3. Robot

1214 Words
Ara melangkah terburu-buru menuju ruang guru. Ia ingin protes mengapa Bu Ika memasukan Vando ke eskul mading. Karena terlalu fokus dengan pemikirannya, Ara pun menabrak seseorang. Dilihatnya sebuah benda meluncur dengan indahnya ke lantai keramik dengan keras. "Maaf gue gak sengaja." Ara pun mengambil HP yang terjatuh tadi. Layarnya retak membuat ia merasa bersalah. "Gue bakal tanggung jawab kok." Ara mengangkat wajahnya untuk melihat siapa pemilik HP itu. Matanya sukses melotot saat mengetahui orang yang ditabraknya tadi. Vando menatap HP-nya dengan raut wajah sedih. "Lo harus tanggung jawab, Nona." "Kan tadi gue udah bilang, gue bakal tanggung jawab!" seru Ara. Ia kesal kenapa dia harus berurusan dengan Alien yang satu ini. "Sini biar gue benerin!" Vando menggeleng kencang. "Lo temanin gue ke Mall aja hari ini, Nona." "Kenapa gue harus nemenin lo?" "Karena lo ngerusak hape gue, Nona." "Argghhhh!" teriak Ara gusar. "Yaudah, iya gue temenin nanti pas pulang sekolah!" Ara pun pergi meninggalkan Vando. Hampir saja ia lupa dengan tujuannya. Vando tersenyum menang. Sebenarnya handphonenya rusak parah sekali pun tak masalah. Dia bisa meminta yang baru pada Ayahnya. Berhubung hari ini ada sesuatu yang ingin ia beli, ia pun memanfaatkan situasi ini. Kapan lagi coba ia bisa jalan berdua dengan cewek galak itu? *** "Bu Ika saya mau protes!" teriak Ara saat sampai di meja kerja Bu Ika. "Kenapa Ibu memasukan Vando ke eskul mading?" "Memangnya kenapa?" Bu Ika tersenyum geli melihat wajah kusut muridnya. "Dia kan sering merusak mading, Bu!" keluh Ara. Dia tak habis pikir dengan gurunya itu. "Kali aja dengan masuknya Vando ke eskul mading dia berhenti ngerusak mading lagi." "Iya, tapi dia bakal merusak ruang mading!" ketus Ara. Bu Ika tertawa. "Cuma kamu yang bisa mengendalikannya, Ara." "Memangnya saya Avatar!" Darimana pemikiran konyol gurunya itu! Mengendalikan Vando? Kalau bertengkar pasti! "Keputusan Ibu sudah bulat Ara," kata Bu Ika serius. Kalau sudah seperti ini, Ara pun tak bisa memprotesnya lagi. "Baiklah Bu, saya permisi." Ara melangkah dengan gontai menuju kelasnya. "Gimana?" tanya Bia saat Ara sudah duduk di bangkunya. "Benar si Vando jadi anggota baru mading?" Ara mengangguk lesu. "Bu Ika yang nyuruh sendiri." *** "Gak usah gandeng-gandeng!" Ara menyingkirkan tangan Vando dari lengannya. Saat ini mereka sudah berada di dalam Mall. Ara mengikuti Vando yang entah melangkah ke mana. "Kita mau ke mana sih?" "Ke situ!" Vando menunjuk sebuah toko mainan. Matanya berbinar menatap toko itu. "Mau ngapain ke toko mainan?" tanya Ara bingung. "Gue tau lo gak pinter-pinter amat, Nona, tapi lo gak idiotkan?" Vando sudah menarik Ara masuk ke dalam toko sebelum Ara memuntahkan lahar panas karena perkataannya tadi. Ara menatap mata Vando yang berbinar itu seperti anak anjing yang mengemaskan. "Nyari apaan sih?" Ara gemas melihat Vando yang dari tadi hanya mengitari deretan rak-rak mainan.  "Tanya aja sih sama penjaga tokonya!" "Ide bagus!" Vando langsung menghampiri penjaga toko itu membuat Ara memutar bola matanya. Ia jengah melihat tingkah Vando. "Mbak, kok robot Superman edisi terbaru itu gak ada yah?" "Oh, yang itu sudah habis Mas, gak ada stok lagi." "Abis yah, Mbak?" suara Vando terdengar lirih. Matanya mulai berkaca-kaca. "Gue pengen nangis, Nona rasanya." "Nangis aja!" cibir Ara. Mana mungkin seorang Vando menangis hanya gara-gara kehabisan robot Superman! Apa lagi ini tempat umum. Sebuah isakan pun terdengar di telinga Ara. Ia menatap Alien di depannya itu tak percaya. Vando benar-benar menangis membuat Ara panik. "Kok lo nangis sih?" "Kan tadi gue ngomong pengen nangis, Nona, terus lo bilang nangis aja, yaudah gue nangis" kata Vando dengan air mata yang tetap mengalir. "Diem Alien!" desis Ara. "Lo gak malu diliatin tuh!" Vando menggeleng. "Padahal gue udah bela-belain bongkar celengan ayam kesayangan gue, Nona." Ara mengeram kesal. Demi apapun dia malu! Padahal yang menangis itu Vando. Walaupun hanya isakan kecil, tapi tetap saja air mata Vando mengalir dengan derasnya. "Pulang yuk!" Vando menggeleng kencang. "Gak mau! Gue mau robot Superman itu!" Ara sudah tak tahan lagi. Ini sudah hampir sore. Dengan kesal Ara pun menarik Vando keluar untuk pulang. Ara memberhentikan taksi karena mereka pergi tanpa membawa kendaraan. Ara turut masuk karena tak mungkin membiarkan bayi besar itu pulang sendiri dalam keadaan menangis. "Alamat rumah lo?" Vando pun menyebutkan alamat rumahnya. Setelah sampai dan membayar taksinya mereka langsung turun. Vando melangkah mendahului Ara. Dibukanya pintu dengan kasar "Bundaaaaa!" jeritan Vando membahana, menyeruak di dalam rumah. Oik sudah tak kaget lagi dengan tingkah anak bungsunya itu. Oik langsung menghampiri anak bungsunya sebelum jeritan Vando berubah menjadi lengkingan. "Ada apa, Sayang?" Oik kaget melihat ada anak gadis yang sedang memandang Vando dengan tatapan tak percaya. Vando berlari lalu memeluk Bundanya. "Apa gara-gara robot Superman lagi?" Vando mengangguk. Oik tak habis pikir bagaimana anak bungsunya bisa menangis hanya gara-gara robot Superman. "Koleksi kamu kan udah banyak, buat apa beli lagi?" Gotcha! Oik salah berbicara. Vando melepas pelukannya lalu menatap Oik cemberut. Tangisannya semakin kencang. Ara sendiri hanya bengong menatap interaksi ibu dan anak itu. Benar-benar di luar dugaannya. Vando ngambek! Ia mengurung diri di kamarnya. Ara tersenyum kikuk saat Oik menyapanya. "Maaf yah kalau Vando ngerepotin kamu." Oik menatap Ara tak enak. "Nama kamu siapa?" "Ara, Tante." "Yang tau sifat asli Vando hanya sahabatnya, Tante bingung kenapa dia nunjukinnya sama kamu," jelas Oik. Apalagi tak biasanya Vando pergi dengan wanita sebayanya untuk menemaninya membeli robot Superman. "Syukurnya Vando tak hanya manja tapi juga nakal." Oik tertawa kecil. "Kalau dia sudah ngambek gini bakal susah buat ngebujuknya dan semuanya bakal dibuat repot." Ara memandang Oik takjub. Ia tak menyangka Bunda si Alien begitu lembut dan ramah, bahkan masih bisa tetap tertawa menghadapi tingkah si Alien Sinting itu. "Ada apa, Sayang?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang lalu mencium kening Oik. Penampilannya kusut, sepertinya karena terburu-buru. Namun, tatapan hangat itu tetap ada di matanya. Sekarang Ara tau darimana wajah tampan Vando. Ara menggeleng saat menyadari ucapannya. Dia bilang apa tadi? Tampan? Astaga! Pasti otaknya ikutan sakit gara-gara robot Superman. "Vando ngambek gara-gara robot Supermannya habis, sekarang dia ngunci dirinya di kamar," jelas Oik. Cakka mengangguk paham. Ia tadi langsung pulang saat istrinya menghubunginya untuk cepat pulang. Sesibuk apapun ia, baginya keluarga tetaplah nomor satu. Cakka menatap bingung anak gadis di belakang istrinya. Oik menyadari tatapan bertanya Cakka. "Dia Ara, teman sekolahnya Vando." Cakka mengangguk walaupun sebenarnya ia masih bingung. Sekarang mereka sudah berada di depan kamar Vando. Cakka telah berusaha membujuk Vando, tapi Vando tak juga membuka pintu kamarnya. Ara gusar! Ia benar-benar ingin menghajar wajah Vando sekarang. "Boleh saya dobrak?" Cakka menatap istrinya meminta persetujuan. Oik mengangguk. Dia juga penasaran dengan gadis di sampingnya ini. Ara melihat pintu kamar Vando, jenis pintu yang mudah untuk didobrak. Ara pun memasang kuda-kuda lalu mundur beberapa langkah. Duak! Brak! Bruak! Dengan cepat dan kekuatan penuh Ara menendang pintu itu. Pintu pun berhasil terbuka. Tak sia-sia selama ini dia belajar bela diri. "Wow," gumam Cakka takjub, sedangkan Oik hanya tersenyum. Vando bangun saat melihat Ara melangkah masuk ke kamarnya. "Nona..." Bugh Vando meringis mendapat bogem mentah dari Ara. "Kok lo mukul gue sih Nona? Gue nangis lagi nih!" "Seharusnya gue yang nangis!" Ara benar-benar kesal karena Vando menyita banyak waktunya. "Lo nyuruh gue buat nemenin lo tapi lo malah gambek gak jelas kaya gini! Gue laper tau liatnya! Kalau elo pengen ngambek seenggaknya elo beliin gue makanan dulu kek!" Vando mengerjabkan matanya membuat ia terlihat menggemaskan. Tangisnya telah terhenti sejak tadi.  "Gue bisa masak loh, Nona. Mau gue masakin gak? Apa lo mau masak sendiri?" "Gue gak bisa masak!" ketus Ara. "Buruan! Sebelum gue telan lo hidup-hidup!" Vando terkekeh. Moodnya selalu membaik saat berhadapan gadis di depannya itu. "Masaknya pakai cinta gak, Nona?" "Terserah! Asal jangan pakai sianida aja!" "Lo jadi istri gue aja Nona. Nanti lo gak usah repot-repot masak, biar gue yang masak setiap hari." "Lo mau gue lempar dari jendela hah?!" Mereka seakan melupakan kalau ada dua orang yang sedang menatap mereka takjub di depan pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD