Prolog

327 Words
“Jadi, berapa lama kau akan menghabiskan waktu disini?” Andreas menyentuh buku-buku yang tersusun rapi di rak seraya mengikuti langkah Elisa yang tengah mencari buku dari satu rak ke rak lainnya. “Saya belum tahu, Yang Mulia.” Elisa masih terus mencari, ia harus membaca minimal satu buku hari ini. Apapun itu. Dan sebenarnya ia cukup terganggu dengan keberadaan pangeran Andreas yang akhir-akhir ini mulai mendekatinya. Jadi ia berencana membaca buku di kamar saja. Segera, setelah ia mendapatkan buku yang menarik untuk dibaca. Langkahnya terhenti pada sebuah rak. Buku yang berada cukup tinggi itu menarik minatnya. Meski berada di tempat yang tinggi, Elisa dapat melihat judul buku itu. Ia mulai berjinjit mengambil bukunya. Menyadari perempuan itu butuh bantuan, Andreas melangkah mendekat untuk membantu. Ketika tangan Andreas mencapai buku itu kemudian mengambilnya, Elisa segera membalikkan badan dan sangat terkejut mendapati Andreas berdiri begitu dekat di belakangnya. Mereka nyaris tanpa jarak. Andreas menatapnya terang-terangan kemudian memberikan buku itu. Elisa menerimanya dengan sedikit gugup karena jarak mereka benar-benar dekat. Bahkan pangeran Andreas justru semakin mendekat, mengikis jarak di antara mereka. “Terima kasih, Yang Mulia.” Elisa sudah akan segera pergi tetapi pangeran Andreas menahannya. Tanpa permisi tangan Andreas menyentuh pipi Elisa dengan sangat lembut dan hati-hati. Elisa tidak berani menatap mata pangeran di hadapannya. Ia hanya menunduk sehingga pandangannya jatuh pada d**a pangeran. Jantungnya berdebar begitu cepat. Ia masih menghormati pangeran atas jasanya selama ini sehingga ia akan berdiam saja terlebih dahulu. Jika Andreas berani melecehkannya, bahkan laki-laki itu adalah seorang pangeran sekali pun Elisa tidak akan pernah ragu untuk mengeluarkan ilmu bela diri yang sudah dipelajarinya. “Jadilah ratuku, Elisa.” jantungnya Elisa terasa mencelos begitu saja. Ia mendongak dan langsung menatap mata Andreas. Elisa membuka bibirnya karena terkejut. Sangat-sangat terkejut. Andreas justru semakin memperpendek jarak di antara mereka. “Menikahlah denganku.” ucap Andreas kemudian. Tatapan mata biru itu begitu dingin, intens, dan dingin. Menyebabkan Elisa merasa kesulitan bernapas karena tatapan mata Andreas terasa setajam pedang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD