Prolog

1244 Words
   -Cinta datang ketika kita siap.-           Seorang gadis dengan mata coklat terang dan rambut lurus kecoklatan terlihat serius memilih pakaian di sebuah rak gantung di hadapannya. Ia membolak-balik dan mencari sehelai pakaian yang sesuai untuk sahabatnya, Donna. Donna mengetuk-ngetukkan kakinya dan bersidekap. Ia tidak sabar berapa lama lagi ia harus menunggu sahabatnya itu menjatuhkan pilihan untuk pakaian yang akan dikenakannya untuk berkencan dengan seorang kakak kelas.     “Cass, berapa lama lagi kau akan memilih pakaian itu? Duh… kakiku sudah pegal.”     Tanpa menggubris ocehan Donna, Cassie tetap menyusuri rak demi rak untuk mendapatkan pakaian yang sesuai untuk Donna.     “Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti kencan kami ya? Membayangkan pria itu datang dengan membawa setangkai mawar lalu ia berlutut memberikannya padaku. Meminta tanganku dan mengecupnya… oh… indahnya,” khayal Donna.     Cassie menoyor kepala sahabatnya untuk membantingnya kembali menginjak bumi. Khayalannya sudah menyentuh langit ke seratus. Donna memegangi kepalanya dan menatap Cassie geram.     “Sudah kuperingatkan untuk tidak berkencan dengan Kak Matthew. Kau tahu dia itu suka menyombongkan diri, tidak bisa menerima pendapat orang lain dan hanya peduli pada dirinya sendiri. Tapi kau malah nekad dan akhirnya bersedia berkencan dengannya,” kata Cassie mengingatkan Donna.     Donna mengulum senyum sambil memainkan ujung bajunya.     “Habisnya, aku suka…” jawabnya sambil tersipu-sipu malu. Cassie hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.     Setelah 30 menit akhirnya Cassie menjatuhkan pilihannya pada mini dress sabrina putih dengan corak bunga-bunga berwarna hijau muda dengan pita di sisi kanannya. Ia tersenyum lalu memberikan dress itu pada Donna.     “Ini cocok untukmu. Warna gaun ini sangat pas untuk kulitmu. Kakimu yang jenjang akan nampak lebih jenjang dan model sabrina ini akan menonjolkan bagian leher dan pundakmu. Cobalah!” kata Cassie sambil mendorong badan Donna untuk masuk ke dalam ruang ganti.     Tak berapa lama Donna membuka pintu ruang gantinya dan keluar dengan tersenyum lebar.     “Cass, bagaimana?” kata Donna seraya memutar-mutar tubuhnya sendiri hingga roknya mengembang.     “Tepat sekali pilihanku!” jawab Cassie sambil mengangkat jempolnya dan tersenyum.     “Ah, aku suka sekali gaun ini. Aku akan langsung membelinya.”     Donna masuk kembali ke dalam ruang ganti untuk mengganti pakaiannya seperti semula. Sementara Cassie, ia menunggu di luar ruang ganti sambil mengamati sekitarnya. Ia menangkap sepasang muda-mudi yang terlihat cekcok. Ia menajamkan indra pendengarannya untuk mendengarkan lebih seksama apa yang diributkan kedua orang itu.     “Kau memang tidak pernah mengerti diriku! Kau jahat!” kata sang wanita sambil menghentakkan sebelah kakinya. Wajahnya sudah merah dan sudut matanya berkaca-kaca. Pria di hadapannya itu menampakkan raut wajah kebingungan.     “Aku salah apa sebenarnya? Mengapa kau bisa bilang aku tidak mengerti dirimu? Jelaskan padaku! Jangan merajuk begini, Sayang.”     “Aku tidak mau bertemu denganmu lagi. Kita putus! Jangan kejar aku lagi!”     Dengan wajah sebal wanita itu pergi meninggalkan pria itu di sana sendirian dengan raut wajah kebingungan. Pria itu menggosok tengkuknya sambil mendengus sebal.     Karena tidak tahan dengan pemandangan yang ia lihat itu, Cassie berdiri dari tempat duduknya dan menepuk pundak pria yang baru saja diputus kekasihnya. Pria itu menoleh ke arah Cassie.     “Kakak, maaf kalau aku ikut campur. Tapi aku ingin memberi saran padamu. Jika kau mendengar seorang wanita berkata ‘jangan kejar aku’ lalu ia pergi, itu sebenarnya berarti ia sedang menunggumu mengejarnya kembali.”     “A-apa? Bagaimana kau tahu? Wanita itu memang sulit kumengerti sejak dulu.”     “Tentu saja aku tahu. Aku seorang wanita juga. Sudah, cepat kejar wanita itu sebelum terlambat lalu jelaskan baik-baik padanya sambil mengajaknya makan sesuatu yang manis. Kau masih ingin bersamanya kan?”     Pria itu menoleh ke arah kekasihnya yang sudah mulai menjauh. Ia menoleh ke arah Cassie sekali lagi lalu berlari mengejar kekasihnya. Dan, Cassie melihat keduanya lalu berpelukan di ujung sana. Sepertinya, lagi-lagi ia berhasil membantu orang lain untuk mendapatkan cintanya.     Cassie bernafas lega. Tepukan di pundaknya tiba0-tiba membuatnya berjingkat kaget.     “Kau lihat apa, Cass?” tanya Donna yang sudah selesai membayar pakaiannya.     “Ah, itu… aku tadi baru saja membantu pasangan yang sedang bertengkar untuk rujuk kembali,” jawab Cassie dengan senyum puas.     “Lagi?”     Cassie mengangguk.     “Aku heran padamu. Sudah sekian banyak pasangan yang kau bantu mendapatkan cinta mereka tapi kau sendiri? Kapan kau akan membantu dirimu untuk mendapatkan cintamu huh?”     Cassie hanya tersenyum lalu mengendikkan bahunya.     “Cinta itu datang tepat pada waktunya. Ketika kau siap,” jawab Cassie enteng lalu pergi mendahului Donna.     Ketika keluar dari mall, keduanya melihat sepasang muda-mudi seusia mereka sedang bergandengan tangan lewat di hadapan Cassie dan Donna.     “Eh, bukankah itu Ryan dan Annie?”     Cassie tersenyum sambil mengangguk. Donna menatap pasangan itu dengan kebingungan. Keduanya tidak pernah akur di sekolah tapi kini keduanya menjadi sepasang kekasih. Ini sungguh aneh, kecuali…     “Cass, kau yang membantu mereka supaya bersama ya?”     “Iyap. Bagaimana kau tahu? Aku hanya mengingatkan Ryan untuk mengurangi kata-kata kasarnya ketika berhadapan dengan Annie. Dan, aku juga mengingatkan Annie untuk sedikit menurunkan intonasi ucapannya ketika berhadapan dengan Ryan. Itu saja. Aku tidak menyangka ternyata efek dari saranku sebesar itu,” jawab Cassie dengan senyum puasnya.     Donna hanya menganga mendengarkan penuturan Cassie. Sahabatnya ini memang ajaib. Dengan semua sarannya, seseorang bisa mendapatkan cintanya. Entah mereka yang saling menyukai tapi tidak saling memahami atau mereka yang sudah berpasangan tapi bertengkar atau bahkan mereka yang masih tahap pendekatan pada lawan jenisnya. Mereka semua yang datang pada Cassie pulang dengan keberhasilan di tangan.     Ia bangga karena ia bersahabat dengan Sang Guru Cinta, Cassidy Edwards Johnsons. ***     Pagi itu di kampus gossip mengenai Ryan dan Annie yang menjadi sepasang kekasih menjadi pembicaraan hangat. Semua orang terheran-heran bagaimana bisa Ryan dan Annie yang setiap hari seperti anjing dan kucing sekarang malah menjadi sepasang kekasih.     “Bagaimana bisa mereka menjadi sepasang kekasih?” tanya seorang pemudi berbadan gendut dengan    kuncir dua di sisi kanan dan kiri kepalanya.     “Itu karena Ryan dan Annie sebenarnya saling menyukai. Hanya saja mereka tidak saling paham karena keduanya salah mengkomunikasikan isi hatinya,” jawab pemudi lain yang berambut pendek.     “Wah… hebat sekali. Lalu bagaimana mereka akhirnya bisa sadar kesalahan masing-masing?” tanya pemudi berbadan kurus.     “Itu karena Cassie,” jawab si rambut pendek.     “Cassie???” sahut si gendut dan si kurus bersamaan.     “Memangnya siapa Cassie?”     “Kau tidak tahu siapa Cassie?” tanya si rambut pendek. Ia pikir mereka aneh tidak mengenal Cassie yang sangat tersohor di kampus itu.     Si rambut pendek menunjuk ke arah Cassie yang berjalan menyusuri koridor gedung dengan kedua sahabatnya. Gadis itu berparas cantik, berambut panjang sebahu dengan senyuman selalu mengembang di wajahnya dan badannya memang tidak terlalu tinggi namun proporsional. Dan bagian yang membuatnya mempesona adalah mata coklat terangnya yang jarang dimiliki oleh orang Asia, warisan dari Ibunya.     Beberapa orang kini sudah antri di hadapan Cassie untuk berkonsultasi tentang hubungan percintaan    mereka. Begitulah Cassie. Gadis itu memiliki mimpi yang sangat besar, membantu semua orang mendapatkan cintanya. Ia sangat rendah hati, ramah dan bersedia menolong siapapun yang datang padanya tanpa membedakan latar belakang budaya ataupun karakter.     Ia begitu disegani oleh banyak orang. Namanya begitu terkenal di kampusnya sebagai Sang Guru Cinta. Saking terkenalnya, para dosen yang kesulitan mendapatkan cintanya pun berkonsultasi pada Cassie.     Bagi orang- orang di sekitarnya, Cassie telah berjasa besar dalam hubungan cinta mereka. Namun tidak bagi Cassie. Ia masih memiliki mimpi besar yang ingin diwujudkan. Memiliki kelas cinta dan mengajar lebih banyak orang agar bisa mendapatkan cintanya.   A/N: Siapa sih yang nggak pengen dibantu masalah cintanya? Seandainya kalau Cassie ada di sekitar kita, bisnisnya laris kali ya… hehe
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD