Chapter 3

2247 Words
Shen Mujin menaikan sebelah alisnya, dia memperbaiki posisi duduknya menjadi bersandar pada sandaran kursi bos yang telah dia duduki sudah enam tahun ini. Di sampingnya ada Lu Yang – sang asisten pribadi. "Nǐ jiào shénme míngzì?" pria 30 tahun itu memandang datar ke arah gadis manis di depannya. (*Siapa namamu?" "Wǒ Aini," jawab gadis manis itu. (*Aku Aini) Pria 30 tahun yang sedang duduk di kursinya itu melototkan matanya. "Wǒ ài nǐ?" (*Aku mencintaimu?) "Shi," sahut Aini. (*ya) Shen Mujin berdiri dari kursi bos, dia memandang tajam ke arah Aini, "Lancang sekali kamu mengatakan hal itu padaku," ujar Shen Mujin. Lu Yang berjingkat kaget, sang bos sepertinya marah atas apa yang dikatakan oleh nona YouTuber ini. Dia bahkan memilih bergeser dua langkah menjauh dari posisi sang bos. Aini mengerutkan keningnya, ah, sepertinya dia mengerti apa yang terjadi. Terjadi sedikit kesalahpahaman atau miskomunikasi. "Sorry, Sir. My name is Aini Anggita. Aini it's my first name," ujar Aini menjelaskan dengan bahasa Inggris. Shen Mujin yang tadinya terlihat dingin, kini mengerti. "Ini hanyalah kesalahpahaman," ujar Shen Mujin. "Ya," sahut Aini. Pelafalan nama Aini memiliki arti dalam bahasa Mandarin 'cinta kamu' jadi ketika Aini mengatakan namanya, maka artinya akan sama dengan 'aku cinta kamu', hal ini membuat Shen Mujin terlihat tidak suka dengan perkenalan pertama mereka, namun rupanya setelah mendengar penjelasan Aini, ini adalah miskomunikasi. Shen Mujin duduk kembali di kursinya. "Anda pasti sudah tahu kenapa Anda terbang jauh dari kota Zhaotong ke Beijing," ujar Shen Mujin, "saya tidak perlu menjelaskannya lagi." Pria 30 tahun itu duduk memandang Aini yang tak sedikitpun merasa takut padanya. Aini mengangguk, dia tersenyum tipis, "Ya, saya sudah tahu kenapa saya di sini, Tuan Shen," ujar Aini, dia melihat ke arah di mana Lu Yang berdiri, "Tuan Lu telah mengatakan hal yang diinginkan perusahaan dariku, menjadi model atau wakil perusahaan dan perusahaan Anda akan menjadi donatur. Saya sudah mengatakan setuju." Shen Mujin duduk diam, dia berusaha membuat gadis di depannya menjadi takut atau segan padanya, namun hal itu tidak terjadi seperti yang dia lakukan untuk orang lain. Tatapan gadis itu hanya menatap lurus tanpa takut atau goyah sedikitpun. Menarik. Batin Shen Mujin. Shen Mujin tersenyum miring, "Baiklah jika Anda sudah tahu, Nona Aini. Besok pagi kita akan terbang ke kota Zhaotong." Wajah Aini berubah datar. Oh Tuhan! Kakinya baru saja mendarat di tanah selama ... Jam penerbangan. Belum sampai sehari, dia akan balik lagi ke kota Zhaotong. Kalau tahu begini, lebih baik dia berbicara melalui via telepon atau VC saja! Benar - benar menyebalkan. Batin Aini dongkol. °°° Aini melemparkan bantal dengan perasaan kesal ke arah lantai kamar hotel. Dia masih terbayang rasa jengkel tadi siang. Badannya capek luar biasa terjun lapangan untuk membantu para korban bencana gempa, lalu dia terbang dengan pesawat domestik dari zhaotong ke Beijing hanya untuk duduk menghadap sang presiden grup Shen yang mengatakan bahwa 'Besok pagi kita akan terbang ke kota Zhaotong', betapa jengkelnya hati Aini.  "Dasar Shen menyebalkan," ujar Aini menggertakkan giginya kesal. Gadis 20 tahun itu berguling - guling mengelilingi kamar hotel yang cukup mewah dipersiapkan oleh grup Shen padanya. Namun, kemewahan itu tidak terlihat di matanya, dia sudah kebal terhadap hal mewah. "Dia belum tahu siapa aku, beruntung aku ini berhati lembut, hum!" Aini mendengkus. "Kalau tahu begini, mending aku di lapangan saja, menolak kerja sama Shen," ujar Aini berpikir ulang.  Dia menonjok - nonjok gulung yang dia peluk, berhayal bahwa itu adalah Shen Mujin. Gadis itu mengomel tak jelas di kamar hotel, sedangkan di balik dinding kamar yang ditiduri oleh Aini, Shen Mujin menaikan sebelah alisnya, dia melirik ke arah penerjemah bahasa Indonesia. "Terjemahkan apa yang dia katakan!" perintah Shen Mujin. "Nona Aini sedang kesal, mood beliau kurang bagus hari ini, ini dikarenakan tubuh beliau yang masih lelah karena melayani para korban gempa tadi pagi sebelum naik pesawat ke sini–" "Aku bilang terjemahkan setiap kalimat yang dia ucapkan," potong Shen Mujin. Penerjemah itu menelan ludahnya sebelum dia menjawab perintah bos, "Dasar Shen menyebalkan, Dia belum tahu siapa aku, beruntung aku ini berhati lembut, hum! Ingin sekali kucabut kepala jeleknya dari leher, kaki jangkung itu aku patahkan jadi dua lalu memberi makan ikan hiu paus di laut China Selatan, mata sipit jelek, matanya bahkan tak terlihat ada, hidungnya pasti hasil operasi, dagu itu terlalu palsu, tubuh kurus seperti sapu lidi, mulut bau busuk, banyak ingus turun dari lubang hidung–" "Cukup." Shen Mujin melotot ke arah dinding. Kasihan dinding yang tidak punya salah. Mata Shen Mujin bak bor yang akan membolongi dinding penghalang di depannya, "Cari penerjemah yang lain, kau dipecat." "...." Sang penerjemah ingin sekali lompat dari lantai dua puluh, tempat di mana dia berada sekarang. Sang bos sendiri yang memaksanya untuk menerjemahkan apa yang dikatakan oleh gadis dari seberang dinding, sekarang dia diusir, bukan hanya itu, dia juga dipecat.  "Pergi." Satu kata untuk penerjemah itu. Sang penerjemah lari keluar dari dalam kamar Shen Mujin terbirit - b***t. Lu Yang memijit pelipisnya, wajah sang bos hitam pakai p****t kuali. Lirikan tajam mendarat ke arah tubuh Lu Yang. Firasat Lu Yang terlihat tidak baik, seolah memperingatinya untuk segera keluar dari kamar presiden suit itu menyusul sang penerjemah yang malang. "Siapkan pesawat, malam ini kita akan terbang ke kota Zhaotong." °°° Wajah Aini terlihat keras seperti dinding pesawat jet pribadi yang dia naiki. Matanya menatap lurus ke satu tempat, kabin di mana pramugari duduk. Lu Yang yang ada bersama sang pramugari cantik nan jelita itu bergeser agar mengurangi kadar kehadiran dirinya. Tatapan tajam Aini hampir menembus jantungnya. Semua ini karena bos. Batin Lu Yang berteriak.  Shen Mujin membetulkan kursi duduk menjadi sandaran untuk dia tidur, wajahnya terlihat cerah ketika melihat wajah hitam Aini. "Malam adalah waktu perjalanan yang baik untuk penerbangan," ujar Shen Mujin sambil menikmati sampanye premium.  Lirikan Aini tak sesentipun berpindah ke arah Shen Mujin, dia sudah tidak mau tahu dan tidak mau ambil pusing dengan pria menyebalkan berpangkat bos itu. "Sampanye Nona Aini?" Shen Mujin menawarkan segelas sampanye ke arah Aini. "Malam adalah waktu yang baik untuk tubuh istirahat." Setelah mengatakan kalimat itu, Aini memperbaiki sandaran duduk, meraih selimut dan menutup mata tak mempedulikan wajah Shen Mujin yang menatapnya lekat. Aini sudah kebal dengan semua tatapan, kecuali tatapan sang kakek. Lu Yang memilih duduk di pojokan bersama pramugari, si bos dan si nona YouTuber itu berselisih. Ya iyalah berselisih. Aini lelah setelah perjalanan dari Zhaotong ke Beijing, belum beberapa jam dia istirahat untuk memulihkan tenaganya, sang bos besar memerintahkan untuk terbang dari Beijing ke Zhaotong. Bagaimana mungkin nona YouTuber itu tidak naik darah?  Tubuh manusia butuh istirahat, manusia super pun akan soak dan low jika kerja rodi terus. Robot saja bisa error apalagi tubuh manusia. Bos ini benar - benar menyeramkan. °°° Pagi datang, jet pribadi Shen mendarat di bandara Zhaotong di kota Zhaotong. Shen Mujin berjalan di depan, sedangkan Aini mengekori dari belakang. Berjalan beberapa menit lalu terlihat Lu Yang membukakan pintu mobil untuk Shen Mujin naiki. Aini duduk di depan, hal ini membuat Lu Yang terlihat kikuk, mana mungkin dia duduk dengan bos? Alamat minta ditebas kepalanya. Lu Yang masih mencintai kelapanya lengkap dengan isi otak serta pelengkap. "Em, Nona Aini. Silakan duduk dengan bos di jok belakang, saya akan duduk di depan," ujar Lu Yang memberitahu Aini. Aini tersenyum ala kadar yang bisa dia sediakan untuk Lu Yang, "Saya mabuk jika duduk di jok belakang. Saya takut jas mahal buatan tangan bos kamu akan penuh dengan lendir bercampur nasi sup yang saya makan tadi pagi sebelum mendarat," balas Aini. Wajah Lu Yang terlihat berjuang untuk hidup, dia membalas senyum sebisa dia balas kepada Aini, lalu dia melirik ke arah bos besar yang menatap lurus ke depan. Buddha, aku salah apa? Jiwa Lu Yang berteriak, dia mengingat apa salah yang telah dia buat selama dia hidup. Ya, aku baru ingat, aku tak pergi berdoa ke kuil ketika Imlek tahun ini. Batin Lu Yang menangis. "Bos, saya akan menyusul dengan taksi," ujar Lu Yang menyediakan senyum murah meriah menyakitkan ke arah Shen Mujin. Shen Mujin hanya mengangguk sebagai tanggapan. Mobil berjalan meninggalkan Lu Yang yang jomblo tanpa pasangan sendirian. Mata Lu Yang melihat ke arah mobil hitam pekat itu. Buddha, sepulang dari sini, aku akan pergi menjenguk-Mu. Suasana di dalam mobil terasa sunyi, Aini memilih menutup mata, dia mengumpulkan sisa - sisa nyawa dalam perjalanan. Terbang sehari dua kali itu tidak enak goncangan udara lebih ganas dari ombak laut. Beruntung dewa angin memberi sedikit rasa kasihnya pada dia yang dalam perjalanan. Mungkin karena dewa angin tahu Aini sedang dalam melakukan hal mulia. "Sepertinya wajah anda tidak terlihat tanda - tanda mabuk." Suara tiba - tiba dari jok belakang. Aini memilih mengacuhkan saja pria itu, dia tak berniat menanggapi atau membuka mata untuk membalas ucapan Shen Mujin. Bodoh amat. Batin Aini. "Mungkin sedikit relaksasi akan membuat rasa pening berkurang," ujar Shen Mujin ke arah supir, sang supir melirik ke arah kaca spion di depannya, tatapan mata tajam Shen Mujin terlihat, "ke tempat spa!" "Ke tempat gempa!" Dua detik setelah perintah Shen Mujin, Aini membuka mata bersamaan dengan suaranya. "Saya merasa pening dan kurang enak badan, " ujar Shen Mujin. "Rasa pening Anda tak ada apa - apanya dibandingkan dengan rasa sakit kehilangan keluarga saat bencana terjadi," balas Aini. Suasana mobil itu sunyi, Shen Mujin tak menanggapi, dia mencoba membalas perbuatannya nona YouTuber yang tadi mengabaikannya. "Putar ke tempat gempa atau aku turun," ucap Aini memberi pilihan pada sang supir. Sang supir menggigil ketakutan, dia tak bisa mematuhi perintah Aini, namun dia tak enak hati pada gadis itu, sementara dia tak bisa membantah perintah bos besar.  Satu menit pertama tak ada tanggapan. Ah, baiklah jika ingin diam. Batin Aini.  Gadis itu membuka kunci mobil, udara segar masuk ke dalam mobil, ketika Shen Mujin mencium bau oksigen bercampur dengan udara AC, mata pria 30 tahun itu terbuka lebar. "Apa yang kamu lakukan? Tutup kembali pintu mobilnya!" bola mata Shen Mujin hampir lompat. "Putar ke lokasi gempa," ujar Aini. "Putra ke lokasi gempa." Shen Mujin mengulangi kalimat Aini ke arah supir. Sang supir gemetaran keringat dingin bercucuran dari dahi dan telapak tangannya. Nona YouTuber ini ternyata dapat mengendalikan bos besar. Supir 50 tahun itu memutar haluan ke tempat yang dikatakan oleh bos. Aini kembali menutup pintu mobil dengan santai tanpa takut apapun. Dia sudah kebal terhadap ketakutan, ketika di Idlib, bom berjatuhan, peluru melayang, rudal numpang lewat, ketakutan apa yang ada pada dirinya? Jawabannya adalah tak ada. Shen Mujin tak habis pikir, gadis yang baik di mobilnya ini benar - benar keras kepala.  Wajah Aini terlihat datar, "Tidak ada fasilitas apapun yang buka karena akibat gempa, bodoh." Kata bodoh dia ucapkan dengan bahasa Indonesia, tentu saja kata itu tak dimengerti oleh Shen Mujin dan sang supir. °°° "Ma, aku lihat Tante Aini ada di berita," ujar seorang bocah 10 tahun. Chana menoleh ke arah putra ke-dua, buah cintanya dan Aqlam, "Ada apa dengan Tante Aini? Apakah berita tentang jumlah subscriber yang baik signifikan lagi?" tanya Chana. "Bukan itu, Ma. Tante Aini jadi perwakilan dari perusahaan real estat dari Shen Group," jawab Faiz. Chana melirik ke arah sang suami yang sedang memijit punggung kakinya. Aqlam mendongak menatap mata sang istri, "Group Shen menjadi donatur terbesar di China untuk gempa di kota Zhaotong, mereka membuat strategi baru yang lebih inovatif. Menggandeng Aini yang merupakan relawan dan YouTuber yang banyak disukai orang. Presiden Group Shen melakukan hal yang bagus." Chana mengangguk mengerti, "Jam berapa di sana?" tanya perempuan 43 tahun itu. "Jam sepuluh pagi di Zhaotong," jawab Aqlam. "Aku ingin menelepon Aini, kudengar korban gempa sangat banyak di sana," ujar Chana. Aqlam meraih gagang telepon, otak jeniusnya memencet nomor internasional Mili sang adik ipar. Panggilan tak tersambung. "Panggilan tak tersambung, diluar jangkauan. Mungkin Aini sedang mematikan teleponnya," ujar Aqlam. Chana mengangguk mengerti, "Yasudah, besok saja." Aqlam meletakan telepon kembali ke tempatnya. "Apakah Nabhan juga memberi bantuan?" tanya Chana. Aqlam yang tadi fokus lagi ke punggung kaki sang istri, kini mendongak lagi. "Ya. Bersamaan dengan donasi milik Basri dan Ruiz," jawab pria 40 tahun itu. "Berapa?" tanya Chana penasaran. "Nabhan lima juta dollar, aku tidak tahu donasi milik Basri dan Ruiz," jawab Aqlam. Chana manggut - manggut. "Banyak juga. Berapa banyak korban dan kerugian di sana?"  "Sudah lima ribu orang meninggal, sisanya dari enam juta penduduk mengungsi ke kota lain. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta dolar, ini karena seluruh instruktur rusak parah, perkantoran tak dapat beroperasi, ekonomi mati, jasa apapun tak berjalan," jawab Aqlam. "Mengerikan yah," ujar Chana sambil menggigil takut. Aqlam tersenyum manis ke arah sang istri yang telah dia nikahi lebih dari dua puluh tahun. "Tidak ada yang dapat menahan marah dan amukan dari alam." "Ya, benar. Tak ada yang bisa. Bahkan Avenger pun tak bisa," ujar Chana. "Ya," sahut Aqlam. Pria itu meletakan kaki Chana dengan gerakan lembut dan pelan, lalu dia berdiri dari sofa. "Waktunya istirahat," ujar Aqlam sambil menggendong tubuh sang istri. Chana sudah terbiasa dengan perlakuan suami yang memanjakannya itu, Aqlam tak mengeluh sedikitpun mengenai berat badannya yang kini telah mencapai 70 kg. Faiz yang belajar sambil menonton tv di ruang keluarga itu hanya melirik sekilas interaksi antara sang ayah dan ibu. Dia dan sang kakak sudah terbiasa dengan perlakuan sang ayah yang lebih mencintai ibu mereka. Toh mereka tidak keberatan, mereka juga mendapatkan banyak kasih sayang dari berbagai pihak. °°° Aini berjalan di belakang Shen Mujin, jarak mereka hanya sepuluh centimeter. Ketika Shen Mujin berhenti, banyak reporter atau wartawan mengerumuni mereka. "Tuan Shen." "Tuan Shen, apakah Anda datang untuk melihat korban gempa?" tanya reporter a. "Tuan Shen, kami mendengar perusahaan anda menyumbang sepuluh juta dollar untuk korban gempa, termasuk makanan, pakaian dan peralatan tempat mengungsi," ujar wartawan b. Wartawan asik bertanya, sekilas mereka melupakan sosok gadis manis berdiri di belakang Shen Mujin. Lu Yang yang lebih dulu hadir itu berbisik ke arah Aini, "Nona Aini, silakan berdiri berdampingan dengan tuan Shen," instruksi Lu Yang. Aini melakukan apa yang Lu Yang ucapkan, dia berjalan maju memposisikan dirinya di samping kanan Shen Mujin. Barulah wartawan yang meliput tersadar ada seorang gadis berdiri berdampingan bersama penguasa group Shen. "Apakah Anda datang melihat korban gempa dengan kekasih Anda?" °°° Note : semua percakapan antara Shen Mujin dan Aini dianggap dalam bahasa Mandarin. Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD