3. Pertemuan

897 Words
Keadaan terasa sangat nyaman, apalagi setelah mengisi perut dengan jamuan makan malam. Semua tampak tersenyum senang, kecuali dua orang yang menjadi korban dari perjodohan. Azel dan Zavier sama-sama memilih untuk diam dan mendengarkan perbincangan kedua orang tua mereka mengenai konsep dan tanggal yang tepat untuk hari pernikahan. "Za, ngomong dong." Bisik Abi pada putra tunggalnya itu. Zavier melirik Azel sekilas. Dirinya benar-benar merasa kurang beruntung, ternyata benar, wanita yang meneriakinya di jalan adalah calon istrinya sendiri. Ia tidak bisa membayangkan betapa bar-barnya gadis itu nanti. "Om, Panggilnya pada orang tua Azel. Mendengar Zavier mengeluarkan suara, tubuh Azel menegang seketika. Sangat tidak nyaman, bertemu dengan orang yang hampir saja dirinya maki di jalanan. "Ada apa, Za?" Tanya Nicko. "Apa aku boleh mengajak Azel keluar untuk makan siang, besok?" Azel langsung mengangguk setuju. "Boleh, pasti boleh." Sahut Azel menjawab. Pasalnya ia juga harus membicarakan sesuatu dengan pria itu. Zavier menghela nafas pasrah. "Lihatlah, betapa agresifnya dia." Gumamnya sangat pelan. Nicko terkekeh pelan melihat putrinya bersemangat untuk pergi bersama calon suaminya. Dengan seperti itu, kemungkinan pernikahan ini terjadi sangatlah besar. "Tadi kamu ngobrol apa aja sama Mamahnya Azel di kamar?" Tanya Nicko karena Rena hanya  membiarkan Zavier yang masuk ke dalam kamar. Azel yang penasaran langsung memasang indera pendengaran dengan fokus. "Tante Rena cuma bilang, setelah menikah nanti, tolong jaga Azel dengan baik. Azel mungkin keras kepala, tapi hatinya sangat lembut, dia mudah menangis. Tolong bersabar dalam membimbingnya. Hanya itu," jawab Zavier. Azel terdiam. "Terus kamu jawab apa?" Tanya Nathalie. Zavier kembali melirik Azel yang sedang menatap kosong lantai di sela kakinya. "Zavier akan melakukan yang terbaik." Jawab Zavier. Nicko tersenyum senang. Nathalie meraih tangan Azel dan mengusapnya dengan lembut. "Kenapa sedih? Hn?" Azel menatap calon Ibu mertuanya itu. "K-kalau aku menikah, yang nemenin Mamah aku siapa, Tante? Mamah kan lagi sakit..." Zavier tersenyum miring. "Keluyuran." "Heh, aku gak sering keluyuran yah!" Sahut Azel kesal. "Tadi gak sengaja aja ketemu." "Eoh?" Orang tua mereka saling memandang tak percaya. "Kalian sempet ketemu?" Tanya Abi. "Bagus dong," "Iya, bagus." Ucap Zavier. "Teriak-teriak di jalan." Azel menatap pria itu tak percaya. "Hey, kamu yang duluan nyalip!" Ujarnya. "Motor kalian jalannya ditengah. Ngabisin jalan." Ucap Zavier. Azel mendengus kesal. "Tunggu, 'motor kalian' maksudnya?" Bingung Nicko. Zavier melirik Azel yang memintanya untuk diam. "Azel with her boyfriend." Ucap Zavier menjawab. Azel mendesah pasrah. "Aku bahkan gak punya pacar." Nicko mengangguk setuju. "Mungkin yang Zavier lihat adalah Clark, dia teman Azel. Hanya dia yang bertahan menjadi temannya, sisanya selalu pergi setelah memanfaatkan Azel." Ucap Nicko. Banyak yang ingin berteman dengan Azel hanya untuk menaikan followers saja. Setelah itu, entahlah. Abi merangkul bahu putranya. "Mungkin Zavier cemburu, karena calon istrinya bersama pria lain." Ucapnya. Tenggelam. Tolong tenggelamkan Zavier sekarang. Dia merasa dipermalukan oleh Ayahnya sendiri. Ayolah, apakah ada yang lebih menyedihkan dari itu? Azel menatap Zavier dengan tatapan mengejek. Dan pria itu hanya bisa diam jika tidak ingin mendapatkan cubitan pada lengannya dari sang Ayah. "Azel juga harus sabar ngadepin Zavier, dia kalo bicara kadang gak pake basa-basi. Terus kalau nanti kerjanya kayak orang kesurupan tolong suruh dia istirahat. Kalau Zavier marahin kamu, bilang sama Tante. Okay?" Ucap Nathalie. Azel hanya bisa mengangguk. Setidaknya calon mertuanya baik. Tidak seperti di sinetron-sinetron india yang ditontonnya. Abimanyu melirik jam di tangannya. Ternyata sudah semakin malam, mereka harus segera berpamitan untuk pulang. "Baiklah, jadi kita sudah sepakat bahwa minggu depan pernikahan akan dilaksanakan. Semoga semuanya berjalan dengan lancar." Ucap Nicko penuh harap. "Semoga..." Sahut Abi dan Nathalie. Zavier dan Azel hanya saling menatap tanpa ekspresi. Setelah dirasa semua hal yang diperbincangkan telah selesai. Zavier dan keluarga berpamitan untuk pulang karena esok harinya masih harus disibukkan oleh pekerjaan. Apalagi Zavier. Pria itu selalu menyibukkan diri. ***** Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam dan Azel masih belum bisa tidur. Setelah perbincangan tadi, sudah dipastikan bahwa pernikahannya bersama Zavier akan terjadi. Ia tidak bisa menunggu waktu hingga esok untuk bertemu dengan Zavier. Tapi melihat waktu, ini sudah terlalu malam. "Coba aja kali yah, siapa tahu dia masih bangun." Pikirnya seraya mencari nomor Zavier yang telah di simpannya di kontak, tadi. Tutt... Tutt... Tu-- "Halo? Dengan siapa ini?" Azel memutar bola mata sebal. "Lo--maksudnya k-kamu belum nge-save nomor handphone aku?" "Siapa?" "Ini aku, Azel." "Oh." Azel mendengus kesal. Menyebalkan sekali. "Aku gak bisa nunggu besok, i wanna talk about something." "Me too." "Kalau gitu aku duluan, aku mau--" "Besok. See you." Dan, Tutt... Tutt... Zavier mematikan ponselnya secara sepihak dan itu membuat Azel menghela nafas frustasi. Lalu sebuah pesan masuk. "Zavier..." Gumam Azel seraya membuka pesan tersebut. From: Zavier. Gak sopan mengganggu jam istirahat orang lain. "Aish... Kirain apaan." To: Zavier. Ya maaf. From: Zavier. Lain kali, gunakan maaf ya, bukan ya maaf. "Salah mulu gue," bingung Azel. Akhirnya Azel memutuskan untuk memaksakan diri untuk bisa tidur. Menunggu besok, lebih tetapnya jam makan siang. "Semoga tuh orang bisa nepatin janji buat dateng, awas aja kalau tiba-tiba batal. Gue datengin ke kantornya, liat aja." Gumamnya dalam hati. Dan di tempat lain, terlihat Zavier yang sedang sibuk dengan ponselnya. Ternyata ia sedang mendengarkan voice note yang dikirimkan sahabatnya. "Sharllote, ada-ada aja." Gumamnya seraya menyimpan ponselnya di atas meja tanpa membalas pesan suara yang dikirimkan sahabat masa kecilnya itu. Zavier bahkan belum memberitahu kabar dirinya yang akan menikah dalam waktu dekat ini. Zavier kembali teringat pada gadis yang akan menjadi istrinya nanti. "Model! Dia harus berhenti." Ucapnya dalam hati. Akhirnya, mereka berdua saling memikirkan satu sama lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD