CHAPTER 1: Moonlit Night Kiss

2164 Words
Ratusan tahun berlalu dan dunia vampir tidak banyak berubah. Sejak kristal dicuri oleh Ailpean, para vampir masih berusaha mencarinya di dunia manusia. Satu-satunya petunjuk yang mereka miliki yaitu, kemungkinan adanya manusia yang menyegel kristal ke dalam tubuhnya, sehingga mereka tidak bisa melacak energi dan keberadaannya. Meski begitu, mereka terus bersaing untuk mendapatkannya, karena vampir yang mampu menguasai kekuatan kristal, akan diangkat menjadi Vampire Emperor. Selain kristal, ada hal menarik lain yang muncul di dunia mereka. Namanya Tynan, dia dikenal sebagai vampir kelas atas, atau bangsawan yang sering memperkenalkan diri sebagai The Dark Knight, hingga menjadi panggilan kehormatannya. Biarpun usianya baru menginjak 700 tahun, dia sudah memiliki energi besar yang melampaui vampir-vampir dengan usia lebih tua. Banyak yang menghormati, tetapi tak sedikit juga yang merasa iri. Di balik ketenarannya, Tynan menyembunyikan rahasia besar, bahwa sebenarnya, dia bukanlah vampir murni. Dia lahir dari rahim manusia dengan ayah vampir, yang artinya, dia adalah dhampir. Julukan The Dark Knight yang dia gunakan pun bukan semata-mata berarti ksatria kegelapan. Sebenarnya, kata dark mewakili namanya yang berarti gelap, sementara kata knight adalah ubahan night, yang berarti malam. Jadi arti sesungguhnya dari julukan The Dark Knight adalah kegelapan malam, sebab Tynan lahir pada malam bulan baru yang gelap di hutan penuh kabut. Karena sejak dulu para dhampir dianggap sebagai aib—hasil hubungan terlarang antara dua makhluk yang berbeda—sehingga mereka sulit mendapat tempat di dunia vampir, Tynan pun harus menyembunyikan kebenaran tentang dirinya. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan menduduki kursi Emperor, jika bangsa vampir sampai tahu. ~《☆》~ Sudah malam, aku bisa pergi sekarang. Tynan melepas jubah yang dikenakannya, menyisakan setelan dengan jas panjang yang semuanya serba hitam. Dia keluar dari kediaman nan megah, menuju ke halaman, dan membuat sebuah portal di sana. Sebenarnya, dhampir tidak lemah terhadap sengatan sinar matahari, jadi dia bisa pergi ke dunia manusia kapan saja. Namun, demi menghindari kecurigaan vampir lain, dia harus menunggu malam tiba. "Tynan, mau ke mana kau?" Vampir laki-laki yang tampak lebih dewasa dari Tynan mendadak muncul. "Bukan urusanmu!" Tynan tampak jengkel. "Kau mau pergi ke dunia manusia lagi?" "Kau itu hanya kepala pelayan, tidak usah ikut campur urusanku!" Kepala pelayan di mansion Tynan, Denzel hanya bisa menghela napas, bersabar atas sikap tuannya. Mungkin bagi manusia, Tynan sudah sangat tua, tetapi bagi vampir, dia masih setara dengan remaja. Denzel yang usianya lebih dari 1.200 tahun harusnya bisa membimbingnya, kalau saja Tynan tidak keras kepala dan suka bertindak semaunya. "Kalau kau tetap bersikeras ingin pergi ke dunia manusia malam ini, aku hanya ingin mengingatkanmu untuk berhati-hati, karena sekarang makin banyak Vampire Hunter yang beraksi." "Aku sudah tahu itu! Lagipula apa kau pikir, mereka akan mampu membunuhku dengan mudah?! Aku ini bukan vampir kelas bawah!" Tynan memasuki portal dan menghilang dari pandangan Denzel. Setelah portalnya tertutup, Denzel kembali ke dalam mansion. "Dasar bocah!" gerutunya. Di dunia manusia, Tynan sampai di tepi jalan yang sepi di salah satu daerah Jakarta, Indonesia. Angin bertiup perlahan, menerpa helai-helai rambutnya yang menutupi separuh dahi. Dia memasukkan kedua tangan ke saku jas, lalu berjalan dengan santai. Malam itu, bulan purnama bersinar terang, langit cerah menampilkan bintang-bintang. Memang, darah manusia itu paling enak, tetapi tanpa darah mereka pun, vampir ataupun dhampir sebenarnya masih bisa hidup, jadi untuk apa berambisi menguasai dunia ini? Buang-buang waktu saja! Tynan tiba-tiba berhenti. Jauh di depannya, ada seorang gadis yang menangis dan dihadang oleh dua pria. Dia tahu, kedua pria yang menghadangnya adalah vampir kelas bawah, tetapi dia enggan untuk terlibat. Lebih baik aku cari tempat lain saja. Malas sekali rasanya berurusan dengan mereka. Sebelum melakukan niatnya, Tynan malah merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan. Energi aneh mengalir melalui udara dan sampai padanya. Asalnya dari gadis yang sekarang sudah berada dalam cengkeraman vampir. Kenapa manusia itu mempunyai energi seperti ini? "Tolong!!" Mendengar teriakannya, Tynan segera mengenakan topeng hitam yang diambil dari saku jas, seakan teriakan itu adalah perintah mutlak untuk tubuhnya. Secepat kilat, dia merebut gadis itu dan menyembunyikannya ke dalam dekapan. Dua vampir yang terkejut tidak punya kesempatan untuk mengambil kembali mangsa mereka, karena langsung diubah menjadi debu. "Si–siapa ...?" Pandangan Tynan dan gadis itu bertemu. Dalam jarak yang sangat dekat, Tynan baru menyadari betapa cantiknya dia. Iris hitam besar, hidung mancung, dan bibir ranum berpadu dengan pipi yang merona. Rambut panjang bergelombang dengan warna kecokelatan, kontras dengan kulit putih bersih. Auranya yang sangat menarik, membuat Tynan menciumnya begitu saja. Cahaya purnama di langit menjangkau mereka, tetapi bayangannya tidak bisa tercermin di mata gadis yang membeliak, sebab hanya ada bayangan Tynan di sana. Dia ingin memberontak, tetapi tubuhnya tidak mau menuruti perintah. Jauh di dalam hati kecilnya, dia menyukai ciuman itu. Dia menyukai embusan napas dan pelukan Tynan. Dia menyukai saat-saat yang meningkatkan debaran jantungnya. Tynan juga terhanyut dalam keinginan menguasainya. Menguasai keindahan gadis itu secara menyeluruh, bukan hanya ciumannya saja. Hasrat yang selalu dia tahan, rasanya ingin dia ledakkan. Dia benar-benar hampir kehilangan kendali. Beruntung, dia bisa sadar dan cepat-cepat menyudahi ciumannya. Dia melerai pelukan, lalu mundur beberapa langkah. A–apa yang sudah aku lakukan?! Aku ... memberikan ciuman kepadanya? Ke bibirnya?! Kenapa aku bisa seceroboh ini?! Mereka hanya terpaku, sampai Tynan merasakan seseorang sedang mendekat ke arah mereka. Buru-buru dia membuat gadis itu pingsan, kemudian pergi dari sana. ~《☆》~ Tidak masalah bagi seorang vampir memberikan ciuman kepada manusia, tetapi jika yang melakukannya adalah vampir kelas atas atau bangsawan, tentu akan menimbulkan kontra dan menjatuhkan martabatnya. Namun, masalahnya tidak hanya itu. Tynan adalah dhampir, yang aroma tubuhnya sangat khas. Selama ini dia mampu menyembunyikannya, tetapi jika melalui ciuman, pasti para vampir bisa mengendusnya. Maka dari itu, dia tidak pernah mencium vampir ataupun manusia sama sekali. Dia benar-benar menyesal, karena sudah dengan cerobohnya mencium seorang gadis manusia, meninggalkan aromanya yang akan abadi di bibir gadis itu. Dengan aroma khas dhampir yang harum dan tidak bisa disembunyikan, gadis itu pasti akan menjadi buronan para vampir, karena mengira aroma darahnyalah yang harum. Tynan bingung harus melakukan apa. Dia mengurung diri di kamarnya yang gelap gulita tanpa setitik pun cahaya. Tidak mungkin dia memberi tahu Denzel, karena akan sulit menjelaskan alasan dari kekhawatirannya. Khawatir? Kenapa aku harus khawatir? Benar juga, kenapa dia harus khawatir? Bukankah tidak masalah jika gadis yang diciumnya dimangsa oleh vampir? Toh, dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya. Kalau gadis itu mati, bukankah akan lebih menguntungkan, karena Tynan tidak perlu repot-repot mencari solusi untuk menghilangkan bekas ciumannya? Salah atau tidak aku berpikir seperti ini? Sebenarnya aku harus bertanggung jawab atau tidak? Ah ... aku bingung sekali! Tynan mencoba berpikir dengan lebih baik, tetapi bayangan gadis tadi terus mengganggunya. Dia sangat ingin menghapus bayangannya dulu agar kepalanya tidak semakin pening. "Tynan? Tynan, kau di dalam, 'kan?" Denzel mengetuk pintu kamar Tynan. "Ada apa?!" "Tuan Hardwin, Baron yang ingin bertemu denganmu akan datang bersama putrinya sebentar lagi, jadi cepat bersiap-siaplah!" "Hardwin ...?" Tynan tertegun, dia tidak ingat kalau ada janji hari ini. "Kenapa kau tidak mengingatkanku?! Seharusnya kau mengingatkanku tadi, sebelum aku berangkat ke dunia manusia!" "Salahmu sendiri! Tadi kau mengatakan kepadaku, jangan ikut campur masalahmu, jadi aku tidak mengingatkanmu mengenai pertemuan hari ini, karena pertemuan hari ini adalah masalahmu juga, 'kan?" "Kurang ajar! Kepala pelayan macam apa kau ini?!" Tynan bangkit dari kursinya dan membuka pintu kamar. Tampak Denzel berdiri dengan santai sembari menyilangkan tangan. Tanpa ba-bi-bu lagi, Tynan menarik kerah kemejanya. "Kau mau aku bunuh?!" "Kau kenapa, hah? Aku bisa tahu kalau kau sedang memiliki masalah saat ini." Denzel masih terlihat tenang-tenang saja. "Bukan urusan–!" "Mau bilang bukan urusanku lagi?" Tynan mengeritkan gigi. Dia menghempaskan kerah Denzel dan membanting pintu kamarnya. Denzel hanya menghela napas seperti biasa. "Punya masalah apa lagi bocah satu ini?" Dia merapikan kerah kemejanya. Tynan melepas semua pakaian, lalu masuk ke dalam bak mandi. Aroma lembut dari ekstrak bunga hitam hutan segera tercium. Dia merilekskan otot-otot tubuh yang terukir sempurna. Pikiran lelah seakan tertimbun sampah jadi sedikit lebih segar. Selesai mandi, dia mengambil pakaian yang biasa dia pakai pada acara formal. Meskipun semua pakaian dan aksesorisnya berwarna hitam, penampilannya tidak pernah membosankan. Setiap setelan yang dia kenakan selalu memancarkan karismanya. Dia keluar dari kamar dan berjalan melalui lorong panjang. Tak lupa menyempatkan diri dulu untuk memeriksa persiapan di meja makan mewah yang dilakukan oleh dua pelayan wanita, Sinaa dan Yeenie. "Tuan Tynan, selamat datang," sambut Sinaa. "Anda terlihat mengagumkan seperti biasa, Tuan," puji Yeenie. Tynan memutar bola mata malas. "Bagaimana persiapannya?" "Semua berjalan dengan baik, Tuan," jawab Sinaa dan Yeenie bersamaan. "Di dapur?" "Harmaen sudah menyiapkan hidangan istimewa dari daging hewan hitam terbaik. Dia juga sudah memilih darah segar dan wine berkualitas tinggi. Anda tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, Tuanku." Sinaa tersenyum miring. "Bagus." Tynan pergi menuju ke pintu utama, menyusul Denzel yang sudah berdiri lebih dulu di sana. "Hoo ... cukup cepat juga kau bersiap-siap." Denzel mengerling. "Aku harap, masalah yang tadi mengganggumu, tidak akan membuat pertemuanmu menjadi kacau." "Semua tergantung Baron itu." Empat vampir memasuki gerbang mansion Tynan. Mereka adalah Baron Hardwin, anak perempuannya, kepala pelayannya, dan pelayan pribadi anaknya. Tynan dan Denzel mengembangkan senyum ramah yang jelas-jelas palsu. "Selamat datang di mansion saya, Baron Hardwin." "Terima kasih, Earl Tynan. Suatu kehormatan bagi saya bisa menginjakkan kaki di mansion megah Anda." Hardwin melepas topi bundarnya. "Oh ya, perkenalkan, ini putri saya, Meria." Gadis di samping Hardwin mengangkat gaunnya dengan anggun. "Senang bertemu dengan Anda, Earl Tynan." "Senang juga bertemu dengan Anda, Lady Meria. Mari kita lanjutkan perbincangan ini di dalam, kami sudah menyiapkan sambutan untuk Anda. Silakan masuk." Tynan mempersilakan mereka. "Anda sungguh luar biasa, Earl. Karena hanya untuk Baron seperti saya, Anda mau repot-repot menyiapkan sebuah sambutan." Hardwin tampak senang sekali. "Tamu adalah raja, Baron Hardwin. Jadi siapa pun tamunya, saya akan sangat menghormatinya, selama dia mau menjaga kehormatannya juga." Tynan memberikan penekanan pada kata-katanya, seakan menyindir si lawan bicara. Hardwin tersenyum kaku. Suasana yang jadi sedikit tidak nyaman itu terbawa sampai ke meja makan. Kendatipun hidangan kelas atas telah tersaji di sana, rasa segan mengalahkan selera untuk menyantapnya. "Silakan dinikmati, semua ini adalah masakan koki terbaik sekaligus satu-satunya di kediaman kami." Tynan mengangkat gelas berisi wine dengan elegan. Mereka pun mulai makan. Cita rasa dari daging hewan hitam tentu membuat lidah vampir menari, terlebih daging yang digunakan adalah daging pilihan terbaik. Kematangan sempurna dan bumbu yang tepat takaran menambah kelezatannya. Dipadukan dengan darah segar dan wine, membuat mereka benar-benar larut dalam kenikmatan hidangan tersebut. Di salah satu sisi ruangan, Harmaen hanya tersenyum tipis. "Baron Hardwin, Anda bisa mengatakan maksud kedatangan Anda sekarang." Tynan menyela ketika Hardwin tengah asyik makan. "Oh, baiklah." Hardwin mengelap sekitar mulutnya dengan sapu tangan. "Maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk menjalin hubungan dengan kekeluargaan dengan Anda, Earl." "Kekeluargaan?" Tynan menaikkan sebelah alisnya. "Benar, Anda adalah vampir muda yang luar biasa. Saya benar-benar yakin, Anda akan mampu menduduki kursi Vampire Emperor dan menguasai dunia manusia suatu hari nanti. Maka dari itu, saya ingin melamar Anda untuk putri saya tercinta." Hardwin semakin antusias. "Saya yakinkan Anda, Meria memiliki kemampuan untuk menjadi pendamping yang baik bagi calon pemimpin besar seperti Anda, Earl." "Tunggu sebentar ... maksud Anda, saya harus menikahi Lady Meria?" "Tepat sekali." Suara ketukan jari Tynan pada meja membuat Hardwin dan Meria harap-harap cemas. Memang kelihatannya Tynan sedang mempertimbangkan baik-baik tawaran Hardwin, tetapi sesungguhnya, dia sama sekali tidak peduli dengan semua itu. "Saya minta maaf kepada Anda, Baron Hardwin. Dengan berat hati, saya harus katakan, kalau saya masih belum ingin menikah." "Ke–kenapa, Earl?" Kekecewaan menghunjam d**a Hardwin. Namun, dia belum ingin menyerah. "Bukankah sudah sepantasnya Anda menikah? Beberapa vampir yang jauh lebih muda dari Anda saja sudah ada yang memiliki lebih dari satu istri, apa Anda tidak merasa tertinggal?" "Tertinggal?" sahut Yeenie yang berdiri di sisi ruangan bersama Denzel, Sinaa, dan Harmaen. "Kami saja belum pernah mendapatkan ciuman tuan Tynan, tetapi Anda malah memintanya menikahi putri Anda? Artinya, Lady Meria akan merebutnya dari kami, begitu?" Sinaa memasang air muka cemberut. Hardwin dan Meria, juga kedua pelayan mereka terheran dengan sikap Sinaa dan Yeenie. Mereka berpikir, kenapa dua pelayan itu bisa berani angkat bicara kepada tamu tuannya? "Earl Tynan, bisa jelaskan maksud mereka? Kenapa pelayan Anda berani berbicara seperti itu kepada saya?" "Maaf, Baron Hardwin." Harmaen yang menjawabnya. "Dalam dunia vampir, sistem hormat-menghormati tidak hanya didasarkan pada kedudukan, tetapi juga kekuatan. Kami boleh saja bicara seenaknya kepada Anda, karena kami memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari Anda. Selain itu, perlu Anda ketahui, bahwa kami hanya pelayan untuk tuan Tynan, bukan untuk vampir yang kelasnya lebih rendah dari kami." Hardwin terkejut. "Ma–maksudnya ...?" "Anda pasti sudah mengerti, Baron Hardwin." Tynan bertopang dagu. Wajah ramahnya sudah luntur, dan ekspresi aslinya hadir kembali. "Aku tidak mau menikah dengan vampir yang kelasnya lebih rendah daripada para pelayanku." Hardwin dan Meria beranjak. Mereka membungkukkan badan, lalu izin untuk pergi dari sana. Mereka merasa sangat malu sekali. Sedangkan Tynan dan para pelayannya hanya menatap kepergian mereka dengan tak acuh. "Bagaimana, Denzel? Kau puas?" tanya Tynan tanpa melihat ke arah Denzel. "Lumayan." Denzel menyilangkan tangan. "Setidaknya, masalahmu tak terlalu mengganggu." Tynan berdecak. Ah, dia malah mengingatkanku tentang gadis itu lagi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD