2. Anggota Baru

1029 Words
Oik menghela napas panjang. Ini sudah yang ke sekian kalinya ia mendapat telepon dari wali kelas anak bungsunya itu. "Ada apa?" tanya Cakka saat melihat ekspresi wajah istrinya. "Vando buat ulah lagi?" Oik mengangguk lalu duduk di samping suaminya. Hari ini Cakka memutuskan pulang sebelum anak-anaknya berada di rumah. Cakka rindu bermanja dengan istrinya. "Aku bingung," ungkap Oik. "Kenapa Vando selalu merusak mading sekolah yah?" "Itu lagi?" Cakka takjub dengan anaknya yang satu itu. "Terus rencana kamu apa?" Oik tersenyum tipis. "Aku bakal masukkan Vando ke eskul mading mulai besok." "Kalau Vando gak mau gimana?" Cakka tak yakin dengan rencana istrinya. Dia sangat tau tabiat anak bungsunya. "Pasti mau kalau aku yang perintahkan." Oh, Cakka lupa satu fakta itu. Fakta bahwa tak ada yang berani membantah perintah istrinya itu termasuk dirinya. "Aku pulangggg!" teriak Vando saat memasuki rumah. "Loh Ayah udah pulang?" "Kalau belum, mana mungkin Ayah ada di sini!" sahut Cakka. Vando terkekeh lalu duduk si samping Cakka. "Dari sekian banyak sofa yang ada, kenapa kamu malah duduk di sini? Sempit tau!" seru Cakka. "Kamu berkelahi lagi?" Vando menggeleng cepat. "Terus ini kenapa?" Cakka menekan warna kebiruan di pipi Vando. Vando meringis. Pukulan Ara ternyata lumayan juga. "Oh ini, tadi abis kena tinju sama ketua mading." "Udah kamu balas pukul lagi? Auww, sakit, Sayang!" seru Cakka saat Oik memukul pahanya. "Jelaslah kamu dipukul! Orang kamu suka merusak mading mereka!" ketus Oik. Vando tertawa. "Benar kata Bunda. Lagian mana mungkin aku bales mukul cewek." "Ketua madingnya cewek?" Vando mengangguk membuat Cakka tak percaya. "Bunda malah berharap tangan kamu dipatahin," kata Oik dengan entengnya. Cakka bergidik mendengarnya. Walau Oik selalu memanjakan anak-anaknya, tapi percaya deh dia bisa menjadi sangat sadis sewaktu-waktu. "Itu kejam Bunda! Masa do'ainnya jelek gitu!" gerutu Vando. Kalau tangannya dipatahkan, bagaimana ia bisa merusak mading lagi nanti? Merusak mading kan sudah menjadi kesenangannya. "Mending kamu ganti pakaian sana!" perintah Oik. "Aye, aye, Captain!" Vando pun bangkit lalu melangkah ke kamar. *** "Pagi, Bunda! Pagi, Ayah!" sapa Vando lalu mencium pipi Cakka dan Oik seperti biasanya. "Pagi juga, Sayang," balas mereka. "Jadi cuma Bunda sama Ayah doang nih yang disapa?" Oca mendengus. Vando tertawa mendengar dengusan kakak kembarnya itu. "Pagi Kak Oca, Kak Difa." "Pagi juga Adikku tersayang." Oca tersenyum lembut. "Jadi mau disuapin sama Kakak apa Bunda pagi ini?" "Sama Kakak aja!" seru Vando dengan semangat. "Nanti Ayah cemburu." "Kadang aku gak percaya kalau kamu udah kelas Xl," cibir Difa pada Vando. "Apa jadinya anak-anak sekolah kamu tau kalau biang rusuh sekolah mereka makan aja masih disuapin!" Vando cuek mendengar cibiran kakaknya yang satu itu. Mulut Kak Difa itu mirip dengan Bunda, jadi Vando biasa saja mendengarnya. Ia tetap menguyah sarapan dengan santainya. "Biarin aja! Lagian mana ada yang gak terpesona sama aku." Difa mendengus mendengar jawaban narsis adiknya itu, sedangkan yang lain sudah tertawa. Selalu seperti itu, suasana hangat yang tercipta saat keluarga kumpul bersama. *** Ara sudah stand by di depan gerbang sekolah. Satu persatu murid mulai berdatangan. Suasana sekolah yang tadinya sepi pun mulai tampak ramai. "Pagi, Nona, Gue jadi terharu lo sampai nungguin gue di depan gerbang." Tiba-tiba saja Vando sudah sudah berada di hadapan Ara dan mengatakan kata-kata yang menyebalkan menurut telinga Ara. "Eh Alien Narsis! Mending elo buruan masuk sebelum gue tabok muka lo yang nyebelin itu!" ketus Ara.  Moodnya mendadak buruk karena sapaan Alien di depannya itu. Vando menggeleng. "Gue mau temanin lo di sini aja, Nona." Bugh Ara pun meninju perut Vando. "Ugh, sakit, Nona. Ini namanya KDRT!" Vando mengusap perutnya yang tadi dipukul Ara. "KDRT pala lo peyang!" seru Ara. "Pergi lo sana!" "Kepala gue gak peyang, Nona, lagian kalau gue pergi terus lo kangen gimana?" "GAK BAKAL, ALIEN!" teriak Ara kencang. "Pergi atau gue tendang lo ke Merkurius Kecebong Alien!" "Demi Neptunus ini masih pagi, Nona." Vando selalu senang bila berhasil membuat gadis di depannya itu marah-marah. Bugh Ara pun menendang Vando tepat di perutnya lagi. Vando meringis. Perutnya terasa nyeri sekarang. Sepertinya ia memang harus pergi dari hadapan gadis itu sebelum perutnya menjadi korban lagi. "Astaga, pagi ini gue udah dapat dua kali pukulan sayang. Yaudah deh gue ke kelas duluan yah, Nona." "Apa liat-liat?!" bentak Ara saat anak-anak lain memperhatikan mereka. "Masuk buruan!" *** "Van, lo di panggil Bu Ika tuh di ruang guru." Bima tadi disuruh Pak Duta untuk mengumpulkan tugas kelas dan menaruhnya di atas meja kerja pak Duta di ruang guru. Sebelum keluar dari ruang guru, Bu Ika menyuruhnya memanggil Vando. Entahlah dia bingung, kenapa pagi ini guru-guru pada menyuruhnya. "Ada apaan, Bim?" tanya Vando bingung. Hari ini sepertinya ia belum membuat masalah. Bima mengendikkan bahu. "Samperin aja sana!" Dengan malas Vando pun bangkit lalu melangkah ke ruang guru. "Ada apa, Bu?" tanya Vando saat sampai di hadapan Bu Ika. "Duduk dulu!" Bu Ika menatap Vando serius. Perasaan Vando tak enak bila Bu Ika sudah menatapnya serius seperti ini. "Mulai hari ini kamu masuk eskul mading." Bu Ika to the point. "APA?" jerit Vando dramatis. "Ibu gak salah sarapankan tadi pagi?" "Gak usah lebay!" dengus Bu Ika. "Ini perintah langsung dari Bunda kamu." "Bunda?" ulang Vando. "Kenapa gak dari dulu aja." Bu Ika mengerutkan dahinya. "Maksud kamu?" "Tapi saya gak bisa merusak mading lagi deh, Bu," raut wajah Vando berubah menjadi sedih. "Pokoknya aku harus protes sama Bunda!" Bu Ika menepuk dahinya melihat tingkah muridnya itu. Dia tak mengerti dengan pola pemikiran Vando.  "Kamu bisa minta jadwal eskul mading dengan Ara." "Yaudah, kalau gitu saya permisi dulu, Bu," pamit Vando dengan semangat tepat bel istirahat berbunyi. Bu Ika menggeleng melihat Vando yang bisa dengan cepat merubah ekspresi wajahnya. *** Vando melangkah menuju kantin. Tadi ia sudah ke kelas Ara, tapi Ara sudah tidak ada di dalam kelas. "Nonaaa!" seru Vando saat ia sudah berada di meja Ara. Ara menghiraukan Vando. Ia tak mau acara makannya terganggu karena kehadiran Alien yang satu itu. "Mohon kerja samanya, Nona, gue bakal jadi anggota baru eskul mading," kata Vando dengan riang. "Uhuk! Uhuk!" Ara tersedak makanannya saat mendengar perkataan Vando. "A-air." Vando langsung memberi Ara air mineral yang berada di meja Ara. Ara pun langsung menengggak minumannya hingga kandas. Ara menghembuskan napas lega walau tenggorokannya masih terasa sakit.  "Untung gue gak mati." "Lo gak semudah itu untuk mati, Nona, apalagi cuma gara-gara keselek doang." Ara menatap Vando bengis. "Eskul mading gak terima anggota baru!" "Tapi ini Bu Ika langsung yang nyuruh, Nona." Vando tersenyum menang. "Arghhhhh!" teriak Ara gusar. "Pokoknya gue mau protes!" "Lo itu emang gak bisa jauh-jauh dari gue, Nona." "Lo belum pernah keselek piring hah?!" seru Ara sambil mengangkat piring yang ada di depannya. Vando menggeleng lalu kabur sebelum Ara benar-benar melempar piring itu ke dirinya. "DASAR ALIEN SINTING! KECEBONG NYEBELIN! i***t! MAKHLUK JADI-JADIAN!" Vando tertawa mendengar u*****n Ara. Ia pun menghampiri teman-temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD