bc

MY HUSBAND, MY ENEMY

book_age18+
59
FOLLOW
1K
READ
billionaire
HE
arranged marriage
decisive
drama
bxg
bold
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Gwen Prisilia William meyakini bahwa nama Gerald Benjamin memang sudah tertulis di buku jodohnya sejak ribuan tahun silam.

.

Walau sikap Gerald teramat menyebalkan, bahkan sering membuatnya naik darah, Gwen tidak perduli. Pokoknya, ia tetap cinta. Kalau perlu, Gwen akan pergi ke dukun lalu meminta guna-guna agar hati pria tampan itu luluh kemudian bertekuk lutut di hadapannya.

.

Hingga akhirnya Tuhan kabulkan doa-doa yang selama ini Gwen panjatkan. Karena perjodohan dan atas dasar menjalankan wasiat yang sudah diatur sejak lama, Gerald tidak bisa lagi mengelak dan mau tidak mau setuju menikahi perempuan yang ia anggap aneh tersebut.

.

Bagi Gwen, Gerald itu segalanya.

Tapi, Bagi Gerald, Gwen itu ada gila-gilanya.

Mereka berdua saling bertolak belakang.

Yang satu kharismatik bagai Pangeran.

Sedang satu lagi kelakuannya malah mirip Chibi Maruko Chan.

.

Bahagia kah hidup Gwen setelah berhasil menikah dengan pria idamannya? Terlebih, sikap Gerald berubah drastis setelah tanpa sengaja tahu ada rahasia besar yang disimpan rapat oleh keluarga Gwen selama ini.

chap-preview
Free preview
1. CHIBI MARUKO CHAN VS SUNEO
"Gerald, pokoknya dalam waktu dekat kamu harus segera melamar dan menikahi Gwen." Pria bermata sipit, bernama Gerald Benjamin itu langsung mendongak. Menghentikan kegiatan makan malamnya, ia melirik, menatap tidak percaya ke arah sang nenek yang kini memusatkan perhatian kepada dirinya. "A-apa? Oma ngomong apa barusan?" Lilia Tanuwidja, wanita paruh baya, berumur 70 tahun itu tampak berdecak pelan. Ia sebenarnya tahu kalau sang cucu paling malas kalau diajak berdiskusi membahas soal pasangan apalagi pernikahan. Namun, Lilia sadar dirinya sudah teramat tua. Kalau bukan sekarang melihat Gerald menikah, lantas mau tunggu kapan lagi? Yang ada dirinya sempat semaput dijemput malaikat maut dan jadi penghuni alam baka. "Kamu harus nikahi Gwen segera. Oma akan atur semuanya. Besok malam kita berkunjung ke rumah Gwen untuk menghadiri undangan makan malam dari keluarga William." Gerald mendesah panjang. Umurnya padahal saat ini sudah 35 tahun. Amat sangat matang. Tapi, soalan jodoh, masih saja harus tunduk dengan apa yang Lilia pilihkan untuknya. Gerald kesulitan membantah. Sepeninggalan kedua orang tuanya, ia sendiri yang berjanji akan menuruti semua perintah dan permintaan Lilia tanpa terkecuali. Hal ini dilakukan sebagai balas budi atas pengorbanan serta kasih sayang yang sudah sang nenek beri. "Ada ribuan bahkan jutaan wanita di dunia ini. Kenapa Oma harus jodohkan Gerald sama Gwen?" "Emang kamu punya calon lain?" Gerald langsung terdiam. Semenjak kepergian Clara karena kecelakaan nahas 10 tahun silam, Gerald memang tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan siapa pun. Gerald tutup rapat pintu hatinya dan tidak ia biarkan satu orang pun wanita mengetuk atau kembali masuk dalam hidupnya. "Punya, nggak?" Lilia tampak mengejar. Memastikan sekali lagi apakah sang cucu memiliki calon atau kandidat sendiri untuk dikenalkan kepada dirinya. "Kalau memang ada, coba bawa untuk menghadap. Biar Oma lihat terlebih dulu bibit, bebet, dan bobotnya. Kalau memang lebih baik dari Gwen, Oma janji akan pertimbangkan. Yang penting, kamu nggak nikah dengan sembarang perempuan." "Sebenarnya..." cicit Gerald pelan. "Gerald nggak punya calon untuk dikenalkan." Lilia tertawa lepas. Tatapannya kentara seperti mengolok sang cucu. "Nggak punya calon aja pakai protes. Ya sudah, kalau begitu terima saja permintaan Oma." "Tapi... kenapa harus Gwen? Umur kami bahkan selisih 12 tahun." "Bukannya bagus dapat calon istri lebih muda? Lagian, kalau mau protes, kamu protes aja ke mendiang Papa dan Mamamu. Mereka berdua yang sejak awal jodohkan kamu sama Gwen." Gerald hela napasnya berat. Sebenarnya, ini bukan kali pertama juga sang nenek menyinggung soal perjodohan. Pikir Gerald, seiring berjalannya waktu, wacana untuk menikahi Gwen bisa terlupakan. Tapi, siapa sangka walau Lilia sudah sangat tua, masih saja ingat dengan wasiat yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Lebih parah lagi, ketika Gwen lulus kuliah, Neneknya juga yang membawa dan menaruh perempuan aneh itu untuk bekerja satu perusahaan dengan dirinya. "Gerald sudah bosan ketemu Gwen hampir tiap hari. Dan sekarang harus menerima kenyataan bakal jadi calon suaminya? Demi Tuhan, seumur hidup itu lama, Oma. Menikah bahkan bukan perkara sederhana." Lilia mengangguk setuju. "Ya. Kamu benar. Namanya menikah memang rumit. Karena yang sederhana itu cuma Rumah Makan Padang, kan?" "Oma...." Gerald bedecak. Ia yakin pasti si Nenek ketularan Giselle ; sang adik yang suka menyahut sembarangan. Ingin marah tapi sadar diri juga kalau di depannya saat ini adalah orang tua yang harus dihormati. "Sudah. Nggak usah banyak protes. Pokoknya kamu nurut aja apa yang Oma minta. Ini semua juga demi kebaikan kamu." *** Lilia tidak membual dengan apa yang ia ucapkan sebelumnya. Sore hari ini, ia paksa Gerald untuk ikut berkunjung ke kediaman keluarga besar William demi memenuhi undangan makan malam sekaligus membicarakan soal perjodohan. "Jadi, gimana? Kapan baiknya Gerald melamar Gwen?" Wajah Lilia nampak serius. Ia tatap bergantian sosok Thomas dan Monica William yang duduk tepat di hadapannya. Karena kedua orang tua Gwen juga sudah lama meninggal, maka mereka selaku paman dan bibi yang merawat serta menjadi wali bagi Gwen sampai perempuan itu dewasa dan kini siap untuk menikah. "Keputusan ini saya serahkan sepenuhnya kepada Gwen dan Gerald. Kalau saya pribadi maunya lebih cepat lebih baik." Thomas sampaikan pendapatnya. Ia lempar senyum ke arah Gwen sembari memberi kode kepada sang keponakan. "Saya ngikut aja, Oma. Mau cepat atau lama, mau sekarang atau nanti, nggak masalah. Yang penting nikahnya sama Gerald bukan pria lain." Lilia tertawa. Ia suka dengan respon Gwen yang tenang, apa adanya, tapi tidak menggebu-gebu. "Maaf, tapi sebelum ambil keputusan penting, Gerald boleh ngomong sama Gwen sebentar?" Di tengah perbincangan, setelah dari tadi sempat diam, Gerald menginterupsi. Begitu diberi kesempatan, ia ajak perempuan cantik yang sudah dirinya kenal sejak lama itu untuk berbicara jauh dari pendengaran keluarga besar mereka. "Mau ngomong apa, sih?" Di taman belakang, tak jauh dari kolam renang, Gwen dan Gerald berdiri berhadapan. Saling balas menatap, keduanya tampak seperti orang hendak berunding. "Pokoknya, kamu harus tolak perjodohan ini." "Apa? Tolak rencana buat menikah sama kamu? Enak aja!" Gwen mendelik. Ia tarik wajahnya lalu geleng-geleng kepala. "Ini kan emang cita-cita aku dari kecil. Kamu nggak tau aja aku udah mendaki gunung, lewatin lembah demi takhlukkan hati kamu. Dan sekarang, setelah Tuhan akhirnya kabulkan doaku, masa iya malah aku diabaikan gitu aja. Pamali tolak rezeki." "Rezeki? Yang ada nikah sama kamu itu musibah, Gwen!" balas Gerald tidak terima. "Loh? Kok musibah?" "Emang iya," angguk Gerald membenarkan. "Tipe istri idaman aku itu macam Chelsea Olivia. Bukan Chibi Maruko Chan seperti kamu." Detik itu juga Gwen langsung menggeram. Bibirnya mengerucut mendengar ungkapan Gerald yang syarat akan cibiran. "Biarin aku mirip Chibi Maruko Chan. Dari pada kamu, nggak sadar diri kalau selama ini mirip banget sama Suneo!" Gerald ingin sekali berteriak. Bisa-bisanya perempuan gila seperti Gwen dijodohkan dan dijadikan calon istrinya. Sungguh, Gerald tidak mampu membayangkan bakal jadi apa hidupnya nanti. "Udah lah... nyerah aja. Tinggal terima nasib apa susahnya, sih?" Gwen berbicara kembali. Di sini, memang perempuan itu yang paling banyak diuntungkan. "Mau mengelak gimana pun juga, kalau kata Tuhan kita berdua jodoh, kamu bisa apa?" Gerald bergeming. Ia biarkan saja Gwen terus mengoceh. "Lagian, ini kan wasiat kedua orang tua kita. Masa sih kamu berani ingkar? Kalau emang menikah dan hidup seumur hidup dengan aku terasa berat, ya udah test drive aja dulu satu tahun, gimana?" Gwen kedip-kedipkan matanya sembari terus berusaha meyakinkan Gerald. Entah otaknya geser ke mana. Masa iya pernikahan dijadikan ajang coba-coba. "Gimana? Mau, nggak? Hitung-hitung berhadiah. Kalau suka lanjut, nggak suka ya udah coba aja lagi sampai berhasil." Gerald menatap tajam. Pria itu geleng-geleng kepala. "Nggak usah gila! Ini pernikahan bukan main-main." "Siapa yang ngajak main-main? Aku serius, kok. Dari pada Om Thomas, Tante Monica, dan Oma Lilia kecewa, ya mending kita coba aja dulu menikah setahun. Kalau diperjalanan nantinya emang kamu ngerasa nggak nyaman, gampang lah cari alasan buat pisah. Yang penting, jalani aja dulu wasiat yang sudah ditinggalkan mendiang orang tua kita." Gerald terdiam. Ucapan Gwen barusan berhasil membuatnya kepikiran. Batinnya bergejolak. Tampak menimbang, apakah perlu menuruti saran gadis aneh di depannya itu. "Tenang aja, nggak rugi-rugi amat kok nikah sama aku. Kamu juga bebas berdayakan kemampuanku." Gerald berdecak kembali lalu tak lama mengangguk. Pikirnya, mau menolak sekuat apa pun, pasti pada akhirnya ia harus menuruti apa yang sang nenek perintahkan. "Oke. Aku bakal setuju buat nikah sama kamu. Tapi, sebelum itu semua terlaksana, aku bakal ajukan beberapa syarat yang wajib kamu lakukan." Gwen tersenyum santai. "Gampang. Semua syarat yang kamu ajukan bakal aku ikuti dan lakukan." Gerald sodorkan tangannya. Ia ajak Gwen untuk bersalaman. "Deal!" Sementara Gwen mengulum senyum. Bodo amat dengan syarat yang nantinya bakal Gerald ajukan. Yang paling penting dia bisa menikah dan menjadi istri Gerald secepatnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook