BAB 3 - CALON ISTRI

1015 Words
Hanya bisa duduk diam menahan kecanggungan, Tania terdiam dan masih terlintas dipikirannya perihal Alvin yang menyinggung dirinya sebagai calon istri Tania. Tania terus berpikir, jadi jika dia tidak serius disekolah barunya mamanya akan menikahkan dirinya dengan guru matematikanya itu? "Yang benar saja." gumam Tania pelan. "Kenapa sayang?" tanya mama Tania sambil menepuk dengkulnya. Tania hanya cengengesan. Dilihatnya Alvin dan tante memperhatikan Tania dengan ekspresi wajah yang tak Tania pahami. "Vin mama jadi curiga kamu habis usilin Tania ya?" tegur tante Yunita, mendengar hal tersebut Tania langsung menoleh ke arah Alvin yang tengah memasang wajah datarnya. "Gak lah mam, ngapain juga." jawab Alvin menyangkal perkataan mamanya. Tania pov Okay, Alvin Darren tunggu saja pembalasanku. Bisa-bisanya dia mengejutkanku dengan menyebutku sebagai calon istrinya. Dan sekarang dia malah diam bungkam seolah tak ada hal yang terjadi usai perkataannya di dapur tadi. "Jadi kamu mau ngerjain gue? Oke gue ikutin alur permainan ini." batinku sambil tersenyum smirk. Kalau memang benar kedua orang tuaku dan orang tua Alvin berniat untuk menikahkan kami kedepannya, aku akan membuat Alvin jatuh cinta kepadaku lalu akan meninggalkannya. Bukankah ini rencana yang hebat? Aku tersenyum puas karena tiba-tiba saja ide hebat ini mengalir begitu saja di otakku. Untuk ukuran wanita kelas atas sepertiku ini, menaklukan seorang Alvin Darren tidaklah susah. Aku menoel lengan mama kemudian berbisik "Mam ayo pulang, Tania mules nih." ucapku berbohong pada mama, agar kita bisa segera pulang. "Sakit perut lagi? Mama sudah sering ngomel jangan jajan sembarangan, kamu masih saja bandel." omel mama. Ide yang buruk, mama bukannya langsung mengajakku pulang. Ia justru mengomeliku di depan tante Yunita dan Alvin. Rasa malunya membuatku ingin segera membuang mukaku jauh-jauh. "Tania sakit? Vin kamu anterin dia pulang gih." kata tante Yunita memerintahkan putranya yang notabenenya guru matematika disekolah baruku itu untuk mengantarku pulang. Oh tidak! "Oh, gak usah tante.. Tania masih bisa pulang sendiri kok." tuturku sambil berpura-pura memegangi perutku, aku terus menoel mama agar kuta bisa segera pulang ke rumah secepatnya. "Udah vin, kamu antar aja Tania. Mama masih ada hal penting yang mau di obrolin sama tante Dewi." Mendengar hal tersebut Alvin pergi dari ruang tamu, dan masuk kedalam rumahnya. "Gue tahu pasti lo ogah nganterin bocah ngerepotin kayak gue." batin Tania sambil tersenyum lebar. Nyatanya, tak perlu waktu yang lama, Alvin kembali lagi dengan memakai jaket hitamnya dan kunci mobil yang sudah ada ditangannya. Ia bergerak menghampiriku sambil tersenyum. Senyuman itu palsu, Tania kesal, dia tahu kalau Alvin hanya ingin mempermainkannya. Alvin dengan gaya sok coolnya mengulurkan tangannya kepadaku. "Ayo pulang, gue antar ke rumah lo dengan selamat sampai tujuan." ujarnya sok iya. Tolong, aku butuh kantong plastik untuk muntah sekarang juga. Aku melihati kearah mamaku yang sudah tersenyum senang begitu pula dengan raut wajah tante Yunita. Sial, kedua emak-emak ini telah bersekongkol dan kekuatan mereka terlalu overpower untuk dilawan. Aku meraih tangan Alvin dan bangkit dari dudukku. "Kalau begitu Tania pulang dulu ya tante." pamitku pada tante Yunita. "Iya.. Hati-hati di jalan ya sayang." jawab tante Yunita. Aku berjalan keluar dari rumah kediaman tante Yunita dan pak guru menyebalkanku ini. "Kayaknya tangan lo ini udah betah banget ya genggam tangan gue." ujar Alvin. Dengan gerak cepat aku mengibaskannya. Baru tersadar kalau sedari tadi tanganku saling mengenggam dengan tangan guruku itu, Alvin tetap memasang ekspresi datarnya. Najis banget deh. Dia bersikap seolah aku menyukainya dan itu menjengkelkan. "Tunggu sini, gue ambil mobil dulu." kata Alvin, dia berlari kecil menuju ke mobilnya. Bodo amat, mau dia ambil mobil, ambil gerobak, ambil pancing. Aku tak peduli. Aku berdiri sambil menyilangkan tanganku, tujuan utamaku untuk menjemput mama pulang dari arisanpun malah berganti haluan menjadi seperti ini. Dan tentunya semua kejadian yang terjadi hari ini adalah hal yang sangat tak disangka olehku. Ketika mobil Alvin bertengger di depan Tania berdiri, ia langsung berjalan menuju ke pintu mobil bagian penumpang, namun terkunci rapat. Tok.. Tok.. Geram. Akupun mengetuk pintu mobil Alvin, kemudian ia menurunkan kaca mobilnya perlahan, Alvin menurunkan kacamata hitamnya, melirik padaku. "Ada apa?" tanyanya. Jelas-jelas dia sudah sangat sadar dan mengetahui kalau aku tadi mencoba untuk membuka pintu belakang untuk duduk disana, masih sempat juga dia bertanya seperti itu. "Lo niat antarin gue pulang kagak sih? Kalau emang gak ada niatan, mending lo balik aja, sebel banget gue." omelku pada Alvin, tak menyangka aku bisa mengomel pada seorang yang notabenenya guruku sendiri itu. "Gue antar,gue gak mau lo duduk belakang. Lo kira gue supir?" seru Alvin. "Iya lah lo supir. Kan mau anter gue pulang." jawabku dengan santai. Savage sekali seorang Tania Valerie. Untuk kedepannya nanti aku sudah tidak mengharapkan nilai baik muncul pada mata pelajaran khususnya matematika. Selain jiwa bar-barku yang sudah menjalar untuk menghujat guru matematikaku tadi, aku pasti sudah di cap sebagai murid yang akhlakless a.k.a gak ada akhlak. Aku membuka pintu mobil depan dan melihat Alvin yang melihat fokus kearah depan. "Sudah?" tanya Alvin saat aku sudah menutup pintu mobilnya. Aku menaikkan alisku sekali. "Udah." jawabku singkat. "Ya sudah lo boleh turun kalo udah." ujarnya. Okay, jokesnya sangat tidak lucu sedikit pun. "Bisa gak sih langsung lajuin mobilnya dan gak pake bacot mulu?" ocehku padanya. Sreek.. Alvin bergerak mendekat kepadaku, wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahku. Dan tangan spontanku sangat cepat tanggap sekali. Dug! "Aw!" keluhnya tampak kesakitan. Aku mendorong kepala Alvin lumayan keras hingga terdengar suara benturan kepalanya yang mengenai dashboard mobil. krieet.. Suara sabuk pengaman itu beriringan dengan suara benturan kepalanya yang mengenai dashboard itu. "Pasang safety beltnya, kalo gak mau dipasangin bilang. Gak udah jedotin kelapa orang. Itu namanya kekerasan." oceh Alvin. "Ceramah pak haji? Buruan berangkat, gue udah mau boker rasanya." ucapku pada Alvin. "Iya nih lagi ceramah. Apa gak mau sekalian dengar siraman rohani dari calon suami kamu ini?" Alvin malah tampak senang mengerjaiku. "Aaa buruan langsung berangkat aja gitu bisa gak sih? Apa lo emang mau gue b***k sembarangan beneran di mobil lo?" ancamku, Alvin yang bertingkah sok mau menjahiliku itu tentunya tidak bisa. Karena aku bisa lebih jahil darinya. -o0o- "Hei bocah! Jangan lupa belajar ya. Gue gak mau calon istri gue gak bisa kerjain soal di papan besok." pesan Alvin seusai dia menurunkanku dari mobilnya tepat di depan gerbang rumahku. "Eh, lo gak usah pakai tandai gue segala. Gila aja gue kerjain soal papan." jawabku sinis. Aku sudah tidak paham lagi dengan jalan pikiran Alvin yang bisa-bisanya, orang seperti dia tertarik untuk mengerjai dan usil padaku. Akan tetapi tenang saja, seorang Tania Valerie tidak akan berdiam diri dan hanya akan duduk diam saja saat dirinya di tindas. - Boleh gak sih baperin guru sendiri, setelah itu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD