ALINI

1980 Words
Uweeekk!! Cairan bening itu kembali Bian muntahkan ke dalam keloset. Ini sudah ke tiga kalinya anak itu bolak kalik ke kamar mandi guna memuntahkan isi lambungnya. Namun rasa enek itu belum juga hilang dan malah menjadi-jadi. Setelah selesai memuntahkan, Bian meluluhkan tubuhnya duduk di lantai keramik kamar mandi dengan punggung yang bersandar di dinding. Tubuhnya benar-benar lemas saat ini. Selain sakit di dadanya belum hilang kenapa juga asam lambungnya harus naik. Sebenarnya salah Bian sendiri, sih. Tadi pagi dia cuman sarapan s**u, terus di sekolah dia cuman makan roti dan hingga saat ini dia belum makan apa-apa. Jadinya seperti ini, deh. Biasanya, sih kalau ada Aini di rumah, setelah pulang sekolah Bian akan di paksa oleh wanita itu untuk makan. Meski Bian akan beralasan untuk menundanya Aini akan tetap memaksa. Bahkan wanita itu akan menyuapi Bian seperti anak kecil kalau perlu. Tapi saat tadi Bian pulang Aini tak ada, wanita itu sedang pergi ke Bandung untuk menjenguk kakek yang masuk ke rumah sakit. Dan mungkin wanita itu akan menginap beberapa hari guna menjaga kakek. Cklek! Seorang cowo yang masih mengenakan seragam putih abu-abu masuk ke dalam kamar mandi dan mendekati Bian yang masih terduduk lemas di lantai. Setelah tadi membiarkan Bian masuk ke dalam kamar mandi seorang diri dan membiarkan anak itu berada di dalam sana selama lima menit, akirnya dia tak tahan dan memutuskan untuk masuk melihat keadaan Bian. "Lo gak papa?" Tanya cowo itu kawatir, namun tak di sauti Bian karena bian terlalu lemas untuk menjawab. Kemudian cowo itu pun membantu Bian bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar mandi menujuh tempat tidur Bian. Bian langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya dan memejamkan matanya lekat tanpa bersuara. Saat ini Bian benar-benar membutuhkan istirahat, tubuhnya benar-benar terasa lemas. Melihat Bian memejamkan matanya, cowo berlesung pipi yang memiliki tubuh lebih tinggi 5 cm dari Bian itu menempatkan diri duduk di samping Bian. Dengan Manik matanya yang masih mengamati wajah Bian yang begitu pucak, dengan keringat dingin yang membanjiri sekujur tubuh Bian. Raka mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Kalau sudah seperti ini Raka jadi tak tega meninggalkan Bian sendirian. Terlebih lagi bila Raka kembali mengingat seberapa buruknya keadaan Bian saat menemukanya di toilet tadi. Ada sebuah nomer tak di kenal yang menyuruhnya untuk pergi ke toilet lantai tiga. Dan benar saja di sana raka menemukan bian dengan keadaan yang benar-benar buruk. Dengan baju seragam yang sudah basah kuyup serta tuhuh yang menggigil hebat dan wajah pucatnya, Bian saat itu tampak begitu mengenaskan. Seseorang telah mengunci Bian di sana dan parahnya lagi seseorang itu juga menyiram Bian dengan air hingga membuat tubuh Bian basah kuyup. Itu adalah hal yang kekanak-kanakan menurut Raka, dan Raka benar-benar penasaran tentang siapa yang mengerjai Bian sampai separah itu. Sebenarnya sih sejak tadi Raka berusaha membuat Bian membuka mulut tentang siapa yang melakukan hal itu padanya, tapi Bian tetap bungkam. "Kita ke rumah sakit aja, ya.." Ucap cowo itu kemudian, meski dia tau apa yang akan menjadi jawaban Bian yaitu penolakan, tapi setidaknya berusaha dulu lebih baik. "Demam lo tinggi, lo juga muntah-muntah mulu dan tadi lo mimisan. " "Gua cuman butuh tidur, Ka." Saut Bian lemah dengan mata yang mesaih terpenjam dan tangan yang mengelus d**a. "Mending lo pulang sana sebelum Kak Kelvin pulang." Lanjut Bian. Anak itu benar-benar sudah tak punya tenanga. Dikerjaian Devan habis-habisan tadi membuat tubuh Bian tak dapat terkendali. Rasanya Bian ingin menangis saat ini atas seluruh tubuhnya yang terasa sakit, tapi dia tak bisa melakukan hal itu karena di sini ada Raka. Sedangkan Raka anak itu termenung di tempat. dia kembali mengingat kenangan itu, kenangan saat terahir kali Raka bertamu ke rumah ini dan berahir dengan perkelahian dia dengan Kelvin. Bug!  Kelvin yang baru datang tiba-tiba menghadiahkan tinjunya pada wajah Raka. Untuk seperdetik setelah Raka kena pukul, cowo itu masih bingun atas tindakan tiba-tiba sahabatnya itu, hingga Kelvin melemparkan sebuah tabung kecil berisi butiran obat ke hadapan Raka. Dan mata Raka membulat sempurna saat itu. Itu adalah obat tidur yang Raka berikan pada Bian untuk menenangkannya. Saat menginap di rumah raka, bian tak bisa tidur dan gelisah, dia pun memberitau rakan bahwa dia sulit tidur dan suka bermimpi buruk. Saat itu Raka merasa kasiah ketika melihat wajah flustasi bian. Akirnya raka pun memberikan bian obat tidur. Karena Raka tau bahwa itu adalah gejala trauma Bian akibat kekerasan yang ayahnya berikan. Tapi raka tak pernah berfikir bahwa bian akan terus meminum obat itu. Jangan-jangan Bian.. "Lo tau, adek gua kecanduan sama obat itu gara-gara lo, Anjing!!" bentak Kelvin sembari mencengkram kerah baju Raka dan kembali memukul Raka. Saat itu Kelvin benar-benar murka terhadap Raka. Kelvin terus menghajar Raka hingga Aini pun datang untuk melerai. Dan sejak saat itu Bian dilarang keras mendekati Raka oleh Kelvin. Hubungan mereka bertiga pun berantakan. Ya.. meski sebenarnya  Bian kecanduan obat itu bukan sepenuhnya kesalahan Raka karena Bian mengonsumsi obat itu atas kehendaknya sendiri. Tapi Kelvin mana mau mengerti. Jadi Raka tak bisa membayangkan bagaimana murkanya Kelvin nanti bila tau Raka menginjakan kakinya lagi ke rumah dia dan mendekati Bian. Pasti anak itu akan langsung menghadiahkan bogem mentah pada Raka. Tapi dengan keadaan Bian yang seperti sekarang Raka juga tak bisa meninggalkan Bian sendirian di rumah. Jadi pasrah adalah jalan yang akan Raka ambil. Deru nafas teratur Bian membuat seulas senyuman di bibir Raka. Setelah Raka tadi memberikan obat penurun demam dan asam lambung pada Bian, akhirnya obat itu mulai bereaksi. Semoga Bian lekas sembuh. Batin Raka dalam hati. Karena melihat Bian kesakitan seperti tadi membuat raka tak tega. Ya.. Raka sudah bersahabat dengan bian sejak kecil, sejak sd, sejak Bian di kenal dengan sosok anak ceriah hingga berubah menjadi anak pemurung karena perlakuan ayahnya. Bagi raka Bian bagaikan adik kecil yang butuh di jaga. Namun kejadian 1 tahun lalu membuat dia tak bisa lagi dekat dengan Bian. Raka mengambils selimut yang terlipat di samping tempat tidur Bian lalu menyelimuti Bian. Kemudian Raka pun keluar dari kamar Bian. ***** Di dalam ruangan itu Aini masih duduk mematung. Setelah dia mendapat telpon dari ibunya yang mengatakan bahwa sang ayah sakit, wanita itu  pun langsung bergeges ke Bandung, guna melihat keadaan ayahnya. Di tak mempedulikan apapun, bahkan dia belum sempat memasak untuk kedua putranya. Namun kekecewaan pun wanita itu rasakan saat dia tau bahwa dia telah di bohongi oleh kedua orang tuanya. Sang ibu mengatakan bahwa ayahnya sakit itu hanya sekedar alasan supaya Aini mau pulang dan menemui seorang pria yang beberapa tahun ini terus coba Aini hindari. Seorang pria yang terus mencari Aini hingga dia bisa menemukan keberadaan keluarga Aini saat ini. Pria bertubuh tinggi dengan mata halzel serta jas hitam yang dia kenakan itu kembali menatap Aini dengan wajah penuh harapan. Untuk dua menit yang telah terlewati setelah pria itu menjelaskan maksud kedatanganya menemui Aini, wanita itu masih membisu dengan mata yang tak berpaling dari sebuah dokumen yang pria itu berikan. Saat ini perasaan Aini campur aduk tak karuan. Antara takut, bimbang, dan marah semua bercampur aduk di dalam hatinya. Membuat Aini serasa ingin menangis dan berteriak. Namun sebisa mungkin tidak dia tunjukan perasaan itu pada pria di hadapanya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang, dia tak ingin merasa kalah di depan pria itu. Kemudian Aini pun berfikir untuk menyudahi pertemuan ini. Mungkin cepat pergi dari hadapan pria yang sangat dia benci adalah cara terbaik sebelum emosinya meledak dan mengacaukan semua rencana yang dia buat belasan tahun lalu. Aini bangkit dari duduknya dan mengejutkan semua orang yang berada di ruangan itu, terutama pria berjas di hadapan Aini. Pria itu pun sepontan ikut berdiri dari duduknya. "Lebih baik kamu pergi. Aku tak ingin melihat wajah mu lagi." Ucap Aini seraya berjalan ingin meninggalkan semua orang di ruangan itu, namun sebelum hal itu terjadi pria berjas di hadapan Aini dengan sigap meraih tangan Aini dan menghentikan gerakan Aini. "Tinggu! Aku masih belum sekesai. Kita..." "Apa lagi, Hah!? APA LAGI!?" Potong Aini setengah membentak. Wajah wanita itu kini telah merah padam begitu juga dengan matanya yang mulai berair. "Apa belum cukup kalian mengambil Alini?! Aku tak akan membiarkanya, aku tak akan membiarkan kalian mengambil dia dari hidupku!" "Kamu harus memberikanya!" Bentakan pria itu membuat Aini terdiam seperdetik. "Atas semua yang terjadi pada anak itu setelah dia tinggal dengan mu, kamu harus mengembalikan anak itu. Kamu gak punya hak untuk merawatnya!" Plak!! Tamparan itu mengenai pipi pria berjas dengan sangat keras. "Aini cukup!" Kali ini Prasetya yang semula bungkam mulai membuka mulutnya yang tentunya membuat Aini semakin emosi. "Kenapa Ayah malah membela dia, ayah mau di pihak dia?! Ibu juga?!" Tanya Aini dengan suara yang bergetar."Asala ayah dan ibu tau, aku tidak akan memberikan anak itu pada mereka, karena samapi kapanpun dia adalah anak aku. Aku tak akan membiarkan mereka mengambil anak itu seperti mereka mengambil Alini dari hidup kita!" wanita itu melepaskan cengkraman pria berjas hitam itu, lalu berlari keluar dari ruang tamu dengan air mata yang tak dapat terbendung. ***** Aini dan Alini, mereka adalah sepasang anak kembar. Dengan rupa yang sangat mirip namun dengan sifat yang bertolak belakang. Meski wajah mereka sangat mirip tapi mereka sangat mudah di bedakan dengan sifat mereka. Aini yang pendiam dan Alini yang tak bisa diam. Dua perbedaan sifat yang mampu membuat ikatan yang begitu kuat di dalam hubungan persaudaraan mereka. Karena mereka saling menutupi kekurangan mereka satu sama lain, saling melengkapi. Tak ada yang bisa memungkiri ikatan yang begitu kuat pada kedua gadis itu. Mereka tak pernah terpisahkan. Hingga pada suatu malam dengan wajah cerihnya Alini masuk ke dalam kamar Aini dan membritaukan kabar gembira. Namun kabar gembira itu hanya untuk Alini, tidak untuk Aini. Meski Aini menunjukan wajah gembiranya saat Sang Kakak memberitaukan sesuatu itu, namun dalam hati Aini tidak benar-benar gembira dan malah sebaliknya saat itu hatinya remuk dan hancur. Atas sebuah berita baik, dimana Alini baru saja di lamar oleh pujaan hatinya, Itu bagaikan mimpi buruk bagi Aini. karena benar saja, siapa yang tak akan hancur saat mendengar orang yang dia cintai akan melamar dan akan segera menikah. Dan lebih menyakitkanya lagi gadis yang di lamar pujaan hati Aini adalah kembaranya sendiri. Bukankah itu sangat tragis. Ya.. Aini mencintai pacar kembaranya secara diam-diam. Itu terjadi begitu saja tanpa Aini inginkan. Meski dia sudah berusaha menghilangkan perasaan itu, namun dia tak pernah bisa menolak perasaan itu, karena hati itu buta dan tak dapan di kendalikan atas dimana dia akan menjatuhkan pilihanya. Namun, meski begitu, Aini tak pernah berharap lebih,  karena bagi Aini kebahagiaan Alini jauh lebih penting dari kebahagiaanya. Toh, dia juga tak mau merusak hubungan persaudaraannya dengan Alini. Kemudian Alini pun menikah dan tinggal dikediaman keluarga suaminya.  Alini hidup mewa di rumah keluarga suaminya. Kembaranya itu hidup bahagia di sana. Itu yang Aini pikir pada awalnya. Tapi ternyata, semua tak seperti yang terlihat.  Senyuma yang Alini tunjukkan setelah menikah hanyalah senyuman palsu. Kebahagiaan yang terlihat, itu semua palsu. Karena nyatanya di sana Alini tersiksa. Memang suami Alini sangat memcintai Alini namun, tidak untuk keluarganya. Mereka masih belum bisa menerima Alini sebagai menatunya. Asal usul Alini yang terlahir di dalam keluara sederhana, masih belum bisa di terima bagi keluarga suaminya yang bersetatus konglomerat itu. Banyak perbedaan gaya hidup yang membuat mereka sulit menerima sosok Alini dan membuat mereka terus menyudutkan serta menekan alini. Hingga tanpa sengaja Aini memergoki perlakuan buruk dari keluarga suami Alini yang tentunya begitu menohok hati Aini. Lalu beberapa tahun kemudian Alini hamil, dia memiliki sepasang anak kembar. Tapi penyiksaan yang di lakukan oleh pihak keluarga suami Alini tak juga berheti. Hingga 8 tahun kemudian saat Alini bertengkar dengan suaminya dan dia pun kabur dari rumah dengan membawa satu putranya. Wanita itu ingin pergi ke tempat Aini yang saat itu juga sudah menikah. Dia ingin menenagkan diri di rumah kembaranya. namun naas hal buruk pun terjadi. Sebelum sampai di rumah Aini, Alini mengalami kecelakan. Mobil yang dia kendarai menabrak sebuah truk. Mereka meninggal. Itu yang semua orang pikir, tapi sebenarnya anak Alini selamat. Dan secara diam-diam Aini pun mengadopsi anak itu menjadi anaknya. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD