maaf typo..
“oit, ngelamun aja lo! gimana nikahnya? asyik nggak? Liza bertanya sambil menaikkan ibu jarinya .
“Emmm, b aja.." jawab Adel. langsung nggak mood untuk berbual soal pernikahannya yang nggak seperti pengantin lainnya yang pastinya teruja untuk mengkongsi kegembiraan mereka dengan temen-temennya.
“macam nggak ada mood ja jawapan lo? tanya Liza. Liza perasan temen se kos nya itu seolah-olah sedang sedih. mau katain kena nikah paksa nggak, Liza sempat lihat wajah Adel yang senyum gembira di sisi Alden ketika majlis resepsi Adel pada hari itu.
“nanti lo nikah lo tau sendiri lah."
“Masalahnya gue belum nikah lagi." geram Liza dengan jawapan Adel. bukannya Liza ingin menyibuk dia hanya pengen tahu bagaimana rasa hidup berumah tangga agar kelak dia lebih siap jika pengen menikah.
“so, nikahlah cepet!" ujar Adel sambil tersengih.
“Eh, ada mobil lah del. mobil siapa y? Adel lantas melihat keluar.
“isy, lo... buat lucu ya..." bising Liza sambil menampar bahu Adel.
bagai mahu terkeluar biji mata Adel melihat sang empunya mobil. ‘Mas Alden! buat apa mas di sini.' batin Adel
“del, laki lo tu kan? tengok apa lagi lo pergilah sambut," bebel Liza.
“Ya, ya...
Adel keluar bertemu dengan suaminya. 'Ermmm, kenapa datang?" Adel bertanya, masih dengan nada dinginnya. Adel masih terasa hati dengan sikap dingin suaminya. ketika Adel mahu pulang ke Jogja pun Alden masih dingin dengan Adel. itu yang membuat adel lebih terasa hati dengan Alden.
“Siap-siap. bawa apa yang perlu. kita nginap hotel malem ni," ujar Alden.
suka banget ngarah gue nasib laki gue.' batin Adel. geram Kerna Alden suka-suka mengarahnya seolah-olah Alden nggak buat salah .
Alden membawa Adel berjalan-jalan . mereka mampir makan sate di warung pinggir jalan. Alden memesan sate dan teh ais . Adel hanya termenung melihat sate depan matanya .
kamu nggak mau makan? enak tau..." usik Alden sambil memasukkan sate ke mulutnya. Alden tahu Adel bakal mengalah dengannya. sengaja dia mengumpan Adel dengan makanan kegemaran Adel. dia yakin Adel pasti nggak dapat menahannya.
'gulp! gue tau ini mesti sengaja bawa makan sate agar gue berliur makanan favourite gue lagi. akhirnya Adel mengalah pelan-pelan dia menyuap sate ke mulutnya. ‘enakk...' Alden hanya menahan tawa melihat gelagat Adel.
Adel dan Alden mengambil angin malam di ruang balkoni hotel. melihat Alden yang tengah leka merenung langit, Adel mengambil kesempatan meletak kepalanya di bahu Alden. Alden terkejut. namun dia membiarkan saja . dia rasa bahagia dengan kemanjaan Adel.
“mas? kenapa mas dingin dengan ara? mas marah ara ya???????"
“mas nggak yakin dengan ara ya?" tanya Adel lagi. Alden hanya diam nggak terkutuk.
“devan mungkin pernah tinggalkan kesan yang mendalam ke ara. ara pernah sayangkan dia tapi sekarang itu semua masa lalu ara. sekarang ara udah ada suami. cinta seorang isteri hanya untuk seorang suami. bukan orang lain. mas faham kan?"
Alden mengangguk. “ maafin mas, ya?" Adel hanya mampu tersenyum. “ara, ayok main satu permainan." ara mengangkat kepala lalu memandang Alden. “permainan apa mas?" tanya Adel. Alden menunjuk tujuh batu di tangan.
“batu Seremban ?" bila masa mas Alden kutip batu tu? emm layan aja la .
“kenapa ? ara ingat orang lelaki macam mas nggak bisa main ?" ara menaikkan bahu.
“Siaa kalah di hukum, okey?" Alden mencabar Adel.
“okey, deal?!"
“ara, ehh bagilah mas pula yang main. ara udah lapan puluh lapan mata, mas baru dua puluh empat mata. mana bisa Gini," ujar Alden
mas mengaku kalah aja... Adel menahan tawa melihat wajah cemberut Alden.
“ya udah... mas ngaku kalah... so apa dendanya?"
Adel menaik turunkan keningnya. “ermmm, Ha nyanyiin ara lagu. bisa?
“No problem! sini..." Alden menepuk-nepuk bahu tanda pengen Adel meletakkan kepala di bahunya.
“Ehem... ehem.." Alden berdehem
Alden menyanyiiiii
Adel menghayati suara itu indah tanpa sedar dia terlena di bahu Alden