Kuntilanak Berwajah Oriental

1850 Words
Daun-daun pohon muda dan daun yang mengering sekitar taman sekolah banyak yang berguguran terpaksa. Terlihat beberapa paving blok terangkat dari tempat asalnya. Ada dahan patah serta ranting-ranting pohon yang berserakan di atas rumput taman sekolah, rumput  itu sudah berwarna cokelat karena sudah lama tidak diguyur hujan.         Jelas sekali telah terjadi pertempuran hebat beberapa waktu lalu di halaman sekolah SMA Cipta Karya ini. Di lapangan yang tak jauh dari taman sekolah terlihat lima sosok hantu berbadan hijau dengan badan diikat kuat dengan sebuah tali pocong yang sudah berusia di atas lima puluh tahun.        Tak jauh dari hantu-hantu terikat itu nampak Hantu Bungkus dengan kain kafan berwarna pink polkadot, di sampingnya ada sesosok kuntilanak berambut panjang dengan wajah oriental. Rambut makhluk itu menjuntai panjang sampai ke pantatnya.        Di sebelah Utara dari kedua makhluk itu terlihat beberapa hantu lain yang sudah bisa dipastikan mereka adalah teman dari Hantu Bungkus berwarna pink dan Kuntilanak berwajah oriental itu. Wajah-wajah mereka terlihat cerah dengan tersemat senyum kemenangan di sana. Mereka baru saja memenangkan pertempuran. Memang bukan sebuah pertempuran yang adil karena lawan mereka hanya lima makhluk. Tetapi walaupun jumlah bangsa Kolor Ijo itu tidak sebanding, kekuatan mereka jauh melampaui gabungan kekuatan tim dari SMA Teladan Bangsa.         "Kuharap ini adalah terakhir kalinya aku melihat wajah-wajah kalian, hantu-hantu m***m berengsek!” ujar sosok pink polkadot itu dengan sedikit emosi.        Kelima makhluk di depannya menunduk, ada rasa marah dan takut yang mereka sembunyikan di mata mereka. Bangsa Kolor Ijo itu diam tak menjawab hanya terdengar tarikan napas mereka yang berat. Sesekali terdengar batuk berat dari salah satu di antara mereka.       "Seharusnya kalian aku bunuh malam ini, mengingat kalianlah yang menyebabkan aku dan kekasih hatiku meninggal tahun 98 itu. Tetapi aku bukanlah kalian yang kejam, jahat dan berotak m***m,” sambung Pocong Pink itu.          Makhluk berambut panjang melangkah mendekati Pocong Pink, dia meletakan tangan kanannya di bahu kiri Pocong pink.           "Aku lebih suka mereka dibunuh saja, Kak. Merekalah yang menyebabkan kita meninggal dunia disaat saling mencinta. Mereka jugalah yang membuat kita berpisah selama dua puluh tahun lebih, mereka harus membayar waktu yang hilang di antara kita, Kak," kata Kuntilanak itu.        "Memang benar sekali mereka telah membuat kita kehilangan waktu bersama selama lebih dari dua puluh tahun, Mey. Tetapi kita jangan seperti mereka yang berotak jahat dan m***m,” kata Pocong kepada Meylan. “Ada penyebab yang membuat kita terdampar di dunia astral ini, Mey. Penyebabnya adalah dosa-dosa kita semasa hidup. Jika kita tambah dengan membunuh makhluk-makhluk ini hanya akan menambah tumpukan itu. Entah sudah berapa banyak dosa-dosa tersimpan selama kita masih menjadi manusia." Pocong Pink menatap lekat wajah kekasihnya yang pernah sangat dirindukannya itu, dia sama sekali tidak menyangka malam ini dia dipertemukan kembali dengan sosok yang paling dicintainya itu. Ingin rasanya dia memeluk tubuh Meylan jika saja tangannya tidak terbebat kain kafan.          Meylan mengangguk pelan mendengar penjelasan kekasihnya, Pocong Pink Polkadot yang bernama Jeffry saat masih hidup. Kuntilanak berwajah oriental itu nampak mencerna kalimat tadi. Teman-teman mereka yang tadi berdiri di tempat yang agak jauh datang menghampiri. Di wajah mereka masih tersemat senyum kemenangan atas pertempuran yang mereka lakukan, walaupun masih menyisakan sedikit rasa sakit di tubuh setelahnya.         "Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka, Bang?" kata Kuntilanak yang bernama samaran  Senja itu. Pocong pink menoleh ke arah sosok yang pernah membuatnya jatuh hati itu, sesaat dia merasa ada perasaan berbeda yang menjalari tubuhnya saat melihat wajah Aini. Dia menelan ludah berusaha  untuk mengendalikan dirinya.       Pergilah semua rasa yang pernah bersemi bersama dengan Senja. Sekarang sudah ada Meylan yang pernah sangat dicintainya dua puluh tahun lalu.       "Bagaimana menurutmu, Ai? " Pocong Jeffry berbalik bertanya kepada Senja yang lebih sering dia panggil dengan nama depannya saja, kependekan dari Aini.        "Aku ikut keputusan yang paling banyak saja, Bang. Aku khawatir salah mengambil keputusan," kata Aini. Kuntilanak itu melengkapi kalimatnya dengan sebuah senyum kecil yang terlihat dari sela rambutnya yang menjuntai.        "Baiklah kalau begitu kita putuskan dengan voting saja,” kata Hantu Bungkus pink itu, “aku memutuskan untuk melepaskan mereka. Aku rasa mereka pun terjebak di dunia astral ini bukan karena keinginan mereka, sama seperti kita. Pasti ada dosa-dosa yang semasa hidup  mereka yang akhirnya membuat terjebak di alam ini. Semoga dengan dilepaskan, mereka bisa menemukan asal dari dosa-dosa mereka dan akhirnya bertobat. Sehingga bisa kembali kepada Sang Pencipta dengan layak." "Aku setuju, Bang," kata Pocong Neneng.          "Aku juga setuju," Suster Ngesot yang ada di dekat Neneng menimpali kalimat sahabatnya itu. Pocong Pink Polkadot mengangguk mendengar pernyataan Pocong Neneng dan Hantu berpakaian suster itu.       "Bagaimana dengan yang lain? Silahkan Meneer, Mevrouw, Bang Mugeni, John, Koh A Tong, Omes. Silakan berikan pendapat masing-masing," ujar Hantu Bungkus Pink.        "Owe setuju mereka dilepaskan," kata Koh A Tong memberikan pernyataan. “Aku juga,” John menimpali kalimat kakek buyutnya.      Omes mengangguk, nampaknya dia setuju dengan pernyataan kedua hantu dari bangsa Vampire itu.  Kedua hantu Belanda itu juga mengangguk setuju untuk membebaskan kelima hantu Kolor Ijo itu. “Kalau Bang Mugeni gimana, Bang?" tanya Pocong pink.      Pengawal kedua hantu Belanda itu terkesiap ketika namanya disebut oleh Hantu Bungkus berwarna pink itu, dia menghentikan aktifitasnya menghisap rokok kawung kegemarannya.     "Kalau ayé sih tergantung majikan ayé, Bang Pocong. Kalau Meneer dan Mevrouw udéh setuju kenapé ayé kagak? Aye pasti ngikutin," kata Bang Mugeni sambil kembali menghisap rokoknya.   Pocong Pink mengangguk-angguk pelan setelah mendengar pernyataan teman satu timnya satu persatu. Sudah jelas sekali keputusannya adalah tidak membunuh makhluk-makhluk Bangsa Kolor Ijo itu. Hanya tersisa satu makhluk yang belum setuju tentang keputusan ini yaitu kekasih hatinya, Meylan. Masuk akal memang jika dia belum setuju karena Kuntilanak ini memang memiliki dendam yang teramat sangat terhadap hantu-hantu m***m itu. "Okey, berdasarkan voting keputusan terhadap bangsa Kolor Ijo itu sudah ketahuan," kata Pocong Pink menjelaskan. "Bagaimana denganmu, Mey?" Meylan memandang wajah kekasihnya dengan lekat lalu menghela napas panjang, nampaknya ini saat yang berat baginya  untuk mengambil sebuah keputusan. Kuntilanak berwajah oriental itu berusaha menyembunyikannya dengan mengukir sebuah senyum kecil di bibirnya. Masih segar dalam ingatan Meylan bagaimana kekasih hatinya meninggal saat dikeroyok di restoran milik Papanya. Merekapun menggagahi tubuhnya yang tak berdaya secara bergantian. Beruntung rambutnya yang menjuntai menutupi wajahnya telah berhasil menyembunyikan air mata yang datang tanpa diundang. Dia menghela napas panjang lagi, berusaha berdamai dengan masa lalunya yang sangat pahit. "Mungkin sebaiknya kita lepaskan saja kelima makhluk m***m ini, Kak. Semoga mereka akhirnya bisa kembali kepada Sang Pencipta dalam keadaan yang lebih baik dari sekarang," kata Meylan akhirnya. "Aamiin," kata mereka hampir bersamaan. Pocong Pink melompat mendekati kelima makhluk Kolor Ijo itu, walaupun hatinya masih tetap dipenuhi dendam, dia berusaha mengusir perasaan-perasaan itu. Semoga keputusan yang diambil olehnya malam ini adalah keputusan yang tidak disesalinya. “Aku berharap nanti kalian bisa bertobat, tidak terus-menerus menjadi makhluk yang suka mengganggu makhluk lain, menjadi penindas mereka mereka yang lemah," kata Pocong kepada bangsa Kolor Ijo yang masih terikat. "Aku akan melepaskan kalian malam ini. Jangan pernah kembali ke sini lagi, apalagi jika hanya untuk membuat masalah. Kalian dengar itu?" Kelima bangsa Kolor Ijo itu masih diam, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka. Hantu bungkus itu melotot, secara tak sengaja salah satu dari mereka melihat ke mata Pocong Pink yang sedang merah menyala. "I-iya Bang ... " ujar makhluk itu, dia menunduk berusaha menyembunyikan rasa takut yang datang menyergapnya tiba-tiba. Keempat teman makhluk itu melotot ke arahnya, salah satu dari mereka terlihat berbisik ke telinga makhluk itu. Entah apa kalimat yang diucapkannya itu. “Jika kalian tidak bisa berjanji untuk pergi dan jangan kembali ke sini. Juga berhenti menjadi penidas kaum lemah. Aku tidak akan melepaskan kalian dari ikatan tali pocong. Aku akan membiarkan kalian mati dihisap tali itu,” Pocong diam menunggu tanggapan dari mereka. “Bagaimana? Keputusannya ada di tangan kalian.”  “I-iya, Bang. Kami berjanji,” kata pimpinan mereka. Anak buahnya yang ada di kiri kanannya melihat ke arahnya. “Kami berjanji, Bang.” Merekapun akhirnya satu persatu mengikuti apa yang diucapkan oleh pimpinan mereka yang dipanggil Bang Gede. Padahal badannya itu kurus ceking. “Okey, aku pegang janji kalian. Jika sampai kalian ingkari, akan tahu sendiri akibatnya,” kata Pocong Pink dengan nada mengancam. Hantu Bungkus berkafan pink itu melihat ke teman-temannya yang ada di belakang. Dia memberi kode kepada salah satu dari mereka untuk membantu melepaskan tali pocong yang mengikat bangsa Kolor Ijo itu. Pocong Neneng menyenggol tubuh Kuntilanak Aini yang berada di sampingnya dengan badannya. Hantu perempuan itu mengerti apa yang dimaksudkan oleh Neneng, dia melangkah mendekat ke kumpulan makhluk m***m yang sedang terikat itu lalu berusaha melepaskan ikatannya. Dengan perlahan Aini melepaskan ikatan tali pocong itu satu persatu. Sekilas terlihat ada sorot mencurigakan dari mata pimpinan Kolor Ijo itu, tetapi Kuntilanak itu tidak ambil peduli dengan apa yang dilihatnya. Sebuah serangan yang dilakukan tiba-tiba oleh pimpinan Kolor Ijo menghantam tubuh Aini, sehingga tubuhnya terlontar sejauh tiga meter. Serangan itu berbarengan dengan tali pocong terakhir yang dilepaskan. Terdengar teriakan kesakitan dari Kuntilanak bermata sendu itu dari sana. Pocong Pink, Meylan dan teman-temannya terkejut, mereka sama sekali tidak menduga akan kelicikan bangsa Kolor Ijo itu. Dalam sekejap kelima bangsa tak tahu terima kasih itu tidak nampak lagi, mereka melarikan diri entah kemana. Ternyata mereka tidak lemah seperti yang terlihat tadi, kekuatan tali pocong berusia lima puluh tahun itu masih bisa mereka tangkal. Pocong Pink dalam hitungan detik sudah berada di samping Aini, nampak sosok di depannya itu terluka di bagian perut. Darah hitam mengalir membasahi gaun putih miliknya. John yang melihat kejadian itu terlihat panik, dia dengan secepat kilat menghampiri kekasihnya yang terkapar itu. Koh A Tong menyusul cicitnya dalam sekejap mata. “Ya ampun, Sayang,” kata John sambil berdiri dengan kedua lututnya di samping Aini. "Jangan risau, John. Cepat bawa dia ke tempat kita, nanti owe kasih obat-obatan Cina. Sekarang bawa dia segera. Jangan sampai mengeluarkan terlalu banyak darah, nanti bisa kehabisan darah," kata Vampire Tonggos itu kepada cicitnya. John mengangguk lalu dengan gesit dia mengangkat tubuh Kuntilanak Aini. Dibawanya tubuh kekasihnya yang bersimbah darah itu menuju ke tempat tinggal mereka. Semoga nyawanya bisa diselamatkan ketika diobati di  kompleks pemakaman keturunan Tionghoa yang ada di tikungan jalan dekat SMA Teladan Bangsa. Pocong masih belum bisa menghilangkan keterkejutannya akan serangan yang dilancarkan oleh bangsa m***m itu. Apalagi serangan itu menyebabkan orang yang pernah dicintainya itu teluka parah. Ada dua hal yang dirasakan Pocong Pink kala itu, pertama adalah rasa sakit karena orang yang pernah dicintainya itu terluka. Kedua, dia terbakar cemburu karena John-lah yang menggendong Aini saat terluka. Mengapa tidak aku saja yang menggendongnya? Pocong Pink bergumam dalam hatinya. Secepat kilat dia mengusir khayal yang ada di benaknya saat menyadari dia tidak mampu melakukan itu karena tangannya terbebat kafan. sebuah belaian lembut di bahunya mengalihkan pikirannya dari kedua rasa yang mengganggunya itu. Hantu bungkus itu menoleh memastikan siapa yang menyentuhnya dengan lembut. Sebuah senyuman menyambut wajahnya, nampak Kuntilanak Melan ada di sampingnya. Wajah hantu perempuan itu dalam sekejap membuat sirna apa yang membuat benaknya risau. “Jangan khawatir, dia pasti bisa diselamatkan, Kak. Aku pernah melihat kepiawaian bangsa Vampire dalam menghadapi makhluk astral yang terluka," kata Meylan. Kuntilanak berwajah oriental itu berusaha menghibur hati kekasihnya. Pocong mengangguk pelan, dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Aini akan selamat.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD