Chapter 1

1631 Words
-Setiap orang berhak mendapatkan cintanya, siapapun mereka dan bagaimanapun latar belakang mereka.-       Cassie kecil duduk di sebuah bangku panjang sambil menikmati sandwich buatan Ibunya. Ibunya berada di sebelahnya sambil memperhatikan buku agenda si gadis kecil. Sambil terus mengunyah, mata gadis kecil itu terarah pada sosok anak laki-laki gendut dengan mata sangat sipit dan memakai kacamata bundar mirip boboho. Anak laki-laki itu membawa balon berbentuk hati berwarna pink dan di tangannya membawa sebuah kado lalu dengan malu-malu ia memberikan balon itu pada seorang anak perempuan sebayanya.     Anak laki-laki itu maju dengan malu-malu dan memberikan semua hadiah itu pada anak perempuan di hadapannya. Tapi anak perempuan itu malah melengos dan mengatainya dengan kasar, “Kamu itu sudah gendut, jelek, anak manja pula! Aku tidak suka sama kamu! Huh!” Anak perempuan itu pergi meninggalkan anak laki-laki itu tanpa peduli ia menangis bombay di sana. Anak laki-laki itu hanya ingin menjadi teman bagi si anak perempuan. Tapi, ia tertolak.     Melihat pemandangan itu, Cassie jadi merasa iba. Cassie menarik lengan baju Ibunya yang sedari tadi sibuk melihat buku agenda sekolahnya.     “Ma, mengapa sih orang jelek, gendut, botak seperti anak lak-laki itu selalu tidak disukai?” tanya Cassie sambil menunjuk pada anak laki-laki gendut di hadapannya.     “Hahaha… Mengapa kau bertanya seperti itu?” Cassie menunjuk anak laki-laki gendut di seberang sana.     “Itu teman Cassie, Ma. Teman sekelasnya tidak ada yang suka padanya. Cassie kasihan sama anak itu, Ma.”     “Memang kenapa dia tidak punya teman?”     “Teman-teman bilang orang jelek tidak boleh punya teman. Hanya orang cantik dan tampan yang boleh punya teman.”     Ibu Cassie tertawa lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.     “Mama jadi ingat ada sebuah cerita yang pernah Mama dengar dulu,” kata Cicilia, Ibu Cassie sambil mengelus rambut Cassie dengan lembut. Cassie menghabiskan suapan terakhir sandwich’nya dengan mulut tersumpal roti, ia menatap Ibunya dengan berbinar seolah ingin mendengarkan cerita itu.     Cicilia mengambil botol air minum Cassie dan memberikannya pada Cassie. Gadis itu menenggak cepat isinya.     “Ma… ayo ceritakan padaku!” kata Cassie sambil belepotan. Cicilia membersihkan sudut bibir Cassie dengan tissue sambil melanjutkan ceritanya.     “Ada seorang guru yang sangat hebat. Ia sangat dicintai orang-orang karena pengajarannya yang bagus. Ia terkenal ke mana-mana dan selalu dikerumuni orang-orang yang mau mendengarkan pengajarannya. Suatu kali ia datang ke sebuah kota dan seperti biasa semua orang mengerumuninya untuk mendengarkan pengajarannya.” Cicilia berhenti sejenak.     “Lalu, Ma?”     “Di tengah kerumunan itu ada seorang laki-laki yang pendek, jelek dan tidak disukai orang-orang. Laki-laki ini ingin mendengarkan guru besar itu tapi ia tidak bisa melihat guru itu karena tubuhnya yang pendek. Ia naik ke atas pohon agar bisa melihat sang guru. Semua orang mengejek apa yang dilakukan oleh pria pendek itu di atas pohon. Sang Guru melihatnya di atas pohon. Ia memanggilnya turun dan betapa mengejutkan yang dilakukan oleh Guru itu. Bukannya menjauhi pria itu atau memarahinya atau bahkan memakinya, Guru itu berkata ia mau menjadi sahabat bagi laki-laki pendek itu. Semua orang-orang terheran-heran dengan yang Guru itu lakukan. Kau tahu apa sebabnya, Cassie?”     Cassie menggeleng.     “Guru itu mengajarkan pada orang banyak itu bahwa setiap orang itu berhak untuk dikasihi. Berhak untuk dicintai dan mendapatkan cinta mereka. Bagaimanapun buruknya rupa mereka, bagaimanapun bentuk badan mereka bahkan bagaimanapun masa lalu mereka, setiap orang berhak mendapatkan cinta dari orang lain. Dan yang terpenting dari cerita itu adalah bagaimana sikap kita setelah mendengarkan ceritanya. Maukah kita juga belajar melakukan yang Guru besar itu lakukan. Bagaimana menurutmu, Sayang?” tanya Cicilia sambil mencubit kecil pipi Cassie.      “Wahhh…. Cerita yang bagus. Cassie ingin jadi seperti guru itu, Ma. Mengajarkan tentang cinta dan membuat orang lain bisa merasakan apa itu dicintai.”     "Kalau begitu, kejarlah mimpimu. Wujudkan dan bantu banyak orang untuk bisa merasakan apa itu cinta," kata Cicilia sambil mencium pucuk kepala putrinya.      Cassie terbangun dari mimpinya. Mimpi yang sangat indah karena di sana ia bisa bertemu dengan Ibunya lagi setelah sekian lama. Kini rasa rindu itu kembali menghampirinya. Sangat. Cicilia, Ibunya, adalah wanita pertama yang memberinya mimpi itu. Mimpi untuk membuat semua orang bisa merasa dicintai. Dan, mimpi itu yang ia pegang hingga hari ini.        Cassie melirik foto keluarga di atas meja kecil sisi ranjangnya. Ada tiga orang di sana, dirinya, ayahnya dan ibunya. Ia melihat foto itu dan tersenyum.      “Papa, Mama, Cassie akan berjuang meraih mimpi. Doakan Cassie dari sana ya!”      Ia mengambil foto itu dan mengecup foto ayah dan ibunya bergantian lalu bersiap menuju ke kampusnya.      Ia keluar dari kamarnya dan di sana sudah ada Steward dan Jollyn, orangtua angkatnya dan Nico, kakak angkatnya. Ya, Cassie kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah kecelakaan mobil dan keluarga Johnsons yang adalah sahabat ibunya inilah yang mengadopsinya. Tinggallah Cassie di sini bersama dengan mereka selama belasan tahun.      “Pagi, Pa, Ma dan Kakak kesayangan!” sapa Cassie sambil mencium pipi Steward dan Jollyn bergantian lalu beranjak pada Nico yang langsung menutup pipinya dengan telapak tangannya. Ia enggan dicium oleh Cassie.      Cassie sebal karena Nico tidak mau menerima sapaan selamat paginya. Ia menarik telapak tangan Nico, tapi Nico menaikkannya lagi. Begitu terus tanpa ada yang mau mengalah. Mereka berdua seperti sedang beradu silat dengan kedua tangan mereka sambil tertawa. Itu pemandangan indah di pagi hari bagi Steward dan Jollyn. Walau Cassie bukan anak kandung mereka tapi mereka menyayangi Cassie seperti anak mereka sendiri.     “Sudah… sudah. Ayo makan. Nanti kalian berdua terlambat ke kampus,” kata Jollyn membuyarkan permainan kedua kakak beradik itu.     Nico berhasil meloloskan tangannya lalu mengacak-acak rambut Cassie yang sudah disisir rapi.     “NICO!!!!” teriak Cassie tidak terima karena ia sudah susah payah menata rambutnya lalu dikacaukan begitu saja oleh tangan jahil Nico. Nico terkekeh.     Jollyn memegang pundak Cassie lalu membawanya duduk di kursinya.     “Papa hari ini akan pulang malam karena harus menyelesaikan penelitian. Kalian berdua yang akur. Jangan buat keributan,” pesan Steward.     Steward Johnsons adalah ilmuan sekaligus dokter kenamaan Singapura yang sudah melanglang buana karena penemuannya di bidang kedokteran. Sebagai seorang ilmuwan, ia jarang sekali bisa berada di rumah dan berkumpul bersama dengan keluarganya. Jadi pemandangan pagi ini adalah hal yang sangat langka bagi Steward namun ia sangat menikmatinya.     Sebelum menjadi istri Steward, Jollyn adalah asisten penelitian Steward di laboratoriumnya. Mereka kemudian menikah dan kini Jollyn juga ikut membantu Steward dalam penelitiannya. Keduanya sungguh    tak bisa dipisahkan.     Bagaimana dengan Nico? Nicolas Johnson adalah pria berotak encer, bertinggi sekitar seratus delapan puluh dan memiliki senyumannya yang bisa membuat semua wanita menggelepar. Tulang rahangnya tegas, matanya sangat tajam. Sekali orang melihatnya, mereka pasti langsung tahu bahwa Nico memiliki pendirian yang sangat kuat dan pemikiran yang cerdas. Kedua alisnya tebal dan berbaris rapi. Hidungnya beberapa senti lebih tinggi dibandingkan pria Asia pada umumnya. Pria itu memang adalah idaman para wanita.      Bahkan di masa remajanya, Nico sering mendapatkan surat cinta atau mendengar pernyataan cinta dari para wanita. Sejak kecil ia menjadi idaman para wanita. Penampilannya yang terkesan cool  namun otaknya cemerlang ternyata menjadi daya tarik tersendiri. Bagi banyak wanita, Nico adalah sosok yang sangat maskulin. Sayangnya, pria itu memang tidak mudah tersenyum      Ia hanya menunjukkan senyumnya pada orang-orang tertentu. Mungkin hanya Cassie dan keluarganya yang paling sering melihat senyum pria itu. Pria menawan itu kini sedang berjuang menuntaskan kuliahnya di jurusan kedokteran, mengikuti jejak ayahnya. Namun ia tidak berminat sama sekali untuk merambah dunia penelitian seperti Steward.        Sementara Cassie? Ia sendiri adalah mahasiswa tingkat awal di jurusan psikologi. Namanya begitu tersohor di kampusnya karena ia begitu digilai oleh banyak pria di sekitarnya. Bagaimana tidak? Cassie adalah wanita cantik, ramah, suka membantu semua orang tanpa memandang latar belakangnya, periang dan satu hal lagi, ia pandai dalam memberi nasihat khususnya urusan cinta. Di kampus bahkan ia dijuluki Sang Guru Cinta.     Meskipun gadis itu sudah menolong banyak orang, tapi hingga kini belum ada satu orang pria pun yang berhasil menaklukkan hati Cassie. Entah karena apa. Tidak kurang pria tampan, pandai dan kaya yang terang-terangan mendekatinya. Tapi Cassie hanya menanggapi semua laki-laki itu dengan senyuman dan malah mencarikan jodoh mereka dengan wanita lain.         Cassie masuk ke dalam kampusnya. Di depan pintu gerbang ia ditunggu oleh kedua sahabatnya, Donna dan Ning Fang. Keduanya melambaikan tangan ketika melihat Cassie berjalan masuk.     Cassie langsung menggamit lengan kedua sahabatnya itu.     “Cas, pilihkan jodohku! Kakak kelas yang kemarin ternyata seperti dugaanmu. Ia tidak cocok untukku. Ia terlalu egois. Dia hanya mau pamer semua kehebatannya padaku dan aku muak. Aku tidak suka!” gerutu Donna sambil merajuk.     Cassie hanya tertawa.     “Benar ucapanku kan? Dasar kau tidak percaya pada sahabat sendiri,” sahut Cassie.     “Lalu seperti apa jodoh yang baik untukku?” tanya Donna lagi. Ning Fang hanya mendengarkan. Ia memang tidak banyak bicara tapi ia lebih suka mendengarkan.     “Kau, Donna! Kau itu sebenarnya masih kekanak-kanakan, plin plan, mudah ikut arus, dan cenderung emosional. Kau membutuhkan sosok pasangan yang lebih dewasa, mampu memimpinmu dan mengarahkanmu.” Donna hanya mengangguk-angguk mengiyakan.     “Dan kau, Ning Fang. Kau itu sangat serius, teliti, detil dan sangat kaku. Kau membutuhkan seseorang yang humoris, yang berbeda dari yang lain dan bisa membuatmu mengecap hal-hal baru.” Ning Fang juga merespon sama seperti Donna.     Rombongan gadis itu dicegah masuk ke dalam ruangan oleh seorang gadis berambut panjang dengan pita pink di sisi kepalanya yang sekarang terlihat seperti sedang marah. Ia memandang Cassie dengan tajam dan memajukan langkahnya mendekati Cassie dengan pose seperti sedang menantangnya.     Donna buru-buru menahan bahu gadis pita itu agar menjauh dari Cassie. Ning Fang menarik Cassie mundur selangkah. Takut gadis itu bertindak berlebihan pada Cassie.     “Cassie sialan! Kau berkata kau akan menjodohkan aku pada Nico. Ternyata kau berbohong. Nico menolakku di pertemuan pertama kami. Apa-apaan ini?” marah gadis itu pada Cassie. Ia merasa Cassie berbohong padanya.  A/N: Ups... uda ada masalah. Masalah apa ya kira-kira? Jangan lupa follow Author dan tap Love buat semua kisah Author ya... Author sayang kalian semua...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD