[2] Marvel, Leon, dan PR Fisika

1578 Words
Ruang kelas XI IPA4 telah ramai oleh penghuninya begitu Marvel masuk ke dalam sana. Ia pandangi setiap jengkal pemandangan yang kini tersaji di depannya. Masih seperti biasa. Tak ada satu pun hal istimewa yang dapat menarik perhatiannya. Karena pagi ini yang biasa saja, dan suasana kelasnya yang juga biasa saja, jadilah Marvel kembali bersikap biasa saja. Menjejakkan kaki ke tempat duduknya yang biasa. Dan wajah yang juga masih biasa saja itu kembali ia temui di hari yang biasa ini. Wajah dari sosok seorang cowok yang sudah nangkring tepat di sebelah kursi kayu yang menjadi tempat duduknya. Persis seperti hari-hari sebelumnya. Biasa banget! Leon—sang pemilik wajah biasa itu, langsung menengadahkan kepalanya begitu sohibnya itu datang dengan serumpun kedondong di tangan kirinya. "Woy, Vel!" sambut cowok itu dengan antusias sambil mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya. "Kedondong lagi?" tanyanya tanpa rasa kaget, karena hal itu memang kerap kali terjadi. Marvel masuk kelas dengan membawa kedondong untuk teman-temannya, itu sih hal biasa... Marvel sama sekali tak menggubris apa yang diucapkan Leon barusan. Ia hanya menatap cowok itu sejenak, sambil terus melangkah menghampirinya. "Nggak dapet jatah uang jajan lo? Sampe kedondong kecut gitu lo embat juga," ujar Leon ketika Marvel telah sampai dan menyandarkan tubuh tingginya itu pada kursi kayu di sebelah Leon. Namun sekali lagi, Marvel tak memperdulikannya. Konsentrasinya hanya tertuju pada layar ponselnya, yang berisi satu pesan singkat yang baru saja dikirimkan Nova—salah satu dari sekian banyak cewek yang menyandang gelar sebagai pacar Marvel. Satu pesan yang berbunyi : Pagi, yang.. :) udah nyampe sekolah? Membaca pertanyaan itu, Marvel kontan menyentuh kolom kosong di bawahnya dan segera menekan satu tombol huruf ke tombol huruf lainnya dengan cepat demi membalas chat dari cewek bernama Nova tersebut. Merasa dirinya dikacangin habis-habisan oleh si Marvel, akhirnya Leon mengganti topik pembicaraan yang ia harap akan mendapatkan secercah perhatian dari sahabatnya itu. "Pacaran mulu, masih pagi nih..." tegurnya. "PR Fisika yang kemaren udah belom?" Mendengar pertanyaan itu, sebuah senyuman mulai terbentuk di bibir Marvel. Membuat lengkungan indah, yang sering kali meluluhkan hati cewek-cewek yang melihat fenomena itu. "Nyon... Nyon... lo tuh kayak baru kenal gue kemaren sore, ya!" Sejenak, ia hentikan kesibukannya bersama sang kekasih untuk menjawab pertanyaan si Onyon—panggilan sayang Marvel dan teman-teman yang lain untuk Leon. "Salah alamat lo nanyain PR ke gue," lanjut Marvel. Ya, Leon memang sudah tahu jawabannya. Dan dia pun sudah bisa menebak apa yang akan diucapkan Marvel. Tapi biarpun begitu, setidaknya dia sudah berhasil mengalihkan perhatian cowok itu. "Ya kali aja udah..." timpalnya, dengan satu tatapan yang dengan mudah dapat terbaca oleh Marvel. Tatapan yang mengisyaratkan agar si cowok playboy itu mau mencarikan sumber jawaban terpercaya untuk dicopy-paste. "Simpan aja deh tampang melas lo itu! Emang buat jam ke berapa sih?" "Lo bilang apa barusan? Tampang setampan Jefri Nichol gini, lo bilang tampang melas?" tanya Leon menentang kalimat yang baru saja diucapkan sohibnya itu. "Buat jam ke berapa?" tanya Marvel sekali lagi dengan penuh penekanan tanpa menghiraukan candaan si Onyon tentang Jefri Nichol, atau siapalah itu pokoknya. "Jam pertama, Nyet!" "Oh," ujar Marvel tanpa kekhawatiran sedikit pun, lalu segera beranjak dari tempatnya. "Mau ke mana lo?" tanya Leon menyelidik. "Cari contekanlaaah, kayak gue bisa ngerjain sendiri aja!" "Tunggu. Tunggu!" cegat Leon. "Biar gue aja! Gue bakal pake tampang Jefri Nichol gue ini. Lo liat ya..." pinta Leon lalu bergegas mendahului Marvel untuk menjalankan misinya. Memang biasanya selalu Marvel yang menyodorkan contekan padanya. Contekan yang ia dapat dari cewek-cewek yang terjebak rayuan mautnya. Tapi kali ini, Leon akan buktikan bahwa bukan hanya Marvel yang mampu memikat hati cewek. Dia juga bisa. Ya, Leon juga bisa! Leon berjalan menuju ke bangku Anette, salah satu cewek smart di kelas itu. Sementara Marvel hanya memperhatikan gaya sohibnya yang sok cool itu dari tempatnya semula. Di bangku baris ketiga yang mepet hingga ke jendela kiri ruang kelasnya. Anette yang kala itu tengah asyik ngegosip bareng Vera, teman sebangkunya, mendadak diam begitu melihat Leon berdiri tepat di depan mejanya yang ada di barisan terdepan itu. "Ngapain sih lo?" tanya cewek itu sinis, merasa risih dengan kehadiran Leon. Selain smart, Anette juga memang terkenal cuek di kelasnya. Marvel yang melihat adegan itu cuma bisa nyengir-nyengir nggak jelas. Dalam hati sudah bisa menyimpulkan kalau usaha ini bakalan gagal total. Onyon.. Onyon.. pembuktian lo sia-sia, Meeen! "Anette, PR fisika lo udah kan?" tanya Leon di awal perbincangan. Sopan dan begitu lembut. "Ya udah dong! Gue kan pinter, nggak kayak lo," jawab Anette judes. Sangat kontras dengan nada suara Leon barusan. Namun judesnya Anette sama sekali tak menciutkan nyali cowok itu. Bukan Leon namanya kalau sekali gagal, lalu nyerah gitu aja. Cowok itu tersenyum, lalu kembali meneruskan usahanya. "Yaelaaah, Nette. Galak amat si! Ntar cakepnya ilang lo," tukas Leon. "Alaaaah udah deh! To the point aja," ujar Anette. Cewek itu sepertinya lagi malas berbasa-basi. Leon menurut. Cowok itu akhirnya mengemukakan sesuatu yang menjadi tujuannya mendekati Anette pagi ini. "Gini Nette, lo kan pinter nih..." Leon menghentikan kalimatnya sejenak, sementara Anette hanya mengangguk-angguk mencoba memahami. "Udah pinter, cantik, baik hati, nggak sombong... rajin menabung... terus apa lagi ya?" Leon terlihat berpikir, mencari pujian-pujian lain untuk ia lontarkan pada cewek di depannya ini. Namun nahas, tak ada satu pun kata pujian yang mampir di otaknya. Dan hal itu membuat cengiran Marvel semakin melebar. "Ya itu deh pokoknya," lanjut Leon karena tak juga menemukan kata-kata pujian. "Oke, jadi mau lo apa?" tanya Anette masih cuek, tak tersanjung sedikit pun akan pujian-pujian yang Leon beberkan untuknya. "Gue pinjem buku PR lo dong, Nette..." Akhirnya, kalimat itu tercetus dari bibir Leon. Kalimat inti tentang buku PR yang menjadi target utamanya. "Hah? Apa lo bilang? Pinjem buku PR gue?" tanya Anette, agak meninggikan suaranya. "Iya... bentar doang kok, boleh ya?" jawab Leon sambil memohon namun gaya sok cool itu masih terus disandangnya. "Enak aja! Pinjem.. pinjem.. gue tuh semaleman ya ngerjain ini PR, bahkan otak gue sampe berasep tau, saking pusingnya ngitungin ini itu, masukin rumus yang ini sama yang itu. Terus sekarang enteng banget lo mau nyalin jawaban gue?!" Anette nyerocos menumpahkan semua curahan hatinya pada Leon yang cuma bisa terdiam mendengar omelan cewek itu. Kali ini, Marvel benar-benar tak bisa lagi menahan tawanya. Cowok itu tertawa lepas melihat penindasan, penjatuhan martabat dan harga diri yang dilakukan teman ceweknya itu pada Leon. Sementara itu, Leon yang tak menyangka akan mendapatkan perlakuan semacam itu dari Anette, masih mencoba untuk bertahan dan melakukan usaha terakhirnya. "Kok lo jadi sewot gini sih, lagi PMS ya?" "Masalah buat lo?" tantang Anette makin judes. "Ya udah ah," ujar Leon mulai kehilangan kesabaran. "Jadi lo mau pinjemin tuh buku ke gue apa nggak?" "Iiiih... ya nggaklah!" jawab Anette tegas. Kini, pupuslah sudah harapan Leon. Ia melangkah kembali ke mejanya sembil terus mengomel nggak jelas. "Jadi cewek kok pelit banget sih, Nooon! Kuburan sempit baru tau rasa lo!" Anette yang mendengar sindiran itu, kontan jadi pecicilan. "Heh!! Semua kuburan tuh sempit kali, Nyon... kalo mau lebar, sono noh, lapangan bola noh!" Leon tak lagi menghiraukannya. Ia hanya berjalan ke arah Marvel, sang sahabat yang kini tengah menertawakannya. "Apa lo ketawa-tawa?" Leon bertanya, jadi ketularan judesnya Anette. "Seneng lo ya, ngeliat gue diomel-omelin gitu?" tanyanya lagi. Marvel sebisa mungkin menahan tawanya. "Sabar, Men.. sabar!" ujar Marvel sambil menepuk-nepuk pundak Leon, mencoba menenangkan sohibnya itu. "Lagian lo juga sih, Anette kok dijadiin target. Tuh cewek mah, dari dulu juga udah pelit!" "Terus gimana dong? Bentar lagi jam tujuh niiih.." tanya Leon mulai panik. "Mana PRnya, mana?" Marvel balik bertanya sambil membolak-balik buku paket Fisika miliknya. "Widiiih... mau ngerjain sendiri lo?" tanya Leon, kaget. "Nggak usah banyak bacot deh lo! Buruan kasih tau, PRnya yang mana?" "Halaman 64 yang bagian B," jawab Leon. Marvel langsung membuka buku paketnya pada halaman yang telah dikatakan Leon, membaca soalnya sejenak, lalu menghampiri Rini. "Rin, gue boleh nanya nggak?" tanya cowok itu lembut. Rini yang juga termasuk ke dalam jajaran cewek smart di kelas itu langsung menoleh. Begitu melihat yang bertanya adalah Marvel, raut mukanya seketika berubah. "Boleh! Boleh banget. Emang Marvel mau nanya apa?" tanya cewek itu dengan nada suara yang dibuat semanis mungkin. "Gini... ini yang nomer satu nih," jawab Marvel sambil menunjukkan soal yang ada di LKS miliknya. "Waktunya kan enam menit, terus waktu itu simbolnya apa ya? Gue lupa..." "Ooooh... kalo waktu itu pakenya te kecil, nah yang enam menit ini harusnya diubah dulu ke detik." Rini mulai menjelaskan dengan seksama. "Ooooh... gitu ya?" Rini mengangguk. "Emang PRnya Marvel belum dikerjain?" tanya cewek itu kemudian. Marvel hanya menjawabnya dengan gelengan beberapa kali. "Ya ampun! Bentar lagi kan masuk?! Ya udah, ya udah... Marvel pake jawaban Rini aja, nih!" Cewek baik hati bernama Rini itu akhirnya menawarkan bantuannya. Ia menyodorkan buku PRnya bahkan tanpa sempat diminta oleh cowok itu. "Emang boleh?" tanya Marvel malu-malu, padahal mau juga dia. "Boleh dong!" jawab Rini disertai senyuman tulusnya. "Udah sana cepetaaan! Ntar keburu Bu Nidanya datang, terus Marvel belum ngerjain PR, nanti Marvel dihukum lagi... kan Rini nggak tega kalo liat Marvel berdiri terus di depan kelas kayak yang kemaren itu," lanjut Rini dengan wajah polosnya. Seketika itu terlukislah sebuah senyuman di bibir Marvel. Dengan segera, ia menerima buku PR yang disodorkan Rini. "Ya udah. Makasih ya, Cantik!" puji Marvel sambil mencubit halus dagu cewek itu. "Nih! Buruan... buruan..." kata Marvel begitu telah sampai kembali di mejanya. Leon yang kala itu tengah asyik menggerogoti kedondong yang dibawa Marvel tadi, segera mengeluarkan buku dan alat tulisnya. Mulai menyalin jawaban dari sumber yang diperoleh Marvel. Dan untuk yang kesekian kalinya, lagi-lagi Marvellah yang menyodorkan jawaban untuk Leon. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD