Happy reading!
Hari senin, hari yang paling dibenci siswa. Selain mata pelajaran yang banyak, hari ini juga melaksanakan upacara bendera.
Disisi lain, Lisya sedang berjalan pelan kearah lapangan. Dia sudah mempersiapkan diri mengikuti upacara. Sekali lagi dia mengecek atribut sekolah yang dipakainya.
Dasi, sudah.
Topi, sudah.
Ikat pinggang, sudah.
Dan satu lagi, wajib memakai sepatu hitam di hari senin.
Oke, semua sudah siap. Dia berjalan riang kearah lapangan sendirian. Dia tidak punya teman karna satu alasan.
Srett.
Seseorang menariknya kearah bawah tangga. Dia melihat tiga perempuan berdiri didepannya dengan wajah angkuh.
"Lepas dasi lo!"
Ini alasan dia tidak punya teman. Karna dia sering diganggu kakak kelas. Salah satunya Sindy kakak kelas nya yang terkenal dengan julukan 'Queen bullying.'
"Cepetan!" Ucap sindy dengan nada tidak sabar karna melihat Lisya yang diam saja.
Lisya menurut, dia membuka simpul dasinya lalu memberikannya kearah Sindy. Setelah menerima apa yang diinginkannya, mereka langsung berjalan pergi dari sana. +
Huftt
Lisya menghela nafas pelan. Dia sudah terbiasa seperti ini. Dipalak, dibully, diejek. Lelah, sekolah ini bagai neraka bagi dia.
Bunda aku sudah ngelakuin seperti yang bunda bilang.
Bundanya bilang kita harus saling tolong-menolong sesama manusia, dan tadi dia baru saja melakukannya. Dia memberikan dasinya ke Sindy agar gadis itu tidak kena hukuman. Dia melaksanakan perintah bundanya kan?
***
Lisya berjalan menuju barisan, bukan barisan kelasnya, melainkan barisan siswa-siswi yang tidak mengenakan atribut lengkap.
"Ngga pake atribut lengkap?" Disamping dirinya berdiri pria dengan wajah tengilnya sedang menatapnya menanti jawaban.
"Iya, ka Tyo" jawab Lisya pelan.
Bramantyo Putra teman Ervan atau yang sering dipanggil 'Tyo'. Dia salah satu kakak kelas yang sering mengganggunya disekolah ini.
"Gue juga ngga pake atribut lengkap, nih sama duo k*****t. Tenang aja kita dihukum bareng" ucap Tyo sambil tersenyum manis.
Kata-kata penenang dan senyuman manis tidak membuat Lisya tenang. Bukannya senang karna dihukum bareng 3 lelaki yang terkenal di sekolah ini, Lisya malah mendengus pelan.
"Kenapa? Lo ngga suka dihukum bareng kita?" Tanya Ervan dengan muka judesnya.
Dia menatap Ervan, "s-suka k-ka" ucapnya terbata-bata.
Ervan hanya mengangguk lalu menatap kearah depan. Berulang kali dia menghembuskan nafasnya. Saat ingin menatap kearah depan, matanya bertatapan dengan mata seseorang yang menatapnya tajam.
Buru-buru dia mengalihkan pandangannya.
Alexander Reynand Pranaja teman Ervan dan Tyo sekaligus anak pemilik sekolah ini. Sifatnya sangat pendiam. Dengan wajah yang tampan membuat para siswi mengidolakannya.
Kecuali, dirinya.
Menatap matanya saja membuat dirinya ketakutan, apalagi aura pria itu yang sering membuatnya merinding.
Dia melirik kearah Rey, dia langsung memegang jantungnya yang berdebar kencang kala melihat pria itu masih menatap dirinya dengan wajah datar.
***
"Sebagian bersihkan depan ruang guru, sebagiannya lagi bersihkan perpustakaan, sisanya bersihkan taman belakang sekolah!"
Para murid yang kena hukuman langsung berjalan kearah tempat yang sudah ditentukan.
Lisya berjalan kearah taman belakang sendirian, karna tidak ada satupun murid yang dihukum yang mau membersihkan taman itu, mereka lebih baik memilih membersihkan perpustakaan atau depan ruang guru.
Mengambil sapu lidi, dia memulai membersihkan taman itu sendirian. Tanpa diketahui Lisya di belakang dirinya sudah berdiri tiga pria yang menatapnya dengan berbagai macam tatapan.
Srekk srekk
Mendengar bunyi gesekkan antara sapu lidi dengan tanah membuat Lisya menatap kearah sampingnya.
"Kita bantuin" ucap Tyo ketika melihat gadis itu menatap mereka.
Lisya mengalihkan pandangannya, dan fokus dengan kerjaannya. Mereka bukan membantu, tapi memang sudah tugas untuk menjalankan hukuman kan?
Paling tidak sedikit lagi mereka akan berhenti membersihkan taman ini dan...
"Aduh cape juga, wei cupu! Bersihin ya! Kita mau beli minum dulu"
...Menyuruhnya.
Sepertinya hari ini dia banyak mendengus.
"Rey, ngga ikut ke kantin?" Tanya Ervan ketika melihat pria itu tidak berhenti menyapu.
"Duluan" jawabnya singkat.
Keadaan berubah jadi canggung ketika Ervan dan Tyo berlalu pergi dari sana.
Lisya menggerakkan badannya kaku ketika merasa punggungnya panas karna ditatap tajam seseorang.
Bunda tolong Isya
_____________________________________________
Next?