1. Alien

798 Words
"KALIAN UDAH TELAT MASIH SEMPATNYA JALAN!" teriak seorang anak cewek berkuncir satu di depan gerbang sekolah. "LARIII!" Gerombolan anak-anak yang tadinya sedang mengobrol pun berlari mendengar teriakan itu. Mereka tak mau mencari masalah, walaupun yang berteriak itu cewek. Itu buruk kawan! Sama saja membangunkan singa yang sedang tertidur. Siapa yang tak kenal dengan Arlani? Cewek galak yang biasa disapa Ara itu ketua eskul mading sekaligus anggota komite kedisplinan sekolah. "Kalian telat!" kata Ara tajam. Tiga anak cowok yang terlambat itu memandang Ara dengan tatapan memelas. "Gak mempan!" ketus Ara membuat tiga cowok itu pasrah. "Temuin guru piket buat minta izin masuk kelas!" perintah Ara dibalas anggukan tiga cowok itu. Ara pun melangkah menuju kelasnya. Ia tak habis pikir kenapa murid-murid di sekolahnya hobi sekali terlambat. "Masih ada yang telat?" tanya Bia saat Ara sudah duduk di bangkunya. Ara mengangguk. "Mereka pada gak punya jam kali yah?" "Punya, Ra, tapi kaya lo gak tau jam orang Indonesia aja," sahut Bia. "Jam orang Indonesia kan jam karet semua." Ara mendengus sebal. "Bukan jam karet! Emang orangnya aja pada lelet!" Bia tertawa membuat Clara dan Dira yang duduk di depan mereka pun menoleh. "Ada apaan sih?" tanya Dira. Ara tersenyum jahil. "Kata Bia orang Indonesia suka pakai jam karet." "Jam karet?" Dira bingung. "Bia emang jam karet kaya gimana? Ada yang gambar Doraemonnya gak?" Ara sudah tertawa, sedangkan Clara hanya menggeleng. "Emangnya kalau ada kenapa, Dir?" tanya Clara iseng membuat Bia melotot ke arahnya. "Gue mau beli, pasti lucu," kata Dira dengan mata berbinar. Bia menepuk dahinya lalu melirik sebal ke arah Ara dan Clara yang sudah tertawa geli. "Gak ada jam karet!" seru Bia. "Terus lo tau dari mana kalau orang Indonesia suka pakai jam karet?" tanya Dira bingung. Bia menghela napasnya. "Jangan dengerin Ara!" Ara dan Clara pun makin terbahak. "Jadi, mau sampai kapan kalian tertawa seperti itu?" tegur Pak Duta membuat tawa mereka langsung terhenti. Ara meringis. "Maaf, Pak." *** Bel istirahat telah berbunyi. "Ka Ara! Ka Ara!" panggil seorang anak cewek saat Ara sedang melangkah ke kantin bersama kawan-kawannya. "Ada apa?" tanya Ara. "Mading kita, Kak," kata Cahya yang ternyata anggota mading "Mading kita kenapa?" tanya Ara bingung. "Kayanya gak ada yang salah dengan tema minggu ini." "Bukan itu, Kak," kata Cahya. "Tapi, Kak Vando." Alarm di kepala Ara langsung berbunyi saat mendengar nama Vando. Ara paham sekarang. "Kalian ke kantin duluan aja!" seru Ara lalu pergi meninggalkan kawannya. Anak-anak menyingkir menjauh saat melihat Ara lewat dengan ekspresi yang seakan-akan siap menelan hidup-hidup siapa saja yang menghalangi jalannya. Mereka bergidik. Bagaimana seorang perempuan bisa berekspresi seperti itu? Ara terus melangakah cepat menuju mading sekolah dengan penuh emosi. Alien Sinting yang bernama Vando itu selalu saja mencari masalah dengan dirinya. Alien itu adalah biang onar dari segala macam keonaran yang ada di sekolah. Kalian bingung? Sama! Ia juga bingung dengan apa yang dikatakan otaknya. "UDAH BERAPA KALI GUE BILANG JANGAN MERUSAK MADING SEKOLAH, ALIEN SINTING!!" teriak Ara saat berada di hadapan Vando yang sedang asik mencoret-coret mading dengan spidol hitam. "Yah ketahuan deh," gumam Vando sedih. "Lo b***k apa gimana hah?!" Ara mencoba menahan emosinya. Ini sudah yang kesekian kalinya Vando mencoret-coret mading. "Sebentar lagi sih kayanya, Nona. Soalnya setiap gue memperindah mading ada anak cewek yang berteriak di telinga gue," jawab Vando kalem. "Memperindah lo bilang?!" seru Ara gemas. Vando mangut-mangut. "Soalnya madingnya ngebosenin, Nona." "Eh Kecebong Bule! Elo kan bisa bilang tanpa perlu nyoret-nyoret kaya gini, bla, bla, bla, nya, nya, myu, myu...." Entahlah teriakan Ara malah terdengar seperti itu di telingan Vando. "Jangan teriak-teriak, Nona, emangnya lo gak haus?" Bugh Ara pun akhirnya memberikan Vando bogem mentah karena saking kesalnya. Ekspresi Ara seakan-akan ingin membunuh Vando saat itu juga. Ia emosi. Kesal. Geram. Lelah. Oh, ia juga lapar. Kalau bisa sudah ia telan Vando bulat-bulat, tapi sayangnya itu tidak mungkin karena ia bukan Anaconda. Lagi pula memangnya Vando tahu yang digoreng dadakan! Vando mengusap pipinya yang tadi kena pukulan Ara. "Lo gak bisa lembut dikit, Nona? Dicium kek gitu! Atau gak dielus-elus pipi gue." "Lo mau gue gantung?!" seru Ara. Masih bisa-bisanya Alien itu menggodanya. Apa pukulannya tidak sakit yah? Kok wajah Alien Sinting itu masih saja cengengesan. "Makasih Nona, gue tau kok kalau gue ganteng." Vando tersenyum lebar. "DASAR ALIEN SINTING!" teriak Ara gusar lalu pergi sambil menghentak-hentakan kakinya. Percuma dia berdebat dengan Alien sinting itu, karena pada nyatanya ia akan kalah telak. Vando tersenyum menang. "LOVE YOU TOO, NONA." "Dasar maso!" seru Bima yang dari tadi melihat adegan itu. Vando terkekeh. "Itu namanya romantis." "Romantis dari mana pe'a?" sahut Ray. "Lo berdua juga sama pe'anya! Udah tau orang sinting masih aja diladenin," kata Ardo kalem dan dihadiahi jitakan dari ke tiganya. "Sakit, Njing!" protes Ardo sambil mengusap kepalanya membuat ke tiganya tertawa. *** "Kesel sih kesel, tapi gak usah diabisin juga kali minuman gue!" ketus Bia saat Ara datang dan meminum minumannya hingga kandas tanpa bilang. "Emangnya lo abis ngapain sih, Ra?" tanya Dira. "Abis lari marathon," jawab Ara asal. "Kan pelajaran olahraga sekarang gak ada, ngapain lo lari?" tanya Dira bingung. Ara menyesali jawabannya tadi. Dilambaikan kedua tangannya ke atas. "Gue nyerah!" Bia dan Clara pun terbahak. Memang butuh kesabaran ekstra untuk meladeni Dira seorang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD