Oik menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Anak-anaknya sudah berangkat untuk pergi bermain tadi dengan membawa tas di pundak mereka tak seperti biasanya. Suaminya pun telah pergi ke Lombok untuk urusan kerjaan tadi pagi. Oik mendengus saat mengingat suaminya pamit melalu surat yang ditaruh di atas meja tanpa membangunkannya.
Hari ini aku harus pergi ke Lombok. Maaf, Sayang, aku gak bangunin kamu. Kalau aku bangunin kamu, takutkan aku gak jadi pergi. Miss you.
Suamimu tercinta
Oik kembali mendengus geli saat mengingat isi surat tadi. Suaminya memang bukan tipe orang yang romantis. Saat suaminya ingin romantis, yang ada malah jatuhnya lebay dan selalu mendapat protesan dari anak-anaknya.
Hari sudah menjelang siang. Oik masih berkutat dengan novel dan cemilannya. Saat tengah asik membaca, handphonenya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Cakka? Oik mengernyitkan dahinya. Ada apa suaminya menelpon saat jam kerja? Apa ada yang tertinggal? Oik pun langsung menjawab panggilan itu.
"Halo sayang, kamu udah bangun?" tanya seseorang di seberang sana.
Oik mencibir pertanyaan tidak penting yang diajukan suaminya. "Kalau belum, mana mungkin aku jawab telepon kamu!"
Oik mendengar suaminya terkekeh. "Ada yang ketinggalan?"
"Ada, Sayang."
"Apa?"
"Kamu."
"Aku serius!"
"Aku juga serius, Sayang. Kamu nyusul aku ke sini yah, aku ada pertemuan nanti malam, masa cuma aku yang gak bawa pasangan."
"Kenapa dadakan sih?"
"Aku juga taunya dadakan, Sayang."
"Anak-anak gimana? Gak mungkin aku tinggal begitu aja kan? Apalagi mereka sekarang lagi gak di rumah. Masa mereka pulang gak ada orang di rumah!"
"Tenang aja, nanti itu aku yang ngatur."
Oik menghela napas. "Oke!" jawabnya dengan singkat.
"Makasih, Sayang. Semuanya udah aku siapin, dari tiket pesawat, penginapan, dan lainnya. Kamu tinggal packing dan berangkat, nanti aku jemput kamu di penginapan jam 7 malam, oke?"
"Hmm."
"Love you."
Telepon pun dimatikan. Oik bangkit lalu melangkah menuju kamarnya untuk siap-siap. Setelah selesai, ia langsung menuju bandara dengan menggunakan taksi.
***
Oik meregangkan otot-ototnya. Tubuhnya terasa pegal duduk beberapa jam di pesawat. Sekarang ia sudah berada di Lombok, tepatnya masih berada di bandara. Oik menengok saat seseorang memanggilnya. Oik mengeleng, suaminya benar-benar menyiapkan semuanya sampai orang suruhannya pun disiapkan untuk mengantarkannya ke penginapan. Oik mengikuti orang suruhan suaminya yang sedang membawa kopernya menuju parkiran. Oik langsung masuk dan menyenderkan punggungnya ke kursi mobil saat sampai di parkiran. Mobil pun melaju meninggalkan bandara..
Oik langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur saat sudah berada di kamarnya. Ia menatap langit-langit kamarnya. Jam telah menunjukan pukul 5 sore. Oik bangkit lalu menuju ke balkon kamarnya. Oik tersenyum saat mengetahui balkon kamarnya langsung menghadap ke laut lepas. Rasa lelahnya menguap saat angin laut menyapu wajahnya. Hamparan pasir putih membuat kakinya ingin sekali menjelajah. Kalau bukan karena ia sudah ada janji, mungkin sekarang ia sudah berjalan di pinggir pantai. Setelah puas memandang indahnya pantai, ia kembali masuk ke dalam kamar.
Jam telah menunjukan pukul 7 malam, tapi Cakka belum juga datang. Oik menunggu suaminya di balkon sambil menatap laut malam. Ia suka sekali dengan aroma laut. Saat tengah asik dalam lamunannya, Oik merasakan sebuah tangan memeluknya dari belakang.
"Maaf, telat," kata seseorang yang memeluknya dengan suara yang sangat ia kenal. "Ayo!"
Oik membalikan badannya lalu mengangguk. Oik menatap wajah suaminya sejenak. "Apa segitu numpuknya kah kerjaan kamu?"
"Kenapa?" Cakka mengernyit bingung.
"Wajah kamu terlihat lelah dan kantung matamu mulai tampak menghitam. Kamu boleh sibuk dengan kerjaan kamu, tapi kamu gak boleh mengabaikan kesehatan kamu juga. Aku gak mau kamu sakit." Oik mengusap lembut wajah suaminya.
Cakka tersenyum lalu mengambil telapak tangan istrinya dan kemudian mencium punggung tangan istrinya. Perasaannya menghangat, bahkan rasa lelahnya menguap begitu saja setiap kali ia melihat wanita di hadapannya. "Aku ngerti, ayo!" Cakka pun melangkah sambil menggenggam lembut tangan Oik.
"Pantai?" gumam Oik bingung saat mereka telah sampai.
Cakka tak menjawab. Ia mengulum senyumnya lalu mengajak istrinya melangkah.
Dahi Oik berkerut melihat pantai yang tampak sepi. Dimana tamu lainnya? Bathin Oik. Oik terus mengikuti langkah suaminya. Oik menatap kagum lilin-lilin yang tertata rapi di pasir pantai. Lampu-lampu yang ada pun menambah kesan manis suasana pantai malam ini. Terdapat pula balon-balon berwarna pink yang terikat rapi pada tiang-tiang yang telah dihias dengan warna yang senada. Oik menatap kagum dekorasi pantai, apalagi di tambah dengan taburan kelopak bunga mawar merah di pasir pantai. Apakah ini benar-benar pertemuan penting antar client? Tapi kenapa suasana yang dibuat begitu romantis seperti ini?
Langkah Oik terhenti di depan sebuah panggung kecil yang tak kalah indah. Di belakang panggung terdapat sebuat layar yang lumayan besar. Tiba-tiba layar menyala dan menampilkan kata-kata yang membuat Oik menatap suaminya tak percaya sekaligus terharu.
Teruntuk wanitaku, istriku, masa depanku.
Oik Cahya Nuraga
23 tahun telah berlalu
Dari sebuah melody kita bertemu dan menyatu
23 tahun telah berlalu
Begitu banyak kisah yang tercipta
Dari tawa bahagia, hingga ada air mata
23 tahun telah berlalu
Kita berusaha tetap saling menggenggam dan melangkah bersama, walau kadang lelah
23 tahun telah berlalu
Perasaanku untukmu tetap sama, bahkan selalu bertambah
23 tahun telah berlalu
Tak pernah sedetikpun aku tak bersyukur karena memilikimu
Happy Anniversary, Oikku
Terimakasih telah memilihku untuk menjadi pendampingmu
Terimakasih karena dirimu mau menjadi rumahku
Tempat aku kembali, ke mana pun kakiku melangkah pergi
Terimakasih telah memberiku keluarga kecil dan memberiku kesempatan menjadi seorang suami sekaligus seorang ayah
Terimakasih atas segala cinta, kepercayaan, dan waktu yang kau berikan untukku
Aku mencintaimu, hari ini, esok, dan sampai nanti
Walau mulut tak sanggup lagi berkata, tapi ketahuilah, aku tetap mencintaimu, walau hanya dari tatap mata
Beethoven, Violin Romance no.2 pun mengalun. Kata-kata pun berganti dengan foto-foto mereka. Slide-slide foto terus berganti dari mereka SMA sampai akhirnya menikah.
Oik langsung memeluk suaminya saat layar telah mati. Ia terisak pelan membuat suaminya mengusap lembut punggungnya. Tak ada kata yang bisa Oik ucapkan, karena ia sendiri tidak tau harus berkata apa.
"Ehem! Ayah Bunda pelukannya bisa udahan dulu gak?" seru Vando dari atas panggung.
Oik pun melepas pelukannya dan mengusap bekas air matanya. Ternyata anaknya juga ada di sini. Pantas saja tadi mereka membawa tas padahal bilangnya hanya ingin pergi bermain. Ia tertawa pelan saat mendengar suaminya mendengus tak suka. Matanya kini memperhatikan anak bungsunya yang sedang berada di atas panggung dengan sebuah gitar bersama gadisnya.
"Oke, terimakasih atas pengertiannya. Aku di sini mewakili anak-anak Ayah, dan Bunda yang lain, cuma mau ngucapin Happy Anniversary pernikahan Ayah Bunda. Kalian adalah orangtua terhebat bagi kami. Seperti Ayah yang begitu mencintai Bunda, seperti itu pula kami mencintai kalian. Bagi kami, Ayah adalah superhero dan Bunda adalah malaikat yang sangat berjasa dalam hidup kami. Doa'kan kami agar kami bisa seperti Ayah dan Bunda, terutama aku dengan gadis di sampingku ini." Vando menatap gadis di sampingnya yang sedang meliriknya tajam. "Oke! Sebelum terjadi perdebatan absurd kita yang bisa berakhir dengan dibantingnya aku dari atas panggung, ini spesial buat Ayah Bunda."
Layar kembali menyala saat Vando mulai memetik gitarnya. Slide-slide foto pun muncul kembali.
[Vando]
It's always been a mystery to me
How two heart can come together
And love can last forever
But now that I have found you I believe
That a miracle has come
When God sends the perfect one
Now gone are all my questions about why
And I've never been so sure of anything
In my life
Slide-slide foto menampilkan saat-saat Oik mengandung. Salah satu foto menampilkan saat Cakka yang terlihat bahagia mengusap perut Oik yang sudah membesar.
[Ara]
Oh I wonder
What God was thinking
When he created you
I wonder
If he knew everything I would need
Because he made all my dream come true
When God made you
He must have been thinking about me
Foto berganti saat Oik melahirkan dan saat anak-anak mereka masih bayi.
I promise that wherever you may go
Where ever life may lead you
With all my heart I'll be there too
And from this moment on
I want you to know
I'll let nothing come between us
And I will love even you love
Foto berganti lagi saat anak-anak mereka baru bisa jalan. Di foto itu terlihat bagaimana bahagianya Cakka dan Oik saat melihat anak-anaknya berjalan.
[Vando-Ara]
He made the sun
He made the moon
To harmonize a perfect tune
One can't move without the other
They just have to be together
And that is why I know is true
You're for me
And I'm for you
Because my world just can't be right
Without you in my life
Foto terus berganti lagi saat anak-anak mereka masuk sekolah untuk pertama kalinya. Oik menggandeng Difa dan Oca, sementara Cakka menggendong Vando kecil.
Oh I wonder
What God was thinking
When he created you
I wonder
If he knew everything i would need
Because he made all my dreams come true
When God made you
He must have been thinking about me
(When God Made You-Natalie Grant)
Foto pun kembali berganti saat anak-anak mereka beranjak remaja dan dewasa sampai sekarang. Layar mati saat lagu selesai dinyanyikan. Oik menatap anak-anaknya haru.
"Ini buat Ayah dan Bunda," kata Difa lalu memberi sesuatu yang terbungkus kertas kado.
Cakka dan Oik menatap kagum kado yang di berikan anak-anaknya. Sebuah kolesa foto yang berbentuk angka 23.
"Makasih, Sayang." Oik dan Cakka pun memeluk anak-anak mereka.