"Karena bell istirahat telah berbunyi, saya akhiri pertemuan kita kali ini!" Guru dengan kacamata tebal itu akhirnya pergi meninggalkan kelas dengan menatap prihatin siswa hanya tinggal separuh. Entah kemana semua isi penduduknya.
Sebanarnya tidak masalah, karena hal ini sering terjadi. Dinasehati pun sudah. Namun yang membuat sang guru itu takjub adalah seorang siswa yang tengah menelungkupkan wajahnya diatas tas. Tidur. Tumben sekali, biasanya sebelum bell masuk siswa itu malah sudah tidak ada dibangkunya lagi.
“Sekarang kalian boleh istirahat!”
"Yeeee! Akhirnya bebas jugaa!"
"Bakso Bude, i coming!"
"Mulut gue asem banget, nyebat jangan?"
Dengan semangat menggelora, para siswa-siswi yang sedari tadi menahan kantuk dan lapar akhirnya terbebaskan juga. Mereka berhamburan keluar kelas, layaknya manusia yang tidak makan sebulan.
"Ken! Udah bell, kantin gak?!" Keenan menepuk kencang pundak Arken. Laki-laki itu tertidur saat Guru baru saja masuk kedalam kelas dan mengucapkan salam. Sebuah rekor untuk teman sebangkunya itu.
"Udah subuh emang?"
Keenan berdecak, ingin menggeplak sebenarnya namun karena pria itu adalah teman satu-satunya, jadihnya ia tahan. “Ckk. Enggak baru mau malam!" sahut pria berambut pirang itu. Sedangkan Arken hanya berguman tidak jelas karena kepalanya yang tertunduk dan tertutup tas sebagai bantal darurat.
"Lo ikut enggak? Gue mau ketemuan sama anak Ipa, sekalian gue kenalin sama cewek gue."
“Hah? Anak Papa?” sahut Arken tidak jelas.
Keenan menghela nafasnya panjang. Beberapa kali menarik nafasnya lalu menghembuskannya lagi. Sebelum akhirnya pria itu mendekat ke arah kuping sahabatnya itu. “Bissmilah.”
“GUE MAU KETEMU SAMA ANAK IPAAAA!”
Arken langsung bangkit dari bangkunya, telinganya terasa berdengung karena mendengar teriakan dari Keenan. Diliriknya sinis sahabatnya itu yang kini malah senyum-senyum setan membuat Arken gemas ingin bergulat dengan Keenan.
Tapi, saat tersadar dengan kata yang diteriakan oleh sahabatnya itu Arken mengerutkan dahinya.
"Anak Ipa? Yaudah ayok!"
Keenan membulatkan mulutnya saat melihat Arken melompat dari bangkunya, laki-laki itu juga berlari menuju cermin kelas dan bersisir disana. Belum lagi gayanya berkaca yang membuat Keenan geli. Belum lagi teriakan-teriakannya pada siswa-siswi yang masih berada didalam kelas.
“Woyy! Ada minyak rambut enggak?!”
“Parfum bagi dong!”
Untung sahabat, kalo gak udah ungsiin tuh anak ke kolong jembatan-Batin Keenan.
"Keen! Gue udah siapp!" seru Arken dari depan kelas. Mukanya terlihat segar, matanya berbinar seperti tak sabar menanti sesuatu disana.
"Perasaan gue yang mau ketemu doi itu gue, kok lo yang semangat bener," komentar Keenan menatap penampilan Arken yang begitu semangat. Sedangkan laki-laki itu hanya menghendikan bahunya acuh, seraya berkata. "Kan perasaan lo aja, jangan baper deh."
"Awas aja lo embat cewek gue!" ujar Keenan garang.
"Gue enggak yakin cewek lo tahan iman waktu ngelihat gue nanti," Arken menepuk-nepuk dadanya bangga. Seraya mengangakat kedua kerahnya dengan sok keren, menurut Keenan.
"Ayokk!" Arken melangkahkan kakinya deluan dengan senyum mempesona, matanya ia kedipkan setiap kali melihat perempuan cantik yang lewat dihadapannya.
"Woy j****y! Bukan kesana tapi ke kantin!" teriak Keenan lantang membuat langkah Arken terhentih. "Bilang dong!" balas Arken dengan teriak dan berbalik menyusul Keenan.
“Mangkanya mata itu dipake buat lihat jalan, bukan buat jelalatan lihat cewek cantik!”
“Eh, gue pake mata buat jalan kok. Kalo lihat cewek canti itu bonus. Kalo bahasa kerennya itu all in one,” sahut Arken yang mendepat dengusan dari Keenan.
Akhirnya Arken dan Keenan beriringan menuju kantin, semua yang berada disana menatap kagum kearah mahluk ciptaan tuhan itu. Bayangkan saja, dua manusia tampan berjalan bersamaan membuat perempuan-perempuan berteriak histeris. "Goda dedek, Bang!"
Keenan menjulurkan tangannya ke salah satu bangku. "Apa?" tanya Arken. Keenan tidak menjawab tapi tangannya tetap terulur menunjuk kearah bangku kantin yang telah diisi dua orang perempuan.
Arken yang melihat dari jauh hanya mengerutkan keningnya saat melihat dua orang perempuan yang sudah ada di meja kantin, salah satunya Arken seperti mengenali. Tubuh tegap yang tak terlalu tinggi, tidak kurus dan tidak gemuk. Rambut yang diikat ekor kuda. Dengan langkah penasaran Arken mendekati meja itu dengan Keenan.
Setelah sampai disana, mulut Arken membulat saat melihat wanita itu. Laras. Laras yang sedang duduk dengan seorang perempuan.
"Laras?" panggil Arken ragu.
Arken memelototkan matanya menatap Keenan. "Lo pacaran sama Laras?!" tanya Arken cepat. Ingatannya kembali pada acara jalan-jalannya, maksudnya, aksi bolosnya dengan Laras di taman kemaren dan kegiatannya lainnya yang mereka lalui bersama. Ehem.
Keenan menampilkan senyum kecilnya lalu duduk disamping perempuan yang tak Arken kenal. "Wah, b***t banget lo! Udah pacaran sama Laras, temannya diembat juga!"
"Siapa yang pacaran sama Keenan?!" tanya Laras tak terima. Wanita itu sedari tadi diam, menahan emosinya dan melampiaskannya dengan menusuk-nusuk bakso yang ia pesan.
"Lo!" balas Arken.
"Bukan gue kadal, tapi Diandra!" seru Laras sambil memukul kepala Arken dengan sendok baksonya. Arken mengalihkan pandanganya pada Keenan yang tengah suap-suapan dengan teman Laras itu.
Sialan banget, Keenan! Pala gue benjol gara-gara dia! -batin Arken.
Arken mendengus lalu duduk dibangku yang telah disediakan. Matanya masih memandang Keenan yang masih bertahan dengan acara suap-suapannya.
Arken lega. Ia tidak tahu kenapa. Ia bahagia. Senyuman tertata di wajahnya dan semakin lebar saat melihat Laras yang sedang memakan baksonya.
"Ras, lo gak mau gue suapin?" tanya Arken beringsut mendekat kearah Laras. Sedangkan Laras mengangkat satu alisnya memandang aneh Arken. Laras juga belum bisa melupakan kegiatan laknat mereka kemaren.
"Lo gak lagi step kan?" tanya Laras sambil mengancakan garpu yang ada ditangannya. Sedangkan Arken menatap ngeri Laras sambil memakan bakso yang menancap pada garpu Laras.
"Emmm, enak banget, Ras. Suapin lagi dong!" seru laki-laki itu sambil menempelkan kepalanya pada pundak Laras. Tidak lupa mendusel-dusel manja membuat Laras ingin sekali menancapkan garpu ini pada kepala Arken.
"Jangan dekat-dekat ah! Geli gue," ujar Laras menjauhkan kepala Arken dari bahunya. Badannya ia gerak-gerakan seperti kemasukan sesuatu. Keenan dan Diandra hanya bisa tertawa geli melihat tingkah Arken dan Laras.
"Ngapain lo ketawa-katawi, gak ada yang lucu," ketus Arken sambil menatap dua sejoli yang sedang tertawa diatas penderitaannya. "Asal kalian berdua tahu ya, Laras itu masih malu mengumbar kemesraan sama gue. Dia bilang hubungan kami itu bukan konsumsi publik, entar banyak yang iri!"
Diandra menatap Laras keget. "Lo benaran jadian sama Arken, Ras? Oh, jadi lo enggak cerita-cerita lagi sama gue?” tanya Diandra sambil menyipitkan matanya lalu tersenyum lebar saat melihat wajah manyun Laras. "Kapan-kapan kita bisa double date?" lanjutnya lagi.
Arken menggelang. "Daripada kencan-kencan gak jelas gitu, mendingan kita main kuda-kudaan gak, Yang?" Arken mengedipkan matanya sambil menatap Laras yang tengah memelototkan matanya.
"Gue terjang pake kuda baru nyaho lo!" seru Laras menatap tajam Arken.
"Jangan salah lo, Ken. Laras ini hebat kalo ngendarain kuda," sahut Diandra membuat Arken menatap tak percaya Laras.
“Mau dong jadi kudanya,” ujar Arken lagi.
“Gue lagi megang garpu, Ken. Lo kalo mau selamat-selamat aja, enggak usah banyak bacot.”
"Kalo kamu hebat apa?" tanya Keenan tiba-tiba pada Diandra. Perempuan itu menggeleng seraya menunduk. "Aku enggak hebat apa-apa, Nan.” Sebanarnya Diandra mau jawab hebat rebahan, tapikan malu.
Keenan mengangkat dagu Diandra. "Tahu gak? Kamu itu hebat bangat mainin hati aku, buat aku gak bisa tidur mikirin kamu dan otak aku gak bisa ngelupain kamu."
"Sumbangannya, Pak, Buk? Ini ada yang butuh recehan."
"Iri aja lo, tutup toples!"
“Iri iji li, titip tiplis,” ujar Arken sambil memonyongkan bibirnya.
Arken dan Keenan saling tatap, matanya beradu, jika berada di pilem-pilem maka akan keluar laser warna-warni dari mata mereka, tidak lupa latar ledak-ledakan yang membahana dan membuat jantung ingin copot.
“Kita adu gombal aja ayok!” sahut Keenan yang merasa masalah mereka tidak akan selesai jika begini. Arken menganggukkan kepalanya cepat. “Oke, siapa takut!”
“Yang kalah isiin bensin yang menang sampe full tank!” kata Arken membuat Keenan mengangguk. “Oke!”
“Gue deluan!” Arken mengangguk saja mendengar Keenan ingin deluan. Dengan wajah sombongnya ia menyenggol lengan Laras. Laki-laki itu mendekat lalu membisikan sesuatu ditelinga Laras. “Nanti waktu gue gombalin, lo bilang ‘ihh Arken romantis banget’ sambil menye-menye juga boleh.”
“Enggak. Peduli.”
“Dii,” panggil Keenan pada kekasihnya.
“Tau enggak bahasa inggris aku cinta kamu?”
“I love you?”
“I love you too.”
Pipi Diandra memerah. Gadis itu menggigit bibirnya malu-malu. Keenan yang melihat itu tersenyum lebar sambil merangkul Diandra. Laras yang melihat tingkah temannya yang seperti kucing kawin menggelengkan kepalanya. Sumpah. Demi apapun Diandra menggelikan.
“Itu gombalan lo?” tanya Arken dengan ekspresi mengejek. “Tahun berapa sih lahirnya bapak Keenan ini?” Keenan mendengus mendengar ejekan Arken.
"Coba lo gombalin Laras?”
"Dia," tunjuk Arken pada Laras. "Cetil banget," ujar pria itu sambil menatap remeh kearah Keenan.
"Laras cantik," panggil Arken. Laras yang mendengar panggilan Arken manatap awas kearah Arken, ada rasa ngeri di hatinya saat pria itu memanggilnya. Apalagi dengan nada yang menggelikan itu.
"Apaa?!" ketus Laras.
"Santai dong, gak usah ngegas! Jadi cewek lima menit aja deh!"
"Lo pikir sekarang gue bukan cewek!"
"Iya, iya. Lo cewek." Arken mengalah karena ia tidak bisa melihat Keenan yang tertawa cekikikan dengan Diandra.
"Sekarang gue gombalin ya."
Dengan pasrah Laras mengangguk, Arken tersenyum senang saat melihat keayuan Laras mulai memancar layaknya lampu yang baru saja diisi pulsa.
"Ras, tahu gak, lo itu hebat banget?"
"Hebat apa?"
"Lo itu hebat banget mukulin gue. Buat gue gak bisa tidur gara-gara badan gue yang nyut-nyutan. Buat telinga gue kesakitan, karena ocehan lo. Buat gue sakit kepala tiap ingat lo!"
"Arken setann!"