1. 1

1112 Words
Sean menepuk jidatnya kencang ketika dia sadar jika barang yang sangat penting tertinggal di rumahnya. Mampus, dia akan kena marah lagi. Claud, si tukang suruh akan memerintahkannya untuk pulang dan mengambil barang itu sekarang juga. Orang itu tidak mau tahu dengan alasan apa pun  yang akan Sean berikan. Sean menggeleng. Tak habis pikir dengan tingkah Claud yang selalu kekanakan. Dia nyaris tak memiliki rasa toleransi. Lebih pada egois. Ingin rasanya dia menghantam wajah menyebalkan itu dengan tinjunya. Namun, Sean tahu tak bisa melakukannya. Dia bekerja sebagai seorang editor vlog dari channel youtube milik Claud. Maka dari itu, dia tidak bisa bertindak lebih jauh untuk menolak atau memarahi apa yang Claud perintahkan. Secara tidak langsung, Claud adalah atasannya. Menyebalkan memang, tapi semua itu dia kerjakan untuk meringankan beban ekonominya. Sean menyayangi pekerjaanya. Lelaki itu menarik napas panjang, kemudian dia embuskan dengan semua kekesalan dalam diri. Berharap suatu saat nanti dia bisa berkata ‘tidak’ dan menghantam Claud. Sean tidak takut dengan tubuh tegap berototnya. Dia hanya cangkang keong tanpa isi. “Oke. Gue ambil.” Sean menaruh kamera dan memelesat mengambil kunci mobil milik Claud setelah memberitahukan jika lighting-nya tertinggal. Tanpa menunggu Claud memerintahnya, dia segera pergi. “Jangan lupa, sepaket pizza, cola sama camilan lainnya. Gue enggak bisa berpikir jernih kalau enggak ada makanan di sini.” Claud berteriak, menyampaikan tugas susulan yang harus Sean kerjakan. Lelaki itu melambai, berharap jika Sean mendengar teriakannya. Urat di pelipis Sean berkedut tiga kali. Dia kelewat jengkel, tapi tetap mengiakan ucapan Claud kemudian meninggalkan lokasi syuting secepat ban mobil itu bisa berputar. Mau berlama-lama di sana pun hanya akan menambah kekesalan pada Claud semakin meningkat. Selama perjalanan, dia terus menggeleng. Apa saat ini Sean mulai menyesali keputusannya bergabung dengan geng maniac? Sekelompok remaja kurang kerjaan yang terus mencari hal-hal mistis di tempat tak wajar! Sean memang tidak pernah tertarik dengan hal-hal mistis seperti itu. Alasannya bergabung dengan Claud karena dia mempunya satu potensi yang sayang jika harus dilewatkan begitu saja. Sejak pertama kali bertemu si Otak Udang, Sean sudah memikat perhatiannya. Beberapa kali Claud menawarkan agar Sean mau bekerja di bawah benderanya. Meski pada awalnya terus menolak karena tidak terlalu tertarik, tetapi pada akhirnya Sean menerima juga. Posisinya di geng bisa dibilang cukup penting. Claud tidak bisa mengeksekusi hasil syuting mereka dengan tangannya sendiri. Kemampuan Sean mengedit dan menambahkan beberapa efek menarik tak bisa diremehkan. Meski begitu, Sean selalu merasa dirinya hanya seorang jongos di bawah kendali Claud. Orang pemalas yang banyak mengatur. Mungkin saat inilah dirinya mulai menyesal telah mengiakan ajakan itu. Hari ini, mereka berencana mencaritahu tentang kawasan angker di rumah sakit Bandung. Sean sebenarnya heran dengan pengikut Claud di sosial media. Dia bahkan menganggap anak-anak milineal yang mengikuti channel Claud kurang kerjaan. Apa masih ada hantu di zaman modern ini? Aneh! Dia kembali menggeleng. Tak lama, mulai merogoh saku celana, teringat sesuatu yang tak kalah penting dengan lighting di rumah Claud. “Yo, Joe, apa lo mau pesan juga?” tanya Sean ketika dia ingat tentang temannya. Di lokasi syuting saat ini ada tiga orang, Claud, Joe dan Darius. Meski si Bos Pemalas itu memesan banyak makanan, tapi dia tidak akan sudi membaginya dengan yang lain. Makanya, sebelum Sean pulang dengan setumpuk makanan untuk persembahan dewa Claud, dia bertanya pada yang lain. Ketimbang mereka kelaparan di lokasi syuting. “Gue, bawain apa yang lo makan. Enggak terlalu selera makan camilan. Gue ikut aja.” Joe menjawab enteng dalam telepon. Dia terdiam cukup lama, membuat Sean menunggu, lantas mulai kembali mengambil kata. “Darius ... beliin apa aja,” lanjutnya dengan suara pelan. Nyaris berbisik. Sean mengernyit, tak lama dia mengiakan dan menutup sambungan teleponnya. Dia harus fokus menyetir. Harus segera kembali sebelum orang menyebalkan itu mulai mengoceh lagi. Joe menarik napas panjang saat dia tidak yakin dengan syuting kali ini. Entah karena hal apa, tapi semenjak Claud memutuskan untuk datang ke rumah sakit tua itu, dia terus merasa gelisah. Joe tidak takut dengan legenda hantu suster ngesot dan ambulan tanpa supir. Baginya, itu hanya cerita untuk menakut-takuti warga sekitar. Joe mengaduh kesakitan ketika bagian belakang kepalanya ditampar oleh Darius yang sedari tadi mengajaknya bicara. “Lo bengong aja gue ajak ngobrol. Mikirin apa, sih! Kerja, woi!” Darius menaruh tangannya tumpang-tindih di depan d**a. Joe mendengus tak suka. “Gue ... maaf. Gue mikirin, Sean. He he,” jawab Joe bohong, berusaha tertawa dengan ringan. Dia menggosok kepala yang tadi Darius pukul, seolah semuanya baik-baik saja. Tak lama, dia membalikkan badan, meninggalkan Darius yang masih berdiri di depan gerbang. Joe tak suka orang itu. Rumah sakit ini mengalami kebangkrutan setelah tragedi kebakaran hebat yang terjadi. Setelah kejadian itu, lokasinya ditutup. Namun masih sering ada kegiatan-kegiatan mistis saat malam hari. Beberapa orang mengatakan, sering ada penampakan kereta bayi melaju tanpa ada seorang pun yang mendorongnya. Sirine ambulan yang kerap menyala pada mobil yang sudah lama tak digunakan. Karena hal itulah, geng maniac, kelompok pemburu hantu diketuai oleh Claud, berusaha menguak kasus dan kisah kelam di balik peristiwa di masa lalu. “Bulan depan gaji si pembuat masalah itu gue potong! Ah, enggak tahu apa viewers nunggu semua update dari video-video keren gue?” Claud mengoceh tidak suka karena Sean melakukan kesalahan. Di bawah sebuah papan nama rumah sakit yang terlihat berkarat di beberapa bagian, Claud menyumpahi Sean. Dia pikir, sebelum berangkat tadi Sean sudah menyiapkan semuanya. Jika seperti ini, waktunya jadi terbuang. Belum juga dia mengutuk Sean lebih jauh, lelaki berhodie merah dengan celana pendek selutut datang membawa dua plastik putih yang terlihat penuh di tangannya. Dia merengut tidak suka saat mendengar jika gajinya untuk bulan depan akan dipotong.Lighting-nya Sean taruh di tas gendong. Sean tidak ambil pusing, dia menarik napas panjang, menahannya sesaat, kemudian diembuskan sambil menaruh dua plastik di susunan pavin blok yang mengarah langsung ke pintu gerbang, tempat di mana Darius berdiri menatapi punggung Joe yang menjauh meninggalkannya. Rumah sakit tua itu terlalu luas, bahkan hanya untuk meletakan papan nama saja membutuhkan sekitar dua meter lebih hingga sampai tepat di depan gerbang. “Gue harap apa yang gue pesan tadi enggak lupa.” Claud menyeringai. Dia menurunkan kedua tangannya, lantas berjalan ke arah Sean. Sama sekali tidak peduli dengan tatapan tak bersahabat yang Sean pancarkan. Claud tidak bertanya soal kondisilighting yang tadi Sean ambil. Padahal sejak tadi dia marah-marah karena benda itu. Tak memedulikan hal itu, Sean membuka sekotak pizza dan menyerahkannya pada Claud dan kedua temannya yang mulai berjalan mendekat. Perutnya harus segera diisi sebelum syuting dimulai. Karena mereka tidak tahu, ancaman apa yang akan muncul di depan dan seberapa banyak tenaga yang dibutuhkan untuk mencoba bertahan hidup.   Jadi, apa yang akan mereka lakukan di lokasi angker? Jawabannya ada di part selanjutnya. Buka terus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD