Blur.

1386 Words
"Jangan gila kamu!" Gadis berambut ikal sebahu itu menatap kesal pada lelaki yang ada dihadapannya dengan tatapan datar dan dingin. Seolah-olah dia tidak takut maupun bersalah telah mengatakan sesuatu hal yang buruk kepada lelaki itu. "Kita sudah membuat kesepakatan perjanjian bukan? Apa kamu sudah lupa? Kamu harus menuruti semua kemauan aku. Kalau kamu mau rahasia itu tetap aman ditanganku." Lelaki itu tidak sama sekali menghiraukan tatapan kesal dari gadis yang ada dihadapannya itu. Dia menepuk-nepuk pahanya berulang kali, agar gadis itu mau mendekat dan duduk dipangkuannnya. "Nggak! Jangan gila kamu! Bagaimana nanti kalau ada orang yang melihat. Ingat! Ini kampus! Kalau kita ketahuan, bukan hanya nama aku yang tercoreng. Tapi, nama kamu juga!" Lelaki itu berdecak sebal. "Kamu itu terlalu berisik. Kalau kamu sejak tadi menurut dan mengikuti kemauanku, kita sudah selesai. Tidak akan ada orang lain yang datang ke sini dan melihat kita. Cepat duduk!" Bentak dia kembali, sembari menepuk pahanya beberapa kali. Gadis itu hanya bisa menurut, sembari menggerutu kesal. Kalau bukan karena takut rahasianya terbongkar, dia tidak akan sudi mengikuti segala kamauan lelaki b******k yang ada dihadapannya itu. "Turunkan celanamu..." Serunya menarik pergelangan tangan gadis itu dengan cara paksa, agar segera duduk di atas pangkuannya. "Aku sudah tidak tahan." Bisiknya dengan serak. Sejak tadi, lelaki itu sudah menahah hasratnya saat di mobil. Sementara gadis itu hanya bisa menurut. Dia duduk di pangkuan lelaki itu, yang kini tengah sibuk membuka resleting celana dan mengeluarkan miliknya. Sungguh gila apa yang dilakukan mereka saat ini, berbuat m***m di atap gedung kampusnya. Setelah puas, dengan santainya lelaki itu meninggalkannya seorang diri di sana. Gadis itu hanya bisa menatap langit biru di atas sana dengan pandangan nanar. Hingga tanpa dia sadari, setitik cairan bening dari pelupuk mata menetes begitu saja di kedua pipinya. Bisa kah dia terlepas dari cengkraman lelaki b******k seperti Kevin Aprilio wiratmaja. Anak dari pemilik kampus tempat dia menuntut ilmu. Tangan gadis itu terkepal kuat, dengan pandangan marah. Saat ingatanya kembali berputar, bagaimana pertama kali dia menyerahkan kehormatannya untuk lelaki itu. Prissilia Anggraini yang kerap di panggil Sissy adalah gadis cantik, pintar dan baik hati. Sissy menjadi salah satu murid teladan di kampus ternama dibilangan Kota Jakarta. Anak ke dua dari pasangan Tono Wicaksono dan Amy deswani yang telah bercerai. Pak Tono kini telah menikah kembali dan dikarunia anak perempuan, kini mereka telah hidup bahagia bersama keluarga barunya. Sissy terpaksa bekerja paruh waktu di toko grosir dekat rumahnya, untuk mencukupi biaya kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi ibunya yang sudah sakit-sakitan. Sedangkan sang Ayah sudah tidak lagi perduli dengan kehidupan mereka. Sissy juga kerap kali menerima tawaran bekerja di rumah bordir untuk sekadar menemani tamu-tamu di sana. Awalnya, dia menolaknya. Namun karena keterpaksaan yang mengharuskan dia bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan uang. Akhirnya, Sissy menerima pekerjaan itu. Mencoba berdamai dengan keadaan, Sissy bekerja di sana. Dia hanya ingin bekerja sebagai pemandu tamu, bukan melayani untuk berlanjut ke arah lain. Untungnya, pemilik rumah bordil itu menyetujui apa yang menjadi keinginan Sissy. Kini gadis itu bekerja di sana hampir selama satu tahun, tanpa kendala apapun. Orang yang tidak paham dengan apa yang dilakukan oleh Sissy di tempat seperti itu, akan mengiranya dia adalah sebagai p*****r, demi mendapatkan uang banyak secara instant. Kemudian uangnya akan di pakai untuk bergaya maupun berfoya-foya. Sama halnya dengan pemikiran lelaki bernama Kevin Aprilio Wiratmaja. Saat pertama kali bertemu dengan Sissy di rumah bordil. Kevin berpikiran bahwa Sissy bekerja di tempat itu menggunakan tubuhnya untuk mendapatkan sejumlah uang yang banyak dengan cara cepat. Sebutan ayam kampus bagi gadis yang bekerja seperti itu. Tapi Kevin merasa itu adalah hal yang lumrah dan biasa saja. Tapi saat mendapati Sissy berada di tempat itu, dia dibuat sedikit terkejut. Seorang Sissy yang terkenal karena kepintarannya dan baik hati, bekerja sebagai p*****r? Rumah bordil ini terkenal dengan kalangan menengah atas dan sudah pasti yang datang berdompet tebal. Di mana banyak lelaki kaya raya rela datang dengan suka rela mengeluarkan uang banyak, hanya untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan dalam satu malam bersama para p*****r-p*****r yang telah disediakan oleh pemilik tempat itu. Kevin mengerutkan kening saat melihat gadis di ujung sana yang wajahnya sangat familiar di matanya. Gadis dengan rambut hitam ikal sebahu itu belum menyadari sedari tadi, saat Kevin terus saja menatap dan memperhatikannya. Gadis dengan pakaian minim dengan kulit putih bersih, hidung mancung, terlihat lebih menonjol diantara teman-temannya yang sedang berkumpul. Kevin tentu saja sangat mengenali gadis itu, karena memang Sissy adalah salah satu mahasiswa yang terkenal di Universitas mereka. Gadis yang terkenal karena kepintarannya. Kini justru tengah berkeliaran di rumah bordil ini. Dan Kevin berpikir tentu saja yang dilakukan oleh gadis itu tengah melacur dan akan memuaskan semua pelanggannya. Ini adalah rumah bordil bukan club malam. Dan dia pun kesini ingin bersenang-senang demi mendapatkan kepuasan. Rasa penasaran terus saja menyeruak di dalam otaknya, hingga dia bertanya kepada temannya yang memang sudah menjadi pelanggan tetap di tempat itu. "Dicky, lo kenal dengan gadis di ujung sana?" "Yang mana?" tanyanya, karena memang di ujung sana ada empat gadis tengah tertawa berkumpul. "Yang pakai baju putih!" "Ah... itu, dia primadona di sini. p*****r juga, tapi agak susah buat di sewa. Katanya sih, dia pemilih." "Lo yakin?" "Hemm... gue tinggal!" Dicky pamit menepuk bahu Kevin saat gadis yang telah di sewanya sudah datang, lalu meninggalkan Kevin seorang diri. Kevin berdecak sebal saat melihat Dicky malah merangkul gadisnya pergi begitu saja. Belum selesai Kevin mengorek informasi yang ingin dia dapatkan dari Dicky. Menenggak satu gelas minuman yang telah dia pesan. Kevin lalu beranjak berdiri meninggalkan meja tersebut. Dengan langkah tegap dia menghampiri Sissy. "Hai..." Sapa Kevin pada empat gadis yang kini ada dihadapannya itu. "Boleh kenalan?" "Boleh dong!" Sahut salah satu gadis yang langsung saja menedekati Kevin, dengan senyuman menggoda sebagai ciri khas saat menyapa pelanggan. Sedangkan Sissy terkejut dengan mata melebar, saat mengenal siapa lelaki yang kini tengah menatapnya dan ada di hadapannya itu. Siapa yang tidak mengenal Kevin Aprilio Wiratmaja. Lelaki dengan perawakan tinggi, wajah yang sangat tampan blasteran Eropa, hidung lancip, juga mata kecoklatan. Anak dari pemilik kampus tempat dia menuntut ilmu. Sissy berusaha untuk membuat ekspresi wajahnya terlihat biasa saja. Dia tidak ingin menampilkan wajah takut, yang akan berbuat Kevin berbuat apa saja dikampusnya nanti. Kevin menampilkan senyum licik, sembari terus menatap Sissy tanpa berkedip. "Hai..." Sapaan itu diperuntukkan pada Sissy, dan gadis itu pun menyadarinya. "Bisa kita berbicara sebentar." "Udah, Si.. embat aja, ganteng banget. Ugh... pasti lo ketagihan, tebel tuh dompetnya." Bisik salah satu teman Sissy, yang langsung mendapat pelototan tajam dari Sissy, yang di balas dengan kekehan. Dengan tidak sabaran, Kevin langsung menarik pelan pergelangan tangan Sissy untuk mengikutinya menjauh dari teman-teman Sissy.. "Jangan sok jual malah lo. Gue nggak nyangka bisa bertemu sama lo di tempat ini. Di kampus terkenal sebagai mahasiswa teladan. Nyatanya di sini, lo p*****r!" Ucap Kevin, saat mereka sudah menjauh dari kerumunan teman-teman Sissy. Kini hanya ada mereka berdua berdiri di lorong yang sepi. Kevin tersenyum lebar, yang membuat Sissy menatapnya dengan tatapan waspada seolah-olah lelaki yang ada dihadapan dia itu akan berbuat jahat kepadanya. "Bukan urusan kamu." Seringai licik Kevin tampilkan sembari mendorong kuat tubuh Sissy, hingga terbentur dinding yang ada dibelakang tubuh Sissy. "Gue mau lo malam ini, berapa tarif lo semalam?" Kevin menepuk salah satu pipi Sissy dengan gerakan halus dan di akhiri elusan di sana. Mendadak Sissy jadi gelagapan, dirinya terlihat gugup berhadapan dengan lelaki itu. Tapi sebisa mungkin dia dapat menguasainya dan berusaha untuk tetap terlihat tenang. "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan?" Sissy menepis tangan Kevin. "Jangan banyak drama. Gue bisa saja menyebarkan informasi yang membuat reputasi lo sebagai mahasiswa teladan menjadi hancur. Foto ini akan gue taruh di mading kampus. Semua orang bisa melihatnya." Kevin mengeluarkan ponselnya, yang menampilkan gambar Sissy dengan latar belakang yang membuat siapa saja berpikiran negatif tentangnya dengan pakaian minim. "Bagaimana?" tanyanya dengan seringai licik, mengangkat salah satu alisnya ke arah Sissy yang kini sudah terlihat pucat pasi. "Sebenarnya, apa maumu? Aku tidak pernah berurusan atau berbuat salah sama kamu. Aku akan mengabulkan apa saja keinginanmu. Tapi kamu harus hapus foto itu!" "Mudah saja, puasin gue malam ini. Setelahnya foto itu akan hilang." Sissy menatap benci pada Kevin dengan tangan terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seperti pemikirannya, kalau pembicaraan Kevin akan mengarah ke arah itu. Sissy hanya bisa mengiyakan apa yang diinginkan oleh Kevin. Dia ingin segera menuntaskan apa yang menjadi bahaya untuk dia dan masa depannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD