#2 Crazy Idea

1886 Words
EPISODE 2 . . . Rasa shock, bagaikan anak kecil. Wajahnya merengut, tubuh mungil itu berdiri diantara teman-temannya. Mendengar sendiri fakta baru mereka semua. Merasa tertinggal sebagai seorang gadis jomblo di kelasnya. Tanpa sadar tangan itu bergerak menggapai lengan kedua sahabatnya, dengan nada dramatis, “Bukannya kalian berdua janji akan memberikan harta suci itu pada pangeran-pangeran kita?! Kok kalian malah ingkar janji!” setengah kesal. Semua mendengarkan dengan seksama, sebelum akhirnya tertawa kompak. “Astaga Rasa, kau ini lucu sekali!” Reina selaku pemimpin kelasnya mengacak rambut Rasa gemas. “Sudah kukatakan kalau masalah ini terlalu dini untukmu.” Bergerak menjauh, masih merengut, “Jangan menganggapku anak kecil!” berteriak singkat. Seperti yang Ia duga, tidak ada yang menanggapi teriakannya dengan serius. Mereka hanya terkekeh geli. Gauri bergerak mendekatinya, “Maaf, Rasa. Mengenai janji yang kita katakan dulu. Mm-agak sedikit tidak masuk akal untuk dilakukan menurutku,” satu kalimat yang sanggup membuat Rasa menganga tak percaya. Bagaimana bisa sosok sahabat yang selalu sepemikiran dengannya kini sangat berbanding terbalik- “A-apa maksudmu?” Kenya ikut menengahi, sebelum akhirnya terkekeh kecil. Wajah yang dulunya dihiasi dengan kacamata kotak itu kini sudah menghilang, Kenya nampak cantik dengan penampilannya sekarang. Sangat modis dan manis- Hanya dia yang tertinggal. Masih tetap dengan kacamata bulat, dan memeluk buku-buku besar kesukaannya. “Kalian berdua masih suka baca buku novel kan?” bertanya dengan ragu. Wajah rengutannya tadi berubah lesu. Tidak ada jawaban dari keduanya, mereka hanya saling pandang sebelum akhirnya tertawa kikuk. “Ka-kami masih suka kok, hanya agak sedikit mengurangi dan lebih fokus merawat penampilan saja, Rasa.” Menepuk punggung gadis itu pelan. Menenangkan Rasa. Tapi itu justru membuat sang empunya makin galau, “Kalian bahkan tidak suka dengan novel lagi, baiklah.” Bertambah lesu, Rasa menjauh dari kerumunan, berjalan menuju tempat duduknya lagi. Padahal dia ingin sekali berbagi cerita dengan mereka bertiga. Tertawa bersama membayangkan novel romantis yang mampu membuat mereka terombang-ambing dalam khayalan. Berbicara tanpa henti bahkan tak jarang Rasa sering mengajak ketiga temannya untuk menginap. ‘Pantas saja kemarin aku mengajak mereka menginap, tidak ada yang bisa.’ Ketiga sahabatnya pasti sibuk bersama pacar masing-masing. Sementara dirinya masih sendirian di sini. Alih-alih mendapatkan pacar ganteng dan mempesona. Rasa justru merasa minusnya semakin naik gara-gara keseringan membaca. Tidak ada perubahan yang signifikan darinya. Duduk menyendiri, ketiga sahabatnya pasti sudah tahu sifat Rasa. Jika gadis itu kesal atau murung, tidak ada yang boleh mengganggunya atau nanti dia akan mengamuk sendiri. . . “Bagaimana rasanya malam pertama?” “Agak sedikit sakit, tapi setelah itu ternyata enak juga~” “Benar-benar bagaikan melayang.” “Kan sudah kukatakan, kalian berdua tidak pernah percaya. Sekarang rasakan sendiri hasilnya.” Semua gadis-gadis itu tertawa, menceritakan hal diatas jangkauannya. Jika yang Rasa ketahui selama ini adalah ciuman dan pegangan tangan. Mereka sudah berada ditingkat ‘hal enak-enak.’ ‘Hilih! Sakit apanya?! Memangnya wajah kalian ditonjok atau dicubit?! Itu apaan lagi bilang malam pertama?! Kalian kan belum menikah!’ sedikit iri, Rasa mendumel sendiri di mejanya. Serasa ingin menangis saat ini juga, saat mengingat kalau ketiga sahabatnya sudah naik level. Sedangkan dia? Tidak sadar dengan kedatangan Kenya dan Gauri, kedua gadis itu berniat memberikan sedikit hiburan bagi Rasa. Dengan membawa majalah terbaru yang tadinya sedang diperbincangkan dalam kelas. “Taraa! Kami membawakanmu ini! Kau pasti suka!” Gauri lebih dulu menunjukkan majalah tersebut. Tepat di hadapan Rasa. Sebuah majalah berwarna hitam abu-abu, terpampang jelas seorang model laki-laki tanpa menggunakan baju, hanya celana berwarna hitam saja. Perut kotak-kotak, dan rahang tegas yang tercetak jelas. Kedua manik tajam yang nampak menggoda- Mengira bahwa majalah itu sanggup menghilangkan galau Rasa. Tapi siapa sangka, wajah gadis itu malah nampak datar. “Siapa dia?” berujar singkat. Salah satu alisnya terangkat bingung, Perkataan polosnya langsung membuat seisi kelas gempar sesaat, terutama para gadis yang sekarang berjalan mengerumuni mejanya. Menatap tak percaya, “Kau benar-benar tidak kenal dia?!” Reina menatapnya kaget. Rasa hanya menggeleng tipis, tidak mengerti maksud perkataan gadis itu, “Dia model majalah kan? Memang tampan sih,” mengerjap polos. Rasa mengangguk kecil, membayangkan kalau laki-laki dalam majalah itu sanggup menjadi pemeran utama dalam cerita novelnya. Dia memenuhi syarat, mengangguk sekilas dan memperhatikan wajah tampan itu dengan seksama. Tidak menyadari semua gadis di dalam kelas menatapnya horror, oh ayolah kenapa mereka berlebihan sekali?! “Gauri!! Tolong beritahu anakmu itu!!” beberapa gadis berteriak memanggil nama sahabatnya. Rasa hampir saja protes, “Aku bukan anaknya!” Gauri langsung duduk di depannya, kedua manik warna-warni itu menatap serius. “Kau benar-benar tidak tahu siapa ini?” bertanya lagi. Rasa mengangguk ragu. “Dia model majalah kan?” “Siapa namanya?!” Tidak bisa menjawab, Rasa lebih memilih mencari nama laki-laki itu di kolom majalah, sebelum menemukan jawaban. Gauri dengan sengaja menarik majalah itu menjauh, “Siapa? Kau kenal?” “Aish! Aku tidak tahu!” kacamata bulatnya hampir saja jatuh mendengar teriakan gadis itu. Mengerucutkan bibir kesal. Rasa mencoba kembali fokus membaca novel miliknya. “Rasa!” kali ini giliran novelnya ditarik menjauh, astaga! “Gauri! Kembalikan novelnya!” mengerang gemas, Rasa berdiri dengan niat mengambil buku tersebut. Tapi Gauri menggeleng cepat, “Jawab dulu pertanyaanku!” masih keukeuh dengan pendiriannya mengenai model tampan itu. “Oke!! Aku tidak tahu dia siapa!! Wajahnya memang tampan!! Siapa namanya?! Aku tidak tahu!!” gemas setengah mati, melihat perubahan drastis sahabatnya ini. Rasa berteriak dan berusaha mempertahankan kenormalannya. Setelah dia menjawab dengan penuh hasrat, hal yang Rasa lihat selanjutnya adalah tatapan tak percaya semua orang. Lagi? Oh, ayolah!!! . . . . Revero Arsya-siapa namanya? Rasa lupa. Tapi yang pasti, satu jam penuh karena tidak ada guru di dalam ruangan. Rasa dicekok dengan nama laki-laki tampan itu berkali-kali. Memberitahu seperti apa sosok tampan Revero yang mampu melelehkan hati para wanita. Sosok populer yang menjadi model dan pengusaha dalam satu waktu. Hebat? Ya, Rasa akui itu. Dia memang hebat, di usianya yang ke 30, Tuhan memberikan laki-laki itu ketampanan wajah bak pemeran utama cerita bertema Sugar Daddy lengkap dengan pekerjaan super high class plus-plus. Rasa sampai harus keluar dari kelas karena kupingnya panas mendengarkan teriakan mereka. Tentang ciuman, pelukan, s*x, ketampanan laki-laki itu, khayalan tingkat tinggi bermain di kasur dengan sang model. Kapan dia bisa seperti itu? Rasa sendiri bingung. ‘Aku juga ingin pacaran, sial.’ Menghentakkan kaki berkali-kali, setelah salah satu pemuda di kelas mengejeknya perawan ting-ting, dan kutu buku tingkat atas. Rasa langsung berjalan menuju kamar mandi- Berdiri di depan cermin besar yang menunjukkan penampilannya. Kacamata bulat, rambut terikat pony tail, wajah tanpa riasan make up, hanya sekedar bedak war*ah, bibir pakai liptint, Rasa bahkan masih suka menggunakan parfum bayi. Karena baunya tidak membuat Ia pusing. Mengerucutkan bibir, perlahan melepas kacamata bulatnya. Memperlihatkan kedua manik berwarna Hazel kecoklatan yang sangat jarang dimiliki oleh orang Indonesia. Berkat sang Ibu berhasil menikah dengan Ayahnya yang memiliki kewarganegaraan asing, alias Jerman. Manik itu diturunkan dari Ayahnya, tapi sayang Rasa lebih suka menutupinya dengan kacamata bulat. Karena apa? Hah, mengingat masa lalu lama-lama membuat Rasa lelah. Ngeri mengingat kejadian dulu, saat dirinya masih belum menggunakan kacamata. Saat kedua manik Hazel yang unik dengan bentuk mirip seperti kucing itu dilihat oleh semua orang, hal yang Rasa ingat adalah bagaimana dirinya pernah hampir diculik oleh Laki-laki tua berusia sekitar lima puluh tahun, banyak anak laki-laki menyukai dan mengejarnya. Dimusuhi teman perempuannya yang menyukai beberapa laki-laki di kelasnya, semua perhatian tertuju pada Rasa seorang. Trauma itu begitu merekat erat sampai sekarang. Setelah menemukan ketenangan hatinya, saat Rasa berusia sepuluh tahun, dia tak sengaja membaca novel yang dimiliki oleh Kakaknya. Bagaimana buku itu mampu menghilangkan rasa trauma dan takutnya, membuat kedua maniknya minus sampai sekarang. Dia tenang dan bahagia, khayalannya diasah dengan baik setiap hari. Tersenyum menatap dirinya di kaca, Rasa mengangguk yakin. Berhasil meyakinkan diri sendiri, hendak berbalik menuju kelas. Dering handphonenya sukses mengurungkan niat Rasa. “Ibu?” menatap tulisan di layar handphonenya. Tumben sekali menghubunginya saat jam sekolah seperti ini. . . . “Apa Kak Sena dijodohkan?!” teriakan Rasa mampu mengejutkan beberapa gadis yang masuk ke dalam toilet. Mereka mengernyit bingung- Sementara Rasa tertawa kikuk, memperbaiki letak kacamatanya dan segera masuk ke dalam bilik kamar mandi. Menutup diri di sana, dengan suara yang kecil. “Ibu serius?” bertanya lagi. Wanita paruh diseberang sana terkekeh kecil, “Tentu saja, Kakakmu itu sudah waktunya untuk menikah, lagipula calonnya juga luar biasa tampan~” bisa Rasa tebak bagaimana memerahnya pipi sang Ibu saat mengatakan kalimat itu. “Tapi kan Kak Sena masih muda, Bu?” Ibunya berdecak sekilas, “Ck, kau ini. Walaupun Kakakmu masih 25 tahun, Ibu dan Ayahmu sudah ingin menimang cucu, kebetulan sekali kalau calon suami Sena sudah matang umurnya, dia juga putra dari teman Ayahmu!” suara Ibunya terdengar antusias. “Kakakmu itu sangat disukai oleh banyak orang, sifatnya lembut, anggun dan pandai berdandan. Banyak laki-laki menawarkan diri untuk melamarnya, tapi Sena sama sekali tidak mau. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi Ibu dan Ayahmu,” Melongo saat mendengar suara yakin wanita itu, “Maksud Ibu?” “Saat Ibu menunjukkan foto laki-laki itu pada Kakakmu, kau tahu reaksinya?” bertanya lagi. Tentu saja Rasa tidak tahu. Mendesah panjang, dan menjawab malas. “Aku tidak tahu,” “Sena tersipu!! Dia langsung setuju menikah dengan laki-laki itu!! Pilihan Ibu dan Ayahmu memang tidak pernah salah! Kakakmu bahkan jatuh cinta begitu saja! Ibu juga hampir jatuh cinta!” “Hush, Ibu!” Wanita itu tergelak menahan tawanya, “Pokoknya nanti sore kau tidak boleh mampir kemana-mana dulu, cepat pulang dan siapkan segala makanan bersama Ibu, oke? Calon tunangan Kakakmu akan datang bersama orangtuanya!” Mendesah sekali lagi, “Hh, baiklah.” Sang Ibu terdengar kesal, “Kenapa jawabanmu lemas sekali? Kau ini sebagai gadis yang masih remaja seharusnya semangat! Lain kali belajarlah untuk berdandan seperti Kakakmu, punya Kakak cantik pintar berias seperti itu, malah tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.” Keluar lagi ceramahan tiba-tiba, Rasa hanya bisa mengangguk dan mengucapkan Iya berkali-kali. “Iya, Ibu! Ah, sudah, aku matikan dulu teleponnya!” “Eh!! Tunggu, Ibu belum selesai bicara!! Pacarmu mana-” sebelum menyinggung masalah pacar-pacaran, Rasa sudah lebih dulu mematikan panggilan. . . . Gadis itu marah- Saat semua orang dengan kompaknya meminta dia untuk mencari kekasih! Memang apa salahnya?! Rasa yakin sekali kalau masih ada laki-laki yang suka dengannya, walaupun dirinya nampak cupu dan kutu buku! Polos tiada tara, gampang dibohongin. “Oke! Kalau memang itu permintaan kalian!! Kuturuti!!” berdiri dengan wajah menantang, keluar dari bilik kamar mandi. Wajahnya nampak sangar, walaupun yang terpantul di kaca hanyalah sosok mungil yang mengerucutkan bibir, tidak ada seram-seramnya sama sekali. Suara denting handphonenya kembali terdengar, “Ck, apa lagi?” mengecek pesan yang ternyata dikirim oleh sang Ibu. From : Mamah Muda- Ini dia foto calon suami Kakakmu!! Tampan kan?! Rasa setengah kaget dan shock begitu melihat gambaran yang dikirim sang Ibu. Wajah seorang laki-laki yang nampak familiar, dengan pose rahang tegas, dan manik tajam yang menatap kamera, senyuman seksi terulas di bibirnya, lengkap menggunakan pakaian berkerah hitam. “Lho, bukannya dia model yang ada di majalah tadi?” Pemeran utama laki-laki yang cocok masuk ke dalam cerita romantis dan peran pacar untuknya- Ah, Rasa gila. Dia benar-benar gila. Saat sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikirannya. Senyuman polos terulas di wajahnya- ‘Kan mereka baru jadi calon, belum menikah sungguhan-’ Wah, anak itu baru mau belajar pacaran malah langsung naik kelas ingin jadi calon Pelakor-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD