Ah s****n, baru juga dipikirin.
"Kamu tanya dulu, ko mendadak ya ?"
"Sudah bu, katanya memang mendadak. Mereka minta maaf"
"Ya sudah apakah sekarang jadwal saya memang sedang kosong ?"
"Iya bu, hanya pertemuan pribadi ibu saja sebelum waktu istirahat"
"oke baiklah, sampaikan saya akan datang. Terimakasih ya Yura"
Asisten pribadi itu bernama Yura dan diapun bergegas pergi.
Selama beberapa jam, tugas terselesaikan dengan rapi,, Hebat kan gue.
Ting
Siapa ya ?
Ale-Ale
Woy lu dimana, ko gaada ? Dari tadi gue tunggu gamuncul-muncul ae lu
Me
Hah gue lupa ga liat jam, tunggu gue otw
(Read)
Ya elah pake ga liat jam segala, mana setengah jam lagi ada janji sama si Ramdan.
Apa batalin aja ketemu sama si Ale ?
Batalin aja deh, toh ga terlalu penting ini. Si Ale juga kan sahabat terbaik gue hehe
Me
Le batal ya gapapa ? Gue ada urusan penting bentar lagi
Ale-Ale
Apaan ? Terus gue gimana ini ? Lu mah ga tanggung jawab. Ini gue udah kepalang mesen makanan ini, siapa yang mau bayar coba ?
Me
Ah itu urusan gampang, biar gue transfer lo sekarang
Ale-Ale
Aaaaaah tq beb, sayang deh muaaaaach
Me
Bacot
(Read)
Untung si Ale bisa didiemin.
Sebenernya gue tau dia pasti pegang duit cuma ya mungkin ga pengen berkurang aja direkeningnya, s****n emang.
Tapi gapapa lah, kan gue jadi bisa istirahat di kantor.
AUTHOR POV
Kali ini Sinta sedang dalam perjalanan menuju tempat pertemuannya dengan mitra bisnis barunya, iya Ramdan.
Tapi entah mengapa selama diperjalanan Sinta nampak merasa khawatir, entah apa yang ia khawatirkan.
Sampai ditempat tujuan Sinta bergegas mendatangi ruangan Ramdan berada.
"Siang bu Sinta" Ucap Ramdan menyambut kedatangan Sinta
"Siang pa Ramdan, maaf menunggu lama" Jawab Sinta setelah melihat asisten Ramdan
Anjir gue bilang maaf kedia – Sinta
Ramdan tampak tersenyum
"Tidak apa-apa, mar.."
Drrrrt, drrrrt
Tiba-tiba handphone Sinta bergetar. Sinta dan Ramdan diam dibuatnya
Sinta menunjuk handphonenya menandakan ia meminta ijin untuk mengangkat telephone
"Silahkan" Ucap Ramdan
Sinta mengangguk dan berjalan beberapa langkah, sedang Ramdan menunggu mitra kerjanya itu.
Bruk
Tiba-tiba suara benda jatuh terdengar dengan keras, suara itu berasal dari Sinta yang tiba-tiba jatuh terduduk.
Melihat hal tersebut Ramdan menghampirinya dengan tergesa.
SINTA POV
Aduh ko dari tadi persaan gue ga enak ya ?
Oke sekarang yang pasti gue aga terlambat untuk pertemuan mendadak gue hari ini sama si Ramdan, dan tinggal beberapa langkah lagi gue nyampe diruangannya. So, gue harus tenangin diri gue
"Siang bu Sinta" Ucap Ramdan menyambut kedatangan gue
"Siang pa Ramdan, maaf menunggu lama"
Anjir gue bilang maaf kedia
Hadeuh gue liat muka si Ramda malah senyum-senyum denger gue bilang maaf kedia
"Tidak apa-apa, mar.."
Drrrrt, drrrrt
Haha kepotong ni yee mau ngajak gue kedalem malah keduluan sama hp gue hehe
Ya, tiba-tiba handphone gue bergetar. Gue sama Ramdanpun otomatis jadi diem kan
Gue menunjuk handphone gue tanda gue ijin buat ngangkat telephone
"Silahkan" Ucap si Ramdan
Gue ngangguk dan jalan beberapa langkah, sedangkan si Ramdan kayanya nunggu gue masuk.
Kan gue tamunya gituu
"Halo selamat siang, apa benar ini dengan ibu Sinta Adelia Sunjaya anak dari bapak Sunjaya ?" Tanya orang diseberang telepon sana
"Iya dengan saya sendiri,"
"Ibu Sinta, maaf sebelumnya saya Adi salah satu karyawan di perusahaan bapak Sunjaya. Saya ingin memberitahukan bahwa bapak Sunjaya saat ini sedang berada di rumah sakit, saya akan mengirimkan nama rumah sakitnya segera."
Papa,
Papa masuk rumah sakit.
Bruk
Ya ampun, rasanya dunia gue runtuh. Gue sayang papa, gue harap papa engga kenapa-napa.
Untuk saat ini gue masih bingung, otak gue bilang agar gue pergi ke rumah sakit sekarang. Tapi kenapa ?
Kenapa kaki ini rasanya susah banget buat berdiri, gakuat. Yang bisa dilakuin sekarang Cuma nangis.
Tiba-tiba ada tangan yang megang bahu gue, gue liat orangnya ternyata si Ramdan.
Buru-buru gue hapus air mata gue.
AUTHOR POV
Disana, masih ditempat yang sama ketika menerima telpon, Sinta terduduk.
Ramdan mendekatinya dan menyentuh bahu Sinta, agar ia menoleh.
Benar saja, Sinta menoleh. Dengan air mata yang sudah membasahi hamper seluruh bagian pipinya.
Melihat Ramdan dihadapannya, dengan segera Sinta menghapus air matanya dan menatap Ramdan.
Rasa takut, sedih dan juga khawatir terlihat jelas oleh Ramdan dalam tatapan Sinta.
"Kamu kenapa Sinta ?" Tanya Ramdan
"Tolong anter aku ke rumah sakit sekarang." Dengan linglung Sinta melupakan bahwa yang dimintai tolong olehnya adalah Ramdan, orang yang tidak disukainya.
"Iya, sekarang berdirilah"
"Batalkan pertemuan sekarang, saya akan mengantar Sinta ke rumah sakit" Tambah Ramdan kepada asistennya yang dibalas oleh anggukan cepat oleh asistennya.
Dengan pandangan kosong Sinta perlahan mulai berdiri dengan tangan Ramdan sebagai penopang sekaligus pemberi arah.
"Di rumah sakit mana ayahmu dirawat ?" Tanya Ramdan pada Sinta setelah mereka duduk didalam mobil.
Sinta menyerahkan ponselnya kepada Ramdan, Ramdan pun menerimanya dan melihat nama rumah sakit yang tertera beserta alamatnya.
Mobilpun melaju, dengan panas terik yang menyengat, macet dan semacamnya membuat perjalanan harus menempuh waktu yang tidak sebentar.
Sinta menatap kosong kearah luar, air matanya mengalir tiada henti. Hatinya sakit, perasaanya kacau.
Sinta sangat mencintai dan menyayangi ayahnya.
Melihat itu Ramdan hanya bisa menghela nafasnya sembari fokus pada perjalanannya.
Mereka sampai di tujuan, dengan segera Sinta berlari mencari kamar rawat ayahnya.
"Papa," Ucap Sinta ketika melihat ayahnya yang sedang memakan makanannya
Senyum terpatri diwajahnya, kesedihan sudah tertutupi oleh senyumnya kala melihat ayahnya tidak apa-apa.
Perlahan mendekati sang ayah, Sinta terus memancarkan wajah bahagianya.
Disisi lain Ramdan memperhatikannya, memperhatikan interaksi ayah dan anak tersebut.
Sinta memeluk ayahnya, tak lama isakan tangis mulai terdengar. Sinta menangis, kali ini biarkan ia menumpahkan semua rasa takut dan khawatirnya
"Papa kenapa ?" Tanya Sinta pada ayahnya
"Papa ga apa-apa, mungkin cuma kecapean aja ini."
"Jangan nakutin Sinta lagi ya pa, papa gatau kan rasanya denger papa masuk rumah sakit itu gimana" Rajuk Sinta.
"Iya maafin papa ya sayang,"
Ekhem Reyno berdehem sejenak
"Ngomong-ngomong itu mitra bisnis kamu yang baru kan Sinta, kenapa ga disuruh masuk ?" Tanya Reyno kepada anaknya.