang katarak saja pasti sadar muka gue ancur, udah kayak perkedel,” cibir Okta. "Jangan lebay" ujar Daniel dengan sengaja menepuk ringan tangan Okta. "Sakit oncom !!!" pekik Okta kesakitan"kapan gue sembuh, pak dokter." "Iya terserah loe mau sembuh kapanpun juga tak ada yang larang" jawab Angga asal. "gator, kira-kira loe tau siapa yang ngeroyok loe?" Tanya Dhika terus mengorek informasi dari Okta. Dan Okta sadar kalau Dhika mulai mencurigai masalah ini. "Gue gak tau, mungkin musuh pembisnis gue" jawab Okta. "Loe masih ingat wajah-wajah mereka? Apa perlu kita lapor polisi?" Tanya Seno "Kagak perlu, gue cuma ingat satu di antara gorilla gorilla itu. Dan gue berharap bisa bertemu lagi dan membuat semua tulangnya patah. Biar dia ngerasain apa yang gue rasain" ujar Okta kesal Thalita sampai di kantor Farel, terlihat Farel tengah menyeduh teh hangat sambil membaca Koran dimana terkabarkan kalau Oktavio Adelio Mahya sang pengusaha hotel terbesar di Indonesia masuk rumah sakit karena keroyokan. Farel terkekeh membaca isi Koran itu.             “Ini perbuatanmu!” ucapan Thalita membuat Farel menurunkan koran yang tengah dia baca.             “Hai sayang, kamu datang tanpa memberi kabar dulu. Apa kamu begitu merindukanku?” Farel beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Thalita yang terlihat emosi.             “Apa yang sudah kamu lakukan pada Oktavio? Dia tidak bersalah” ucap Thalita penuh emosi             “Aku hanya sedikit memberi dia pelajaran. Karena dia sudah kepo mencari tau tentang kehidupanku,” ucap Farel dengan santainya.             “Tapi dia tidak bersalah dan tidak tau apa-apa. Ini masalah kita berdua !!” pekik Thalita             “Oh tidak sayang, ini bukan hanya masalah kita.” Farel dengan tak sopannya merapihkan rambut Thalita yang berada di pipinya. Dan langsung Thalita tepis. “Jangan Lancang !!” amuk Thalita. “kamu sangat kejam dan jahat !!”             “Tidak sayang, aku bukan seperti itu. Karena merekalah aku menjadi sosok seperti ini.” Farel berjalan memunggungi Thalita dan menumpukkan kedua tangannya di atas meja kerjanya. Ingatan Farel melayang ke masalalu yang tak pernah ingin dia ingat.             “Kamu tau Lita, hidupku bagaikan di neraka. Selama ini aku hidup bersama seorang mafia, aku di jadikan anjing peliharaannya. Setelah aku terbebas dari seorang psychopath itu, aku bisa bahagia bersama seorang gadis yang tak lain adalah Claudya. Dia yang mengajarkanku segalanya, tentang cinta dan tentang hal lainnya yang lebih indah. Tetapi apa kenyataannya, setelah aku mencintainya sepenuh hati. Dia mengkhianatiku dengan suami tersayangmu itu.. Dhika !!!” Deg… Thalita terpekik kaget mendengar ucapan Farel barusan. Dia tak menyangka kalau Dhika dan Claudya pernah memiliki hubungan.  “kamu bohong” Farel melemparkan beberapa foto ke hadapan Thalita dan Thalita langsung memungutinya dan melihat isi foto tersebut. “kamu lihatkan bagaimana kelakuan pria yang kamu cintai itu. Dan kamu dengan bodohnya mengorbankan diri kamu demi b******n itu” kekeh Farel membuat Thalita menatap foto itu dengan mata yang berkaca-kaca.             “jadi ini alasannya kamu menyekapku selama ini? Karena dendammu pada Dhika????” pekik Lita             “iya, kamu baru menyadarinya? Dasar gadis bodoh” Farel tersenyum meremehkan seraya menyelipkan rokok di bibirnya dan membakar ujung rokok dengan api kecil.             “ini tidak mungkin, Dhika tidak mungkin berbohong” gumam Thalita tak menyangka. Dhika selalu mengatakan bahkan selama 10 tahun tanpa Thalita, hidup Dhika hancur dan bahkan semua sahabatnya mengatakan hal yang sama. Jadi siapa yang harus Thalita percaya saat ini? Bahkan selama 10 tahun, Thalita bersedia menjadi tawanan Farel hanya untuk melindungi Dhika agar Farel tak membunuh Dhika.             “Sakit bukan” ucap Farel menatap Thalita yang sudah menangis dalam diam. “sekarang pulanglahdan berbenahlah, aku akan menunggumu nanti malam di apartement, kita akan ke WINA malam nanti” ucap Farel kembali duduk di kursi kebesarannya. Thalita berjalan tertatih dengan berpegangan ke dinding yang dia lalui. Thalita mengorbankan hati dan hidupnya untuk melindungi Dhika dan ternyata ini yang dia terima. Hanya kebohongan dan tipu daya. Thalita menangis sejadi-jadinya di dalam mobil miliknya dengan mencengkram kuat foto yang ada dalam genggamannya itu. Hatinya sangat hancur, pembalasan Farel merambat ke semuanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD