Bab 2 : SEBELUM AWAL

1119 Words
APA HARUS DENGAN KULIAH UNTUK MENJADI SUKSES? APA ADA ORANG YANG SUKSES TANPA KULIAH? JIKA BELUM ADA, AKU INGIN MENJADI YANG PERTAMA. TAPI JIKA SUDAH ADA, AKU INGIN MENJADI SALAH SATUNYA. - FLORA - * * * 3 tahun sebelumnya. Tangannya masih aktif mengetikkan beberapa kalimat sederhana untuk kepuasan para pembaca padahal waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih lima belas dini hari. Sejak kemarin, dirinya masih duduk di sana. Di kursi yang nyaman dan juga posisi yang nyaman untuk menyambungkan beberapa kalimat yang ia baca dan ketikkan perhuruf di kertas putih di laptopnya. “Udah berapa kata?” Tanyanya untuk dirinya sendiri. Matanya mengontrol apa yang sudah ia tulis dan jumlah kata yang sudah ia ketikkan. “Belum cukup juga.” Lanjutnya. Dia sudah menghabiskan beberapa gelas kopi untuk menemaninya menulis. Dia benar-benar menulis dengan hatinya. Tidak ada tujuan lain, dia hanya menyukai bagaimana cara pembaca mengomentari beberapa kalimat dan beberapa judul yang ia tulis. Sejak dia di sekolah dasar, pelajaran kegemarannya adalah tentang bahasa dan juga menulis, mengarang dan membaca cerita. Orang ini cukup unik, tidak menonjol namun sangat ekspresif ketika menuliskan beberapa kalimat yang ada di otakknya. Orang ini adalah seorang siswa sekolah menengah atas yang akan segera lulus dari sekolah itu. “Gila pegel banget gue.” Katanya sambil membunyikan sendi-sendi yang ada di tubuhnya. Bunyi yang berasal dari pinggang yang ia luruskan menandakan bahwa dirinya terlalu lama duduk dan berada di depan computer. Jarinya ia gerakkan untuk melemaskan sendi jemarinya dan menimbulkan bunyi seperti retakan. Namun, retakan ringan. Belum menjadi retakan yang parah untungnya. Venya. Venya Areena. Seorang siswa yang akan lulus tahun ini di usianya ke tujuh belas tahun. Dia hobi menulis dan mulai melayangkan tulisannya di salah satu platform online berbayar. Keuntungannya lumayan untuk membantu dia hidup dan membeli alat menulis seperti laptop bekas dan juga kursi yang cukup nyaman walaupun bekas juga. Dia mendapatkan uang di masa sekolahnya dan membantu beberapa kegiatan di panti asuhan tempatnya tinggal. Iya. Dia tinggal di panti asuhan sejak dia umur tiga tahun. Di umur yang kecil itu, Venya ingat bahwa orang tuanya, terkhusus ibunya yang mengantarkan Venya ke panti asuhan ini mengatakan bahwa dirinya akan kembali setelah menyelesaikan beberapa hal yang harus di selesaikan tanpa adanya Venya di kehidupannya. Venya baru sadar bahwa dirinya memang ditinggalkan bukan karena ibunya menyelesaikan masalah namun, dialah masalah yang sebenarnya. Venya adalah masalahnya. Ketika ibunya menelantarkan dan membuang Venya, dari sanalah, masalah ibunya itu selesai. Anggapan Venya seperti itu karena sejak saat ibunya pergi dan berjanji lalu tidak pernah kembali, masalahnya mungkin benar-benar Venya. “Kamu lagi nulis lagi?” kata ibu penjaga panti yang melakukan tugas piket malam dan sedang menjahitkan baju untuk beberapa anak yang biasanya mengomel karena bajunya bolong atau bahkan celananya sobek. Venya mengangguk kemudian tersenyum, “iya. Lagi asik sama ceritanya.” Jawab Venya pelan. Langkah kaki Venya membawa beberapa gelas yang ia pakai tadi untuk menyeduh kopi ke dapur dan membersihkannya juga menyimpan kembali ke tempatnya. Panti asuhan memang tidak selamanya bagus. Tidak selamanya nyaman. Venya malah lebih banyak merasa bosan ketika Venya belum menemukan hobinya yang satu itu. Namun, sejak menemukan hobi dan penjaga panti asuhan membelikannya handphone bekas bernama smartphone, Venya menjadi menyukai membaca online dan ingin mencoba membuka situs menulis untuk dirinya sendiri. Sampai saat ini, Venya menyukainya. Sangat menyukainya. “Kopi ini adalah kopi yang akan menyembuhkan kengantukkan gue.” Kata Venya untuk dirinya sendiri. Dia benar-benar menyihir kopi itu untuknya sendiri. Kembali lagi kepada ceritanya, kelebihan dari tinggal dipinti asuhan, terutama panti asuhan yang Venya tinggali ini adalah dirinya selalu menjadi pribadi yang disiplin. Dia bangun setiap jam lima pagi, membantu membersihkan panti kemudian dilanjut sekolah. Sepulang dari sekolah, Venya mencuci baju dan mengurus anak – anak yang lebih kecil darinya. Setelah semua selesai, malam harinya, Venya menuliskan kalimat – kalimat manis di salah satu platform online tidak berbayar. Namanya juga iseng. Mendapat pembaca juga Venya sudah bersyukur setengah mati saat itu. Lalu untuk sekarang, Venya merasa bersyukur ketika dia bisa menulis dengan bayaran tertentu dan tetap dalam sebulan. Venya juga menjadi anak yang sangat bersih. Terutama di dapur. Dia bisa memasak apapun yang aneh namun tetap enak. Selepasnya dia memasak dan makan, lagi-lagi Venya bersikap disiplin dan bertanggung jawab. Bekas makan dan masaknya, ia cuci sendiri tanpa ingin dibantu oleh orang lain. Ada orang seumurannya dengan sekolah yang biasa saja namun sikapnya angkuh. Dia selalu iri kepada Venya yang bisa membantu anak-anak lain ketika dia sudah punya penghasilan. Dia juga terkadang iri kepada Venya yang selalu bersama teman laki - lakinya yang sering sekali bermain di panti asuhan. Bersama anak-anak yang lain dan juga para penjaga panti. Saat-saat itu memang sulit untuk Rika. Dia ditinggal oleh ibu dan ayahnya pada usai tujuh tahun. Di usia itu, anak-anak sedang ingin mendapat perhatian khusus. Namun Rika malah ditinggalkan. Sejak saat itu, Venya ingin yang lebih dulu ada di panti asuhan mengajak Rika bermain bersama namun selalu di tolak. Rika orangnya jutek, angkuh dan tidak bersahabat. Namun, ketika Venya membelikan smartphone baru untuk Rika, dirinya menjadi sangat bersahabat. Mungkin dari sana Rika bisa mendapatkan laki-laki sebaik Gemma. Venya juga mendoakan yang terbaik untuk Rika. “Malam minggu, ga di apelin Gemma?” tanya bunda Kori yang sedang menjahit tadi. Bunda Kori ini dikenal sebagai penjaga yang paling baik daripada penjaga lainnya. Ramah dan sangat berteman dengan orang lain. Dia juga yang membeli dan mendukung Venya untuk menjadi penulis. Venya terkekeh, “Gemma juga kuliah ‘kan, Bun.” Ucap Venya kemudian duduk di sofa di sebelah bunda Kori. Bunda Kori mengangguk ketika Venya menjawab pertanyaannya, “lagian ini udah masuk minggu ya?” kekeh Bunda Kori. Venya diam dan baru menyadari bahwa ini sudah masuk hari minggu kemudian terkekeh mengikuti Bunda Kori. “Iya, aku baru sadar udah subuh lagi aja.” Setelah keduanya lama diam setelah kekehan tadi, bunda Kori membuka obrolan yang lebih serius kepada Venya. “Kamu udah nemu tempat kuliah yang cocok?” tanya Bunda Kori. Venya diam tidak bisa menjawab karena dirinya sama sekali tidak berfikir untuk meneruskan sekolahnya. “Aku pengen cerita jadinya.” Kata Venya. “Cerita aja.” Kata Bunda Kori yang sangat terbuka sekali kepada anak-anak panti lainnya khususnya kepada Venya yang sering sekali membantu dan juga memberikan uang hasil menulisnya kepada panti asuhan. Venya berdeham, “bun,” kata Venya lalu menelan ludahnya susah payah, “gimana kalo aku selesai sekolah ga kuliah?” “Loh kenapa?” tanya bunda Kori kepada Venya dan menghentikan jahitan yang sedang ia kerjakan. Venya tersenyum kecil, “biaya kuliahku mahal, mending uangnya di tabung buat sekolah anak - anak yang lain aja deh, Bun.” Venya memang seperti itu, egois bukan hal yang lumrah dikehidupannya. “Apa boleh kalo aku menolak untuk kuliah?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD