Keputusan

1093 Words
Setelah makan malam usai, Mahanta tidak bisa lagi lari dari tatapan tajam Duck Young. Mau tidak mau akhirnya dia ikut duduk di ruang kerja ayahnya. Di ruangan ini dia benar-benar di cecar dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkan. Sampai akhirnya Mahanta tidak tahan lagi dan memilih untuk keluar dari ruangan ini. “Jika kau melangkahkan kaki keluar dari ruangan ini, itu artinya kau tidak akan pernah lagi menginjkakan kakimu di rumah ini!” Ancam Duck Young kepada Mahanta. “Baik!” Mahanta membalikkan badannya menghadapad sang ayah. “aku pastikan aku tidak akan lagi tinggal di sini! Itukan yang ayah inginkan sedari dulu? Ayah tidak perlu khawatir. Aku akan hidup dengan baik, walaupun aku jauh dari ayah!” “Choi Mahanta! Jika keputusanmu seperti itu, maka semua hakmu pada keluarga ini akan aku hapuskan. Dan kau tidak akan mendapatkan sepeserpun hasil dari jerih payahku.” Mahanta tersenyum sinis ke arah ayahnya. Dengan arogansinya dia pun mengangguk mantap. “Sure! Jangan khawatir. Aku pun  tidak pernah mengharapkan itu. Dan jika ayah lupa, aku juga sudah memiliki penghasilan sendiri yang tidak bisa dibilang kecil.” “Hahahahahaha… kau menyombongkan itu? Apakah kau lupa jika semua itu kau dapatkan Karena kau menyandang nama CHOI di depan namamu!” “Oya? bukankah itu karena aku memang layak mendapatkan semua itu? Dan aku akan membuktikan tanpa menyandang nama CHOI aku akan bisa berdiri di atas kakiku sendiri!” Mahanta keluar dari ruangan itu dengan emosi yang menggebu-gebu. Orin yang memang sedari tadi mendengarkan perdebatan kedua ayah dan anak langsung khawatir saat dilihatnya Mahanta menaiki tangga menuju kamarnya dengan langkah kaki yang mantap. Tanpa menunggu lagi Orin langsung menghampiri Mahanta ke kamarnya. Pintu kamar yang tidak tertutup pun membuat Orin dapat melihat jelas apa yang saat ini sedang Mahanta lakukan. Mahanta membongkar lemarinya dan mencari semua dokumen penting yang dia perlukan. Ada dua surat kepemilikan rumah dan juga satu surat kepemilikan gedung yang dia beli dari hasil keringatnya. dan itu akan dia jual untuk menjadi modalnya memulai hidup yang baru. “Nak…” sapa Orin sambil melangkah masuk ke dalam kamar. “Jika mama datang ke sini hanya untuk membujukku meminta maaf kepada ayah, aku tidak akan pernah melakukan itu. Harga diriku terluka atas semua perkataan sombong dari mulut busuknya itu!” Ucap Mahanta dengan nada yang sangat kentara jika di sedang marah besar saat ini. Orin menghela napasnya berat. Dia tahu, saat ini percuma baginya untuk membujuk Mahanta ataupun suaminya. Dua laki-laki dalam hidupnya ini selalu keras kepada jika sedang dalam situasi seperti ini. “Mama tidak akan membujukmu untuk minta maaf. Mama hanay ingin bertanya, jika kau pergi dari rumah ini, siapa yang akan menemani mama di sini? rumah ini begitu besar jika hanya kami berdua yang tinggal.” “Bukankah di sini banyak pelayan? Mereka semua menemani mama tinggal di sini.” “Itu berbeda sayang, mereka orang asing. Mereka bukan keluarga mama.” Mendengar perkataan mamanya yang sarat dengan kesedihan membuat Mahanta menghentikan kegiatannya memilih semua dokumen penting yang ada di hadapannya saat ini. Dia tatapnya wajah Orin lekat. Terlihat sekali di sana ada kesedihan dan juga rasa takut kehilangan. Mahanta pun mendekat ke arah Orin dan dia langsung menarik Orin ke dalam pelukannya. Ada air mata yang menetes di ujung mata Orin. Dia tahu, saat ini keputusan anaknya sudah bulat. Dan tidak akan ada usaha apapun yang dapat membuat Mahanta mengubah keputusannya. “Ma, aku kecewa dengan ayah. Hanya karena ulah bodoh seorang Scarlet Kim yang tidak lain merupakan artis dari agensi yang dia dirikan dia memandangku sebegitu rendah. Padahal aku sudah menjelaskan semuanya kepada ayah. Tapi apa yang aku dapat? Dia malah membuatku tersinggung dengan semua perkataanya. Jadi maafkan aku Ma.” Mahanta berusaha menjelaskan kepada Orin. “Ya, mama mendengar semuanya tadi. Mungkin ayahmu saat ini sedang emosi dan dia juga sedang tidak tahu harus berbuat apa.” “Tapi tidak seharusnya dia meremehkan aku seperti orang-orang yang selama ini memandangku. Aku akan buktikan kepadanya kalau aku bisa menjadi seorang Mahanta!” Tekad Mahanta sudah bulat saat ini. “Kamu mau keluar dari rumah ini? kemana?” “Aku akan pergi jauh dari negara ini dan aku akan menetap di sana. Membangun kerajaanku sendiri!” “Kemana? Amerika lagi?” “Tidak! Aku akan ke Indonesia. bertemu dengan eyang di sana.” Mendengar kata-kata yang Mahanta ucapkan Orin melepas pelukannya. Ditatapnya mata coklat milik Mahanta. Kemudian dia usap rahang tegas itu sambil tersenyum. Dia tidak menyangka jika anaknya akan datang ke negara asalnya. “Kau sudah lama merencanakan ini kan?” Tanya Orin lagi. Mahanta pun menganggukkan kepalanya. Dia memang sudah lama berencana ingin pergi jauh dari bayang-bayang ayah dan juga kakeknya. Tapi selama ini dia masih menimbang hal itu. Karena dia berat meninggalkan sang mama. Tapi tidak dengan kali ini. Perkataan sinis dari ayahnya membuatnya terpacu untuk membuktikan diri. Dan keputusannya sudah bulat. “Kenapa Indonesia?” “Karena di sana negara kelahiranmu. Dan aku yakin, aku bisa hidup dengan baik di sana seperti kau bisa hidup dengan baik jauh sebelum kau mengenal ayah. Dan yang lebih penting, saat kau ingin mengunjungi eyang, kau pun bisa mengunjungiku.” Orin tersenyum dengan perkataan Mahanta. Dia mengangguk setuju saat ini. Dan niatnya untuk membujuk Mahanta pun dia urungkan. Menurutnya biarlah Mahanta pergi sejenak dari sisinya. Toh dia juga bisa mengunjungi Mahanta nanti. Dan dia yakin anaknya akan menjadi orang yang sukses di sana. Dengan kepandaiannya dan juga kegigihannya dalam mencapai tujuan hidup, Orin yakin Mahanta akan menjadi orang besar di negara asalnya nanti. “Ada yang bisa mama bantu untuk menyiapkan kepergianmu? Baju apa yang ingin kau bawa? Akan mama siapkan.” “Tidak perlu Ma. Aku tidak akan membawa semua barangku yang ada di rumah ini. Karena semua itu dibeli dari uang keluarga Choi.” Jawab Mahanat mantap. “Kau ini memang anak ayahmu! Kalian berdua keras kepala!” Di luar kamar ini, dibalik dinding kokoh, Duck Young berdiri sambil mendengarkan apa yang diakatakan ibu dan anak di dalam sana. Dia tersenyum puas saat ini, sebenarnya tidak ada sedikitpun niatan dalam hatinya untuk mengusir Mahanta. Semua itu dia lakukan untuk membuat Mahanta berani mengambil keputusan. Duck Young tahu, Mahanta tertekan jika berada di dekatnya dan juga ayahnya. Mahanta selalu diragukan orang. Padahal Duck Young dapat melihat dengan jelas betapa gigihnya Mahanta berjuang untuk membangun kerajaan bisnisnya. Dia ingat dengan dirinya sendiri, dulu dia pun sama seperti anaknya itu. Dia berusaha lepas dari bayang-bayang sang ayah, sampai-sampai dia harus membangun kerajaan bisnis di kota lain. Dan akhirnya dia bisa sukses. Duck Young pun berharap Mahanta dapat melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan dulu. Perlahan Duck Young beranjak dari sana dan turun ke lantai dasar menuju kamarnya. Di kamar itu dia menghubungi Ha Joon dan meminta Ha Joon membantu Mahanta menjual seluruh asetnya dan memastikan jika dia mendapatkan harag tertinggi. Karena hanya itulah bantuan terkahir yang bisa dia berikan kepada Mahanta saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD