Kekasih Yang Sangat Dirindukan

1729 Words
Pocong pink dan kawan-kawannya akhirnya memutuskan untuk kembali ke SMA Teladan Bangsa, untuk beristirahat dan mengembalikan tenaga mereka yang terkuras akibat pertempuran itu.        Suster Ngesot mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Hantu Bungkus beserta teman-temannya yang telah membantu membebaskan dirinya dan para sahabatnya di sekolah SMA Cipta Karya. Penjajahan yang dilakukan bangsa Kolor Ijo itu sangat mempengaruhi kesehatan mental dirinya. Jangan sampai dia sudah jadi hantu pun terkena gangguan jiwa karena bullying yang dilakukan makhluk astral m***m itu.    Kuntilanak Meylan ikut bersama dengan Jeffry ke sekolah SMA Teladan Bangsa. Momen ini memang sangat dinantikannya setelah sekian lama. Ada rasa gembira bercampur dengan risau di hati Pocong pink. Gembira akhirnya dia kembali bisa bersama dengan Meylan, risau karena pikirannya terbelah dengan kejadian yang telah menimpa Aini, Kuntilanak yang pernah mengisi hatinya.          Terlintas di benak Pocong pink peristiwa tadi, saat melihat darah hitam keluar mengalir di gaun putih kuntilanak itu. Hatinya pedih karena dia sama sekali tidak menyangka akan terjadi peristiwa di luar dugaannya. Bangsa Kolor Ijo itu menyerang secepat kilat setelah ikatannya lepas dan langsung menghilang.         Meylan ikut ke tempat tinggal Pocong Pink, dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan kedua bersama kekasihnya itu. Ada rasa Bahagia, senang, entah rasa apalagi yang dirasakan oleh hatinya sungguh tidak bisa dilukiskan dengan narasi dan diksi yang tepat.         Kehadiran meylan tentu saja memberikan suasana baru untuk sekolah SMA Teladan Bangsa, terutama untuk kedua tuyul kembar dan sahabatnya Norma, hantu anak kecil berseragam taman kanak-kanak. Mereka berdua ada di bawah pohon mangga, duduk di atas bangkju cor-an dengan alas duduk keramik berwarna putih s**u. Sesekali mata mereka teralihkan oleh kepak sayap burung malam yang berpindah tempat ke pohon lain.           Pocong Pink merambati wajah kekasihnya dengan tatapan matanya, tiada jemu indera penglihatannya memandangi wajah kekasihnya yang yang ada dihadapannya. Momen ini adalah saat yang paling dirindukannya setelah mereka sama-sama meninggal di tahun 98. Nyawa mereka lepas dari jasadnya karena perlakuan preman-preman kasa di restoran saat itu. Diluar dugaan Pocong Pink dan Kuntilanak Merah itu bertemu lagi dengan mereka dalam jelmaan bangsa Kolor Ijo. Mereka ini sangat terkenal sebagai bangsa astral yang m***m.        Ingin rasanya Jeffry mendekap kekasih hatinya yang sangat dirindukannya itu selama dua puluh tahun lebih. Tetapi apa daya, tangannya terikat di dalam kain kafan. Mau tak mau dia harus menghapus keinginannya untuk memeluk Meylan.        Hanya ada satu hal yang bisa dilakukan oleh Pocong Pink saat itu, memandangi wajah oriental kekasihnya dengan lekat. Hal ini juga sering dilakukannya saat mereka masih hidup, dia suka sekali memandangi mata sipit mata Meylan yang seolah selalu tertawa itu. Rambut sebahunya yang lurus menambah kecantikan paripurna seorang gadis keturunan Tionghoa.      "Ada apa memandangi wajahku seperti itu terus, Kak?" kata Meylan sambil menyematkan senyum di wajahnya.      Pocong Pink gelagapan karena tertangkap basah oleh kekasihnya saat sedang merambati wajahnya dengan indera penglihatan. Dia tersenyum kecil sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya. Hantu bungkus itu terlihat sedang menata kalimat yang akan diucapkannya.       "Aku tak pernah menyangka bisa kembali terpesona oleh wajah yang sangat kurindukan selama lebih dari dua puluh tahun, Mey,” kata Pocong Pink, “sekarang aku sudah menemukan kembali cintaku yang hilang secara tak sengaja." Meylan tersenyum mendengar kalimat kekasihnya itu,  dia balas menatap wajah Hantu Bungkus itu yang sedikit pucat. "Jujur, aku juga sangat merindukan Kakak. Sumpah demi apapun bertemu dengan Kakak menyenangkan sekali, walaupun kini kini sama-sama menjadi makhluk yang berbeda,” kata Kuntilanak Merah itu. “Berakhir sudah penantianku menunggu sosok yang ingin sekali kutemui, setelah aku melihatnya meninggal dalam keadaan menyedihkan kala itu."      Meylan beringsut mendekatkan tubuhnya ke dekat Pocong Pink, Kuntilanak Merah itu lalu mendekap Hantu Bungkus di hadapannya. Sejenak hilang semua kerinduan yang menyiksa mereka.      "Wo ai ni, Kak," ujar Meylan di telinga Pocong Pink dengan setengah berbisik.      "Wo ye ai ni, Meylan," balas Pocong lembut.     Kemesraan mereka terhenti saat sebuah daun mangga kering jatuh menimpa tubuh Pocong dan Meylan. Kedua makhluk itu tersenyum bersamaan saat menyadari yang mengejutkan itu hanyalah daun berwarna cokelat tua. "Aku senang sekali berjumpa lagi dengan Kakak. Ini adalah doaku yang dikabulkan oleh Sang Pencipta, aku meminta diberikan kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan orang yang paling di dunia. Aku ingin sekali lagi bisa mencintai Kakak."      Kuntilanak bermata sipit itu memeluk kembali tubuh kekasihnya, seolah kerinduan yang ada di dirinya tak pernah sirna.      "Jika kamu tanyakan tentang rasa apa yang kurasakan bertemu kamu setelah berpuluh-puluh tahun terpenjarakan kerinduan? Aku sama sekali tidak punya diksi untuk melukiskan dengan tepat apa yang kurasakan di dalam d**a ini, Mey.”      “Sama aku juga, Kak. Akupun tidak bisa mendefinisikan rasa yang kurasakan ini,” kata Meylan lalu memeluk Pocong lagi.     “Mey ....” ujar Pocong lembut di telinga Meylan.     “Iya, Kak?” Meylan melepaskan dekapannya, lalu memandang wajah Pocong mesra.      “Aku mau bertanya satu hal boleh, Mey?” Hantu bungkus itu menyematkan senyum sebagai pelengkap kalimatnya.      “Silakan, Kak.” Kuntilanak merah itu membalas senyuman sosok yang ada di hadapannya. “Gimana ya memulainya, Mey.” Pocong mulai bercerita. “Aku aku tidak menyangka akhirnya kita berjumpa kembali di sekolah itu, tetapi ada satu hal yang membuatku masih bertanya-tanya, Mey. Aku heran mengapa kamu menjadi kuntilanak, seharusnya kamu itu menjadi Vampire bukan menjadi Kuntilanak, Mey. Biasanya Kuntilanak itu menjelma dari seorang perempuan yang meninggal saat sedang hamil. Apalagi kamu ini Kuntilanak merah, pasti ada kebencian dan dendam yang sangat menguasai." Pocong memandangi wajah kekasihnya, itu adalah sebuah pertanyaan yang memang sangat membuat risau otaknya.       Semoga Meylan bisa menjelaskan semuanya, harap Pocong Pink Polkadot di dalam hatinya. Meylan menghela napas panjang, walaupun tidak ada oksigen yang keluar dari lubang hidungnya, itu dilakukan hanya karena sebuah kebiasaan saat masih menjadi manusia.      “Aku memang sedang hamil saat meninggal, Kak,” kata Meylan dengan nada suara seperti di tahannya. "Apa? Kamu hamil? Bagaimana kamu bisa hamil, Mey? Siapa yang sudah melakukannya kepadamu?” Beberapa pertanyaan tiba-tiba mengalir deras dari mulut Hantu Bungkus itu. Terdengar seperti ada sebuah kecurigaan di nada suaranya. “Kak ... aku hanya dekat dengan seorang laki-laki saja dan itu adalah kakak,” Meylan mulai menjelaskan. “Jika hal itu terjadi karena memang itu sudah suratan takdir kita. Entahlah jika aku bilang aku melakukannya karena cinta itu mungkin sangat naif, tetapi anak yang aku kandung saat itu adalah anak Kakak.” Ada gurat kaget di wajah Hantu Bungkus pink itu, sama sekali tidak bisa disembunyikan keterkejutannya atas kabar yang sudah disampaikan oleh kekasihnya itu. "Anak aku? Kamu hamil anak aku, Mey?" ujar Pocong sambil menatap wajah Kuntilanak merah itu, nampaknya dia masih penasaran dengan kabar yang baru saja sampai ke telinganya. Sebuah anggukan dari Meylan menjadi jawaban dari kalimat pertanyaan yang diajukan oleh Pocong Pink. Hantu Bungkus itu memperbaiki duduknya, pikirannya tiba-tiba menjadi tidak tenang karena cerita tentang ‘anaknya’. "Hari itu aku berencana menyampaikan berita ini ke Kakak setelah pulang kuliah, tetapi siapa yang tahu akhirnya kita tidak punya umur untuk sampai ke sore itu,” Meylan tersenyum pahit saat mengucapkan kalimat itu.  “Tetapi malaikat maut lebih dulu menjemput kita, mungkin ini adalah salah satu alasan yang akhirnya kita tidak segera kembali ke asal kita dan terjebak di dunia astral ini." Hantu bungkus itu menelan ludah, terlihat ada air mata menetes yang mulai merambati pipinya yang putih pucat. Meylan melihat apa yang terjadi dengan kekasihnya, dia menggunakan tangan kanannya untuk menghapus air hangat yang datang tanpa diminta itu. “Berarti preman-preman itu tidak hanya membunuh kita berdua. Mereka telah membunuh kita bertiga, aku, kamu dan anak kita. Jika aku tahu hal ini terjadi sejak awal, aku tidak akan melepaskan mereka malam itu. Akan aku potong tubuh mereka menjadi potongan-potongan kecil. Memang biadab bangsa Kolor Ijo itu!” kata pocong dengan nada yang tinggi, terlihat matanya merah menyala menandakan dia sedang dikuasai emosi kala itu. Meylan berusaha menenangkan kekasihnya dengan memeluk dan mengusap-usap bahu Pocong Pink dengan tangan kanannya. “Mereka harus membayar untuk apa yang telah mereka lakukan kepada kita, Mey. Kita harus menemukan bangsa Kolor Ijo b*****t itu dan dan menghabisi mereka." “Waktunya pasti akan datang, Kak.” Terdengar sebuah deheman yang menjeda suasana syahdu di antara Hantu Bungkus dan Kuntilanak berwajah oriental itu, mereka menoleh kearah suara itu. Terlihat sesosok makluk berbadan hijau berdiri tak jauh dari mereka. "Enggak semua bangsa kolor ijo sebangsat itu, Bang. Buktinya saya enggak kayak gitu," kata Omes sambil tersenyum. Dia  mengayunkan langkah mendekati kedua makhluk yang sedang duduk berdampingan. "Iya ... Maaf, Mes. Gue enggak bermaksud menyinggung lu. Maksud gue adalah mereka  bangsa Kolor Ijo yang jahat dan mesum." Pocong mengklarifikasi apa yang diucapkannya. Omes mengangguk sambil tersenyum, sebenarnya dia tahu Pocong Pink memang tak bermaksud untuk menyinggungnya. Makhluk Kolor Ijo ini hanya mencari celah untuk masuk ke pembicaraan Hantu Bungkus dan kekasihnya.   Makhluk berbau pesing itu duduk di lantai, tepat di hadapan Meylan dan Pocong yang duduk di atas bangku cor-an. “Boleh saya ikut bergabung ‘kan, Bang. Bete banget malam ini rasanya,” kata Omes sambil tersenyum menggaruk-garuk rambutnya yang sebahu dan berantakan. “Gue sih enggak apa-apa lu gabung, Mes. Tapi coba tanya Meylan,” kata Pocong sambil menatap kekasihnya yang duduk di sebelah kanannya. “Boleh ya, Kak?” tanya Omes dengan tatapan penuh harap ke Meylan. “Sebentar,” kata Meylan menjeda pertanyaan makhluk ijo itu. Kuntilanak Merah itu membisikkan sesuatu ke telinga Pocong, dijawab dengan anggukan kepala Hantu Bungkus itu. “Gimana, Kak? Bang? Bolehkan saya gabung?” “Kata Meylan boleh, Mes. Asal agak jauh dikit soalnya lu bau pesing,” kata Pocong. Omes menyambut dengan senyuman getir kalimat yang disampaikan pimpinan klan hantu di SMA Teladan Bangsa itu. “Iya, Bang. Siap laksanakan!” Omes berdiri dari duduknya dan memberi sikap hormat kepada Pocong Pink dan Kuntilanak merah. Dia melangkah menjauh dua meter dari posisi duduknya tadi. “Segini cukup ya, Kak? Kalau jauhan lagi nanti ngobrolnya kejauhan.” “Cukup, sudah agak berkurang bau pesingnya, Mes.” Pocong menjawab mewakili Meylan. “Oke, Bang. Mudah-mudahan saya enggak mengganggu reuni kalian ya,” kata Omes penuh harap. “Sebenarnya mengganggu sih, Mes,” kata Pocong sambil tertawa, diikuti oleh cekikikan kekasihnya itu. Omes menggaruk-garuk kepalanya, “Ya udah kalau begitu, saya pamit ya, Bang.” Pocong tertawa lagi melihat teman satu lingkungannya itu yang tiba-tiba baper. Omes terlihat bete karena ditertawakan. Dia beranjak bersiap melangkah pergi. “Sebentar, Mes. Ada yang mau gue tanyain,” ujar Pocong. “Iya, Bang. Ada yang bisa saya bantu?” “Begini, Mes ... Lu ‘kan tahu kemaren sebangsa lu yang b******k itu sudah melukai Aini, kebetulan kita juga masih ada urusan dengan mereka. Kira-kira lu tahu kemana mereka pergi?”     Omes mengerutkan dahinya mendengar kata ‘sebangsa lu’, itu adalah sebuah frase yang tidak enak terdengar di telinganya, tetapi dia berusaha mengabaikannya dan fokus inti kalimat tersebut.      “Sementara ini saya belum tahu, Bang. Tetapi akan saya cari tahu,” kata Omes mantap.      “Terima kasih ya, Bro.”        “Iya, Bang,” jawab Omes pendek.       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD