Bab 3 : CERITA VENYA

1106 Words
Bab 3 : CERITA VENYA * * * * * * * * PERTAMA KALI TATAPAN KEDUA KALI HATI KETIGA KALI SEGALANYA. - FLORA - * * * Beberapa orang sudah sibuk memilih universitas yang dirujukkan untuk mereka dari guru konseling pelajaran mereka dan kini giliran Venya yang masuk ke ruang konseling. Mungkin dia tidak akan selama orang - orang yang baru saja keluar tadi. Venya hanya harus mengatakan bahwa dirinya tidak akan melanjutkan kuliah dan urusannya selesai. Dia akan lulus dan lanjut bekerja untuk menulis lagi dan menghasilkan uang yang banyak untuk dirinya sendiri dan panti asuhan. “Kamu berencana kuliah kemana, Venya?” tanya guru konseling itu. Humaira namanya. Venya tersenyum kecil, “sebenarnya saya juga ingin kuliah.” Ucap Venya kemudian disambut anggukan dari Humaira guru konseling itu yang senyumnya manis, “tapi, saya kan yatim piatu, jadi mungkin saya akan berhenti sampai di sini, Bu.” Lanjut Venya yang masih dengan senyuman kecilnya. Humaira tampak membuka nilai - nilai rapor milik Venya lalu mengangguk kecil, “saya tau kamu anak yatim piatu. Tapi kamu bisa ikut beasiswa. Kamu bisa sekolah. Nilai kamu juga oke menurut saya.” Katanya lalu melihat lagi ke rapor milik Venya, “kamu bagus dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris juga bahasa daerah, mungkin kamu cocok untuk kuliah sastra Indonesia atau sastra Inggris?” Venya mengangguk lagi, “saya juga ingin belajar lebih dalam tentang bahasa, Bu,” katanya sambil menggosokkan kedua telapak tangannya lalu menautkan jari jemarinya, “tapi, adik - adik saya dipanti akan kehilangan kesempatannya untuk sekolah jika saya kuliah.” Sahut Venya pelan. Sepertinya guru ini mulai paham keadaan Venya. “Lalu, apa yang akan kamu kerjakan setelah selesai dari sekolah ini?” “Saya langsung bekerja bu.” Setelahnya, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Sebelum Venya keluar guru itu menambahkan jika Venya tidak boleh menyerah dan bisa berkuliah dengan uang penghasilan kerjanya. Namun, untuk Venya sendiri. Dirinya tidak perlu kuliah. Dia sedang ingin berpenghasilan untuk dirinya sendiri dan tentu saja untuk keluarganya di panti asuhan. * * * Venya sudah berfikiran jika dirinya memang tidak bisa berkuliah dan ingin langsung bekerja dengan penghasilan yang mungkin tidak akan tetap. Namun, Venya akan mencobanya. Venya harus mencobanya sebelum dirinya gagal untuk mencoba. Sebenarnya, Venya juga dipaksa untuk berkuliah oleh Bunda yang ada di panti asuhan. Namun, dengan sangat berani dan tegas, Venya menolaknya. Dia tentu saja tidak ingin merepotkan ibu panti dan juga tidak ingin merebut apa yang harusnya di dapatkan oleh anak - anak panti yang lain. Dia sendiri jadi mengingat bagaimana bunda Kori terharu karena Venya benar - benar menolak apa yang sudah diperjuangkan oleh ibu panti itu. "Bunda ga bisa ngasih apa - apa selain ilmu, Venya." Katanya sambil tersedu - sedu menangisi apa yang menurutnya sedih di tolak dengan cara yang halus. Venya tersenyum kemudian memegang kedua lengan bunda Kori, "aku menolak karena bukan aku membencinya, Bun." Kata Venya lembut, "aku udah besar dan bisa menghasilkan uang yang cukup, aku bisa menghidupiku sendiri." Katanya lagi. Bunda Kori menatap Venya tak kalah lembut, "kau benar - benar tidak akan menerimanya?" tanya ibu panti paruh baya itu. Gelengan dari Venya membuat ibu panti semakin dalam menangis tersedu. "Simpan saja uangnya untuk adek - adek panti yang lain." Ucapnya mendorong amplop yang diberikan ibu panti kepadanya, "aku mungkin akan kuliah dengan uangku sendiri, Bun." Sahut Venya lagi. Bundanya itu kini mengangguk masih dengan tangisan yang tersedu. Dia juga mengatakan bahwa dia menabung lama untuk uang ini. Rencananya memang untuk menyekolahkan tinggi - tinggi anaknya yang ada di panti. Salah satunya adalah Venya. Dengan sangat berat hati, Bunda Kori beranjak dari kasur yang sedang ia duduki bersama Venya, "baiklah, Bunda bakal pake uang ini buat kebutuhan yang lain saja." Ucapnya lalu beranjak pergi. Dia sudah membuka pintu kamar Venya untuk keluar namun berbalik lagi menatap Venya, "jika kamu kuliah, ingat Bunda yang akan ngedampingi kamu kalo kamu wisuda." Katanya lalu menutup pintu kamar Venya. Venya sendiri mendadak terkekeh sendiri saat keluar dari sekolahannya. Dia memang sudah pulang kala melamunkan obrolannya dengan ibu panti. Tak lama Venya keluar dari gerbang sekolahnya, ada mobil yang berhenti di depan Venya, lalu kacanya pintu penumpangnya turun. Venya merendahkan pandangannya lalu tersenyum kecil. “Mbak Venya?” kata sang supir melongok ke arah Venya yang ada diluar mobil itu. “Pesen Gracar ke panti asuhan mitra kasih?” lanjutnya karena tidak diberi respon oleh Venya. Yang ditanya terkekeh, “lo kok cepet baliknya?” kata Venya kepada sang supir setelah duduk di bangku penumpang. Sekarang, giliran yang ditanya terkekeh mentertawakan kebodohannya sendiri. “Iya balik cepet dosennya ga jadi ngajar.” Jawabnya untuk pertanyaan yang diberikan Venya untuknya. Orang yang di sampingnya ini adalah Gemma. Dia menyukai Venya sejak dulu. Dia juga sering sekali mengantar jemput Venya. Dia sering main di panti dan menemani Venya sekedar untuk bersantai. Tidak ada yang special dari Gemma menurut orang lain yang melihatnya sekilas. Gemma bukanlah laki – laki tajir nan tampan. Gemma adalah sosok yang biasa saja. Kelas menengah ke atas lalu tidak tampan, namun Venya yakin jika Gemma adalah sosok orang yang baik. Sudah hampir setengah tahun Venya mengenal Gemma. Orangnya terlalu asik untuk di diamkan. Orangnya terlalu baik untuk di jahatin. Menurut Venya, Gemma adalah sosok yang sangat tidak bisa dilepaskan dari tatapan. Mata teduh Gemma yang membuat Venya akhirnya jatuh cinta kepada Gemma. Venya menyukai bagaimana cara Gemma menatapnya. Tidak seperti kebanyakan laki – laki yang menatap Venya pada awalnya oke, tapi setelah mengetahui Venya adalah seorang gadis panti, semuanya mendadak menghilang. Gemma tidak mempermasalahkan itu. Yang terpenting, Gemma dan Venya sama – sama menyukai satu sama lain. Itu cukup untuk Gemma dan Venya tentu saja. Pada akhirnya, mereka sudah bersama dan menentukan pilihan untuk menjalin hubungan. Baik. Awal mereka bertemu adalah ketika Gemma bermain futsal di sekolah lamanya, yang sekarang sedang ditempati oleh Venya. Mereka berbeda empat tahun. Waktu itu, tidak sengaja Venya menonton futsal juga karena diajak temannya. Maklum ada cowoknya di sana. Dengan terpaksa Venya ikut. Walaupun tidak menonton secara penuh, Venya tidak suka berisik. Dia lebih memilih membuka novelnya dan mendengarkan lagi lewat headset yang ia bawa. Dari sana, Gemma melihat Venya yang tidak tertarik pada futsal dan ingin menjadikan bahwa futsal bisa saja menjadi tontonan yang menarik untuk di tonton. Gemma sudah tertarik sejak awal dan mengajak Venya untuk berkenalan lebih jauh. Lebih dekat. Sejak saat itu, Gemma dibawa ke panti asuhan tempat Venya tinggal. Dan Venya kaget dengan situasi ini. Gemma tidak memandang rendah Venya karena tinggal dipanti asuhan, justru Gemma semakin menyayangi Venya. Saat itu. "Kita jalan, Mbak Venya." kata Gemma diselingi kekehan. Sebelum mobil itu meluncur, "bentar, kayaknya gue ketinggalan sesuatu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD