Scarlet Kim

1121 Words
Majalah yang bertuliskan headline news dengan tulisan kapital itu dilempar dengan kasar ke atas meja kayu mewah. Mahanta tampak geram saat membaca isi artikel yang baru saja diterbitkan. Di sana tertulis keberhasilan seorang Choi Mahanta tidak lepas dari campur tangan sang ayah yang bertangan midas. Hal-hal semacam ini yang sangat dibenci oleh pria rupawan satu ini. Dia paling tidak suka disangkut pautkan dengan sang ayah. Padahal dia berusaha mati-matian untuk membangun star-up company yang bergerak di bidang teknologi informasi. Tapi usahanya tetap saja tak pernah dipandang Oleh semua pihak. Dan yang paling menyekitkan, sang kakek yang tidak lain merupakan raja bisnis fashion dan juga entertiment di negara ini tidak pernah sedikit pun mendukungnya. Bahkan dia cenderung mencemooh apa yang sudah dia capai. Tok… Tok… Ketukan di pintu itu membuan Mahanta mengangkat kepalanya. Sudah ada Elisabeth sang sekretarisnya berdiri di ambang pintu sambil membawa satu buah map berwarna kuning. Entah apa isi map itu. “Pagi Pak! Ini ada laporan hasil metting dengan Klien kemarin.” Lapor Elisabeth dengan gaya khasnya. Wanita ini merupakan wanita yang sangat tegas dan tidak pernah berusaha bersikap manis kepada Mahanta. Dia paham betul dimana batasannya sebagai sekretaris. Usia mereka yang terpaut empat tahun lebih tua membuat Elisabeth menganggap Mahanta sudah seperti adiknya sendiri. “Oh, letakkan saja di atas meja Noona. Aku akan membacanya nanti. Kapan deadline proyek kerja sama ini?” “Minggu depan Pak.” “Baiklah. Terima kasih!” “Dan satu lagi Pak. Di luar ada banyak wartawan yang ingin bertemu dengan Anda.” “Wartawan? Ada perlu apa mereka menemuiku? Bukankah urusan wawancara dengan majalah bisnis itu sudah selesai dan aku tidak perlu lagi berhadapan dengan mereka.” “Ehm… ini sepertinya masalah yang lain.” “Maksudnya? Masalah apa lagi?” “Artis pendatang baru yang berada di bawah naungan agensi Tuan Choi Duck Young membuat pengakuan jika dia dekat dengan Anda. Maka dari itu semua wartawan infotaiment berlomba-lomba meminta klarifikasi dari Anda.” Jelas Elisabeth mantap. “Hah? What the hell!!! Aku tidak tahu siapa dia, bertemu saja aku tidak pernah. Kau tahu sendiri ‘kan Noona aku tidak pernah berkencang dengan wanita manapun. Dan bagaimana bisa dia membuat statment seperti itu.” “Entahlah, aku juga tidak mengerti dengan situasi ini Pak. Kalau begitu selamat berhadapan dengan mereka!” Jawab Elisabeth tak acuh sambil mengangkat kedua bahunya malas. Lalu dia beranjak pergi dari ruangan ini. “YA!!! NOONA!!!” Teriak Mahanta geram. Bisa-bisanya di saat seperti ini sekretarisnya justru bersikap tak perduli kepadanya. buannya membantu dia malah pergi dan berlalu begitu saja. Mahanta pun berdiri dari kursinya. Dia dapat melihat dari lantai tiga gedung ini, ada banyak sekali orang berkumpul di area parkir. “Gila! Sebanyak itu? Apa yang harus aku lakukan. Dan siapa pula artis pendatang baru itu.” Gumam Mahanta kesal. Dengan cepat dia membuka laman pencarian masa melalui komputernya. Dan benar saja beberapa berita mengenai kedekatannya dengan artis pendatang baru itu menjadi trending topic di semua kanal berita online. Matanya terbelalak saat membaca salah satu berita online itu. Dan dia langsung geram. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi orang yang sudah membuat berita hoax seperti itu. “Kau sudah membacanya ternyata.” Suara di sebrang sana langsung terdengar saat sambungan telepon itu tersambung. “Kau gila! Benar-benar gila!” Maki Mahanta geram. “Maafkan aku Oppa, aku harus melakukannya agar karirku cepat naik.” “Jangan panggil aku Oppa dari mulut busukmu itu.” “Hahahaha… selamat bersenang-senang ya dengan semua para wartawan itu. Aku yakin saat ini mereka pasti tengah berada di kantormu.” “Dasar sial! Bukan hanya wartawan yang harus aku hadapi! tapi ayahku juga!” “Have Fun then…” Sambungan telepon itu langsung di matikan oleh Scarlet. Dia tertawa puas saat ini. Karena baru kali ini dia berani membuat masalah dengan Mahanta. Dia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menarik perhatian lelaki pujaannya itu. Scarlet bersenandung senang saat ini. Manajernya yang sedang bersama dengan dirinya bingung melihat tingkah Scarlet yang tampak bahagia. Tapi karena tidak mau mengganggu kesenangan artisnya dia pun membiarkan itu semua. Di tempat lain, Mahanta mengeram kesal. Bisa-bisanya Scarlet berbuat seperti itu kepadanya. Dia pun berusaha berpikir jerni saat ini. Dan tiba-tiba satu ide terlintas di benaknya. Saat ini orang yang bisa dia tanya hanya Paman Ha Joon, sahabat serta orang kepercayaan ayahnya itu pasti bisa memberikannya solusi. Mahanta mencoba menghubungi Paman Ha Joon, tapi sayang panggilannya tidak dijawab. akhirnya dia pun menyerah. Dan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan saat ini adalah menelpon bagian keamanan untuk mengusir semua wartawan itu. Dia tidak mau berhadapan dengan mereka dan menghabiskan waktunya percuma. “Halo!” Sapa Mahanta. “Ya Tuan!” Jawab security yang mengangkat telpon itu. “Usid semua wartawan itu, dan pastikan jangan sampai ada yang dapat mengganggu aktifitas di kantor ini! Apa kalian paham!” “Baik Tuan. Akan kami laksanakan!” *** Mahanta pulang ke rumah dengan perasaan tak tenang. Dia yakin saat ini ayahnya sudah menunggu kedatangannya untuk menanyakan apa yang ada di berita hari ini. mau tidak mau dia pun melangkahkan kaki ke rumah mewah milik ayahnya. Dia menyesal kenapa dia tidak keluar dari rumah ini hanya karena ibunya melarang dia tinggal jauh dari mereka. “Kau sudah pulang?” Suara tegas milik Duck Young, sang ayah pun terdengard ari pintu masuk. ‘Ya Tuhan, tidak bisakah dia membiarkanku bernapas barang sedetik saja? Kenapa harus menunggu seperti ini.’ Keluh Mahanta dalam hati. “Iya Ayah.” Jawabnya lesu. “Kemarilah, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu.” Ajak Duck Young. Mau tidak mau akhirnya Mahanta pun beranjak mendekati ayahnya yang sedang duduk di sofa ruang tamu rumah ini. Dia sengaja mengambil jarak yang cukup jauh. Untuk mengantisipasi jika saja Duck Younga kan memukulnya. “Kau Kenal Scarlet Kim?” Tanya Duck Young langsung. “Iya kenal, dia juniorku saat masih sekolah.” “Kau ada hubungan apa dengannya?” “Tidak ada Ayah. Aku pun terkejut melihat pernyataan dia di media seperti itu. sepertinya itu cara dia untuk menarik perhatianku!” “Oya? apakah kau ini player?” “Ya Tuhaaaan!!! tidak! Aku tidak sepertimu ayah!” Mahanta langsung menutup mulutnya saat mengatakan itu. Dia kelepasan. Dia lupa jika ayahnya paling tidak suka saat seseorang mengungkit masa lalunya. “KAU INI!” “Sudah… sudah… kalian ini tidak bisakan jika bertemu itu membahas sesuatu yang menyengkan?” Lerai Orin yang datang dengan satu nampan yang berisikan dua cangkir teh. “Mama…” sapa Mahanta lembut. Dia langsung berdiri dan memeluk ibunya itu dan mengecup puncak kepala ibunya. “Sudah makan Nak?” “Belum. Aku pusing di kantor hari ini. Ditambah lagi dengan masalah yang disebabkan oleh orang lain!” Adu Mahanta kepada sang ibu. “Ya sudah, minum dulu teh ini lalu ganti bajumu dan kita makan malam.” Perintah Orin. Duck Young yang masih ingin mengintrogasi Mahanta pun tidak bisa melakukan apapun jika istrinya sudah berkata seperti itu. Mahanta tidak mau membuang kesempatan yang bagus ini. Dengan cepat dia menghabiskan teh hangat yang dibawakan oleh ibunya dan segera melesat pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya. “Kenapa kau selalu membelanya?” “Aku tidak membelanya Oppa. Dia baru pulang kerja, kasihan jika kau langsung mencercanya dengan semua pertanyaan itu. Beri dia waktu untuk bernapas.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD