4. Ruang Mading

1505 Words
"Cewek tadi siapa?" tanya Cakka saat mereka sedang menonton di ruang keluarga. Ia masih penasaran, makanya ia langsung bertanya saat Ara sudah pulang. "Ara, ketua eskul mading," jawab Vando tanpa mengalihkan pandangannya dari TV. "Astaga Ayah tau namanya Ara!" seru Cakka gemas. "Maksudnya tadi itu pacar kamu bukan? Tapi nunggu dulu deh! Dia ketua mading? Yang nonjok kamu itu?" Cakka menatap Vando tak percaya. Vando menatap Cakka sekilas lalu mengangguk dan kembali menatap TV lagi. "Calon pacar, Yah, tapi belum jinak." "Calon pacar? Belum jinak?" tanya Oca saat berada di ruang keluarga lalu duduk di samping Vando. Tak lama kemudian Difa pun ikut bergabung. Cakka pun menceritakan kejadian tadi pada anak kembarnya yang baru pulang kuliah itu. Difa terkekeh.  "Kamu gak malu nangis di depan calon pacar gara-gara robot?" Melihat Vando yang cemberut, Oca pun melotot ke arah Difa agar berhenti berbicara. Oca mengusap kepala Vando dengan lembut. "Kalau dia sayang sama adek, apapun sifat adek gak bakal jadi masalah buat dia. Jadi, adek jangan nyerah buat dapetin dia." Vando mengangguk semangat. "Aku bakal buat dia jatuh cinta sama aku sebesar dia benci aku." "Cih!" Difa berdecak mendengar perkataan adiknya itu. Ia mengambil repot lalu mengganti saluran TV. "Ka Difa gak liat aku lagi nonton!" jerit Vando yang tak terima acara menontonnya diganggu. "Kakak mau nonton olahraga," jawab Difa cuek. "Aku mau nonton Marsha and The Bear!" Vando berusaha merebut remot di tangan Difa. Melihat anaknya berebut remot, Oik pun mengambil remot di tangan Difa lalu mematikan televisinya membuat Difa dan Vando terdiam. "Mending kalian bertiga mandi! Ini udah sore!" Tak ada yang berani melawan atau pun membantah. Mereka bertiga bangkit lalu meninggalkan ruang keluarga. Saat anak-anaknya sudah tak terlihat, Cakka menaruh kepalanya di pangkuan Oik. "Ternyata Vando sudah besar yah?" "Dia memang sudah besar!" Oik menyentil dahi Cakka. "Sakit, Sayang!" protes Cakka. "Kisah cinta anak bungsu kita bakalan klise banget, benci jadi cinta!" Oik terkekeh sambil mengusap lembut rambut suaminya. "Vando benar-benar duplikat kamu." Cakka tertawa. "Dan si kembar Difa Oca duplikat kamu, walaupun Oca lebih hangat." Oik berusaha menyingkirkan kepala Cakka. "Bangun! Aku mau mandi!" Cakka langsung bangun lalu menatap Oik dengan mata berbinar. "Gimana kalau kita bikin adek buat Vando sekalian mandi?" Dan sebuah bantal pun mendarat cantik di wajah Cakka. *** "LARI! UDAH MAU BEL!!" teriak Ara sambil berkacak pinggang. "EH MASUKIN BAJU LO! ITU DASINYA DI PAKAI! GESPER LO MANA HAH? LO MAU BELAJAR APA NYINDEN MUKA DI DEMPUL GITU? HAPUS! LO MAU GUE PAKAIIN ROK? LEPAS ITU ANTING!" Mereka yang mendengarnya hanya bisa mengelus d**a mendengar teriakan komite kedisiplinan itu. Ini sudah menjadi pemandangan yang biasa di depan gerbang SMA Vinilicia. "Tungguuu, Nona!" teriak seseorang yang sangat Ara kenal, saat ia ingin menutup gerbang sekolah. "CALVANDO NURAGA LO DIHUKUM!" teriakan Ara kembali terdengar. "KALIAN NGAPAIN MASIH BERDIRI DI SITU? KALIAN JUGA DIHUKUM!" "Kita cuma telat dua menit doang, Nona," protes Vando disambut anggukan siswa telat lainnya. "Gak terima alasan!" ketus Ara. "Lari 5 kali muterin lapangan sekarang!" "Demi kerang ajaib, Nona, ini masih pagi masa udah disuruh olahraga." "Sekarang atau gue tambahin jadi 10 puteran?" kata Ara tajam. Vando mengangguk pasrah lalu mulai berlari diikuti yang lain. Sedangkan Ara mengawasi mereka di pinggir lapangan. Setelah selesai berlari 5 putaran Vando menghampiri Ara dan yang lain masuk ke kelasnya masing-masing. Vando masih berusaha mengatur napasnya. "Capek, Nona." "Sana ke kelas!" usir Ara karena ia sendiri ingin ke kelasnya. Namun, baru saya Ara melangkah, Vando tiba-tiba menarik tangannya dan mengurung dirinya di tembok kelas samping loker dengan lengannya. "Mau ngapain lo?" suara Ara tercekat. Dilihatnya lorong kelas yang sepi karena jam pelajaran sedang berlangsung. Sedangkan anak-anak tadi yang dihukumnya sudah kembali ke kelas mereka. Seringai Vando muncul membuat Ara ingin sekali meninju wajah Alien itu. Ara bingung bagaimana melepaskan diri sedangkan tubuh Vando menghimpitnya. Kalau dia berteriak itu sama saja ia bunuh diri. Dia juga bingung mengapa detak jantungnya berdetak gila-gilaan. "Lo itu manis, Nona, apalagi kalau wajah lo merah kaya gini," kata Vando sambil mengusap lembut pipi Ara dengan tangannya yang bebas. Sudut bibit Vando terangkat. Ara menahan napas lalu memalingkan wajahnya saat wajah Vando semakin dekat. Ia bisa merasakan hembusan napas Vando di wajahnya. "Mumpung sepi, Nona," kata Vando tepat di telinga Ara. Duak! Vando meringis dan melepaskan kurungannya saat lutut Ara menendang sesuatu di bawah perutnya. "s**t! Sakit Nona! Lo harus tanggung jawab kalau aset masa depan gue kenapa-kenapa!" Ara menghembuskan napas lega, walau detak jantungnya masih menggila. "Dasar Alien m***m! Mati aja lo sana!" ia pun melangkah ke kelasnya sambil mengerutu kesal. Vando tertawa. Rasanya sangat menyenangkan bisa membuat gadis galak itu marah-marah. Ia kembali meringis. Tendangan Ara benar-benar mematikan! Dengan rasa nyeri yang masih terasa, ia pun melangkah ke kelasnya. *** Ara bingung melihat anak-anak yang pada berlarian saat jam istirahat. "Ada apaan sih?" tanya Ara pada salah satu murid yang ikut berlari. "Ada yang berkelahi Kak di depan mading," jawab murid tadi yang ternyata adik kelasnya itu. "Siapa yang berkelahi, Ra?" tanya Bia yang juga penasaran. Ara mengendikkan bahunya lalu berlari ke tempat yang di sebutkan adik kelasnya tadi dan meninggalkan kawan-kawannya. Dia merutuki siapa saja yang berkelahi itu karena mengganggu jam istirahatnya. "Minggir!" teriak Ara saat sampai di depan kumpulan anak-anak yang malah menonton bukannya memisahkan. Anak-anak langsung membuka jalan saat mendengar teriak itu. Ara melangkah mendekat untuk melihat siapa dua anak cowok yang sedang bergulat di lantai. Vando dan Niko? Karena tak tega melihat Niko yang sudah babak belur, Ara pun menarik Vando menjauh. "Jangan pernah menyentuh kesenangan gue kalau kalian gak mau berakhir kaya dia!" ucap Vando tajam pada anak-anak lainnya. Mereka semua bergidik ngeri merasakan aura membunuh Vando bila melanggar apa yang di katakannya tadi. Tanpa sengaja Ara melihat telapak tangan Vando yang lebam juga. "Bawa Niko ke UKS! Lo ikut gue!" Vando hanya diam saat Ara menariknya. "Mau ngapain ke kantin, Nona?" "Gak usah bawel!" ketus Ara. "Mending sekarang lo duduk anteng!" Vando menurut. Dilihatnya Ara yang kembali ke hadapannya dengan membawa es batu. Ara mengambil sapu tangannya lalu membungkus es batu itu. "Sini tangan kanan lo!" Lagi-lagi Vando menurut. Dijulurkan tangan kanannya ke Ara. Dengan cekatan Ara mengompres lebam di telapak tangannya. Vando meringis saat merasakan sensasi dingin bercampur nyeri. "Sakit, Nona." Ara mengacuhkan rintihan Vando. "Kalau dengan terluka bisa buat lo peduli sama gue, gue rela terluka setiap hari, Nona." "Kepala lo kena tinju yah?" tanya Ara saat mendengar racauan aneh Vando yang membuat detak jantungnya kambali menggila. Entahlah dia tidak tau kenapa ada rasa takut saat melihat Alien di depannya itu terluka. "Lo ada masalah apa sama Niko?" Vando tersenyum tipis. "Dia merusak mading, Nona." Ara mengerutkan dahinya lalu mendengus. "Bukannya lo juga suka merusak mading? Terus kenapa lo marah?" "Yang boleh merusak mading itu cuma gue, Nona." Ara mendengus tak mengerti. "Gue sayang sama lo, Nona, makanya gue suka banget buat lo marah-marah." Wajah Ara memanas mendengar ungkapan Vando. "Fix! Kepala lo bermasalah kayanya, makanya lo ngelantur kaya gini!" "Gue gak ngelantur. Gue benar-benar sayang sama lo, Nona." "Sumpah ini bukan lo banget, Alien! Gue saranin lo ke dokter kali aja saraf lo ada yang geser!" Ara bangkit lalu pergi meninggalkan Vando. "Gue bakal buat lo sadar sama perasaan lo sendiri, Nona, walaupun itu harus mengorbankan diri gue sendiri," gumam Vando. *** "Yang lain pada ke mana?" tanya Ara saat melihat anggota mading yang berkumpul hari ini. Mereka menggeleng membuat Ara memijit pelipisnya. "Bilangin ke mereka yang gak hadir hari ini, kalau udah gak niat jadi anggota mading keluar aja sekalian!" "Sory gue telat, " kata seseorang yang baru saja masuk membuat mereka menatapnya tak percaya. Vando pun langsung bergabung dengan mereka. "Tema minggu depan apa, Kak?" tanya Cahya. "Pramuka, karena minggu depan hari Kepramukaan Indonesia," jawab Ara. "Ada yang punya ide?" "Gue tau bapak pramuka Nona, gini-gini gue anggota penggalang waktu SMP," sahut Vando. "Kalau cuma bapak pramuka juga kita semua tau!" cibir Ara. "Yang lainnya tau gak lo?" Vando mengangguk dengan semangat. "Baden Powell lahir 22 Febuari 1857 di London dan wafat 8 Januari 1941 di Kenya. Perkemahan pertama diadakan di Brown Sea Island tahun 1907. Nama istri Boden Powell, Olave st. Clair Soames Powell. Jambore pertama di Inggris. Boden Powell mendapatkan gelar 'Lord Boden Powell of Gillwell' dari kerajaan Inggris pada jambore ke 3. Kakak kwarnas pertama, Sultan Hamengku Buwono lX. Lambang gerakan pramuka Indonesia adalah tunas kelapa yang ditemukan Soenardjo Atmodipoerwo. "Agnes Boden Powel pendiri kepramukanaan putri, Girls Guide, yang juga menulis buku How Girls ge Half to Buld the Empire. Tahun 1908, Boden Powell menerbitkan buku Scouting for Boys untuk penggalang. Tahun 1916, berdiri kelompok pramuka usia siaga dengan buku The Jungle Book. Tahun 1918, Boden Powell membentuk Rover Scout untuk pramuka usia penegak dengan buku Rovering to Succes. Tahun 1920 di selenggarakan jambore sedunia di area Olympia, London dengan mengundang pramuka dari 27 negara dan pada saat itu Boden Powell di angkat menjadi Bapak Pandu sedunia...." "Oke stop!" kata Ara menghentikan penjelasan Vando. "Lo bisa tulis itu di bagian pengetahuan umum buat minggu depan." Vando tersenyum. "Gue punya ide, Nona." "Ide apa?" tanya Ara penasaran. "Untuk pengetahuan umum itu bagian gue, bagian lo adalah wawancara ketua eskul pramuka, Nona. Tanya visi misi dan prestasi pramuka sekolah kita dan Bila elo kan anggota pramuka, lo bisa tulis sandi-sandi sama apa aja yang ada di kegiatan pramuka di bantu Cahya, gimana Nona?" "Ide bagus, Alien! Tapi judul tema kali ini apa?" Ara kembali bingung "Pakai motto pramuka Indonesia aja, Nona, Satya ku ku Dharmakan , Dharma ku ku Bhaktikan," sahut Vando. Angota yang lain hanya memandang mereka takjub melihat Tom and Jerry seperti Upin Ipin. Tak ada pertengkaran dan berdebatan seperti biasanya seolah-oleh mereka team yang kompak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD