02

2092 Words
Dengan gerak cekatan Agnia merapikan barang-barang yang berserakan di atas meja. Kemudian, dilanjutkan dengan memasukkan buku catatan, handphone, dan alat-alat tulis lainnya ke dalam tas. Setelah kegiatan beres-beres tersebut selesai. Agnia segera mengendong ranselnya yang tidak terlalu berat lalu berjalan keluar dari ruang kerjanya dengan langkah santai. Jam pulang kantor merupakan momen yang paling dia tunggu-tunggu sejak tadi. Setelah beberapa jam bergelut dengan setumpukkan dokumen yang memumetkan kepala, akhirnya Agnia bisa sedikit bernapas lega dan me-refresh-kan sejenak otaknya yang sudah kehabisan kapasitas untuk berpikir. Namun, apa daya besok pagi dia sudah harus kembali berperang dengan laptop dan jari-jari tangannya untuk menyelesaikan beberapa laporan yang mesti segera disetorkan kepada atasannya. Begitulah nasib Agnia sebagai seorang pegawai kantoran, suka dikejar deadline. Apalagi, ditambah dengan sifatnya yang masih senantiasa ceroboh dalam bekerja. Alhasil, terkadang dia harus lebih teliti lagi dalam bekerja. Menyiapkan waktu dan pikiran yang ekstra guna memeriksa serta membuat ulang laporan setiap terjadi kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan. Paling tidak, Agnia juga merasa bersyukur karena atasannya memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan mau memberikan kesempatan kepada dirinya untuk terus belajar. ................. .............. Masih dengan langkah santai, Agnia menuruni anak tangga satu demi satu menuju lantai dasar. Suasana di kantor tampak lenggang. Sepertinya hampir sebagian besar pegawai telah kabur dan pulang ke rumah mereka masing-masing Mengingat jam kantor sudah berakhir 15 menit yang lalu. Saat menginjakkan kaki di teras depan kantor, indera penglihatan Agnia menangkap sosok seorang pemuda yang dia yakini adalah Sanata. "Lo benaran, Sanata?" pertanyaan bodoh melesat dari mulut Agnia. Sesaat setelah dia berdiri di depan motor sport yang terparkir rapi di area kantornya. Agnia masih ragu jika orang yang tengah duduk santai sambil memainkan handphone di atas motor sport tersebut adalah sang sahabat. "Terus lo kira gue siapa?" tanya Sanata balik. Dia memasukkan handphone-nya ke dalam saku celana . Kemudian, turun dari motornya dan berdiri di hadapan Agnia sambil melipat kedua tangan di depan d**a. Perempuan itu tampak menggerakkan bahunya ke atas dan menggeleng pelan. "Ya, siapa tahu ada orang yang mirip sama lo gitu, San," jawab Agnia enteng. "Berarti muka gue pasaran dong?" Sanata tak terima jika wajahnya dibanding-bandingkan dengan orang lain. Agnia kembali mengangkat bahunya ke atas. "Ya 'kan siapa tahu ada. Gue nggak bilang muka lo pasaran, tapi mirip," ucapnya mengklarifikasi. Kini Sanata berkacak pinggang dan memandang heran ke arah sang sahabat. Dia terkadang merasa sulit untuk memahami jalan pikiran Agnia. "Kalau ada yang nyamain atau mirip sama muka gue artinya pasaranlah, Ag. Lo bayangin aja wajah lo ada mirip sama seseorang. Terus menurut lo gimana?" Perempuan itu tampak berpikir sejenak guna menjawab pertanyaan bodoh yang ditujukan padanya tersebut. "Ya, gue akan mikir kalau muka gue juga pasaran. Banyak ada penirunya bukan jadi yang satu-satunya," jawab Agnia memberi argumen konyol. Sanata menggelengkan kepala beberapa kali. Menghadapi perempuan yang tengah berdiri di depannya dengan tampang b**o ini merupakan tantangan yang cukup berat. "Tadi, lo bilang muka gue nggak pasaran tapi cuma mirip. Nggak konsisten lo," sindir Sanata dengan tatapan mengejek. Agnia menampakkan cengiran tak berdosanya. "Iya, maklum otak gue lagi buntu. Nggak bisa mikir," ujarnya membela diri. "Nggak bisa mikir sama lemot itu bedanya cuma tipis loh, Ag." Sanata kemudian menjitak kepala Agnia dan mengakibatkan perempuan itu sedikit mengaduh serta memegang kepalanya. Dan, tibalah giliran Agnia yang menginjak kaki kanan Sanata sebagai bentuk balasan atas perlakuan yang baru saja diterima dan menyebabkan sang sahabat meringis kesakitan. "Jadi cewek kasar banget emang lo, Ag! Heran gue," komentar Sanata dengan nada sedikit kesal. Dia melototkan matanya ke arah Agnia. Perempuan itu hanya memasang ekspresi wajah innocent. "Lagian lo duluan yang mukul kepala gue, ya gue balas aja. Tapi, dengan cara yang berbeda," kata Agnia tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Sanata memilih menutup rapat bibirnya. Percuma melawan Agnia berdebat karena sudah dipastikan dia akan menanggung kekalahan yang telak. Sanata kemudian kembali naik ke atas motor sport-nya dan mengisyaratkan sang sahabat untuk segera naik.. Namun, begitulah Agnia, dia tidak mengerti akan kode yang diberikan Sanata. Ekspresi 'b***t' menghiasi wajah Agnia. Dia masih berusaha menerjemahkan isyarat yang ditunjukkan sang sahabat. Akan tetapi, otaknya tidak mau bekerja sama sekali. "Udah jangan sok mikir lo, Ag! Cepetan naik! Sebelum gue tinggal nih," suruh Sanata sembari menyerahkan helm pada sahabatnya. Agnia pun mengambil benda tersebut dari tangan Sanata. "Kita mau ke mana?" tanyanya kebingungan. Sanata mengembuskan napas jengah. Ingin rasanya dia menjitak kepala Agnia sekali lagi. "Kita mau kemana? Ke pantai. Gue mau buang s**l sekaligus lo!" Agnia mendelikkan kedua bola matanya. "Tega amat. Lo yang bakal gue hanyutin ke laut!" balas perempuan itu sengit karena menganggap serius guyonan yang dilontarkan sang sahabat. Sanata tergelak pelan melihat raut muka Agnia yang menunjukkan kekesalan. "Emang lo bisa ngangkat tubuh gue? Badan kayak kurcaci aja belagu!" ejeknya dan sukses mendatangkan pukulan sang sahabat di pundaknya. Agnia semakin merasa jengkel. Rasa lelah sehabis bekerja sangat mempengaruhi mood-nya dan juga tamu bulanan yang akan segera datang. "Udah cepetan lo naik, Ag! Gue bakal anterin lo pulang." .................................. Saat sudah tiba di rumah. Agnia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas sofa tanpa mengganti pakaian kantornya terlebih dahulu. Rasa lelah benar-benar menghantam dirinya. Rasa kantuk pun ikut menyergap dan membuat Agnia ingin memejamkan mata. Namun, mengingat jam yang telah menunjukkan pukul enam sore jadi Agnia mengurungkan niatannya. Sungguh kedua matanya terasa berat untuk dibuka. Alhasil, tanpa sadar dia menutup kelopak matanya secara perlahan. "Bangun! Udah sore main tidur aja lo, Ag. Mandi dulu terus sembahyang." Suara Sanata sukses membangunkan Agnia dari tidur sekejapnya. Pemuda itu mengambil posisi duduk di sebelah Agnia. Dia berdecak kesal karena sang sahabat terlihat kembali menutup mata. Dengan terpaksa Sanata menarik tangan Agnia. "Males banget dah lo jadi perempuan! Bangun cepetan! Susah kalau gue punya istri macem lo gini nantinya!" seru Sanata masih berusaha menarik tangan sang sahabat yang tak kunjung bangun juga. Agnia hanya bergeming. Rasa kantuk mengalahkan segalanya. Sementara itu, Sanata sedang mencari yang ampuh guna membangunkan Agnia. Sebuah seringaian menghiasi wajah Sanata. Ide nakal tercetus begitu saja dalam pikirannya. Dia berhenti menarik tangan Agnia. Sanata bangkit dari sofa lalu memposisikan diri bersimpuh di atas karpet, lebih tepatnya dekat dengan wajah Agnia. Sejenak dia memerhatikan ekspresi polos nan lugu perempuan itu saat terlelap seperti sekarang ini. Sanata pun mengulas senyum tipisnya. "Kalau lo nggak mau bangun juga. Terpaksa deh gue harus nyium lo, Ag," bisik Sanata di telinga sang sahabat dengan nada yang terkesan menggoda. Agnia langsung membuka matanya lebar-lebar. Sensasi aneh menjalar tanpa permisi hampir ke seluruh tubuhnya. Sensasi tersebut semakin bertambah kuat manakala dia merasakan embusan napas Sanata menerpa pipinya. Dan ternyata.... Jarak wajah mereka hanya terpisah beberapa sentimeter saja. Agnia kian membulatkan kedua bola matanya ketika Sanata mempertunjukkan seringaian dan tatapan nakal ke arahnya. "Cepetan bangun! Sebelum gue bertindak nih," ucap pria itu semakin mendekatkan wajahnya masih menampilkan seringaian yang cukup membuat bulu kuduk Agnia merinding. Dengan sekali dorongan perempuan itu berhasil menjauhkan tubuh Sanata darinya dan mengakibatkan sang sahabat jatuh tersungkur ke lantai. "Kasar banget lo jadi perempuan ya, Ag!" seru Sanata kesal atas perlakuan yang diterimanya. Agnia pun bangun dan mengambil posisi duduk bersila. "Lagian lo duluan yang nyari masalah sama gue, San. Bibir gue masih suci, enak aja lo nodain." dia lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Sanata terkekeh dan kembali memilih posisi duduk di samping Agnia. Dia juga menyempatkan diri meneloyor kepala perempuan itu. "Kok nyari masalah? Gue cuma pengin nyium lo doang kok karena nggak mau bangun. Oh iya, lo belum pernah ciuman 'kan? Soalnya lo nggak pernah pacaran," ucap Sanata dengan tatapan mengejeknya. Agnia mendengus dan mendelikkan mata. Kemudian, melayangkan pukulan keras tepat di lengan kiri sahabatnya itu. "Sekali lagi lo berani ngejek gue. Siap-siap aja lo nerima pembalasan dari gue, San!" ancam Agnia karena benar-benar merasa kesal dan tersinggung dengan ejekkan sang sahabat. Sanata malah terkekeh melihat ekspresi garang Agnia yang sama sekali tak menakutkan baginya. "Aduh, lo mau buat pembalasan kayak gimana, Ag? Kok gue takut, ya?" tanyanya dan berakting seolah-olah dia was-was dengan ancaman yang ditunjukkan Agnia. Namun, detik berikutnya Sanata sudah menghadiahkan jitakan di kepala sang sahabat. "Badan kayak kurcaci aja sok-sok'an pengin balass dendam ke gue. Yang ada lo kalah, Ag," Sanata kembali mengeluarkan sindirannya. "Aish, cela aja terus kekurangan gue," gerutu Agnia. Dia membuang muka, enggan meladeni tatapan mengejek yang diperlihatkan sahabatnya itu. Sanata terkekeh pelan. "Widih, ada yang ngambek. Jelek amat muka lo pas ngambek kayak gini, Ag. Mendingan lo masakin gue makanan daripada cemberut. Yang ada perut gue tambah eneg," perintah Sanata enteng. Agnia kemudian menggelengkan kepala kuat-kuat "Ogah! Lo masak aja sendiri," jawab perempuan itu menolak. "Kalau ada tamu yang datang lo mesti layanin dengan baik. Nah, hitung-hitung lo belajar jadi calon istri yang baik juga. Biar nggak rugi gue nikahin lo nanti," celoteh Sanata yang mampu mengundang delikan maut Agnia. "Dari tadi lo terus aja nyebut nama 'istri' dan 'menikah'. Siapa juga yang mau nikah sama lo, San?" Agnia tampak lupa dengan pembicaraan di antara mereka beberapa tempo hari yang lalu di mana dia meminta Sanata untuk membantu dirinya. Kapasitas memori di kepalanya mulai menipis karena faktor usia yang semakin bertambah dan sederetan beban pekerjaan di kantor sehingga tidak mampu menampung peristiwa tertentu. "Lo, Agnia! Waktu ini lo yang minta gue bantuin lo. Biar lo nggak dijodohin sama orang yang lo bilang mirip bapak-bapak itu," sahut Sanata mengingatkan. Agnia memutar bola matanya dan tak lama kemudian memandang sang sahabat dengan tatapan begonya. "Kok gue bisa lupa, ya?" tanya perempuan itu entah pada siapa. Sanata segera membuang napas kasar serta mengangkat kedua bahunya cukup tinggi. "Mana gue tahu. Mungkin otak lo perlu dikasih pengingat biar gak cepat lupa," ucapan berbau ejekan masih terus dilontarkan olehnya. Kedua bola mata Agnia semakin melotot dan menatap tajam sang sahabat. "Lo kira gue alarm? Pakai pengingat segala?" "Memo juga pakai pengingat kali bukan cuma alarm. Oon sih lo, Ag!" Sanata mengetukkan telunjuknya beberapa kali di dahi Agnia. "Ya, maaf. Otak gue suka hang dan lupa gitu aja. Eh, tapi seriusan lo mau bantuin gue, San?" tanyanya ingin meminta kejelasan. Sanata melipat kedua tangan di depan d**a, gaya tersebut menjadi salah satu ciri khasnya saat mulai jengah menghadapi sifat bloon Agnia. Entah sampai kapan harus terus menyabarkan diri. "Bukannya gue udah jawab waktu itu ya? Jangan bilang lo lupa?" tatapan penuh selidik dilayangkan Sanata. Agnia menganggukkan kepala mengiyakan. "Astaga! Gue benaran pengin buang lo ke pantai kalau kayak gini," Sanata kehilangan kesabaran. Namun, lagi-lagi emosinya harus tertahan manakala mendengar tawa Agnia yang membahana. "Hahaha, gue inget kok. Muka lo juga nggak kalah jelek pas marah gini," kentara Agnia sambil mendekatkan wajahnya. Giliran Sanata yang melototkan kedua matanya. Jadi, dia dikerjai oleh perempuan itu? Dengan sengaja? Karena tidak mau terlihat kalah begitu saja. Sanata pun segera mencari ide untuk balik mengerjai sang sahabat. Seringaian nakal terbentuk di wajahnya. Cup! Sanata mempertemukan bibir mereka berdua beberapa saat. Dia tidak bisa menahan tawa ketika mendapati tubuh Agnia yang membeku di tempat dengan bola mata yang melebar karena sepertinya perempuan itu sangat terkejut menerima aksinya yang terkesan tiba-tiba dan diluar dugaan tersebut. "Mau lagi?" tanya Sanata seraya memperlihatkan senyum kemenangan dan seringaian nakalnya. "Yah, Sanata! s****n lo! Ciuman pertama gue lo ambil seenak jidat aja!" marah Agnia sambil memukul-mukul tubuh sang sahabat dengan bantal. Sementara itu gelak tawa Sanata semakin terdengar mengeras. "Loh emangnya kenapa? Wajar 'kan? Kita udah pacaran kok, Sayang. Gue nyium lo nggak apa-apa dong?" Sanata mengedipkan salah satu matanya, melanjutkan aksi untuk menggoda sang sahabat. "Yah, siapa bilang gue dan lo pacaran? Fitnah aja lo!" Agnia masih terlihat geram. "Dih, siapa juga yang fitnah? Waktu ini lo yang minta ditembak sama gue. Jangan pura-pura lupa lo ya, Ag!" Agnia sedikit memundurkan wajah dan tubuhnya tatkala Sanata kembali mempersempit jarak di antara mereka berdua. "Ya 'kan gue cuma bercanda doang waktu itu," kilah Agnia tak ingin disalahkan. Sanata menghela napas panjang dan memandang cukup intens sang sagabat. "Tapi, gue nganggapnya serius. Gimana dong?" dia menantang. "Itu hak lo sih. Eh tapi gue teta--" ucapan Agnia terpotong karena mulutnya sudah dibekap oleh sang sahabat menggunakan telapak tangan. "Udah. Jangan banyak omong lo, Ag! Mulai saat itu pokoknya kita resmi pacaran. Kalau lo nggak mau ya gue juga kagak bakal mau bantuin lo nanti," bisiknya di telinga Agnia dengan nada mengancam. Cup! Sanata mempertemukan bibir mereka untuk yang kedua kalinya. Di sisi lain Agnia seperti kehilangan kesadaran dan menutup kelopak matanya rapat-rapat. Jantungnya juga berdetak lebih kencang. "Hahaha. Baru dicium doang reaksi lo udah begitu. Belum juga gue apa-apain," canda Sanata dengan gelak tawa yang tidak bisa dia hentikan. Agnia spontan membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah seringaian nakal di wajah sang sahabat. "Yah, Sanata! s****n lo!" seru perempuan itu dengan suara lantang. .........
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD