-3- Is He …?

1024 Words
Kirana tertawa ketika membaca informasi tentang Arjuna yang barusan dibawakan Marcel. Sampai-sampai, pengawal sialan tanpa ekspresi itu mengernyit heran. “Arjuna Sagara Atmajaya. Huh.” Kirana tersenyum sinis, lalu menatap Marcel. “Kau harus berhati-hati dengannya,” Kirana memperingatkan Marcel. Marcel tampak tak mengerti. “Dia suka pria! Dia punya kekasih pria!” Kirana lalu tertawa lagi setelah mengucapkan itu. Marcel sempat terperangah, sebelum mengganti ekspresinya menjadi sedatar biasanya. Kirana tertawa semakin keras membayangkan itu. “Kau … nanti saat mengantarkan aku bertemu dengannya, kau harus ikut masuk ke dalam. Siapa tahu, jika dia tertarik padamu, dia akan membatalkan perjodohan itu.” Kirana kembali tertawa setelah mengatakan itu. Sementara Marcel, pria tanpa ekspresi itu hanya menggeleng-geleng sebelum berbalik dan keluar dari kamar Kirana. “Dasar membosankan,” cibir Kirana ke arah pintu di tengah tawanya. Marcel adalah pengawal pribadinya, orang kepercayaan papanya yang bertugas mengawal Kirana bahkan sejak Kirana masih di luar negeri. Sejak Kirana mengenal Marcel sepuluh tahun lalu, tak pernah ia melihat atau mendengar tawa Marcel. Pria berbadan besar tanpa ekspresi yang menyebalkan. Namun, mengingat Marcel sebenarnya cukup tampan, siapa tahu saja Arjuna akan tertarik padanya. Tak pernah terpikir dalam kepala Kirana, suatu saat, Marcel akan menghiburnya seperti ini. *** Perasaan Arjuna sudah tak enak ketika melihat Kirana datang di pertemuan kedua mereka siang itu, dengan pria bertubuh tinggi tegap di belakangnya. Arjuna ingat, pria itu juga ada di sana, di kafe, ketika Kirana tertangkap rombongan pria berjas. Begitu wanita itu tiba di meja tempat Arjuna sudah menunggunya, bukannya duduk di kursi di hadapan Arjuna, wanita itu malah duduk di kursi sebelah Arjuna. Arjuna menoleh dengan kening berkerut heran. “Kenapa kau duduk di sini?” tanya Arjuna. “Aku ingin memperkenalkan seseorang padamu,” jawab wanita itu. Ia lalu menoleh pada pria berjas hitam yang datang bersamanya tadi dan berkata, “Kenapa kau masih berdiri di situ? Duduk di situ.” Kirana mengedik ke kursi di depan Arjuna. “Nona …” “Jika kau tidak duduk, aku juga tidak akan duduk,” ancam Kirana seraya berdiri. “Jika kau tidak duduk, aku akan pergi dan bilang pada Papa jika kau mengacaukan pertemuanku dengan calon suamiku.” Pria berjas hitam itu menghela napas berat sebelum akhirnya duduk. Namun, ia tak sedikit pun tampak kesal. Lebih tepatnya, seperti tidak peduli. Ekspresi datarnya itu … “Namanya Marcel. Dia pengawal pribadiku sejak aku kuliah di luar negeri,” terang Kirana tiba-tiba. “Dulu, dia masih berumur dua puluhan. Sekarang … um, berapa umurmu?” Kirana bertanya pada Marcel. “Tiga puluh lima, Nona.” “Nah, tiga puluh lima. Usia yang matang.” Kirana tersenyum pada Arjuna, tapi perasaan Arjuna semakin tidak enak. “Lalu, kenapa?” tanya Arjuna dingin. Kirana mengedik ke arah Marcel, lalu menunjuk Arjuna. “Kalian serasi.” Arjuna terperangah, mulutnya benar-benar terbuka saking shock-nya. Wanita ini … “Aku sudah tahu tentang ‘itu’,” ucap wanita itu sembari tersenyum penuh arti. Ia mendekat dan berbisik, “Tentang kau yang punya kekasih pria.” Terkutuklah Niall yang membuat Arjuna terjebak situasi gila seperti ini! Arjuna memejamkan mata, berusaha menahan emosinya. Namun, usahanya sia-sia ketika Kirana menyenggolnya dan berkata, “Tidak perlu malu! Aku bisa mengerti.” Arjuna membuka mata dan menatap Kirana tajam. Namun, wanita itu sepertinya tak menyadari jika ia baru saja melakukan kesalahan. Karena kemudian, wanita itu berdiri. “Kalau begitu, aku akan meninggalkan kalian berdua untuk saling mengenal. Tidak perlu sungkan,” ucap wanita itu. Ia menepuk bahu Arjuna sebelum benar-benar pergi dari sana. Arjuna mendengus tak percaya menatap ke arah pengawal Kirana di depannya. Pria itu tampak biasa saja, tanpa ekspresi. Jangan-jangan ia …. “Aku masih menyukai wanita,” tegas Arjuna. “Saya juga,” balas pria itu. Arjuna mengerutkan kening. “Lalu, kenapa kau hanya diam saja diperlakukan seperti itu oleh nonamu?” “Jika saya menghindar, Nona hanya akan berbuat semakin jauh,” jawab pria itu. Arjuna mendengus. “Sepertinya kau sangat mengenal nonamu.” “Saya sudah mengawal Nona selama sepuluh tahun.” Sepuluh tahun. Waktu yang lama. Arjuna memperhatikan wajah pria bernama Marcel itu dan tersenyum sinis. “Kau kekasihnya?” “Kalau memang saya kekasihnya, tidak mungkin Nona memaksa saya duduk di sini dan berkenalan dengan Pak Arjuna.” Ah, benar juga. Kalau begitu … “Kau menyukai Kirana?” Pria itu mengernyit. Ekspresi pertama yang dilihat Arjuna di wajah pria itu. Arjuna mendengus tak percaya. “Jika kau menyukainya, buat dia menjadi milikmu. Jangan hanya diam seperti orang bodoh melihat wanita yang kau suka didekati pria lain.” Setelah mengatakan itu, Arjuna berdiri dan melangkah pergi. Pertunjukkan apa yang barusan ia lihat? Pengawal jatuh cinta pada tuan putri? Menggelikan. *** “Apa?! Dia sudah pergi?” Kirana berteriak kesal di pelataran parkir restoran setelah mendengar kabar kepergian Arjuna. Marcel mengangguk kecil. Kirana mengumpat kesal. “Kau seharusnya menggodanya! Kenapa kau biarkan dia pergi seperti itu?” protes Kirana. Marcel bahkan tidak terkejut dengan kata-kata nonanya itu. Tentu saja. Sudah sepuluh tahun mendampingi Kirana, Marcel sangat tahu kebiasaan Kirana yang satu itu. Suka berbicara seenaknya sendiri. Seringnya, wanita itu berbicara tanpa berpikir. Salah satu ujian terberat Marcel selama mengawal Kirana adalah ketika wanita itu berbicara di depan umum atau di depan reporter. “Jangan-jangan, kau langsung menolaknya,” tuduh Kirana. “Nona …” “Apa yang kau katakan padanya?” Kirana menyipitkan mata menyelidik. Marcel menarik napas dalam, lalu berbalik dan berjalan ke mobil. Ia membuka pintu belakang untuk Kirana, tapi wanita itu tak juga beranjak dan malah menatap Marcel penuh dendam. “Kau benar-benar tak membantu,” desis wanita itu kesal. “Kalau dia mau bertemu saya lagi, saya akan menemuinya,” tawar Marcel. Seketika, Kirana antusias. Wanita itu akhirnya menghampiri Marcel, menepuk pundaknya sebelum masuk ke mobil. Terkadang, Marcel harus memberikan ‘permen’ seperti ini kepada Kirana agar wanita itu mau menurut. “Nanti malam, aku akan membuat janji dengannya,” kata Kirana begitu Marcel masuk ke mobil, duduk di kursi kemudi. “Kita harus ke salon dan membeli pakaian untukmu. Kau harus membuatnya jatuh cinta padamu.” Marcel diam-diam menghela  napas. Jika percakapan ini terjadi sepuluh tahun lalu, ia pasti kelabakan dan panik. Namun, sudah sepuluh tahun ia menghadapi Kirana yang seperti ini. Tak terduga dan tak bisa ditebak jalan pikirnya. Bahkan setelah sepuluh tahun, Marcel masih sering dibuat terkejut dengan jalan pikiran wanita itu. “Oh iya, bagaimana kalau kau mengirimkan bunga untuknya?” usul Kirana antusias. “Ayo, kita mampir dulu ke toko bunga. Biasanya kan, para wanita suka mendapat kejutan seperti itu dari kekasihnya.” “Tapi, Pak Arjuna pria, Nona.” “Tapi, kau kan, akan menjadi kekasihnya.” Jika wanita yang mengatakan itu bukan Kirana, pasti Marcel sudah menurunkannya di tengah jalan. Sungguh, butuh kesabaran tak terbatas untuk menghadapi wanita seperti Kirana. ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD