bc

Tuan Mafia dan Nona Badut

book_age12+
2.7K
FOLLOW
19.2K
READ
HE
badboy
mafia
drama
enimies to lovers
lies
like
intro-logo
Blurb

Dalam dua puluh enam tahun usianya, Raline merasa keberuntungan pasti sangat membencinya. Namun sebaliknya, kesialan kerap mengintilinya ke mana pun ia melangkah. Bayangkan saja, ia pernah berpacaran selama delapan tahun lamanya dengan Aksa. Namun Aksa malah menikahi Lia yang baru dikenalnya dalam hitungan bulan.

Kesialan lainnya lagi. Moved on dari Aksa, ia berpacaran dengan Heru. Tetapi yang bersanding di pelaminan dengan Heru adalah Lily. Raline tidak mengerti, kesalahan yang ada didirinya, hingga setiap pria yang ia pacari, ujung-ujungnya selalu meninggalkannya.

Hingga takdir lain mulai berkonspirasi dalam kehidupan percintaannya. Ia dilamar dalam kurun waktu empat menit oleh Axel Delacroix Adams. Seorang mafia s***s sekaligus kakak laki-laki Lily, rivalnya, sebagai ganti uang dua milyar untuk membayar hutang ayahnya.

Seperti apakah takdir cinta Raline kali ini? Akankah ia menerima usul gila Axel yang juga tidak pernah beruntung dalam masalah asmara, atau ia menolaknya karena takut menjadi istri seorang mafia?

Cerita ini akan mengisahkan tentang jodoh yang sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa. Bahwasanya jodoh itu tidak bisa dipaksa, dijebak apalagi dikejar dengan berbagai cara. Karena sejatinya jodoh akan datang di saat hatimu telah siap dan waktu yang tepat."

chap-preview
Free preview
Chapter 1. Bangkrut.
Raline memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul 19. 30 WIB. Berarti ia telah menghabiskan waktu kurang lebih sepuluh jam untuk mencari pekerjaan. Ia keluar rumah pada pukul 09.00 WIB tadi pagi. Sialnya dalam kurun waktu sepuluh jam itu, ia belum juga mendapat pekerjaan. Raline melirik pos Satpam di depan pintu gerbang yang kosong melompong. Tidak tampak Pak Udin atau Bang Jaja lagi di sana. Tentu saja keduanya tidak ada lagi di pos Satpam. Mengingat ayahnyanya telah memberhentikan baik itu Satpam, supir ataupun Aristen Rumah Tangga. Semua itu terpaksa ayahnya lakukan demi menghemat pengeluaran. Dengan lesu, Raline membuka pintu pagar dan menutupnya perlahan. Setelah seharian berjibaku dari satu kantor ke kantor lainnya untuk mencari pekerjaan, Raline ingin mengisi perut dan beristirahat. Ia merasa sangat lelah. Mungkin dengan beristirahat ia bisa memulihkan kondisinya. Dengan begitu diharapkan keesokan harinya ia bisa kembali mencari pekerjaan. Baru saja tiba di depan pintu, Raline telah disambut oleh pertengkaran kedua orang tuanya. Akhir-akhir ini kedua orang tuanya kerap berselisih paham. Tepatnya sejak Heru batal menjadi suaminya, karena menikahi Lily. Dengan lepasnya Heru sebagai kandidat menantu potensial, ayahnya sekarang pusing tujuh keliling. Hutang-hutang ayahnya melilit pinggang. Istimewa hutang ayahnya pada Pak Riswan. Dua rentenir langganan ayahnya yang menetapkan suku bunga di atas rata-rata. Dulu ayahnya tenang-tenang saja terus dan terus meminjam uang panas pada Pak Riswan. Ayahnya mengira Heru akan melunasi semua hutang-hutangnya setelah Heru menjadi menantunya. Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Rencana pernikahan mereka gagal karena Heru jatuh cinta pada Lily. Semua rencana yang disusun ayahnya, berbalik seratus delapan puluh derajat. Hutang ayahnya semakin menggunung, sementara ayahnya tidak mempunyai uang untuk melunasinya. Ayahnya bangkrut. Perusahaan mereka telah ditutup sebulan yang lalu. Sisa uang yang ada, telah habis untuk membayar pesangon para karyawan. Itu pun tidak cukup. Setiap hari ada saja mantan-mantan karyawan ayahnya yang berteriak-teriak di luar rumah. Mereka menuntut pesangon yang lebih besar. Karena ayahnya memang sudah tidak lagi memiliki uang, ayahnya mendiamkannya saja. Mau bagaimana lagi. Mereka memang sudah tidak memiliki apapun lagi. Bahkan rumah yang mereka tempati ini kabarnya akan segera disita oleh bank. Mereka hanya tinggal menunggu waktu. Kedua orang tuanya sudah satu satu bulan ini tidak berani keluar rumah. Mereka malu pada tetangga kanan kiri. Biasanya kedua orang tuanya ini sombong dan tinggi hati. Sehingga pada saat susah seperti ini, para tetangga dengan bahagia menyoraki alih-alih ikut bersusah hati. "Semua masalah ini terjadi, itu karena kamu tidak bisa mendidik anak!" Mendengar suara bentakan ayahnya, Raline urung memutar panel pintu. Ia takut terkena imbas amarah kedua orang tuanya. Jika sedang bertengkar seperti ini, keduanya acapkali menjadikannya pelampiasan atas rasa frustasi. Semua kesalahannya di masa lalu akan terus diungkit-ungkit. Sebaiknya ia menyingkir saja. Padahal saat ini ia sangat lelah dan lapar. Seharian berkeliling dari satu kantor ke kantor yang lain untuk mencari pekerjaan, benar-benar menguras tenaganya. Sialnya lagi, meskipun telah berjibaku seharian, tidak ada satu perusahaan pun yang bersedia menerimanya. Selain ijazahnya yang nilainya memang pas-pasan, mungkin karena isu-isu ayahnya yang bangkrut juga. Makanya mereka semua kompak menolaknya. Untuk meminta tolong Aksa atau Heru, Raline tidak berani. Pada Aksa, dulu Raline pernah berbuat jahat pada Camelia, istri Aksa. Atas desakan ibunya, Raline terpaksa memfitnah Camelia agar Aksa tidak jadi menikahi Camelia. Selain itu Raline juga takut dihajar oleh Camelia. Istri Aksa itu sangat mumpuni dalam ilmu bela diri. Ia bisa dijadikan perkedel oleh Camelia, kalau ia tahu bahwa dirinya berani menemui Aksa lagi. Meminta bantuan pada Heru, Raline juga tidak enak hati. Selain masih di rumah sakit, Heru sekarang juga telah menikah dengan Lily. Tidak pantas rasanya jika ia merecoki suami orang. Lagi pula, dulu ia dan sang mama kerap menyakiti Lily, demi mempertahankan Heru. Tidak tahu diri sekali kalau ia sekarang mengemis pada Lily bukan? Makanya Raline berinisiatif untuk mencari pekerjaan demi menyambung hidup. Ia tidak mau menjadi tukang minta-minta lagi. Namun pada kenyataannya, bekerja itu sangat tidak mudah. Terbiasa dimanja sedari kecil, membuat Raline gamang saat menghadapi kenyataan hidup. Di luar tembok rumahnya, kehidupan begitu keras. Tanpa koneksi, mencari pekerjaan itu bagai mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Sulitnya pangkat tiga. Alias sulit, sulit dan sulit. Sementara keadaan keuangan keluarganya sudah sampai pada taraf kritis. Ayahnya tidak mampu lagi membayar gaji SATPAM, supir dan juga Asisten Rumah Tangga. Semuanya sudah diberhentikan. Saat ini untuk mengisi perut saja mereka harus benar-benar berhemat. "Kok aku yang disalahkan? Dari kecil aku sudah mengajarinya berdandan. Mendidiknya agar pandai membawa diri dan bersikap layaknya seorang wanita kelas atas. Salahku di mana, Mas?" Bantahan keras sang ibu yang tidak mau disalahkan, memutus lamunan Raline. Raline meringis. Seperti inilah perangai ibunya apabila diintimidasi. Ibunya akan balik menyerang apabila diserang. Nyali Raline menciut. Ia jadi takut masuk ke dalam rumah. Karena kalau ia memaksa, sudah bisa dipastikan ia akan menjadi bulan-bulanan kedua orang tuanya. Tapi kalau tidak masuk, ia sangat lelah dan lapar. Lagi pula, nanti ia akan tidur di mana? Di depan pintu rumah, Raline berhadapan dengan dilema. "Kamu masih berani bertanya? Salahmu itu tidak mendidik otaknya! Kamu hanya fokus pada penampilan fisiknya, tapi tidak dengan cara berpikirnya!" Raline menutup telinga dengan kedua tangan, kala mendengar ayahnya membahas kekurangcerdasannya. Terkadang Raline bingung. Mengapa kedua orang tuanya acapkali menganggapnya bodoh. Padahal di sekolah dulu ia tidak bodoh-bodoh amat. Buktinya ia tidak pernah tidak naik kelas. Guru-gurunya dulu juga mengatakan bahwa dirinya cukup cerdas terkait calistung. Menghapal, ia jagonya. Ia mampu menghapal titik dan koma dalam buku pelajarannya. Berhitung pun, ya bisalah. Dirinya hanya lemah pada bidang studi yang memerlukan inisiatif sendiri. Misalnya menggambar atau mengarang. Ia selalu tidak punya ide jika diminta berpikir sendiri. Dalam hal apapun ia memang memerlukan pengarahan. "Kalau cara berpikirnya itu bukan salahku. Tapi salah genetika Mas dong. Toh benih Mas lah yang menghasilkan Raline!" Cukup sudah! Raline memutuskan tidak akan masuk ke dalam rumah. Lebih baik ia membeli mie instan dan makan malam di Indomare* saja. Kalau hanya membeli mie instan, sepertinya sisa uangnya masih cukup. Paling ia akan menghemat untuk tidak membeli air minum. Perkara tidur, nanti saja ia pikirkan. Kalau hanya sekedar memejamkan mata di pos Satpam juga bisa. Pokoknya ia harus menunggu emosi kedua orang tuanya reda barulah ia pulang ke rumah. Dengan langkah tersaruk-saruk, Raline kembali membuka pintu pagar. Niatnya untuk makan dan berisrirahat buyar sudah. *** Raline duduk terkantuk-kantuk setelah satu cup popmie berpindah ke perutnya. Saat ini ia duduk di depan minimarket komplek. Ia menumpang mengisi perut setelah membeli satu cup popmie di sana. Raline menggigil kedinginan ketika angin basah bertiup. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Raline berdehem. Tenggorokan sakit dan matanya terasa panas. Raline sangat ingin berbaring. Kepalanya seperti diganduli batu berat, sementara suhu tubuhnya terus merangkak naik. Sembari memeluk diri sendiri, Raline menelungkupkan kepalanya di meja. Ia akan mencoba tidur sebentar untuk meredakan sakit kepalanya. Raline tidak tahu berapa lama ia tertidur, kala suara ponsel yang terus berdering membangunkannya. Raline yang kaget, terbangun sembari mengucek-ucek mata. Ternyata ibunya yang menelepon. Dengan segera Raline mengangkat teleponnya. "Ha--" "Ini sudah jam sembilan malam, Raline. Kamu ada di mana?!" Raline meringis. Belum sempat mengucapkan kata halo, ibunya sudah membentaknya. "Raline ada di minimarket komplek, Bu. Ada a--" "Cepat pulang ke rumah. Pak Riswan ingin bertemu denganmu. Pak Riswan akan membicarakan masalah pernikahan."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook